Warning!
Pairing : NejiTen
Tenten POV, Rated-K, Alternate Reality, OOC
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Anata OAishite © Mademoiselledi
.
.
.
.
Cinta itu butuh kesabaran…
Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita?
Hari itu.. aku dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita...
Aku menjadi perempuan yg paling bahagia...
Pernikahan kami sederhana namun meriah...
Ia menjadi pria yang sangat romantis pada waktu itu.
Aku bersyukur menikah dengan seorang pria jenius, tampan & mapan pula.
Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.
Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya padaku.
Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi Kappuru (suami-istri), sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (akachan) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.
Karena dia anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.
Saiwai ni mo (fortunately) saat itu suamiku mendukungku…
Ia mengaggap Kami-sama belum mempercayai kami untuk menjaga titipan.
Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu dan adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku…
Didepan suamiku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suamiku, aku dihina-hina oleh mereka…
All I want is for everything in the right place
So everyone is happy
Is that too much ask for?
Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Untungnya suami ku selamat dari maut yang hampir membuatku menjadi seorang Mibōjin (widow).
Ia dirawat dirumah sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang dan malam. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosialku, misiku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.
Namun saat ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan disaat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.
Syukurlah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suamiku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.
Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, "Tadaima" dan mereka menjawab salamku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah lima hari mata lavendernya selalu tertutup.
Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata "Tadaima", ia pun menjawab salamku dengan suaranya yang lirih namun penuh dengan cinta, "Okaeri". Aku pun senyum melihat wajahnya.
Lalu.. Ibunya berbicara denganku …
"Tenten, kenalkan ini Shion teman Neji".
Aku teringat cerita dari suamiku bahwa dahulu karena suatu misi, ia pernah berteman baik dengan seorang perempuan, perempuan itu bernama Shion dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut, aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.
Aku sibuk membersihkan dan mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba-tiba adik iparku yang bernama Hanabi mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku mengijinkannya. Kemudian aku pun menemaninya.
Tapi ketika di luar adik iparku berkata, "Lebih baik kau pulang saja, ada
kami yg menjaga Neji-niisan disini. Kau istirahat saja."
Anehnya, aku tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan niisan harus banyak beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa aku tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.
Sejak saat itu aku tidak pernah diizinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.
All I want is for everything in the right place
So everyone is happy
Is it too much ask for?
TBC
.
.
.
.
Author's note : This fic based on someone's journey of life
Coment and Critism :D
