All of the character is not mine. They're belong to J.K Rowling.
Regret
Chapter 1
Kalian pasti mengira aku sudah gila.
Aku yakin.
Aku yakin kalian pasti menganggap aku sudah gila setelah aku menyelesaikan ini semua, dan aku juga yakin kalau aku tidak gila.
Dengan apa sebaiknya aku menyebut hal ini? Obsesi? Cinta? Well, kurasa cinta cukup tepat. Aku mencintai Draco Malfoy.
Aku jatuh cinta padanya saat pertama kali melihatnya di kereta di hari pertama aku menuju Hogwarts.
Aku berbohong jika aku tidak jatuh cinta padanya karena wajahnya, semua orang yang melihatnya pasti memiliki pendapat yang sama. Draco Malfoy salah satu mahkluk ciptaan Merlin yang paling tampan.
Jadi aku pertama kali jatuh cinta padanya karena ia begitu tampan, meskipun kemudian alasanku mencintainya berubah dan berkembang menjadi alasan-alasan lain yang lebih dewasa dan sekaligus lebih bodoh.
Sampai sekarang aku masih tidak habis pikir, bagaimana mungkin anak berumur sebelas tahun bisa terlihat begitu tampan? Matanya begitu indah, hidungnya sempurna, rambutnya di gel kebelakang, giginya rapih dan putih, rahangnya begitu tinggi dan membuat dirinya terlihat seperti dipahat bukan dilahirkan.
Tapi seketika itu juga aku tahu kalau kami berbeda. Aku berusaha memalingkan pandanganku darinya sepanjang jamuan pertama kami di Greathall, tapi susah sekali.
Anak laki-laki itu kemudian masuk Slytherin sementara aku berada di Gryffindor.
Sampai hari ini, sampai saat ini, sampai detik ini, sampai aku berdiri di depan pintu sebuah gereja sederhana, di samping ayahku dan akan berjalan menuju ke altar, aku masih bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika ia tidak masuk Slytherin atau jika aku tidak masuk Gryffindor?
Apa yang akan terjadi jika seandainya kami berdua masuk Ravenclaw?
.
Bertahun-tahun aku selalu berpura-pura pada diriku sendiri dan pada semua orang, aku selalu berpura-pura aku membencinya, yang semua orang ketahui adalah aku membenci Draco Malfoy dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwaku.
Setiap Harry dan Ron berkomentar yang tidak-tidak tentang Draco, aku akan selalu mengangguk dan setuju dengan mereka, aku akan selalu menambahkan komentar buruk dan berdiri bersama mereka berada di barisan paling depan di kumpulan orang-orang yang membencinya.
Aku menangis seperti orang bodoh saat ia pertama kali memanggilku Mudblood. Aku sudah tahu istilah itu semenjak tahun pertama dan sudah mempersiapkan diri jika ada orang yang memanggilku dengan sebutan itu, aku juga sudah memperkirakan kalau ia akan menjadi orang pertama yang memanggilku mudblood. Hanya saja entah mengapa perasaanku tetap sakit meskipun aku sudah mempersiapkan diri.
Semenjak ia memanggilku Mudblood, aku merasa kalau dunia kami memang terlalu berbeda, aku dan dia terlalu berbeda, bukan hanya dunia kami tapi juga kepribadian kami.
Ia selalu dikelilingi banyak orang, aku selalu menghindari keramaian. Ia selalu duduk paling belakang di kelas, aku selalu duduk paling depan. Ia penggemar berat Quidditch, aku tidak suka terbang.
Seperti air dan api, meski aku tidak tahu siapa yang air dan siapa yang api.
Jadi aku memutuskan akan berusaha melupakan Draco Malfoy, melupakan cinta pertamaku, melupakan orang pertama yang memanggilku mudblood. Aku akan melupakannya.
.
Tapi tahun ketigaku malah makin buruk. Aku datang bulan. Menyebalkan. Hormon-hormon perempuanku mulai bekerja, dan menyebabkan aku tidak lagi menyukainya dengan pandangan polos seorang anak perempuan pada anak laki-laki biasa, tapi menyukainya sebagai wanita pada pria.
Aku mulai memikirkannya dengan pandangan yang berbeda.
Kalian tahu apa lagi yang menyebalkan darinya? Tidak seperti remaja-remaja lain yang jadi jerawatan dan mengeluarkan aroma tidak sedap dari badannya, Draco Malfoy tidak sekalipun terlihat dengan jerawat, dan setiap kali berpapasan sambil menghina kami (aku, Harry, dan Ron) aku bisa mencium aroma tubuhnya yang begitu menggoda.
Kalian akan tahu bagaimana rasanya. Bagaimana rasanya berpapasan dengan Draco Malfoy yang wangi sementara setiap waktu aku harus menghabiskan waktu dengan Harry dan Ron yang tidak peduli pada kebersihan mereka. Ugh. Aku bahkan pernah muntah sekali karena mencium bau badan Ron setelah ia selesai bermain Quidditch.
Aku mulai membayangkan pria itu sebelum tidur, aku membayangkan bagaimana seandainya jika kami berpacaran, tidak, bagaimana jika kami paling tidak berteman? Aku semakin tidak bisa menahan diriku saat berpapasan dengannya, rasanya aku ingin melompat dan membaui rambutnya. Ugh.
Ah, kalian pasti tahu kan saat aku memukul hidungnya di tahun ketiga? Aku melakukannya karena aku kesal, benar-benar kesal. Meskipun aku mencintainya, aku juga selalu sering kali kesal padanya, bagaimana mungkin ia membuat Buckbeak harus dihukum mati, padahal ia hanya tergores ringan. Dasar menyebalkan. Jadi karena aku tidak bisa menciumnya maka aku memukulnya.
.
Sepanjang liburan, sebelum tahun keempat dimulai aku belajar bermeditasi, belajar menjadi orang yang lebih tenang, belajar menjadi orang yang bisa menahan emosiku, aku tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, aku tidak ingin tidak bisa mengontrol emosiku lagi dan lepas kendali kemudian memukul dia lagi, atau lebih buruk menciumnya.
Jadi aku memulai tahun keempatku dengan jiwa yang lebih tenang. Namastee.
Sepanjang tahun, aku merasa puas pada diriku sendiri, aku tidak terlalu banyak memikirkannya. Ada banyak hal yang lebih penting untuk dipikirkan daripada perasaan tidak pentingku padanya. Mulai dari Harry yang terlibat dalam kompetisi bodoh dan berbahaya itu, Ron yang besikap kekanak-kanakkan, sampai Viktor Krum.
Aku sempat bertanya-tanya pada diriku sendiri, bagaimana mungkin Viktor Krum mengajakku pergi ke pesta dansa bersama. Apa ia sudah gila? Apa ia punya masalah dengan pengelihatannya? Yeah, well, daripada aku duduk diam di kasurku, di asrama kami dan menangis seperti gadis menyedihkan yang digambarkan Ron lebih baik aku menerima ajakannya dan pergi berdansa.
Aku tidak benar-benar pernah memikirkan Draco sepanjang tahun itu, tapi saat aku bersiap-siap untuk pergi bersama Viktor, aku memandang diriku di depan cermin dan bertanya-tanya bagaimana jika Draco yang mengajakku ke pesta dansa? Apa aku akan menerimanya? Atau aku akan menolaknya?
Aku tersenyum, menjepit bagian terakhir dari rambutku. Untuk apa berfantasi seperti orang bodoh? Sampai mati aku dan Draco tidak akan pernah pergi ke pesta dansa bersama, jangankan pergi ke pesta dansa bersama, sampai mati juga ia tidak akan pernah memanggil namaku. Hermione.
Jadi aku memakai sepatuku kemudian berjalan keluar.
.
Di tahun kelima, rumor itu mulai menyebar, semua perempuan membicarakannya. Di kamar asrama, di toilet, di greathall, di kelas, semua perempuan mulai membicarakan Draco Malfoy.
Mereka membicarakan betapa hebatnya ia di kasur. Menjijikkan.
Pertama kali aku mendengar seorang perempuan membicarakan Draco di toilet, aku ingin muntah mendengarnya. Perempuan itu mendeskripsikan seluruh bagian tubuhnya, dadanya yang bidang, perutnya yang berotot, bokongnya yang seksi, alat vitalnya yang besar.
Menjijikkan.
Malam itu aku menangis dikasurku tanpa suara.
Aku benar-benar membenci versi Draco Malfoy yang ini.
Aku masih mencintainya, jujur aku masih mencintai Draco Malfoy, hanya saja aku benar-benar tidak menyukai versi yang ini. Aku lebih menyukai Draco Malfoy yang menyebalkan, jahil, dan Draco Malfoy yang selalu mengeluarkan komentar buruk dari mulutnya setiap melihat kami bertiga, bukan Draco Malfoy yang dibicarakan semua perempuan karena penisnya.
I hated this sex god he becomes to.
Jika ia memiliki satu kekasih saja, jika ia terdengar atau terlihat berpacaran dengan satu perempuan saja, mungkin aku akan berhenti, mungkin aku akan berhenti mencintainya dan melanjutkan hidupku, dengan cepat melupakannya dan mengganti namanya dengan warna abu-abu dalam hidupku.
Satu bulan pertama di tahun kelima aku selalu mengatakan pada diriku kalau Draco Malfoy sudah berubah menjadi pria yang menjijikkan. Menurutku pria menyebalkan masih lebih baik daripada pria menjijikkan, dan karena dia sudah berubah menjadi pria menjijikan maka aku tidak seharusnya masih mencintainya. Aku pasti sudah gila.
Tapi kemudian sebelum tidur aku mulai memikirkannya, lagi. Aku mulai memikirkan tentang dirinya lagi, dan yang lebih buruk aku mulai memikirkannya secara sensual. Aku tahu ini terdengar menjijikkan, tapi aku mulai menyentuh diriku dan membayangkan kalau itu adalah tangannya.
Kemudian aku sadar kalau aku juga sudah berubah menjijikkan. Aku tidak ada bedanya dengan perempuan-perempuan yang membicarakannya di toilet. Kami semua sama-sama menjijikkan, bedanya hanyalah mereka pernah merasakan penis Draco Malfoy dan aku hanya merasakan tanganku.
.
Apa kalian tahu kalau tahun ke enam benar-benar berat bagiku? Aku menyadari semua tensi yang dialami orang-orang disekitarku, hampir semua orang memiliki beban berat di pundak mereka mulai dari Harry, Ron, semua teman-teman Gryffindor, sampai tensi-nya.
Saat itu aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, meskipun belakangan aku tahu kalau ia mengemban tugas berat dari Voldemort.
Harry selalu mengatakan kalau ia yakin bahwa Draco sudah menjadi pelahap maut dan aku selalu menolak untuk percaya, aku selalu berusaha mengeluarkan komentar logis untuk membantah teori Harry.
Kalian bisa menganggapku subjektif. Membiarkan perasaanku terlibat saat menilainya. Tapi sungguh, aku ingin sekali kalau ternyata ia memilih untuk tidak menjadi pengikut Voldemort, hati kecilku ingin sekali tiba-tiba Draco Malfoy berpindah ke sisi lain, paling tidak menjadi pihak yang netral.
Tiap-tiap hari bagian hitam dibawah matanya semakin besar, aku bisa melihat kalau ia tidak nafsu makan, setiap duduk di meja makan Slytherin kerjanya hanya memangku kepalanya dengan satu tangan dan tangan yang lain mengaduk-aduk makanannya sampai berubah bentuk atau tumpah dari piring atau mangkuknya.
Ia tidak lagi sama.
Perempuan-perempuan mulai berhenti membicarakannya, ia berhenti bermain Quidditch, ia tidak lagi menghina kami jika kami berpapasan satu sama lain, ia menjadi orang yang berbeda.
Sampai akhirnya Harry memberitahuku apa yang terjadi di Astronomi Tower. Aku terdiam, meskipun akhirnya Snape yang menyelesaikan semuanya, tapi fakta bahwa dia terlibat membuatku akhirnya menyadari kalau harapanku kalau suatu saat ia akan berpindah ke sisi terang tidak akan pernah tercapai.
Draco Malfoy adalah seorang pelahap maut.
Selesai, habis perkara.
Aku bukan hanya mencintai seorang anak laki-laki menyebalkan yang suka memanggilku mudblood dan menganggap semua orang lebih rendah darinya, tapi juga seorang anak laki-laki yang telah memilih untuk menjadi pelahap maut.
Sampai hari ini, sampai saat ini, sampai detik ini, sampai aku berjalan dan menitikkan air mataku di sepanjang karpet merah yang menuju ke arah altar, di hujani dengan lemparan bunga dan tatapan bahagia teman-temanku, aku masih bertanya-tanya bagaimana jadinya jika saat itu ia mendatangi Dumbledore dan meminta perlindungan?
.
Aku tidak ingin menceritakan sisa tahun berikutnya, aku benar-benar tidak sempat memikirkannya lagi.
Meskipun harus kuakui, terkadang, pada suatu malam ketika Harry dan Ron sudah tidur, ketika pikiranku sudah benar-benar buntu, ketika aku benar-benar ingin semuanya selesai, ketika aku merindukan kedua orangtuaku dan dia, aku akan keluar tenda dan menangis, bertanya-tanya seandainya kami berdua hanya sepasang Muggle biasa yang tidak tinggal di Inggris.
Membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang tidak akan pernah mungkin terjadi.
Aku merindukannya.
Seberapapun aku membencinya karena menjadi pelahap maut, karena membiarkan pelahap maut lainnya masuk ke kastil, karena berusaha membunuh Dumbledore, aku masih tetap merindukannya, karena aku masih mencintainya.
Sudah kubilang kan? Kalian pasti akan menganggapku gila. Bagaimana mungkin aku tetap mencintai seseorang yang sudah melakukan begitu banyak kejahatan? Bagaimana aku bisa masih mencintai orang yang begitu membenciku? Kalian pasti menganggapku sudah gila.
Aku kemudian melihat matanya lagi saat kami ditangkap dan dibawa ke Malfoy Manor, padahal, percaya atau tidak tadinya aku sudah pasrah tidak akan pernah melihat wajahnya lagi.
Sampai hari ini, sampai saat ini, sampai detik ini, aku tidak akan pernah berhenti bersyukur ia menolak mengenali kami saat pertama kali melihat kami. Kalau seandainya ia langsung memberitahu Bellatrix kalau Harry adalah Harry, maka mungkin aku tidak akan berdiri disini.
Terlepas dari ia tidak menolongku saat aku di siksa oleh bibinya, aku akan selamanya berterimakasih padanya akan keputusannya kala itu.
.
Aku tidak bisa menemukan sosoknya saat pertarungan sebenarnya dimulai, aku tidak bisa melihat kemana ia pergi begitu Harry melompat dari gendongan Hagrid.
Belakangan aku tahu kalau ia dan kedua orangtuanya pergi begitu saja. Aku ingin tersenyum tapi menahan diriku, belum lagi setelah itu aku tahu kalau ia dipaksa untuk menjadi pelahap maut dan dipaksa untuk membunuh Dumbledore karena Voldemort mengancam akan membunuh ibunya.
Ron yang memberitahuku hal itu kemudian bertanya-tanya apa pendapatku.
Tentu saja aku mengatakan pada Ron kalau menurutku dia dan keluarganya pengecut, ketika mereka yakin kalau akan kalah dengan mudahnya pergi meninggalkan semua rekan-rekan pelahap maut mereka di medan perang.
Tapi sejujurnya aku ingin tersenyum dan memuji tingkat individualis keluarga mereka, itu menandakan kalau mereka hanya peduli pada satu sama lain. Di satu sisi aku mengutuk mereka, disisi lain aku ingin bertepuk tangan untuk mereka.
Malam itu untuk pertama kalinya, aku memimpikan Draco Malfoy. Kalian mungkin merasa ini aneh. Tapi aku bukan orang yang bisa mengontrol mimpiku, aku tidak bisa terlalu banyak memikirkan seseorang atau sesuatu dan kemudian seseorang atau sesuatu itu muncul dalam mimpiku, aku bukan tipe orang seperti itu.
Jadi, malam itu, saat aku akhirnya pertama kali tidur dengan nyenyak di kamar Ginny di Burrow, aku memimpikan Draco Malfoy.
Mimpinya benar-benar sederhana, sangat amat sederhana, aku sedang duduk di meja Gryffindor di Greathall, dan ia ada duduk di meja Slytherin, seperti biasa, seperti tidak ada yang aneh, ia juga hanya duduk dan bicara dengan teman-temannya, tapi kemudian pandangannya beralih ke arahku. Mata kami bertemu, dan ia tersenyum.
Tidak lama hal itu menjadi kenyataan, saat aku kembali ke Hogwarts tanpa Harry dan Ron, ia ada disana, dan tersenyum kecil padaku.
.
Kami tidak berteman setelah itu. Sama sekali tidak. Ia bersikap normal bukan hanya padaku tapi pada semua orang, ia tidak memperlakukanku spesial, hanya saja ia sudah berhenti meledek dan berusaha membuatku kesal dengan perkataan-perkataan kasarnya dulu.
Sampai lulus dari Hogwarts, aku dan dia masih tidak berteman, jika ditotal kami hanya pernah bicara tiga kali dalam satu tahun itu, bahkan lebih sedikit dari jumlah hinaannya dulu padaku tiap-tiap tahunnya.
Pertama kali kami bicara saat pertama kali rapat prefect. Aku dan dia tidak menjadi Heads yang menjadi Headboy dan Headgirl adalah dua orang murid Ravenclaw, karena kami berdua sama-sama menolak menjadi Heads tapi tetap menjadi prefect. Kali itu kami berpapasan sebelum rapat selesai dan ia menganggukkan kepalanya sambil mengucapkan namaku pelan, Granger, ia berseru kemudian pergi.
Kedua saat Profesor Slughorn memintaku untuk memanggilkan Malfoy keruangannya. Aku bertemu dengannya di Greathall dan menyampaikan pesan Slughorn lalu aku pergi.
Dan yang terakhir adalah saat hari terakhir kami di Hogwarts. Sebelum aku naik ke kereta ia memanggilku. Aku menyuruh beberapa temanku untuk naik duluan. Ia kemudian mengulurkan tangannya dan memberi selamat atas kelulusanku lalu meminta maaf atas semua kesalahannya selama ini, lalu dengan cepat pergi.
Hanya begitu.
Tapi setidaknya ia sudah mulai berubah menjadi orang yang lebih baik, terlepas dari bagaimanapun caranya, ia sudah minta maaf padaku. Itu yang penting.
.
Aku menerima tawaran pekerjaan di kementrian.
Entah ini sudah yang keberapa kalinya aku berjanji tentang hal yang sama pada diriku sendiri?
Berjanji pada diriku sendiri akan membuat diriku sibuk dan melupakan pria itu. Berjanji setelah beberapa waktu akan membuka diriku untuk orang lain dan berpaling juga melupakannya.
Tapi sepertinya memang Merlin suka bercanda.
Aku, dan hampir seluruh masyarakat sihir London tidak akan pernah mengira Draco Malfoy akan menjadi karyawan kementrian bagian Law Enforcemennt.
Dia tidak menjadi Auror seperti Harry dan Ron, tapi ia bekerja di bagian forensik denganku.
Disitulah kami berteman.
Kami mulai berdiskusi, karena sering kali ia harus berurusan dengan Muggle, dan belakangan ia mengakui kalau ia tidak percaya diri jika harus berurusan dengan Muggle dan akhirnya memberanikan diri bertanya pada satu-satunya Muggleborn yang ada di departemen kami.
Belakangan kami semakin dekat, aku menyarankannya menonton beberapa serial Muggle yang berhubungan dengan kepolisian dan forensik, kami sering mengobrol di kafetaria bersama atau sekedar naik lift bersama sambil membicarakan kasus yang kami tangani atau salah satu episode CSI yang baru ditontonnya.
Orang-orang selalu bertanya padaku, bagaimana mungkin aku bisa dengan cepat berteman dengannya? Bagaimana mungkin aku bisa dengan mudah memaafkan dan melupakan apa yang sudah ia lakukan selama ini padaku? Bagaimana?
Tentu saja aku ingin berteriak di depan muka setiap orang yang menanyakan hal itu padaku kalau aku dengan mudah memaafkannya karena aku mencintainya. Tapi kalian tahu kan siapa aku? Aku tidak mungkin melakukannya. Jadi aku selalu mengatakan kalau jika aku tidak memaafkannya maka aku sama jeleknya dengan ia yang dulu.
Tidak lama ia kemudian berteman dengan cukup banyak orang, ia bahkan menjadi dekat dengan Ron.
Kalian percaya itu? Ron! Bukan Harry!
Selama ini aku selalu mengira jika Harry tidak ditempatkan di Gryffindor ia akan masuk Slytherin dan selalu berpikiran jika situasinya berbeda dari awal, dia dan Harry akan berteman baik.
Tapi ia malah berteman dengan Ron.
Bukti lainnya kalau Merlin memang suka bercanda.
Bukan berarti ia tidak berteman dengan Harry, hanya saja ia jauh lebih dekat dengan Ron.
Aku dan dia sering kali harus menangani beberapa kasus bersama. Dan aku selalu menunggu-nunggu hal itu. Aku selalu menunggu-nunggu kapan kepala bagian departemen kami menyuruh kami bekerja bersama dan selalu menikmati setiap detiknya.
Selama ini aku selalu tahu ia memang pintar, hanya saja bisa berada di dekatnya dan menyaksikan sendiri kepintarannya membuatku terpukau dan sering kali tergoda. Sekali bahkan waktu itu saat ia mengeluarkan hipotesis sporadis tentang mayat yang baru kami temukan, penjelasan yang keluar dari mulutnya membuatku basah.
Tidak lama, sekitar satu setengah tahun kami bekerja di kementrian desas desus yang sama seperti desas-desus yang muncul saat kami berada di tahun kelima kembali muncul.
Semua karyawati kementrian berusia dibawah tiga puluh tahun mulai membicarakan dia. Kali ini aku tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang menjijikkan seperti dulu. Aku tidak ingin mengungkapkan sesuatu yang buruk tentangnya.
Aku mendengar salah satu perempuan -yang kalau tidak salah bekerja di bagian sports- membicarakan bagaimana Malfoy membuatnya orgasme tiga kali dalam satu sesi.
Aku terkikik pelan di kubikle toiletku.
Apa benar dia sehebat itu? Kekasihku yang sekarang bahkan harus bersusah payah membuatku klimaks, apa mungkin dia sehebat itu? Atau hanya perempuan ini saja yang terlalu sensitif?
Kemudian aku cukup sering mendengar kehebatannya dari mulut-mulut perempuan-perempuan di sekitarku, dan sesekali berpikir apa dia benar-benar sehebat reputasinya?
Aku mulai sering memandanginya, well bukan karena aku menginginkannya secara seksual, ugh, baiklah aku jelas saja menginginkannya secara seksual, tapi bukan itu alasan utamaku memandanginya.
Selama ini aku tidak pernah memandanginya. Selama ini aku selalu memikirkannya tapi tidak pernah memandanginya, sekali dua kali aku akan melihat ke wajahnya tapi tidak pernah benar-benar memandanginya kecuali jika kami bicara satu sama lain.
"Granger, you're staring."
Sekali ia memberitahuku.
Wajahku memerah kemudian aku minta maaf dan segera keluar dari ruangan kami, menenangkan diriku.
.
Setelah tiga tahun bekerja bersama di departemen yang sama, dia pindah. Malfoy di promosikan menjadi wakil kepala departemen di bagian law enforcement , dan aku menjadi wakil kepala departemen magical creature.
Setelah itu kami jarang sekali bertemu, entah karena aku yang terlalu sibuk, dia yang terlalu sibuk, atau memang kami tidak seharusnya sering bertemu. Sesekali jika kami berpasasan di atrium kementrian kami akan tersenyum satu sama lain, menyapa satu sama lain, menanyakan kabar, lalu langsung berpisah karena terlalu sibuk bahkan untuk sekedar kopi di kafetaria.
Tapi kami masih berteman sampai hari ini, sampai aku berdiri di depan altar dengan pria yang akan kunikahi beberapa saat lagi, mendengarkan kalimat pembuka pastor yang menikahkan kami, aku dan dia masih berteman.
.
Tidak ada satupun orang yang tahu kalau aku mencintai Draco Malfoy, tidak Ginny, tidak Luna, tidak Harry ataupun Ron, tidak kedua orangtuaku. Yang mereka ketahui adalah aku dan Malfoy berteman baik, teman diskusi dan teman mengobrol sambil sesekali minum kopi bersama di kafetaria kementrian.
Demi merlin aku tidak akan pernah bisa menduga bagaimana reaksi mereka jika mereka tahu, kalau perempuan yang beberapa detik lagi ini menjadi another-Mrs. Weasley justru mencintai pria lain.
.
"Saudara-saudara yang terkasih, hari ini kita berkumpul disini, pada hari yang indah ini…"
Aku tersadar dari pemikiranku yang sudah terlalu jauh, aku nyaris tertawa tapi berhasil menahannya menjadi senyuman yang terlalu lebar, bukankah apa yang kualami ini adalah suatu ironi? Seorang mempelai perempuan yang malah justru memikirkan pria lain di hari pernikahannya, di depan altar bahkan.
Aku berusaha fokus pada mentri sihir yang sedang memulai pidatonya di depan.
Ron memegang tanganku erat, dan aku tidak bisa menahan tangisku, entah kenapa. Satu detik aku tersenyum dan detik kemudian aku menangis.
"Ron dan Hermione, seperti yang kita tahu sudah saling mengenal dari mereka kecil, bersahabat untuk jangka waktu yang sangat lama, mengalami hal-hal yang menyenangkan sekaligus mengerikan bersama…."
Hanya tinggal sebentar lagi, sebentar lagi dan aku akan resmi menikah dengan Ron. Tidak masalah, tidak ada yang salah, aku seharusnya tidak menangis sedih, tidak, aku tidak menangis karena sedih.
Aku menghapus airmataku dengan tanganku yang ditutupi sarung tangan berenda berwarna putih yang tidak dipegang Ron.
Harusnya aku bahagia dihari pernikahanku.
"Jika di antara para hadirin sekalian, ada yang tidak berkenan atau memiliki alasan tertentu yang mencegah terjadinya pernikahan di antara pasangan ini, silahkan bicara sekarang atau lebih baik diam selamanya."
Kupingku pengang, mataku terlalu banyak mengeluarkan air mata sehingga sedikit buram, aku tidak bisa begitu dengan jelas mendengar orang-orang, tapi sepertinya aku bisa mendengar beberapa orang berseru shock.
-To Be Continued-
