Let You Go And Try To Love Him
.
HunHan SeRaXi Present
.
Cast: Shixun-Luhan
.
Chaptered
.
M
.
Hal tersulit dalam hidupku adalah merelakanmu pergi, aku bahkan masih mencintaimu sampai saat ini. Ketika kita dipertemukan kembali, bodohnya aku malah jatuh cinta pada perusak hidupku sendiri.
.
Sebelum kalian baca ini, tolong dibayangkan sosok Shixun disini adalah Sehun yang masih kerempeng ala-ala jaman Mama :v
.
Enjoy!
.
.
"Hasil ujiannya sudah keluar!"
Teriakan salah seorang murid berhasil merebut seluruh atensi teman-teman sekelasku. Mereka yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing kini mulai berhamburan keluar. Bangku dekat jendela urutan kedua dari depan, itu adalah tempat duduk dua orang laki-laki yang sudah bersahabat –atau bahkan lebih dari itu. Aku dan Shixun, sahabat karib sejak masih dibangku taman kanak-kanak.
"Apa kau tidak ingin melihat hasilnya?"
Aku memandangi Shixun yang fokus menatap lembaran kertas, sepertinya soal ujian kemarin.
Shixun mendongak, dia balas menatap kearahku "Aku sungguh bingung bagaimana cara menyelesaikan soal ini, kau bisa membantuku, Lu?"
Aku tertawa. Shixun pasti bercanda! Dia itu terlahir dengan otak jenius, diatas IQ orang normal. Soal apapun yang dihadapankannya, Shixun selalu bisa menjawabnya. Dan apa-apaan tadi, ia memintaku membantunya untuk menjawab. Memang sepele, tapi ini tidak bisa dipercaya.
"Soal apa sih? Kau pasti bercanda ya, kan?" Aku memicing kearah Shixun
"Serius, Luhan. Tolong kerjakan itu, kumohon..." pintanya memelas
Aku menarik lembaran itu dan mengamatinya. Sungguh aku terkejut bukan main, yang Shixun bingungkan adalah sebuah soal fisika tingkat SMP. Ini sangat mudah sekali bagiku, apalagi Shixun. Aku sudah tahu Shixun pasti mengerjaiku, mungkin disana terselip 'kode' yang tidak kuketahui. Dan ketika aku salah, Shixun pasti menertawaiku. Tapi aku mencoba percaya diri, tetap kukerjakan soal itu sesuai prosedur rumus. Menghitung kecepatan gravitasi benda dari ketinggian sekian, sungguh mudah sekali. Apalagi kami sudah memasuki jenjang bangku SMA tingkat 11. Dan sebentar lagi akan naik ke kelas 12.
Disamping, Shixun mengulum senyum. Soal seperti itu bagaikan partikel terkecil dari suatu susunan. Sangat mendasar sekali.
"Apa yang sulit? Hasilnya 520, kau hanya perlu mengalikan kemudian membaginya!" Aku menggerutu seusai mengerjakan soal itu
"Ya, hasilnya memang 520" Shixun menyahut pelan
"Lalu kena—"
Aku tergagap, tiba-tiba saja pipiku dijalari rona merah. Sudah kuduga, Shixun pasti berniat menyelipkan kode untukku.
"520, *wu er ling" (it means 'I Love You' in Chinese)
Aku membuang muka, Shixun tersenyum miring. Padahal dia sering menggombaliku, tapi rasanya berbeda jika seperti ini. Maklum, pacaran dengan anak jenius itu beda!
"Sudahlah, aku penasaran dengan nilaiku"
Kutarik lengan Shixun, seperti biasa. Dia selalu ogah-ogahan. Tanpa perlu berdo'a memohon nilai yang bagus, Shixun pasti selalu menduduki ranking pertama. Tidak, dia selalu diurutan pertama. Bukan dua ataupun tiga. Tidak sepertiku, aku selalu dibawah Shixun. Sebenarnya aku terlahir dengan kapasitas otak biasa seperti orang kebanyakan, tapi berteman dengan Shixun membuatku selalu berada diposisi dua atau tiga. Intinya aku tertular sedikit kepintarannya.
Kami menerobos beberapa anak yang masih asik memandangi peringkatnya, sampailah kami didepan mading. Mataku membola, hampir keluar dari kelopaknya. Lagi-lagi ini tidak dapat dipercaya! Aku berada diposisi paling atas sedangkan Shixun berada diposisi kedua.
Aku berbalik, menatap Shixun yang menampakkan raut bodoh didepanku. Aku menahan marah "Kau pasti sengaja, kan?"
Lucu memang, aku marah karena mendapat peringkat satu. Tapi Shixun adalah anak jenius, apa kata semua orang jika aku menduduki tahta peringkat tertinggi sedangkan si peringkat kedua adalah penguasa selama 3 dekade ini. Tidak mungkin!
"Kenapa kau marah begitu? Seharusnya kau berjingkrak heboh bisa mengalahkanku" balasnya tenang, tidak terbebani sedikitpun
Tanganku mengepal kuat, tanpa bisa kukontrol. Aku membentak marah padanya "Kau pikir aku senang? Aku tidak pantas!"
Aku berjalan cepat, meninggalkannya. Shixun mengejarku sampai ke kelas, aku sudah bersiap menggendong tas ku untuk beranjak pulang. Ini memang sudah sore, jam pulang sekolah di China sungguh ekstrem. Tak kupedulikan Shixun yang mengejarku, namun akhirnya tanganku dicekal. Lalu aku berhenti untuk berhadapan dengannya.
"Maafkan aku, aku hanya ingin membuatmu senang. Sebenarnya ini kejutan untukmu" Shixun menunduk, mencengkram tanganku kuat yang sialnya terasa hangat hingga menjalar keseluruh tubuh.
"Tidak mempan untukku, yang kau lakukan sia-sia! Sama saja kau membohongi dirimu sendiri" aku menimpali, dengan nada sedikit lembut.
...
Shixun adalah anak jenius. Seharusnya ia mengikuti sekolah akselerasi, bukan sekolah umum sepertiku. Tapi persahabatan kami membuat Shixun menolak keinginan ayahnya, yang diingankan ayahnya memang benar, ia bersekolah disini hanya akan membuat anak-anak lain minder, sudah banyak anak yang berusaha mengalahkan Shixun namun usaha mereka selalu gagal walaupun belajar mati-matian dari pagi sampai malam. Bahkan guru-guru disini dibuat jengkel karena kepintarannya, seolah-olah jika guru dihadapkan dengannya maka guru bukanlah apa-apa.
Pernah suatu hari aku bertanya kenapa dia memaksa ingin selalu mengikutiku, dan dia menjawab "Jika aku sekolah akselerasi dan lulus dari universitas dengan usia yang bahkan belum mencapai 20 tahun. Lalu aku mendapatkan pekerjaan dan menikah muda, itu tidak menyenangkan! Aku ingin lebih menikmati masa sekolahku seperti anak lain. Kenapa? Karena jika aku sudah mendapat gaji sendiri, maka ayahku tidak akan mau lagi membiayai seluruh kebutuhanku"
Aku tidak dapat berkata-kata. Shixun benar, masa sekolah adalah masa paling indah. Dimana aku tidak perlu memikirkan biaya hidup sehari-hari yang sialnya semakin tahun semakin naik. Tugasku saat remaja hanyalah belajar, dan ketika aku berprestasi itu cukup membuat orangtuaku bangga. Hidup pelajar sesimple itu, berbeda jika sudah masuk ke jenjang dewasa yang sudah bekerja.
"Shixun, kau tidak mengerti. Aku bahkan menumpang tinggal di apartemenmu, kadang sesekali orangtuamu memberikan aku uang saku tambahan. Mereka mendaftarkanku dalam bimbingan belajar yang sama denganmu, dan itu tarif pertahunnya mahal! Kalau mereka tahu kau diperingkat kedua—"
"Ssstt... ini kemauanku juga, Lu"
"Tapi aku merasa tidak seharusnya, kau dan keluargamu sangat baik padaku" aku menundukkan kepala, kalaupun selama 6 dekade dia terus memimpin, aku tidak masalah dan tidak akan pernah iri padanya. Itu memang sudah menjadi miliknya, sebuah peringkat 1 yang kusebut tahta.
"Hahh... aku bingung cara memberimu kejutan, ternyata kau malah marah padaku" Shixun mengembuskan napas
"Jadi, sebagai permintaan maafku sekaligus merayakan keberhasilanmu. Bagaimana kalau kita makan besar dan aku yang traktir?"
"Deal"
Shixun tersenyum menang. Hanya dengan tawaran ini sudah membuatku melunak lagi dan bersemangat. Satu hal, Shixun itu terlahir dari keluarga kaya. Ayahnya seorang pejabat, sedangkan aku bahkan tak tahu ayahku siapa. Aku dibesarkan oleh kakek dan nenekku yang bekerja sebagai petani. Sangat berbeda jauh.
"Ehh tapi sebelum itu kita mampir ke Pura dulu ya?" ujar Shixun
"Ya!" sahutku sambil menggamit lengannya
...
Sedikit informasi, sebenarnya aku dan Shixun berbeda agama. Shixun beragama Hindu, dia pengikut Wisnu yang taat. Setiap hari sepulang sekolah, ia selalu menyempatkan diri ke Pura untuk beribadat. Aku menghormatinya, terkadang aku kagum dengan ketaatannya. Mungkin inilah kenapa Dewa Wisnu memberkatinya dengan otak yang jenius.
Aku menunggunya, sesekali mencuri pandang kearah Shixun yang tengah melakukan pemujaan. Kualihkan bosan dengan memenuhi skor game diponselku, aku tidak sadar hingga lupa waktu. Shixun tiba-tiba duduk disampingku sambil menatapku yang tengah serius.
"Kau cantik saat sedang fokus" pujinya lagi
Aku mendengus, menghentikan permainan gameku. Kami berdua berdiri untuk melanjutkan perjalanan. "Kau tidak lupa dengan janjimu, kan?"
"Kapan kau pernah mendapatiku lupa?" timpalnya, lagi-lagi aku mendengus. Shixun selalu benar!
Kami hendak melangkah, namun didepan kami seorang pendeta hindu lewat. Otomatis aku melepaskan tanganku yang melingkar dipergelangan Shixun dan menyentuh kaki sang pendeta memberi salam. Pria berumur itu tersenyum pada kami, sepertinya sudah hapal kebiasaan kami yang datang kemari setiap hari.
"Bagus, kau datang lagi" Pendeta itu menyentuh pucuk kepala Shixun
"Ya, tolong berkati kami berdua" Shixun membalas
"Pak pendeta, kata Shixun kau orang yang suci. Biasanya orang-orang seperti itu bisa melihat masa depan, katakan bagaimana masa depan kami nanti"
Pandangan Shixun menajam kearahku, dia berbisik 'itu tidak pantas, Luhan!' dan aku menyadari kelancanganku. Aku mengulum bibir, seharusnya aku diam saja dan menghormatinya.
Tapi yang membuat kami berdua khawatir, pendeta itu diam saja. Apakah beliau tersinggung? Aku sudah merapalkan kata maaf tapi pandangan pendeta itu kosong. Dan anehnya kami malah terus menunggu pendeta itu merespon.
Luhan memang hanya asal berceletuk, tapi seusai mengucapkan itu. Tiba-tiba si Pendeta mendapati sebuah bayangan hasil potongan kejadian yang tragis. Tidak begitu jelas, namun ia bisa mendengar jeritan pilu yang sebentar lagi akan terjadi. Dia sendiri bergidik, kasihan melihatnya.
'Luhan, ini enak kan?'
'Luhan, satu kekuranganku. Aku tidak berdaya jika berpisah denganmu'
'Aku mencintaimu Shixun Akhhhh...!'
'Tidaaaaakk! Jangan tinggalkan aku...!'
'Kau tidak bisa begini! Seharusnya aku saja hikss hikss... aku tak sanggup berpisah darimu'
.
.
.
"Pak pendeta, kau baik-baik saja?" Shixun bertanya khawatir, namun akhirnya ia lega si pendeta meresponnya.
"Aku baik-baik saja" sahut si pendeta, ia tersenyum sangat manis pada Shixun dan bedo'a pada Dewa dalam hati untuk keselamatannya. Semoga itu tadi bukan apa-apa.
"Maafkan dia, dia—"
"Tidak apa-apa, aku mengerti. Ohh, hati-hati dijalan" sahut si pendeta, memotong ucapan Shixun
"Kalau begitu kami permisi"
Kami berjalan mendahului. Dalam perjalanan, kita hanya saling diam. Merutuki kejadian tadi. Shixun pasti merasa tak enak hati pada Pendeta tadi, aku-pun juga. Namun aku dibuat terkesiap ketika jaket kebesaran Shixun dipakaikan ketubuhku, aku merasa hangat. Ia juga menyatukan jemari kami, rasanya semakin hangat hingga pipiku memerah.
"Kenapa diam saja?" Shixun memecah keheningan, aku menoleh kearahnya.
CUP
Shixun benar-benar, dia penuh spontanitas.
"Kau selalu bisa membuatku begini" aku cemberut. Kedua kakiku menjinjit, meraih bibir Shixun. Membalas kecupannya.
CUP
"Cepatlah sedikit, aku benar-benar lapar" Shixun menyahut ketus, tapi ia tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya.
...
Sesuai janjinya, kami makan besar malam ini. Dia memesan banyak makanan khas Cina dan dia yang membayar. Aku hanya diam dan duduk manis menunggu makanannya datang. Beribu ucapan terimakasih kulayangkan padanya, tapi Shixun memberikan kedipan sensual. Aku mendengus, sudah mengerti kemana arah kegiatan kami berakhir.
Aku sebal sehingga berhenti bertatapan dengannya, tidak sengaja aku melihat Kak Yifan disana. Dia senior kami, sebentar lagi dia akan memasuki ranah perkuliahan. pantas saja, laki-laki itu semakin kurus.
"Kak Yifan!" sapaku, dia menoleh dan tersenyum
"Ohh ya, senang bertemu kalian disini" sahutnya ramah
Aku melihat Kak Yifan membawa map berlabel sebuah lembaga, aku penasaran dan bertanya padanya "Yang Kakak bawa itu apa?"
"Oh ini hasil tes sidik jari"
Aku melongo, baru kali ini aku mendengar tes semacam itu "Untuk apa Kak?"
"Ini untuk membantu memberikan solusi jurusan apa yang harus kupilih nanti. Aku benar-benar bingung menentukannya, dan hasil tes nya menunjukkan aku lebih cocok dibidang teknik Industri"
"Ahahahhaaaa..."
Serempak aku dan Yifan memandangi Shixun yang tertawa terpingkal-pingkal. Ada apa ini? Dia tidak kerasukan sesuatu, kan?
"Shixun, kau baik-baik saja?" tanyaku pelan
"Hahaha... ada kotoran diujung matamu"
Buru-buru aku menyentuh paling ujung mataku, berusaha membersihkannya. Aku benar-benar malu.
"Sudah bersih kan?" tanyaku menuntut kearah Shixun
"Ehmm... Luhan, aku pamit dulu ya" Yifan berucap kemudian, lalu ia keluar dari kedai ini.
"Kau itu kenapa sih?" Kutatap Shixun risih, namun setelah Yifan pergi ia mulai buka suara.
"Apa kau percaya tentang tes sidik jari?" Shixun membalik pertanyaan, aku sendiri tidak mampu menjawabnya
"Hahh... orang-orang begitu frustasi memikirkan cara untuk mendapatkan uang sampai-sampai membodohi orang lain dengan teori-teori sains"
"Maksudmu?" aku sedikit tertarik pembicaraan kali ini
"Kalau kau ingin tahu bakat dan minatmu, tentukan sedari awal mungkin. Cari tahu dimana passion mu, kau sudah mempelajari berbagai macam ilmu, tariklah kesimpulan di pelajaran apa kau merasa bersemangat. Kemudian carilah jurusan dibidang itu, sejatinya sesimple itu menentukan jurusan yang akan dilakoni"
Aku mengangguk setuju atas pendapatnya, namun kemudian aku juga membantah "Tapi tes sidik jari sudah diteliti dan tidak akan ngawur hasilnya. Kenapa kau meremehkannya? Nyatanya tes itu membantu mereka yang kesulitan menentukan bakatnya. Lagipula sidik jari manusia berbeda dengan yang lain"
"Nah itulah masalahnya, sidik jari manusia berbeda dengan lainnya. Bagaimana bisa hal tersebut dijadikan tolak ukur dalam mengambil suatu tindakan yang mempengaruhi masa depan seseorang? Hmm... dari beberapa responden mengatakan hasil tes tersebut valid dan kini mereka menekuni bidang yang dikatakan tes sidik jari tersebut, sebenarnya itu karena sugesti mereka sendiri hingga akhirnya berada dibidang itu, atau karena mereka memang terlatih walau sebenarnya bakatnya bukan disitu. Intinya orang-orang telah dibutakan oleh teori sains yang sebenarnya ngawur dan tidak ada hubungannya sama sekali. Ini disebut *Pseudosains"
(*Ilmu semu atau pseudosains adalah sebuah pengetahuan, metodologi, keyakinan, atau praktik yang diklaim sebagai ilmiah tetapi tidak mengikuti metode ilmiah. Ilmu semu mungkin kelihatan ilmiah, tetapi tidak memenuhi persyaratan metode ilmiah yang dapat diuji dan seringkali berbenturan dengan kesepakatan/konsensus ilmiah yang umum) –wikipedia.
"Ahhh... begitu ya" aku mangut-mangut, terkadang pendapatku selalu kalah darinya
"Aku berpesan padamu supaya jangan sampai tertipu teori sok sains seperti itu, kurangnya pengetahuan masyarakat seringkali membuat bisnis yang dihubung-hubungkan dengan sains selalu laris, sebenarnya masih banyak contoh kasus yang merupakan Pseudosains. Kuharap kau berhati-hati kelak"
"Jadi itu yang kau tertawakan tadi?" aku menarik kesimpulan
"Apa lagi?" sahutnya, menukikkan satu alis.
Makanan yang kami pesan tiba, sejenak pembicaraan kami terhenti. Liurku hampir menetes menatap hidangan didepanku ini, semuanya special. Shixun benar-benar baik hati, dia memesankan Buaoguo, Jiaozi, Mapodoufu, bebek peking dan masih banyak lagi.
"Shixun, kita bahkan hanya berdua. Apa kau—"
"Sudahlah habiskan saja"
Kuteguk ludahku, bahkan Shixun sudah mendahului menyantap sajian didepannya. Aku-pun tak memprotes lagi dan makan dengan lahap, rupanya Shixun benar. Buktinya aku mampu membersihkan seluruh piring ini dari makanan. Apalagi diam-diam ia menghabiskan seluruh daging dalam panci tersebut. Sedangkan aku tak diberi sisa sedikitpun. Benar-benar...
"Perutku benar-benar penuh" adunya sambil memegangi perut
Aku juga menggelepar kekenyangan dilantai, rupanya besok bobotku akan naik. Tapi anehnya tubuhku tidak pernah nampak berisi.
"Ayo kita pulang"
Seusai membayar makanan kami, Shixun menggandengku kembali dalam perjalanan pulang. Hari ini kami lewati lagi dengan rasa bahagia luar biasa. Jarang sekali aku menumpahkan air mataku jika berada disisi Shixun, kami sama-sama lelaki dan saling mengerti apa yang kami rasakan. Tidak sulit untuk memahami keinginan masing-masing.
...
Selesai mengetikkan beberapa digit angka, pintu apartemen kami terbuka. Ini adalah tempat tinggalku bersama Shixun sejak kelas 10. Bisa dibilang kami ngekost disini, rumah kami sebenarnya ada di desa. Jauh dari Beijing. Tapi kami mencoba mandiri, hidup jauh dari pantauan orangtua. Sekaligus mencari tantangan baru bersekolah elit di kota.
Bukan itu saja, orientasi seksual kami berubah diawali dengan Shixun terlebih dahulu. Saat kelas 9 SMP dia menyatakan perasaannya padaku. Sungguh aku bingung, kupikir kita akan terus selamanya menjadi sahabat. Tapi Shixun mengatakan wajahku cantik –jauh dari kata tampan pada umumnya. Dan itu adalah faktor kenapa orientasi seksual Shixun berubah haluan menjadi menyukaiku yang jelas-jelas kita sejenis. Dengan dalih mencari pengalaman disekolah elit, akhirnya kami disewakan apartemen oleh Ayah Shixun.
Kami sangat lega, dengan begini kami dapat berbuat semaunya tanpa takut ketahuan orangtua kami. Berawal dari persahabatan erat berubah menjadi saling mencintai. Kami bahkan tidak berani mengakui bahwa kami gay dan saling jatuh cinta. Orangtua Shixun terlanjur percaya padaku, karena kehadiranku dulu banyak membawa perubahan positif baginya.
"Kekenyangan begini membuat perutku berat dan malas bergerak" runtukku, menyandarkan punggung dengan nyaman di sofa
Shixun juga duduk disampingku, ia menyahut "Kau belum mengantuk, kan? Please... Lu"
Kutoleh dia dan jarak wajah kami sangat dekat. Lagi, ia memohon padaku "Sayang, aku sudah menahan ini selama seminggu. Hari ini ya..."
Aku mengembuskan napas, tapi tetap merapatkan tubuhku padanya. Ia juga memeluk pinggulku sesekali tangan nakalnya menelusup kedalam kemeja sekolahku yang sudah berantakan. Tanganku mengalung dilehernya, kami berbagi ciuman panas. Lidahnya yang panjang serta hidung bangirnya selalu membuatku ketagihan, aku selalu berusaha yang terbaik untuk mengimbanginya.
Satu kancing, dua kancing sampai terlepas semuanya. Shixun melakukannya tanpa pernah kusadari, membuang seonggok kain itu kebawah, menyingkirkan tas sekolah kami, lalu membaringkanku disofa panjang. Ia melepaskan pagutannya lalu mempreteli kancingnya sendiri, menghempaskan kemeja itu kebawah sama seperti milikku. Reseleting celanaku ia tarik sampai kedua kakiku terbebas dari balutan katun tersebut. Juga bokserku, dan kini aku telanjang bulat dimatanya.
Shixun merunduk, mengecupi setiap inderaku. Telingaku, dan bermuara pada tonjolan kecil kesukaannya. Semakin ia mengerjai milikku semakin kubusungkan dadaku, ia gemas sampai melahap daging kecil itu dan aku menikmatinya.
"Shixun pelan-pelan..."
Terkadang ia melewati batas, aku mengingatkannya. Lututnya yang masih terbalut celana terus merangsang penis tegangku, menggesekannya secara lamban. Puas, dia menegakkan tubuhnya. Merangkak naik keatas dan mengunci kedua tanganku diatas kepala. Ia jilati seluruh daerah leherku hingga menjalar ke telinga.
"Ah. Ahh.. geli eunghh..."
Desahanku lolos. Hanya dengan jilatannya saja mampu membuatku menggelinjang seperti ini. Lidahnya juga bermain-main dipusarku, semakin menyapu kebawah dan berakhir pada bagian vitalku. Ia mengecupi milikku yang menegang, juga ikut memberikan rangsangan berupa jilatan. Satu tangannya yang menganggur ia gunakan untuk mengocok penisku beraturan. Lidahnya menggelitik areal paha sensitiveku, dia pandai membagi tugas. Tangan satunya lagi menusuk-nusuk lubang anusku, terkadang ia mengemut jarinya sendiri lalu memasukannya pada lubangku. Merangsang agar lebih melonggar sekaligus mencari titik sensitiveku disana.
"Ngahhh... ahh... disana"
Sial! Dia menemukannya. Shixun menyerigai, ia terus menyentuh prostatku bahkan hingga jarinya melengkung disana. Kupejamkan mata erat-erat, sungguh nikmat dan sakit secara bersamaan sampai jemari kakiku mengerut hebat.
Sejanak sang dominan berhenti. Kedua tangannya beralih mencengkram masing-masing pahaku, hidung lancipnya mengendusi area anusku. Aku tersentak geli ketika udara dari napasnya berhembus disekitar kulitku, semakin membuat bulu-bulu romaku meremang. Lagi, dia membuat surprise dengan menerobos anusku menggunakan lidah basahnya.
"Cukup akhh... nghhh..."
Aku tahu, setiap ratapanku tidak pernah dihiraukannya. Cukup dengan tangan dan lidahnya saja, rasanya dia mampu menerbangkanku ke awan. Sebentar lagi aku akan mencapainya, sedikit lagi dan...
"Eunghh..." satu erangan orgasme keluar dari bibirku.
Mukanya terkena cipratan spermaku, dia agaknya marah. Tapi kemudian aku bangkit, kembali mengalungkan lenganku. Kubersihkan wajahnya dari spermaku dengan cara kujilati sampai sebersih mungkin. Shixun tidak protes dan menikmati serviceku, setelah usai ia kembali membuaiku dalam ciuman kasarnya.
Ia turun lagi kebagian bawah, membalas jasaku dengan menjilati penisku. Sampai sperma yang tercecer di perutku habis tak bersisa. Shixun akhirnya melepas celananya sendiri hingga telanjang sepertiku, ia mempersiapkan penisnya yang semakin hari semakin gemuk itu untuk dimasukkan dalam lubangku. Satu sachet kondom ia robek, dikenakannya pada miliknya, ia posisikan diriku sedikit menyerong. Satu kakiku diangkat dan ia memposisikan miliknya disela apitan kedua kakiku yang telah dilebarkannya. Posisi seperti ini, antara miring dan telentang sedikit membuatku tak nyaman, tapi Shixun selalu membantuku menjaga keseimbangan.
Pelan-pelan, lubangku bagaikan mengisap batang panjang itu sampai tenggelam keseluruhannya. Aku bernapas lega, memberikan sinyal padanya untuk bergerak. Penis itu akhirnya timbul tenggelam dalam lubangku. Saking besarnya gaya yang diberikan Shixun padaku hingga badanku terantuk-antuk kuat keatas, bahkan tak jarang membentur batas sofa.
"Ngahhhaa... Haaa... akhh..."
Plok plok plok
Suara desahanku bersahut-sahutan dengan bunyi tepukan testisnya yang nyaring. Sesekali aku juga mendengar Shixun mengeram rendah, suaranya memberat drastis dan itu terdengar amat seksi.
Plak plak plak
Shixun juga gemas menampar pipi pantatku yang ikut bergoyang seirama dengan hentakannya. Aku benar-benar merasa gila! Shixun sukses merangsang seluruh bagian tubuhku. Keringatku bercucuran walau malam ini semakin mendingin tapi kami berdua berkeringat hebat.
Aku bahkan telah mencapai orgasme, tapi rasa-rasanya aku akan mencapai puncak lagi dan... "Aku mencintaimu Shixun Akhhhh...!"
Kembali lelehan cairan putih itu mencuat, Shixun masih mengejar pelepasannya. Dia tidak memberiku waktu istirahat barang sebentar, semakin lama ia semakin berusaha keras sampai akhirnya ia berhasil mendapatkan puncaknya.
"Arghhh... Aku lebih mencintaimu!"
Kami berdua mengatur napas, secara pelan ia lepaskan penyatuan tubuh kami. Kondom yang ia gunakan menggembung penuh sperma. Ia membuangnya sebentar kemudian kembali kepelukanku, ia menggendongku ke kamar. Mengabaikan seragam dan tas kami yang berserakan.
"Ughh~ nyaman sekali..." gumamku sambil tersenyum senang
Shixun memposisikan dirinya dihadapanku, memelukku posesif. Jemarinya mengusap helaian rambutku lembut, pancaran wajahnya menyiratkan bahwa dia sangat menyayangiku. Aku cukup bahagia ketika ia menjadikanku orang yang special dimatanya.
"Luhan, satu kekuranganku. Aku tidak berdaya jika berpisah denganmu"
"Berhenti menggombaliku" Aku pura-pura merajuk
Kata tak penting itu terucap lagi, walaupun dia tidak mengucapkannya, aku sudah tahu. Tapi aku mengabaikannya dan senyum ini selalu terkembang untuknya. Jemarinya turun membelai pipiku, dia selalu suka menatapku yang tersenyum manis.
"Tidurlah, kau pasti lelah seharian ini" ujar Shixun dengan sayang
"Ya, terimakasih untuk hari ini" itu kalimat terakhirku sebelum terbang kealam mimpi.
...
Kesadaranku menipis, napasku mulai teratur dan jiwaku melayang diatas sana. Shixun memandangiku, berulangkali dia meringis sakit. Menahan perih diperutnya. Sejak saat dia menunggangiku tadi, rasa sakitnya mulai terasa. Sepertinya dia makan pedas berlebihan hingga asam lambungnya meningkat.
"Akhss... sakit sekali" rintihnya pelan, seperti berbisik
Rasa perih diperutnya semakin memuncak. Shixun buru-buru ke toilet, berusaha memuntahkan makanan tadi. Tapi tidak bisa. Ia bahkan sampai berlutut lama didepan wastafel, sampai beberapa jam kemudian, ditengah rasa kantuknya yang berat. Ia berhasil mengeluarkan makanannya.
Wajahnya lama-lama memucat putih, ia nampak seperti mayat. Tapi anehnya ia berkeringat dingin hebat, sangat dingin sekali hingga membuat tubuhnya menggigil. Seluruh persendiannya juga terasa sakit, hingga membuatnya tak berdaya dikamar mandi. Ini tidak seperti diare biasanya, kenapa diikuti gejala aneh seperti ini? Namun akibat rasa sakitnya, pikirannya sudah berkabut. Ia tidak mampu berpikir jernih lagi.
"Haahhh... dingin.. Dewa lindungi aku, eomma... hahh..."
Shixun tidak mampu bahkan hanya untuk sekedar berdiri dan berjalan ke kamar. Pada akhirnya ia tertidur di kamar mandi dengan kondisi sakit.
.
.
.
"Shixun astaga! Kenapa kau bisa ada disini?"
Pagi-pagi ketika aku bangun, aku sudah berteriak panik! Shixun tidak ada disampingku malah ia kutemukan tertidur dikamar mandi. Apa yang ia lakukan semalam sampai bisa ada disini? Kugoncang tubuhnya dan ia merintih sakit padaku, aku semakin khawatir. Akhirnya kupapah Shixun ke kamar.
"Ya Tuhan, kau pucat dan seluruh tubuhmu mendingin" aku menatapnya cemas
"Tunggulah disini, akan kubuatkan bubur. Kalau butuh apa-apa panggil aku, ok!"
Aku melesat ke dapur, membuat bubur secara terburu-buru. Aku sangat kalut, jarang sekali Shixun sakit seperti ini.
Setelah kurasa matang, aku langsung menuju ke kamar. Sepertinya ia barusan dari kamar mandi, lantas kutanya ia "Sudah berapa kali ke toilet?"
"Tiga, mungkin..." jawabnya parau
Aku mengembuskan napas, Ya Tuhan. Cobaan apalagi ini.
"Hari ini kubuatkan surat ya? Tidak usah masuk dulu"
Kutarik satu lembar kertas dari buku, lalu menuliskan surat permohonan ijin tidak masuk Shixun hari ini.
"Terimakasih Lu" ucapnya lirih, mungkin begitu sakit. Pikirku
"Apa hari ini aku tidak masuk juga? Aku ingin menjagamu" tukasku
"Tidak!" dia menolak "Sebelum kau berangkat tolong sediakan larutan gula garam disini, itu saja"
"Kau yakin?" kutanya sekali lagi, dia mengangguk
"Ya, hanya diare saja. Tidak perlu khawatir" Shixun meyakinkanku
"Baiklah, akan kusiapkan obat disini"
Aku menuruti keinginan Shixun, kusiapkan beberapa obat diare beserta larutan yang ia minta. Sepertinya aku akan berangkat lebih siang hari ini, tidak sadar jika waktu kurang 20 menit lagi sebelum gerbang sekolah ditutup. Aku pamit secara tergesa padanya.
"Shixun, jangan lupa minum obatmu ya. Aku hampir terlambat"
CUP
Bye kiss tidak pernah kulupakan.
...
Shixun menghabiskan 3 jam lamanya untuk tertidur beristirahat. Lambungnya berhenti memberontak saat ia terpejam tadi, ia bersyukur walaupun rasa nyeri itu selalu ada. Lama ia terdiam, sampai perutnya terasa bergejolak lagi. Buru-buru ia menuju toilet, mengeluarkan seluruh penyakitnya disana.
Tubuhnya semakin terasa aneh, kini permukaan kulitnya panas seperti terbakar dan juga gatal tak tertahankan. Ia tidak sadar dan terus menggaruk kulitnya, lama semakin menyebar jauh. Kulitnya kemerahan dan muncul totol-totol merah. Shixun terkejut bukan main.
"Astaga, ada apa dengan kulitku?!" pekiknya histeris
Tidak, ini bukan diare lagi! Ia seperti terjangkit penyakit aneh, Shixun memutuskan untuk pergi ke rumah sakit sendiri. Sekuat tenaga ia mencoba berdiri, meraih jaket beserta beberapa lembar uang untuk konsultasi ke Dokter.
Lagi, perutnya bergejolak hebat. Shixun muntah kembali, padahal ia yakin seluruh makanannya telah ia keluarkan tadi. Dan ini bukan lagi sisa makanannya, tetapi cairan putih! Ia semakin panik.
Ia seka pinggiran mulutnya dengan tisu, secara terburu ia menuju pintu agar segera sampai di rumah sakit. Dan kini kepalanya yang berkunang, ia limbung secara perlahan dan kehilangan kesadaran diujung pintu. Shixun pingsan tanpa ada yang tahu.
.
.
.
Informasi tentang kenaikan kelas yang guruku sampaikan tidak ada satupun yang masuk dipikranku. Sudah jam 9 pagi dan Shixun tidak kunjung memberikan kabar, apakah ia sudah memakan buburnya atau meminum obat? Aku juga telah menelpon atau bahkan mengirimi SMS sebanyak mungkin. Tapi ponselnya tidak aktif, Aku semakin takut. Seperti telepati, entah mengapa aku harus menemui Shixun sekarang juga.
"Shixun, kenapa tidak mengangkat ponselmu? Setidaknya beri aku kabar, bodoh! kau membuatku khawatir" runtukku
Akhirnya setelah guru itu selesai menjelaskan, aku langsung melesat ke atap. Ini satu-satunya cara agar aku dapat keluar dari sini walaupun sepertinya aku harus mengorbankan uang sakuku. Secara berani, untuk pertama kalinya aku mengusik para biang onar sekolah! Lihat, mereka sedang duduk-duduk malas sambil mengisap batang rokoknya atau bahkan ada yang sedang melakukan injeksi pada kulitnya. Gila! Tapi aku butuh bantuan mereka.
"Hey kau, bisakah kau memberi tahu bagaimana caramu keluar dari gedung sekolah ini?!" ujarku pada salah satu dari mereka
Laki-laki itu tersenyum remeh, ia menginjak putung rokoknya. Menatapku sengit "Pergi! Kau menggangguku!"
Aku jengah, kukeluarkan uang sakuku yang cukup untuk sebulan. Ku tunjukkan padanya "Aku pikir ini cukup untuk membeli satu dus rokok atau bahkan pil-pil yang kau butuhkan"
Agaknya dia tertarik, menyerigai kearahku "Kau teman si jenius kan? Kenapa ingin kabur, kau ingin mencoba seperti kami?"
"Tidak usah berbasa-basi. Cepat atau tidak jadi?" desakku
Ia jengkel padaku, namun akhirnya berdiri dan menyeret lenganku ke suatu tempat. Ia membawaku ke sebuah pembatas tembok yang tinggi. Aku tidak yakin apa yang akan ia lakukan selanjutnya "Kau membawaku kemana? Aku memintamu membantuku kabur, sialan!"
"Beraninya kau" sahutnya "Kami biasanya memanjat tembok ini"
"Yang benar saja" pekikku heboh
"Kemarikan uangmu, dan aku akan membantumu melingkahi tembok ini" ujarnya. Aku menyerah dan memberikan uangku padanya
"Uwahhh kyaaaa aku takut! Astaga, hey apa yang kau lakukan?!"
Aku histeris ketika ia mengangkat tubuhku, aku duduk di bahunya. Ia menggeram padaku "Berdiri bodoh, panjat tembok ini!"
"Apa tidak sakit?" bodoh, aku malah bertanya itu. Jelas-jelas tubuh mereka mati rasa akibat terlalu banyak mengonsumsi pil laknat itu.
Akhirnya aku berdiri di bahunya. Sedikit menegangkan, tapi aku ini laki-laki. Aku berhasil memanjat tembok dan duduk diatasnya, ia berujar padaku "Lompat saja walaupun sakit. Disini satpam tidak akan melihatmu, semoga berhasil! Dan terimakasih uangnya"
Bugh...
Aku bernapas lega. Memang sakit tapi aku berhasil kabur darisini, sekuat tenaga aku berlari menuju apartemen, menjenguk keadaan Shixun disana.
"Semoga kau baik-baik saja, sayang..."
...
Aku bersyukur lega ketika telah sampai didepan pintu apartemen. Selama perjalanan kesini semuanya lancar, satpam-satpam yang berjaga-pun tak tahu jika aku kabur. Aku pulang dalam keadaan selamat.
Klik
Cklek
"Aaaaaaa...!"
Mataku terbelalak, mulutku berteriak histeris, bahkan jantungku serasa berhenti berdetak barang semenit. Laki-laki yang terkapar dibawahku adalah Shixun! Tidak, semoga aku hanya mengigau. Tapi dia benar-benar Shixun, kekasihku. Dia terkulai tak sadarkan diri didepan pintu, sudah berapa lama ia disini? Aku merutuk, seharusnya aku datang lebih cepat.
"Shixun, buka matamu! Hey, aku disini. Jangan buatku khawatir..."
Kutepuk pipinya, bahkan kugoncang-goncangkan dia. Tapi tidak ada respon, dia benar-benar tak sadarkan diri. Diriku serasa mati kaku melihatnya, kekasihku yang tampan dulu kini kulitnya penuh bintik kemerahan. Suhu tubuhnya melebihi panci rebusan ramen. Kulitnya bertambah pucat pasi, dia menyeramkan.
Ditengah kepanikan ini, aku bergegas menghubungi seseorang "Bunda, tolong selamatkan Shixun!"
'Cepat bawa dia ke rumah sakit!'
.
.
.
Do'a terus kurapalkan sejurus dengan deruan napasku. Mulut kecilku bergerak-gerak memohon pertolongan padanya, sebagai manusia biasa sudah sepantasnya aku memohon pada Tuhan. Tidak ada yang dapat mengalahkan kekuasaannya, dia-lah yang bisa mengabulkan seluruh keinginan manusia. Aku yakin, Dia mendengar do'aku. Lagipula Shixun adalah orang yang taat, semoga Dewa kepercayaannya memberikan keajaiban padanya.
Tapi entah mengapa perasaanku sedikit tidak enak, aku tidak pernah merasa tenang sedikitpun. Walaupun didalam sana Shixun ditangani oleh Dokter –yang kukenal sebagai BundaKu. Bunda adalah dokter yang hebat, operasinya jarang gagal. Bunda pasti bisa menyelamatkan Shixun.
Kuhela napas, sudah terhitung 3 jam lamanya aku menunggu. Kenapa lama sekali? Tidak tahukah aku sedang cemas setengah mati memikirkannya.
"Luhaaan..."
"Tante?"
Wanita yang berteriak itu adalah Ibunya Shixun, aku lega akhirnya dia datang.
"Apa belum selesai?" Tante tidak ada bedanya denganku, gurat wajahnya menunjukkan kecemasan berlebih
"Belum" sahutku, lirih nan singkat
Tante mengembuskan napas panjang, dia menyeka keringatnya. Wanita itu pasti lelah akibat menyetir ngebut dari desa ke kota.
Cklek
Bunda (dokter) keluar dari ruangan, sontak aku dan tante berdiri untuk mendengar penjelasannya. Dia melepas maskernya, menampilkan raut kecewa yang mendalam.
"Maaf, Bunda gagal menyelamatkan sahabatmu" ujarnya menyesal
"Tidaaak...!"
Aku limbung, untungnya Tante menangkap tubuh ringkihku.
"Shixun terinfeksi virus baru, sepertinya berasal dari hewani. Virus itu menyebar sangat cepat. Kami belum bisa mengatasinya, tapi Tuhan berkehendak lain. Dia dipanggil Sang Kuasa"
Nyatanya aku masih tidak percaya. Sekalipun dia adalah Bundaku dan Dokter profesional tapi aku tidak peduli. Aku menerobos masuk kedalam, mencegah para perawat menutup jenazahnya dengan kain.
"Shixun, buka matamu! Aku mohon..."
Aku mencengkram telapak tangannya yang mendingin, tapi ia tetap memejamkan matanya. Sangat damai sekali.
"Tidaaaaakk! Jangan tinggalkan aku...!"
Aku berteriak, air mataku turun berlomba. Wajahku bagai disiram air, aku menangis tersedu. Masih tidak percaya akan kenyataan bahwa kami harus berpisah.
"Kau tidak bisa begini! Seharusnya aku saja hikss hikss... aku tak sanggup berpisah darimu"
Ya, aku masih belum sanggup berpisah darinya.
Kita dulu selalu bersama, tumbuh bersama, dan menghabiskan waktu sampai detik ini! Shixun mengingkari janjinya padaku, nyatanya dia pergi mendahuluiku.
"Luhan, aku berjanji padamu. Mulai dari taman kanak-kanak sampai kita sukses dan memiliki pekerjaan masing-masing. Kita tetap tidak akan pernah terpisahkan sampai kapanpun, mustahil aku melupakan orang sepertimu. Aku harap kita akan terus bersama, selamanya..." –Shixun
.
.
TBC
Holla Aim kaming bek readers! fiuhh... apa-apaan nih baru chap pertama, si tokoh utama kita udah gw dut-in duluan :'')
FF ini nantinya bakal banyak kejutan, Tapii... gw ga bisa janji fast up! gw dah resmi jadi nagh SMA :D apalagi ku masuk sekolah favorit di kota, jaraknya mayan jauh lah dari rumah gw. so, gw klo udh pulang sekolah cuapekk banget. ini nulis-pun gw sempet-sempetin :''D saking gatelnya tangan gw ya Allah...
Dan soal Pseudosains, ini terinspirasi dari tulisan tutor Zenius di blog :''v (fyi, selama ramadhan kemarin gw pindah haluan nangkring cari bacaan faedah disana) gw bukan anak IPA, sumpah! gw udah dijurusin ke IPS malah :'') tapi ini juga bakal ada hubungannya dengan chapter-chapter depan.
Intinya, gw bakal update sesuka-suka gw :''D sampai jumpa lagi say...
