Disclaimer

Naruto©Masashi Kisimoto

Witch In The North Forest©Green Maple

.

.

.

Genre : Rated M, Fantasy, Romance, Hurt/Comfort

Peringatan : Cerita, nama tokoh dan tempat dalam fiksi ini semua hanyalah karangan author belaka. Mohon para pembaca dapat menyikapinya dengan bijak.

.

.

Chapter 1

Selamat membaca

.

.

Seorang wanita berjalan menuju sebuah rumah minimalis yang memiliki taman kecil di depan rumahnya. Mata hitamnya tertuju pada sebuah pintu bercat putih. Perlahan kaki yang dibalut dengan sepatu silver berhak tinggi itu berjalan, rambut merahnya berkibar, dengan menggandeng tangan kecil disisi kanannya.

Sosok gadis kecil yang setia mengikuti kemanapun wanita dewasa di depannya menuntun. Tangan putih bercat kuku merah disetiap jarinya mengetuk berkali-kali daun pintu itu. Menunggu dengan tenang hingga sang pemilik rumah membukakannya.

Pintu itu terbuka, menampilkan seorang gadis belia berambut merah muda dengan kaos hijau serta celana pendek hitam.

"Hai, aku sudah menunggu kalian dari tadi. Ayo masuk. Kenapa lama sekali? Halo Erika apa kabarmu?" Aku membungkuk mensejajarkan tubuhku dengan gadis kecil di depanku, menepuk kepalanya dan tertawa kecil tanpa mengesampingkan sopan santunku. Hari ini aku kedatangan tamu. Lagi. Yah ini sudah yang kesekian kalinya. Minggu siang yang panas. Dan aku menikmati ini.

Aku tidak ingat kapan pertama kali bertemu dengannya lagi setelah berpisah selama 5 tahun karena kepindahanku. Disekitar Oregawa road aku bertemu dengannya tanpa sengaja. Dia menyapaku dengan ceria. Lalu kami melepas rindu disebuah cafe terdekat. Bercengkrama sambil menikmati teh dan kue.

Dan sekarang beginilah yang terjadi, kadang di hari minggu bibi Tetsumi menitipkan anaknya kepadaku. Yoshioka Erika. Gadis kecil yang cantik. Dia seperti copy-an ibunya. Rambutnya merah. Bola mata hitam jelaganya berbinar lucu saat dia berceloteh tentang apa saja yang terjadi sepanjang harinya. Terkadang raut mukanya akan mencebik imut sesekali jika dia sedang merasa kesal. Dan aku tidak akan melewatkan kesempatan itu untuk tertawa.

"Hai Sakura. Maaf kalau aku harus melakukan ini lagi. Sebenarnya aku tidak enak padamu tapi, mau bagaimana lagi pekerjaanku tidak bisa ditinggal. Dan aku khawatir jika Erika aku tinggal sendirian." Bibi Tetsumi menjelaskan dengan raut menyesal. Aku mengangguk maklum, memberikan senyuman kepadanya yang mengartikan bahwa ini semua tidak masalah bagiku. Aku tahu apa pekerjaan bibi Tetsumi. Bekerja sebagai dokter spesialis disebuah Rumah Sakit memang terkadang harus siap siaga jika pihak rumah sakit membutuhkan bantuannya.

"Tidak apa-apa bibi. Aku sudah terbiasa,"aku mengelus pelan bahu kirinya,"lagipula aku dan Erika akan bersenang-senang hari ini. Benarkan Erika?" Aku menunduk melihat sorot mata hitam kecil di depanku. Gadis 6 tahun itu tertawa riang sesekali bersorak."Yay mom jangan khawatirkan Erika. Jika Mama mau pergi bekerja, Erika baik-baik saja." Gadis kecil itu menatap ibunya dengan sorot mata penuh keyakinan.

Bibi Tetsumi berjongkok memeluk putri kecilnya dan membisikan nasehat kepada anak semata wayangnya. Kemudian dia berdiri dan berlalu pergi. Seketika kututup pintu bercat putih itu dan menguncinya.

"Nah Erika, kira-kira apa yang harus kita lakukan?"Aku bertanya padanya dengan berkacak pinggang. Gadis kecil itu merespon dengan ikut berkacak pinggang. Tangan kanannya terangkat menuju dagu, keempat jarinya ditekuk dengan jari telunjuk yang mengetuk-ngetuk ujung dagu. Alisnya mengkerut bibirnya mengerucut. Pose berpikir ala Erika. Lucu sekali.

"Sakura, bagaimana kalau kau menceritakan sebuah dongeng untukku?"

"Minggu lalu kita sudah melakukannya." Jawabku.

"Tapi aku menginginkannya lagi." Dia cemberut.

Aku menghela nafas dan tersenyum."Baiklah, kau ingin cerita apa?" Aku bertanya seraya menggiringnya ke ruang tengah. Berjalan mendekati sofa dan duduk disana. Erika mengikutiku dan memposisikan dirinya dipangkuanku.

"Aku ingin dengar cerita penyihir hutan utara." Tuntutnya.

"Lagi?"Aku bertanya heran dan dia mengangguk ceria di barengi dengan senyuman lebar. Minggu lalu aku sudah menceritakan dongeng ini kepadanya.

"Baiklah, dengarkan baik-baik ya!" Aku memeluknya, mengeratkan pelukanku disekitar perut kecil gadis itu.

Hei jika boleh kusarankan mungkin ada baiknya kalian mengambil selimut dan beberapa cookies dan susu hangat. Karena cerita ini agak sedikit panjang. Dan, ayo duduk karena ceritanya akan segera dimulai.

.

.

.

.

.

Bersambung