Chapter 1 : Jendral Kerajaan Uzumaki
Disclaimer : Masashi Kishimoto
.
Semoga suka dengan cerita baru hyugana :) Cerita ini mungkin agak sedikit sama dengan animenya jadi mohon maaf bila ada kesalahan :D Baiklah selamat membaca :) ^^v
.
.
.
Hyuga Hinata itu adalah namaku. Selama ini aku telah hidup dalam lingkungan keluarga kerajaan yang didalamnya memiliki sebuah sejarah yang luar biasa. 'Kekuatan sang pangeran harus dilindungi' itulah yang selalu Tousanku katakan. Aku bukanlah seorang ratu ataupun seorang putri disini, tapi aku hanyalah seorang prajurit pribadi dalam kerajaan ini. Usiaku sudah memasuki kepala 2, sejak aku masih berumur 10 tahun aku sudah dididik untuk belajar bela diri dan menggunakan pedang oleh Tousan, karna hanya akulah putri satu-satunya yang Tousan punya. Kaasan sudah meninggal sejak aku berumur 5 tahun akibat kecelakaan yang merenggut nyawanya. Setelah 5 tahun Kaasan meninggal aku hidup dengan Tousan dalam istana ini. Dan sekarang ketika sudah berumur 20 tahun aku sudah menjabat sebagai Jendral prajurit dalam kerajaan ini.
Kerajaan Uzumaki. Itulah nama sebuah kerajaan yang sangat dikenal dengan kekayaannya yang berlimpah, ketika anak pertama mereka lahir kejadian mengerikan terjadi. Para perampok datang dan memporak-porandakan wilayah Konoha, waktu itu sang Raja Minato dan Ratu Kushina beserta pengawal dan prajurit menyerangnya, mengorbankan hidup untuk sang Pangeran yang baru saja dilahirkan hingga banyak nyawa para perampok itu melayang akibat perlawanan dari kerajaan Uzumaki. Tapi kejadian itu masih berlanjut ketika sang pangeran berusia 5 tahun beliau jatuh sakit dan mengalami demam yang parah. Kata orang yang mengobatinya dia terkena kutukan darah rubah yang dikalahkan oleh Tou-sannya waktu sang ratu masih mengandung sang pangeran. Sang Ratu Kushina yang tidak percaya akan hal itu mengorbankan dirinya untuk melawan rubah yang kembali hadir menghancurkan kerajaannya.
Kerajaan kembali hancur, Raja dan Ratu tewas tepat didepan mata sang pangeran. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana sedihnya pangeran waktu itu. Namun peperangan sudah berakhir sejak sang pangeran berusia 10 tahun dan dia juga mulai dididik agar nantinya bisa mengendalikan kekuatan yang bersarang dalam dirinya dan menjaga kerajaan ini serta kekayaan yang sudah diwariskan oleh kedua orangtuanya.
Itu adalah cerita lama yang aku dengar dari Tou-san setelah beberapa tahun mengabdikan dirinya sebagai prajurit di kerajaan ini. Sayang, Tousanku juga ikut meninggal setahun yang lalu berkat penyakit yang menggorogotinya.
Pesan terakhir yang selalu beliau sampaikan padaku adalah "Hinata, kau harus melindungi sang pangeran. Dia memang akan tumbuh menjadi pria dewasa tapi kita tidak pernah tahu apakah kekuatan itu akan bangkit kembali atau tidak. Ingat apa yang sudah Tousan sampaikan dan ajarkan padamu. Hanya kamulah satu-satunya orang yang bisa mengendalikannya. Jaga dia dengan separuh nyawamu"
Hanya itulah perkataan Tou-san yang selalu aku ingat sampai sekarang. Menjaga pangeran Uzumaki yang sekarang telah menjadi Raja satu-satunya di kerajaan ini. Beliau tidak kelihatan seperti raja pada umumnya. Beliau memiliki sikap yang baik hati, murah senyum dan dermawan. Penduduk kerajaan ini sangat menyukainya. Namun jika beliau seperti itu terus maka beliau akan menjadi sasaran empuk bagi kerajaan-kerjaan lain, mengingat kekayaan yang dimiliki kerajaan Uzumaki ini yang masih melimpah. Didikan untuk menjadikan dia kuat sealalu diabaikannya, aku heran dengan kelakuan sang raja, beliau hanya ingin menikmati hidup tanpa adanya kekerasan. Aku juga setuju dengan pendiriannya itu tapi tidak ada salahnya menjadi kuat untuk melindungi seseorang yang berhargakan?
Setiap hari, mulai pagi sampai petang aku berlatih bertarung menggunakan pedang dan melatih kekuatanku untuk bisa melindungi sang raja jika suatu saat nanti kekuatannya bisa bangkit dan juga menyiapkan diri jika suatu saat peperangan akan terjadi. Aku berlatih bersama anak buahku, ada wanita dan tentunya lebih banyak pria. Aku yakin jika kekuatan pria lebih baik daripada wanita, namun bagimanapun juga wanita bisa setara dengan pria. Buktinya aku bisa menjadi Jendral dari beberapa prajurit yang ada disini.
"Baik minna kita istrihat dulu" ujarku pada mereka.
Sudah 1 jam kami berlatih menggunakan pedang dan bela diri. Keringat bercucuran didahi mereka, aku tidak boleh membiarkan mereka terlalu lelah. Mereka semua beristirahat menikmati santapan yang sudah para maid sediakan.
Aku berjanji akan mengabdikan hidupku untuk melindungi Raja Uzumaki.
.
Hyuga Hinata, sang jendaral dalam kerajaan ini berjalan di lorong istana dengan pedang terlampir disamping kanannya. Jubah panjang yang ia kenakan menambah kesan tangguh, walaupun ia seorang wanita tapi kekuatannya sudah setara dengan jendral pria diluaran sana.
Langkahnya tegap menuju sebuah ruangan untuk menyampaikan berita pada sang raja yang tengah bertugas diruangannya.
Cklekk! Pintu dibuka.
"Gomennasai yang mulia, saya ingin menyampaikan bahwa pengawal kerajaan dari Suna sudah tiba. Dan Raja Sabaku akan segera tiba setelahnya" ucap Hinata menyampaikan berita pada sang Raja.
"Aahhh Hinata, jangan berbicara formal seperti itu padaku. Sudah berapa kali aku bilang panggil saja aku Naruto. Kitakan sudah berteman dari kecil"
Itu dia sang Raja Uzumaki Naruto. Seorang Raja yang sangat disanjungi oleh penduduknya. Dia tengah bekerja mengecek semua pengeluaran bulan ini. Dia tersenyum cerah mendapati Hinata datang ke ruangannya.
"Itu sama sekali bukan wewenang saya. Bagaimanapun anda adalah sang pemimpin kerajaan ini. Baiklah kalau begitu saya permisi dulu" Hinata membungkuk sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.
Naruto hanya tersenyum melihat kepergiannya. Tatapannya kembali ia layangkan pada berkas-berkas yang membuatnya pusing.
"Aaahhh aku bosan" keluhnya seraya melemparkan kertas yang tadi ia baca.
Narutopun beranjak dari kursinya dan melangkahkan kaki keluar ruangan.
.
Tujuannya adalah taman kerajaan, di sana terdapat begitu banyak tanaman yang tumbuh subur. Udara begitu segar untuk dihirup. Pepohonan serta bunga-bunga menambah keindahan taman itu. Taman yang dulunya selalu menjadi tempat favorit Kaasannya. Kenangan indah bersama Kaasan dan Tousannya hinggap begitu saja dalam ingatan Naruto.
Pria berusia 22 tahun itu sudah mengalami banyak cobaan hidup yang begitu berat. Pada usianya yang baru menginjak 5 tahun ia harus kehilangan dua orang yang paling berharga sekaligus dalam hidupnya, mereka adalah Tousan dan Kaasannya yang selalu mencintai dan menyayanginya. Mereka tewas tepat didepan kedua mata bocah kecil itu.
Kejadian menyakitan itu hinggap kembali dalam ingatan Naruto, senyum kecut ia layangkan pada langit cerah hari ini "andai dulu aku sudah besar dan menjadi kuat pasti kalian masih ada di sisiku. Dan aku benci dengan peperangan" gumam Naruto sarat akan kesedihan.
Tess….. air mata menetes begitu saja. Ia menengadah melihat langit berharap Kaasan dan Tousannya sedang melihatnya saat ini.
"Kaasan hiks… Tousan… gomennasai. Naruto menjadi anak yang tidak berguna" lanjutnya dengan suara serak menahan tangis. Hanya disaat sedang sendirian seperti inilah Naruto bisa mengeluarkan sisi cengengnya. Naruto tidak bisa memperlihatkan sisi ini pada semua orang. Ia harus menjadi seorang raja yang kuat supaya kerajaannya tidak bisa di injak-injak oleh kerajaan lain.
Angin berhembus menyapu wajah tan ini, menerbangkan anak rambut blondenya yang acak-acakan. Ia menutup kedua mata menikmati setiap hembusan angin yang seolah mengatakan dia harus kuat dalam berbagai situasi apapun.
Naruto harus tahu dimana ia hidup dan dimana ia dibesarkan. Ia adalah seorang pemimpin yang harus menjadi pedoman bagi para penduduknya. Ia harus kuat dan kuat. Ia menghapus air matanya kasar "sudah aku tidak boleh menangis lagi, aku harus kuat bagaimanapun juga aku adalah seorang raja sekarang"
Merasa baik dengan kondisinya iapun kembali beranjak dari sana untuk segera menyambut tamu dari kerajaan Suna yang katanya sebentar lagi akan tiba disini. Ia berjalan dengan langkah gagah. Baju kebangsawanannya melekat ditubuh atletisnya menambah kesan keren dan wibawa yang ia miliki. Sipapun wanita, entah itu dari kalangan bangsawan ataupun tidak pasti sudah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tak jauh dari tempatnya tadi sepasang mata mengintainya, dia tersenyum melihat Naruto yang mengeluarkan sisi lemahnya. Ya dia adalah Hinata, dia selalu memata-matai Naruto. Dia takut jika Naruto akan bertindak gegabah ketika mengingat kematian kedua orang tuanya.
"Sepertinya sekarang dia sudah bisa mengendalikan emosinya sendiri" gumam Hinata.
Ia jadi teringat ketika masa remajanya, waktu itu umur mereka masih belasan tahun. Hinata yang di suruh selalu mengawasi Naruto mendapatinya tengah mencoba melakukan percobaan bunuh diri. Untung saja Hinata datang diwaktu yang tepat.
Hinata mendekap tubuh Naruto yang bergetar, dan ketika dia bertanya kenapa Naruto ingin bunuh diri jawaban yang dilontarkan Naruto mengejutkannya. Naruto berkata "aku merinduka Kaasan dan Tousan aku ingin menyusul mereka. Mereka meninggal karna kesalahanku"
Itulah yang selalu Naruto katakan ketika terpuruk, dan Hinata takut kejadian itu akan terulang kembali. Ia juga merasakan bagaimana sakitnya kehilangan kedua orang tua, tetapi Naruto lebih dari pada itu. Dia melihat kejadian bagaimana kedua orang tuanya terbunuh oleh monster rubah.
Hinata tersenyum dan berlalu dari sana untuk mendampingi Naruto menyambut tamu dari Suna.
.
Suasana terlihat meriah ketika sang Raja Suna yang bernama Sabaku Gaara sudah berada didalam istana. Kedatangannya dijamu dengan meriah, banyak hidangan tersaji dimeja makan berukuran panjang dan lebar itu. Naruto duduk didepan Gaara.
Hinata beserta pengawal-pengawal yang lain hanya memperhatikan tidak jauh dari mereka.
Naruto beserta Gaara terlihat sedang berbincang-bincang disana.
"Kerja sama ini akan terus berlanjut. Bagimana jika malam minggu ini kita mengadakan pesta untuk merayakan kerja sama kita yang sudah berjalan 1 bulan ini?" Tanya Gaara.
Naruto yang mendengar usulan Gaara tadi tersenyum "aku setuju dengan usulan itu. Baiklah aku yang akan menyiapkannya. Kita undang kerajaan-kerajaan lain juga supaya menikmati pesatanya. Eemmm bagaimana jika kita mengusung pesta dansa saja?" usul Naruto memberikan pendapatnya.
"Boleh juga sepertinya itu menarik"
"Sekalian anda mencari jodoh juga…. Ahahahah" tawa Naruto menggelegar disana, itulah sikapnya yang selalu ceria. Dengan siapapun Naruto selalu menghangatkan suasana, baginya jika harus mentaati aturan kerajaan yang super duper ketat itu ia tidak akan sanggup makanya dia bersikap sewajarnya saja untuk membuatnya nyaman.
Tukk! Gaara memukul kepala Naruto pelan dengan sendok yang ia gunakan tadi untuk makan "jangan bercanda. Sepertinya itu rencana anda saja" balas Gaara, meskipun dengan kesan formal tetapi ada sisi bercandanya juga.
"Ahahahaha" tawa lagi-lagi meledak dari Naruto melihat tampang Gaara yang malu-malu seperti itu.
Semua prajurit dan pengawal dari kedua raja itu ikut tersenyum melihat kebersamaan mereka. Tidak ada kesan kaku atapun canggung disana, tetapi hanya ada suasana hangat bak keluarga yang kembali bertemu. Mungkin ini adalah efek dari kedua raja itu yang selalu bertemu dalam membicarakan kerja sama mereka.
'Syukurlah, lebih baik anda tertawa seperti itu dari pada harus menangis seperti tadi' batin Hinata ikut tersenyum melihat tawa bahagia dari sang Raja Naruto.
"Hyugasan, ne Hyugasan" bisik seseorang yang berada disampingnya.
Hinata menoleh "iya ada apa Inosan?" Tanya Hinata pada anak buahnya yang sesama wanita.
"Apakah anda selalu melihat yang mulia tertawa seperti itu?" Tanya Ino yang kelihatan tidak peraya melihat sang raja tertawa bahagia seperti tadi.
Hinata kembali tersenyum mendengar pertanyaan itu "pertanyaan yang bagus. Sebenarnya yang mulia selalu tertawa seperti itu tetapi beliau jarang memperlihatkannya pada kita" bisik Hinata membuat Ino lagi-lagi tidak percaya.
"Katanya mereka akan mengadakan pesta dansa ya? Wwaahhh pasti banyak putri-putri dari kerajaan lain akan datang. Andaiiii saja kita bisa menjadi salah satu dari mereka pasti akan mengasyikan dan tentunya kita hanya bisa menonton karna kita akan menjaga pesta itukan?" gerutu Ino pada Hinata. Ia menginginkan hadir dipesta dansa yang akan dilaksanakan oleh raja mereka beberapa hari lagi.
Hinata terdiam mendengar hal itu keluar dari mulut Ino. Pandangannya kembali menatap kearah sang raja yang masih bercanda bersama dengan Gaara disana. Hatinya mengatakan setuju dengan keinginan konyol Ino yang sama sekali tidak mungkin bisa ia lakukan.
"Eemmhhh" Hinata menggeleng-gelengkan kepalanya melupakan keinginan itu. Sudah beberapa tahun ia tinggal disini dan setiap ada pesta ia hanya bisa mengontrol jalannya pesta untuk berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan apapun.
'Fokuslah Hinata' batinnya.
.
.
Hinata berjalan menuju tempat latihan, hari memang sudah sore tetapi ia harus kembali berlatih untuk semakin memperkuat kekuatannya. Hinata ingin lebih mahir lagi dalam menggunakan pedang. Ia ingin mahir seperti Tousannya waktu itu, dimana sekali sebitan korban berjatuhan dengan mudahnya.
Hinata melepaskan jubahnya, rambut panjang yang tergerai ia ikat satu menyerupai ekor kuda.
Ssrrrtttt! Suara pedang yang ia tarik dari tempatnya.
Plasss! Plass! Ia menggoyang-goyangkan pedang itu kekanan dan kekiri untuk segera memulai sesi latihan. Cahaya senja yang masuk melalui jendela besar diruangan itu menemaninya latihan hari ini. Hinata terbiasa latihan di sore hari seorang diri, baginya latihan diwaktu seperti ini malah membuat dirinya semakin bersemangat.
"KKkkhhiiiyyaaaa" ia berteriak seolah ada lawan didepannya yang siap menerkam.
Plass! Sett! Plass! Suara pedang bertubrukan dengan udara terdengar begitu nyaring di dalam ruang latihan itu.
Lompatan, tebasan pedang dan gerakan demi gerakan lain dilakukan olehnya seolah disana benar-benar ada seorang musuh yang tengah menyerangnya. Nafasnya naik turun, tapi itu tidak membuat Hinata menghentikan latihannya.
Baru juga beberapa menit Hinata latihan keringan mulai bercucuran semangatnya tidak pernah luntur.
Naruto berjalan untuk segera kembali keruangan setelah menemani Raja Gaara seharian ini. Naruto ingin segera beristirahat namun langkahnya terhenti ketika telinganya menangkap suara yang sudah tidak asing lagi. Perlahan Naruto mendekat kearah ruangan yang ia yakini disana ada seseorang yang tengah berlatih.
Krekk! Pintu dibuka perlahan. Naruto sedikit menengok siapa gerangan orang yang sudah sesore ini masih berlatih.
Matanya terbuka lebar mendapati Hinata yang tengah memainkan pedangnya begitu lihai "Hinata? Apakah dia akan berlatih terus menerus?" gumamnya.
Naruto berjalan masuk kedalam, mengambil satu pedang yang ada disana untuk latihan.
Trangg! Kedua pedang itu beradu menghasilkan bunyi nyaring, Hinata membelalakan kedua mataya kaget melihat sang raja ada disana.
"A…aahhh yang mulia" dengan cepat Hinata menunduk menghormati kedatangannya.
"Haduuhh Hinata harus berapa kali aku katakan panggil saja aku Naruto. Lagi pula disini hanya ada kita berdua" gerutu Naruto seraya memain-mainkan pedangnya.
Hinata melongo mendengar dan melihat Naruto seperti itu "ta….tapi bagaimanapun juga anda_"
"Seoarng raja? Hinata dengar ya kita sudah hidup bersama lebih dari 10 tahunkan? Kau yang selalu ada bersamaku, menghiburku dan menyemangatiku. Jadi aku merasa tidak enak jika kau terus-terusan memanggilku formal seperti itu" lanjut Naruto mengingat kebersamaan mereka dimasa lalu. Dimana hanya ada Hinata yang selalu ada disampingnya meskipun ia tahu jika wanita itu juga telah kehilangan sang ayah untuk melindungi dirinya dan kerajaan ini.
"Ha….ha'i"
Naruto menoleh menatap Hinata lagi mendengar jawabannya barusan "iya apa?"
"Ha….ha'i Na….naruto-kun?"
Sedetik kemudian Naruto tersenyum begitu lebar mendengar namanya dipanggil oleh Hinata "yyyeeee akhirnya kau memanggilku dengan nama itu. Rasanya begitu berbeda seolah kita sangat-sangat dekat" ucap Naruto.
Dalam pandangan Hinata, pria itu terlihat begitu senang dan bahagia 'yokatta Narutokun' batinnya.
"Yoshh….. baiklah ayo kita latihan Hinata. Bersiaplah kkkhhhiiyyyaaaaaaaaaa" Naruto mengarahkan pedangnya pada Hinata.
Bagi Hinata perlawanan Naruto mudah sekali dibaca, dengan beberapa gerakanpun Naruto sudah kalah melawannya. Bagimanapun juga Naruto tidak terlalu pandai dalam menggunakan pedang.
.
Sejam sudah berlalu, langit sudah berubah menjadi gelap. Bintang satu persatu mulai bermunculan, sang raja malam juga sudah menguasai langit malam ini.
Hinata dan Naruto berada di luar istana, mereka tengah menikmati pemandangan langit malam seraya beristirahat dari latihan pedang tadi. Tidak ada percakapan disana, mereka terlalu sibuk menikmati suasana malam bersama yang sudah jarang mereka lakukan. Dulu ketika mereka masih kecil, Hinata dan Naruto sering menikmati langit malam bersama. Melihat bintang yang berkelap-kelip seolah menyambut kedangatan mereka.
"Ne Hinata, mau sampai kapan kau bekerja keras melatih kemampuanmu dalam menggunakan pedang? Bahkan dengan mudahnya kau mengalahkanku" ujar Naruto tiba-tiba membuat Hinata menoleh kearahnya.
"Aku tidak akan berhenti, karna aku akan selalu melindungimu" jawab Hinata.
"Kenapa kau ingin melindungiku? Bahkan dari dulu kau selalu mengangkat pedang bersama Tousanmu. Apakah kamu tidak lelah? Aku tidak perlu dilindungi kau tahu karna sekarang kerajaan sudah damai"
"Awalnya aku melindungimu karna itu adalah pesan Tousan terakhir yang beliau sampaikan untukku. Tetapi seiring berjalannya waktu hal itu menjadi keinginanku sendiri, kita tidak pernah tahu dalam keadaan damai ini mungkin saja sesuatu yang tidak kita harapkan akan terjadi" jawab Hinata membuat Naruto terdiam tidak tahu harus berbuat apa mendengar hal itu dari Hinata. Wanita tangguh yang selalu ada disisinya, bahkan dia rela mengorbankan nyawanya untuk keselamatannya.
Apakah dia telah menjadi seorang pria pengecut? Berlindung dibawah naungan seoarng wanita? Entahlah perasaan Naruto sekarang tidak menentu.
"Jangan berpikir jika kau sebagai seorang pria tidak berguna dan hanya berlindung dalam naungan seorang wanita itu adalah kesalahan besar, karna kau tahu ini adalah tugasku dan sudah menjadi kewajibanku. Meskipun aku seorang wanita tapi kemampuanku setara dengan pria" lanjut Hinata seolah membaca pikiran Naruto.
"Ya baiklah, kalau begitu lindungi aku selalu. Tidak hanya diriku tetapi hatiku juga, ne?"
Pertanyaan ambigu itu entah kenapa membuat Hinata merona mendengarnya, apa yang sebenarnya Naruto katakan itu?
"Sembuhkan aku dari masa laluku" lanjut Naruto lagi membuat Hinata tersadar.
"A…aahhh baiklah. Kalau begitu aku permisi dulu" jawab Hinata segera pergi darisana. Entah kenapa ia merasa malu sendiri setelah mendengar pertanyaan Naruto mengenai hatinya.
'Baka….. baka….. baka' gerutunya dalam hati memikirkan kebodohannya menyimpulkan sesuatu.
Sedangkan Naruto masih menikmati langit malam seorang diri.
.
.
Hinata sudah berada didalam kamarnya, mengistirahatkan tubuhnya yang sudah letih seharian ini berlatih dan berlatih menggunakan pedang dan juga menyambut kedatangan tamu penting dari Suna. Jantungnya entah kenapa tidak berhenti berdebar memikirkan tentang ucapan Naruto yang ternyata tidak sesuai dengan pikirannya.
"Bakaaaaaaaaaaaaaaa~ apa yang aku pikirkan" gumamnya dengan rona merah yang masih bertengger manis dipipi putihnya. Untung saja Naruto tidak melihatnya jika ia sampai melihat Hinata pasti akan merasakan malu yang luar biasa.
"Apakah aku….
…..Jatuh cinta?"
Kedua matanya terbelalak sempurna.
Tbc...
Arigato gozaimasu sudah membaca jika suka silahkan reviews ya :D jaa sampai ketemu lagi ^^v
