"Si Nomor Dua"
.
.
Disclaimer: Naruto © Jun Mochizuki
Rating: K+
Note: ini saya buat pas tengah malam, jadi maaf kalau bahasanya ngawur dan sedikit tidak nyambung. Mata saya juga udah mau nutup._. bukan berarti mati loh ya... -_- Lalu, ini dari sudut pandangnya Karin, dan ini fanfic pertama saya di fandom ini. Tolong jangan di-flame ya...
Aku ini seorang pengkhianat. Yah, pengkhianat yang bermuka dua.
Aku tersenyum saat aku marah. Aku berkata-kata baik di saat hasratku memaksaku untuk memaki. Aku berbohong di saat sahabatku berkata jujur padaku.
Aku pengkhianat yang mengkhianati sahabatnya sendiri untuk sesuatu yang tidak seharusnya kumiliki.
Sakura gadis yang baik. Dia perhatian dan selalu peduki pada sekitarnya. Dia juga cantik. Dia cocok sekali bersanding dengannya yang tampan dan pintar. Mungkin itu sebabnya Sakura selalu menjadi yang pertama bagi Sasuke, dan aku selalu menjadi yang nomor dua. Sakura selalu menjadi yang diutamakan, dan aku selalu menjadi pihak yang dikesampingkan. Sakura adalah berliannya, dan aku tak lebih dari besi tua berkarat.
Yah, selalu Sakura dan kemudian baru aku. Selalu dan selalu begitu sejak awal.
Tapi meskipun begitu, aku tidak apa-apa. Mungkin karena aku sudah terbiasa. Mungkin juga karena aku terlalu naif mempercayai kalau dia tidak akan meninggalkanku, kalau dia akan selalu di sisiku meski itu berarti jarak di antara kami berdua terpisahkan oleh segala dusta dan kebohongan yang kami ciptakan. Yah, aku akan baik-baik saja kalau dia ada.
Memang benar ada saat di mana aku merasa marah, cemburu atas kedekatan yang mereka jalin. Ada juga saat di mana aku ingin sekali memaki mereka berdua atas segala sakit hati dan hina yang kutanggung. Saat lainnya, aku bahkan berpikir untuk membunuh Sakura, mencekiknya dengan kedua tanganku sendiri, dan mengakhiri hidupnya. Tapi pada akhirnya, tidak jadi kulakukan. Aku tidak sanggup membunuh sahabatku sendiri.
Lebih dari itu semua, aku pernah berpikir untuk mengakhiri hubungan terlarang ini. Aku lelah dengan semua kebohongan ini. Sesekali, aku juga ingin berada di posisi Sakura―berpegangan tangan, berpeluk, dan berkencan dengan pria yang kucintai di depan umum tanpa takut ketahuan oleh orang lain. Tapi sekali lagi, aku sadar aku hanyalah seorang simpanan yang seharusnya disimpan dan bukannya dikeluarkan. Aku sadar kalau aku tidak akan pernah bisa melakukan semua hal itu kalau aku tetap Karin yang begini. Karena itulah, aku ingin berhenti menjadi diriku yang sekarang. Aku ingin berhenti menjadi seorang simpanan dan beralih posisi menjadi seseorang yang bisa disebut 'kekasih'. Aku ingin menjadi yang nomor satu di hati seseorang, bukan lagi nomor dua atau nomor tiga. Lebih dari siapa pun, aku ingin dicintai.
Tapi lagi-lagi, keberadaannya membutakan hatiku. Kata-kata 'mari putus' yang seharusnya kuucapkan untuk memperoleh kebebasanku tercekat di tenggorakanku dan tak mau keluar. Dan kemudian, seolah mengetahui apa yang ingin kukatakan, ia kembali memikatku dalam pesonanya, mengatakan kalau ia mencintaiku dan kemudian memelukku dengan erat seolah semuanya memang benar adanya. Lalu aku dengan bodohnya akan balas memeluknya dan mengatakan kalau aku juga mencintainya dan bersumpah untuk tidak meninggalkannya seumur hidupku. Dan kata-kata seperti 'mari putus' menghilang dari kepalaku, tergantikan oleh pemikiran bahwa aku akan tetap menjadi simpanannya, tak peduli berapa lama waktu berlalu atau berapa banyak lagi air mata yang harus kukeluarkan karenanya.
Aku seorang pengkhianat yang punya rantai di kakinya dan tersembunyi di balik bayang-bayang sahabatnya. Aku si nomor dua.
.
.
The End.
Huahaha... #mulaigila. Review, please? :3
