Naruto sudah memberikan terlalu banyak bagi dunia ini, bukankah sekarang adalah saat yang tepat bagi dirinya untuk mendapatkan balasan?

I am so high, I can hear heaven
Whoa, but heaven, no, heaven don't hear me

Someone told me
Love would all save us
But, how can that be
Look what love gave us

A world full of killing
And blood spilling
That world never came

Now that the world isn't ending
It's love that I'm sending to you
It isn't the love of a hero
And that's why I fear it won't do

And they say
That a hero could save us
I'm not gonna stand here and wait
I'll hold onto the wings of the eagles
Watch as we all fly away

- Hero, Chad Kroeger

"Pantai? Hotel?"

Sakura mendengus kesal, melipat kedua lengannya di depan dada. "Jiis, Naruto. Tunjukkan ekspresi senang sedikit kenapa. 'sih?" kali ini si gadis berkepala merah muda itu menegakkan pinggang. "Tsunade-sama sudah memberikan kita liburan. Kapan lagi saat-saat bagi kita untuk bersenang-senang?"

Naruto membalikkan tubuhnya, mengarahkan tangannya ke sumpit dan menarik suapan ramen berikutnya. "Aku tidak tertarik, Sakura-chan. Kalian saja yang pergi."

"Naruto. Kau ini kenapa, 'sih?"

"Ah, tidak. Aku cuma ingin . . ." Naruto terdiam; Sakura menginginkan jawabannya. "Bukan urusanmu, 'kok."

Teuchi yang melihat pelanggan nomor satunya kelihatan tidak peduli (bukan sifatnya yang biasa) mengangkat sebelah alis matanya. "Naruto-kun, bukankah ini kesempatan bagus untuk berduaan saja dengan Sakura-chan. Bukan begitu, Sakura-chan?"

Sakura tersenyum niat-tidak-niat terhadap lelucon pemilik kedai ramen ini. Ia menepuk bahu Naruto. "Hora, Naruto. Baiklah—kita kencan nanti."

Naruto memutar badannya. Kali ini dia mengangkat sebelah alis matanya, menatap Sakura dengan wajah datar. "Maaf Sakura-chan, bukannya aku bermaksud tidak sopan, tapi siapa yang bilang aku mengharapkan hal itu lagi?" Naruto melanjutkan aktifitas rutinnya. "Aku tidak mau pergi karena . . . aku sudah janji dengan Teuchi-ossan untuk bekerja sambilan disini. Iya 'kan, Ossan?"

Naruto mengedipkan sebelah matanya yang tat terlihat oleh Sakura. "O—oo! Aku lupa kalau musim panas ini kau ingin bekerja disini, Naruto-kun!"

Naruto tersenyum lebar, memperlihatkan barisan gigi-gigi putihnya.

Sakura yang merasa semakin bingung merasa tidak mengerti. Dia, jujur saja, tidak merasa tersakiti mendengar Naruto yang berbicara seperti tadi. Hanya saja, ia merasa kalau ada yang aneh dengan sahabatnya yang satu ini. "Terserahmu 'lah, Naruto. Kalau Tsunade-sama ngomel, aku 'ga mau tanggung. Padahal beliau yang mengharapkanmu pergi juga."

"Ah, akwu yakwin Tsunade-bwaachan akwan mwengerti," jawab Naruto dengan ramen yang masih mengisi penuh rongga mulutnya. "Ossan, tambah lagi!" serunya, menyerahkan semangkuk ramen tonkotsu yang baru saja diselesaikannya. Dengan kikuk—Sakura menyadarinya, Teuchi menyiapkan ramen tambah milik Naruto.

"Ya sudah."

Sakura berlalu dengan pijakan yang kuat. Naruto tahu, teman berambut merah mudanya ini telah dibuat marah oleh perilakunya sendiri.

"Ossan, tidak jadi 'deh tambahnya. Aku sudah kenyang." ia meletakkan sumpit di meja makan, dan menepukkan telapak tangannya satu sama lain. "Terima kasih atas makanannya."

Naruto meletakkan 650 ryou di atas meja. Kini gilirannya berlalu dari hadapan Teuchi. "Kenapa si Naruto itu?" tanya pemilik kedai, bingung bukan main.

-o0o-

"Aah, kalau kau tanya seperti itu, 'sih . . . Memangnya kau kira aku ini siapa, psikiater apa?"

Shikamaru menggaruk belakang kepalanya. Bersamanya kini, Chouji dan Ino, mereka tengah menikmati Yakiniku perayaan selesainya misi. Tim Asuma selalu melakukan tradisi ini sejak hampir tujuh tahun yang lalu. Jika tidak melakukannya, rasanya akan ada yang kurang—khususnya bagi Chouji.

Selagi Sakura menatapnya dengan intense dari sebelah Ino (yang memerhatikan mereka berdua), Shikamaru menyenderkan punggungnya pada dinding dan mematikan rokoknya pada asbak. "Aku tidak tahu, Sakura. Aku bahkan tidak tahu kenapa kau menanyakan apa yang terjadi dengan si Naruto itu."

"Ayolah Shikamaru-kun. Dari semua teman Naruto, hanya kau yang dekat dengannya." mohon Sakura. Rasa penasarannya belum juga bisa dihilangkan dari sikap dingin rekan satu tim berambut pirangnya itu.

Shikamaru melipat alis matanya. Dengan malas, ia mengayun tangannya—tanda penolakkan. "Tidak cuma aku seorang, 'kan? Kiba. Coba tanya Kiba."

"Aku tidak bisa serius jika bicara dengannya." jelas Sakura. "Yang dia bicarakan hanyalah tentang Akamaru, DAN Akamaru saja." Shikamaru melirik Chouji yang masih dengan liar melahap lautan daging dihadapannya. Nampaknya dia tidak memperhatikan topik pembicaraan ini sama sekali. "Dan jangan buat aku memulai penjelasan tentang mengapa aku tidak bertanya pada Chouji-kun terlebih dulu."

"Kalau soal Naruto, aku juga merasa aneh, Shikamaru." ujar Ino. "Kemarin aku bertemu dengannya, dan ketika kusapa, ia hanya bersikap netral. Tidak seperti dirinya yang meledak-ledak seperti biasanya."

Mereka berempat terdiam, membiarkan suara kunyahan Chouji yang seolah takkan ada habisnya mengisi audia sekitar mereka. Shikamaru meraih bungkus rokoknya yang terletak di atas meja, dan membakar sebatang rokok yang diambilnya. Shikamaru menghisap satu hisapan, dan langsung menghembuskannya dari dalam kedua lubang nostril-nya. " . . . Karena aku sudah mengenal kalian berdua untuk waktu yang sangat lama, akan kucoba membantu kalau begitu. Lagipula Tsunade-sama pasti akan mengoceh berbagai macam hal nanti jika Naruto tidak ikut. Sudah cukup ocehan itu kudengar setiap hari. Tapi jangan langsung mengambil kesimpulan pasti hanya karena aku yang membuat perkiraan ini, ya . . ."

Shikamaru menggaruk sisi kepalanya dengan malas. Sakura dan Ino tersenyum dan mengangguk.

" . . . Yaah, kupikir mudah saja, 'sih." mulai Shikamaru, si IQ-200. "Naruto sedang dalam masa puber."

"Haa?" Sakura dan Ino membuka mulut mereka denga lebar. Rasanya Shikamaru melihat dagu mereka menabarak meja barusan.

"Dengan Sakura. Begitu, 'kan?" tanya Ino. Sakura mengangkat sebelah alis matanya.

"Aku tidak tahu. Orang, Sakura saja diusirnya mentah-mentah tadi." jelas si pemuda. " . . . Intinya, apapun masalah si Naruto itu kini, dia tidak ingin menceritakannya pada siapapun . . ."

"Apa yang membuatmu berpikir seperti itu?"

Shikamaru membuang tatapannya sebentar dari mata emerald Sakura. " . . . 'Kan sudah kubilang ini hanyalah prediksi. Dan lagi, masa-masa puber kita sudah terlewati dengan berbagai pertempuran: insiden Orochimaru, menyelamatkan Sasuke, peperangan dengan Akatsuki, Perang Shinobi ke-empat. Jika ada masa-masa bagi 'sang pahlawan' untuk mencari pasangannya, sekaranglah saatnya."

-o0o-

Hari itu, Sakura pulang dengan hati gelisah. Naruto menolaknya tadi; tentu saja. Bagi Sakura, Naruto adalah sahabat yang tak tergantikan. Tapi bagi Naruto, Sakura adalah seseorang yang begitu ia sukai. Apakah ia marah karena cinta Naruto tak terbalas? Atau, lebih dari itu. Apakah dia begitu marah lantaran Sakura kini tengah berpacaran dengan guru mereka sendiri, Kakashi si ninja peniru?

Yaah, perbedaan umur memang begitu jelas. Tapi tidak ada yang melarang mereka untuk saling menyukai—dan bahkan mencintai.

Naruto memang terbukti orang yang begitu gagah—persis seperti ayahnya, Minato Namikaze. Tapi Sakura begitu mengharagainya sehingga membuatnya memiliki posisi lain di hatinya; seseorang yang sudah seperti kakak sendiri—walau kakak yang bodoh 'sih.

Sepertinya aku harus meminta maaf pada Naruto. Sakura menengadahkan kepalanya, melirik bulan putih di langit malam. "Kalau dipikir-pikir lagi, aku memang sudah banyak menyakiti Naruto."

"Memang benar, 'sih."

Sakura membalikkan tubuhnya. "Kakashi-san,"

"Yo." sapa Kakashi. Masih dengan gaya khasnya: postur santai dan juga buku Icha Icha Tactics karya mendiang Jiraiya-san yang sepertinya takkan pernah bosan ia baca. Ia melangkah mendekat, menyimpan novelnya di saku belakang. "Keberatan menceritakannya padaku—apa saja yang tidak perlu kau sembunyikan?"

-o0o-

Semenjak usainya peperangan dunia shinobi ke-empat, para Bijuu kembali terlepas. Tapi kali ini tak ada sedikitpun niat mereka untuk menyerang manusia. Mereka hanya ingin hidup dengan damai. Lagipula mereka telah berjanji dengan mendiang Jinchuuriki mereka masing-masing. Dan, benar. Itu tidak terkecuali bagi Naruto Minato Uzumaki, wadah Kurama, sang rubah siluman berekor sembilan.

Tapi dia kuat. Kapasitas chakranya jauh di atas rata-rata shinobi biasa. Walau tanpa chakra kyuubi 'pun, dia masih bisa menggunakan Tajuu Kagebunshin yang berjumlah sembilan ribuan tanpa lelah. Mungkin itu adalah efek dari bercampurnya chakra wadah dengan para bijuu. Naruto juga belum mengerti.

Karena para bijuu dan manusia sudah bersahabat, Naruto merasa sedikit sedih juga ketika berpisah dengan Kurama. Tapi dia senang karena pada akhirnya Kurama bisa kembali bebas seperti dulu, tidak terikat dengan napsu kekuatan yang begitu didambakan manusia.

Hanya satu yang disesali Naruto. Khususnya pada saat-saat seperti ini.

Walau dunia shinobi sudah damai, tapi para penjahat masih berkeliaran di seluruh pelosok Negara. Sudah menjadi tugas shinobi dan samurai untuk membasmi mereka.

Perut Naruto berdarah, terkena serangan ninja pelarian yang cukup fatal. Sialnya Naruto sudah tidak memiliki kemampuan regenarasi kyuubi. Dia juga tidak bisa ninjutsu medis sedikitpun. Satu-satunya cara adalah kembali ke desa, dan mendapatkan perawatan ninja medis.

Hanya sedikit lagi, dan ya, Naruto kuat. Ia melompati dahan ke dahan lainnya sejauh enam mil sebelum akhirnya sampai di desa. Mungkin menjalani misi seorang diri adalah kesalahan. Tapi sekali lagi, dia kuat. Hal seperti ini hanya terjadi lantaran ia lengah, dan pikirannya dibuyarkan oleh 'sesuatu'.

Naruto terjatuh ke atas lututnya, meraih udara di depannya dengan satu tangan. " . . . Seseorang,"

Semuanya menggelap. Kehilangan darah dalam jumlah yang banyak, Eiyuu* no Naruto 'pun terkulai lemah di atas tanah desa Konoha.
Eiyuu: pahlawan

~Bersambung


A/N: NaruShizu adalah pairing favorit kedua saya untuk Naruto setelah NaruTen. Tapi untuk saat ini saya akan mengendurkan sedikit cinta saya kepada NaruTen, dan membaginya untuk NaruShizu. Serta menyerahkan Tenten pada Neji, ha ha. Juga KibaHina akan muncul di sini—OTP saya di Naruto, satu tingkat di atas NaruTen. Lalu seperti yang pembaca sudah ketahui, akan ada KakaSaku dan SasuAnko di sini. Untuk lebih jelasnya kita lihat di chapter2 depan, ya.

Perhatian: Chapter berikutnya sudah siap. Saya ingin melihat respon pembaca dulu sebelum meng-apdetnya.

See you in the next instalment with moar lime or lemon. Regards, Crow.