.

SEASONS

Summer ― Tentang Topi Seleksi

Harry Potter by J.K. Rowling

Story by Celestaeal

.

Draco Dormiens Nunquam Titillandus

.


Saat itu akhir musim panas yang seharusnya panas terik bukannya hujan dan Taehyung berharap tidak ada hal yang berubah di tahun keempatnya di Hogwarts.

Tapi mungkin itu harapan semunya saja.

Semuanya bermula saat Jimin terduduk kaku dengan pipi merona setelah pemuda pucat dengan jubah hitam kerah hijau khas Slytherin memasuki kereta-tanpa-kuda mereka, mengambil tempat di sebelah Jimin. Taehyung mengerutkan alis, merasa terlampau familiar dengan wajah pemuda itu.

"Halo, Taehyung, Jimin."

Gemuruh guntur terdengar bersamaan dengan pintu menutup, murid Slytherin itu menyapa mereka―yang mengejutkan Taehyung dari lamunannya.

"Oooh, hai.. um―" Taehyung menjilat bibir, berusaha mengingat-ingat siapa nama pemuda yang anehnya familiar di benaknya.

"Halo, Yoongi." Cicitan pelan Jimin membuat Taehyung melepas nafas lega, dia bahkan tidak sadar menahannya sedari tadi.

"Oh, ya, benar. Yoongi." Taehyung memberikan cengiran polos dan pemuda pucat bernama Yoongi itu menarik senyum tipis dan Taehyung lega pemuda itu tak ambil pusing soal dia yang melupakan namanya.

Kereta berkeretak, mencipratkan air menuju kastil Hogwarts. Bersandar ke jendela, Taehyung bisa melihat Jimin yang telinganya kini memerah saat guncangan kereta membuat bahunya bertabrakan dengan Yoongi. Kereta melewati gerbang, yang kanan-kirinya dijaga patung babi bersayap, dan mendaki jalan menanjak. Kereta berguncang mengerikan dalam angin kencang yang kini telah berubah menjadi badai. Samar-samar Taehyung dapat melihat cahaya dari jendela-jendela Hogwarts yang semakin dekat.

Kilat menyambar di langit dan Taehyung meringis, membayangkan murid kelas satu yang secara tradisi harus berlayar menyebrangi danau untuk mencapai kastil Hogwarts. Tentu, Taehyung tidak mau menyebrangi danau dalam cuaca macam ini. Kereta berhenti di depan pintu besar dari kayu ek, di atas undakan batu. Taehyung, Jimin, dan Yoongi melompat turun dari kereta mereka dan bergegas menaiki undakan juga, baru menengadah setelah mereka berada dalam Aula Depan yang diterangi cahaya obor dan dipenuhi rombongan murid yang basah kuyup.

"Aku duluan." Yoongi mengangguk kaku, kemudian melangkah pergi meninggalkan mereka, menembus kerumunan besar murid-murid dengan tergesa.

"Wow." Komentar Jimin, saat Taehyung menggoyangkan kepalanya, mencipratkan air kemana-mana. Taehyung menaikkan sebelah alis, menatap Jimin yang masih menatap arah di mana Yoongi pergi.

"Kau menyukainya?" celetuk Taehyung, cukup keras untuk didengar orang di sekitar mereka. Jimin melotot, tidak menjawab apa-apa namun menginjak kaki kirinya keras hingga Taehyung melompat-lompat kecil di tempatnya, bertumpu pada lengan Jimin agar tidak terpeleset karena lantai yang licin.

"Sial―" rutukan Taehyung terpaksa berhenti, saat Profesor McGonagall, kepala sekolah dan kepala asrama Gryffindor, keluar dari Aula Besar.

"Ayo jalan, masuk ke Aula Besar, ayo!" kata Profesor McGonagall tajam kepada rombongan anak-anak yang basah kuyup.

Taehyung dan Jimin berjalan terseret-seret menuju pintu ganda Aula Besar, berusaha sebisa mungkin tidak terpleset di antara arus rombongan murid. Taehyung celingukan, berpegangan pada Jimin sementara kepalanya menoleh kesana kemari, mencari seseorang yang sedari tadi tidak dia lihat batang hidungnya.

Aula Besar tampak megah seperti biasanya, didekorasi untuk pesta awal tahun ajaran. Piring-piring dan piala-piala emas berkilauan tertimpa cahaya ratusan lilin yang melayang-layang di atas meja. Empat meja asrama penuh sesak oleh anak-anak yang berceloteh. Di ujung aula, para guru duduk di belakang meja panjang, menghadapi murid-murid. Taehyung dan Jimin berpisah, sementara Jimin menuju meja asramanya sendiri, Taehyung berjalan melewati meja Slytherin, Ravenclaw, dan Hufflepuff hingga ke mejanya, Gryffindor. Sepanjang jalan Taehyung celingukan, mencari seseorang di antara meja-meja asrama namun tidak mendapati raut wajah familiar yang dia harapkan.

Taehyung duduk bersama anak Gryffindor lainnya di meja paling ujung, di depan Kim Namjoon, prefek Gryffindor sekaligus kakak sepupunya.

"Selamat malam, Tae." Sapaan Namjoon yang pertama kali Taehyung dapat setelah mendudukkan bokongnya.

"Malam, hyung." Balasnya, melepas sepatu dan menuang air. Taehyung nyengir saat Namjoon berdecak melihat kelakuannya.

"Namjoon! Taehyung!"

Itu S. Coups, murid NEWT, tahun keenam. Dia mengambil tempat kosong di samping Namjoon.

"Hai, S. Coups." Kata Namjoon Taehyung, berbarengan.

"Coba tebak. Tebak. Adikku masuk tahun ini! Dino!" S. Coups berujar penuh semangat.

"Dino―seperti Dinosaurus?" tebak Taehyung.

S. Coups tergelak, "Tidak, bocah. Namanya Lee Chan, tapi kupanggil dia Dino."

"Kupikir nama keluargamu Choi, bukan Lee?" timpal Namjoon.

S. Coups mengibaskan tangan, "Adik sepupu tentu saja. Mudah-mudahan dia masuk Gryffindor! Kakak beradik biasanya masuk asrama yang sama, kan?" tanyanya. Dia mengacu kepada Kim bersaudara, Namjoon dan Taehyung yang masuk Gryffindor.

"Tidak, tidak harus begitu." Kata Seungkwan, entah sejak kapan anak itu berada di samping S. Coups yang semula kosong. "Si Kembar Jo di Hufflepuff dan Ravenclaw padahal mereka kembar identic, juga di Ravenclaw ada―"

Baru saja Seungkwan mulai mengoceh, pintu Aula Besar terbuka dan ruangan menjadi hening. Profesor McGonagall memimpin sederet panjang anak-anak kelas satu ke bagian depan aula. Kalau Taehyung merasa dirinya sudah basah kuyup, maka tidak ada apa-apanya dibanding anak kelas satu. Dilihat dari penampilannya, sepertinya mereka habis tercebur dari danau alih-alih naik perahu. Semuanya gemetaran kedinginan dan ketakutan ketika berjajar di depan meja guru menghadap murid-murid yang lain. Taehyung jadi teringat dirinya saat kelas satu, berdiri cemas di depan murid-murid senior yang menatap segerombolan murid baru tertarik.

Profesor McGonagall sekarang meletakkan bangku berkaki-empat di lantai di depan anak kelas satu. Di atas bangku itu ada topi penyihir yang sudah butut, kotor dan bertambal sana-sini.

Topi Seleksi.

Semua murid memandangnya. Sejenak suasana hening, kemudian robekan lebar di dekat tepi topi membuka seperti mulut dan mulai bernyanyi.

Aula Besar dipenuhi sorak sorai ketika Topi Seleksi selesai bernyanyi. Kemudian Profesor McGonagall maju, membuka gulungan besar perkamen. "Yang kusebut namanya maju, duduk di atas bangku memakai topi. Setelah Topi Seleksi menyebutkan nama asrama, kalian duduk di meja kalian." Katanya kepada anak-anak kelas satu.

Sementara Profesor McGonagall memanggili anak kelas satu, Taehyung memalingkan wajah. Matanya menelusur murid-murid di Aula Besar, berharap menemukan seseorang dengan rambut hitam legam, mata bulat, dan senyum bergigi kelinci.

"Mencari Jungkook?"

Pencarian Taehyung dihentikan oleh Namjoon yang menyikut lengannya. Taehyung mengangguk kaku. Namjoon tersenyum, meski Taehyung tampak tenang, dia tahu betapa khawatirnya Taehyung, dari binar matanya pemuda itu cemas.

"Tidak melihat batang hidunya dari tadi. Dimana di―"

Pertanyaan Taehyung teredam oleh sorak riuh asramanya, Taehyung mengerjap, menyadari S. Coups sudah berdiri dari duduknya saat anak dengan wajah berseri-seri melepas topinya, meletakkan kembali di bangku dan bergegas mendatanginya.

"Hyung!" serunya. S. Coups memeluk anak itu singkat, mengusak surainya yang basah. Menyuruhnya duduk di sampingnya―menggeser Seungkwan yang menggerutu terpaksa bergeser.

"Kenalkan, ini Dino. Dino, ini Namjoon hyung dan Taehyung hyung. Mereka orang korea juga!" Dino tersenyum lebar, membungkukkan badan ke arah Namjoon dan Taehyung. Murid-murid senior mengerubungi Dino yang tampak bersemangat, mengucapkan selamat dan banyak hal.

Taehyung tersenyum, pikiran terbersit dalam benaknya. Jika dia mencoba Topi Seleksi lagi, apakah Topi Seleksi akan memilihnya di Gryffindor? Atau tidak? Atau jika dia mencoba lagi, apakah Taehyung akan satu asrama dengan orang yang dicarinya sejak tadi? Atau tidak?

Bagaimana cara Topi Seleksi memilih murid-muridnya?

Taehyung penasaran.

.

.


.

.

Hari pertama di tahun keempat mungkin tidak seburuk yang Taehyung pikirkan.

Yeah―setidaknya melihat gerombolan anak kelas satu yang bersliweran di koridor Aula Depan cukup menghibur. Taehyung dan Jimin cekikikan, melihat kerumunan anak kelas satu yang tampak takut saat berpapasan dengan senior atau kebingungan mencari kelas pertamanya. Jimin dengan jubah hitam dan kerah kuning kenari khas Hufflepuff bersandar pada dinding, menonton murid kelas satu yang pendek dengan muka puas berbangga diri.

"Well―setidaknya aku tidak sependek mereka saat kelas satu, ya kan?" katanya.

Taehyung menaikkan sebelah alis, matanya berbinar jahil. "Ah masa? Seingatku kau tidak bertambah se-sentipun sejak kelas satu?" Taehyung menjulurkan tangan, mengukur tinggi badannya dengan Jimin. Dia tertawa usil saat Jimin melotot garang. Taehyung mengabaikan Jimin yang menggerutu tentang tinggi badannya, matanya mencari Jungkook, dia tidak melihat anak itu sarapan.

"Taehyung!"

Taehyung menoleh, matanya bertemu dengan Wonwoo, murid asrama Ravenclaw yang berlari kecil ke arahnya terseok-seok menembus lautan manusia yang keluar masuk Aula Besar dengan memeluk setumpuk buku tebal.

"Oh, Jeon Wonwoo, sepu―"

"Sepupu Jungkook, benar." Potong Wonwoo, tampak buru-buru. "Dengar, aku terburu-buru untuk kelas Rune Kuno-ku, tapi aku harus memberitahumu pesan yang Jungkook titip―"

"―Pesan apa―"

Wonwoo memandang Taehyung tajam, tidak senang dipotong perkataanya. "―kan kepadaku, dia bilang aku harus memberitahumu kalau dia masih di Busan, dia kecelakaan kecil―tidak perlu khawatir, tidak parah, hanya luka kecil―dan baru akan masuk sekolah beberapa hari lagi. Jadi―yah, bye." Wonwoo membenarkan tumpukan bukunya sebelum tergesa berbalik pergi, melesat untuk ikut pelajaran pertamanya, Rune Kuno.

"Hei! Tunggu! Berapa hari lagi dia masuk?" Taehyung mengangkat tangan, hendak mencegat Wonwoo namun terhenti saat dua anak kelas satu memotong jalannya.

"Aku tidak tahu! Mungkin tiga hari lagi?" teriak Wonwoo nyaring, kepalanya terpaling ke arah Taehyung dengan kacamata miring ke satu sisi. Berusaha menembus gerombolan manusia dengan buku tebalnya.

"Ah, sial―terburu-buru sekali." Taehyung menggerutu, banyak hal yang ingin dia tanyakan tentang Jungkook (Terutama bagian kecelakaannya itu) dan Wonwoo tampak sangat terburu-buru untuk kelas pertama yang bahkan masih empatpuluh menit lagi.

"Ravenclaw, eh?" kata Jimin. "Jadi ingat, Jungkook juga membawa buku-bukunya seperti anak Ravenclaw dan tergesa-gesa seperti itu. Tipikal Ravenclaw sekali."

Taehyung mengangguk setuju, "Yeah―Jungkook akan menjadi Ravenclaw yang seperti itu." Katanya separuh sadar, Jungkook ternyata masih di Busan dan lebih dari itu―kecelakaan. dan mengingat Jungkook, Taehyung jadi rindu pemuda yang biasanya membawa bukunya di sebelah tangan dan tangan lainnya menyeret Taehyung untuk segera ke kelas.

Yah, harapan Taehyung saat ini adalah semoga Jungkook cepat kembali dari Busan.

.

.


.

.

Kecerobohan Taehyung di hari pertamanya adalah telat masuk kelas Ramuan Profesor Slughorn.

Dia merutuk sumpah serapah dalam hatinya sambil berlari bersama Jimin―salah satu alasan kenapa dia bersama Jimin pagi ini, karena kelas mereka digabung―terburu menuju ruang bawah tanah. Mereka masuk kelas bertepatan saat pintu ruang bawah tanah terbanting menutup.

Jimin dan Taehyung terengah menuju meja paling terakhir, berbagi dengan dua anak Hufflepuff yang lain.

"Kalau ada Jungkook pasti dia sudah menyeret kita dan tidak telat." bisik Jimin masih menetralkan nafas.

Taehyung mengangguk-angguk, menumpu kepalanya dengan tangan. "Bahkan sejak setengah jam sebelum kelas dimulai." Tambahnya.

Jimin terkekeh. "Sial, seharusnya dia jadi murid Rav―"

"Nah, nah, Mr. Park, nak? Sepertinya ada hal seru yang kau bicarakan dengan Mr. Kim, bagaimana kalau membaginya bersama untuk satu kelas?" Profesor Slughorn, sosoknya yang besar memandang Jimin tidak senang. Kumis besarnya yang seperti kumis beruang laut melengkung di atas mulutnya yang tersenyum masam.

"Uh―tidak, Sir. Tidak ada apa-apa." Kata Jimin, wajahnya pucat dan Taehyung rasa dia bisa berubah menjadi batu.

"Nah, untuk berikutnya kuharap kau memperhatikan gurumu saat mengajar Mr. Park." Kata Slughorn, kembali ke depan kelas dan menggembungkan dadanya yang sudah menggelembung, sehingga kancing-kancing rompinya nyaris berlepasan. "Jadi… aku ingin kalian semua maju dan mengambil botol dari mejaku. Tugas hari ini adalah membuat penangkal racun dalam botol. Semoga sukses!"

Taehyung menahan tawa di samping Jimin yang mukanya sudah berkerut kesal, meninggalkan bangkunya menuju meja Slughorn. Jimin masih tampak sebal dengan Taehyung yang tidak berhenti terkekeh sambil menuang isi botolnya ke dalam kuali.

"Kenapa hanya aku yang ditegur? Kau juga ik―"

"Mr. Park." Kata Slughorn dari depan kelas.

"Tidak, Sir. Tidak ada apa-apa." Jimin cepat-cepat menjawab, beralih memusatkan perhatian ke kualinya sementara Taehyung menutup mulut dengan tangan agar tidak ketahuan tertawa.

.

.


.

.

Langit-langit Aula Besar berwarna biru terang dan di sana-sini dihiasi gumpalan tipis awan, persis seperti langit yang tampak dari kaca-kaca jendela yang tinggi. Cuaca yang pas untuk musim panas yang akan berakhir. Sambil menyantap telur dan daging panggang, Taehyung membolak-balik halaman Daily Prophet.

"Pagi, Tae." Taehyung mendongak, mendapati Namjoon yang mengambil tempat di depannya.

"Pagi, hyung." Kata Taehyung, menelan utuh satu telur dadar.

"Tumben sepi. Dimana Jungkook?" Namjoon celingukan, mencari sosok pemuda Jeon di antara murid di Aula Besar.

"Masih di Busan." Jawab Taehyung pendek.

"Oh ya? Pantas saja, biasanya pagi-pagi aku menendang bokong bocah itu kembali ke mejanya." Kata Namjoon. Taehyung mendengus geli, hapal betul tiap sarapan Namjoon akan mengusir Jungkook kembali ke tempatnya karena dia selalu menyelinap dan mengambil tempat duduk Namjoon.

"Jin mencari Jungkook dimana-mana, dia tidak menemukan bocah itu dimanapun dan mulai mengomel." Kata Namjoon separuh mengeluh. Taehyung tertawa, membayangkan Seokjin yang mengomel itu mudah. Karena hampir tiap hari pemuda itu mengomel.

"Memang kenapa kalau aku mengomel?"

Taehyung dan Namjoon membeku di tempat, kepala mereka menengok patah-patah, kemudian meringis saat mendapati Kim Seokjin bersedekap memandang mereka tajam. Pemuda tampan itu mengambil tempat di sebelah Namjoon, mengambil semangkuk bubur.

"Kenapa hyung disini?" tanya Taehyung, agak kontras melihat Seokjin dengan jubah hitam berkerah hijau itu duduk di antara anak-anak Gryffindor yang berkerah merah.

"Memang kenapa? Jungkook juga sering pindah-pindah meja?" Taehyung meringis, ingin menyangkal karena kasus Jungkook berbeda dengan Seokjin tapi mengurungkan niat karena enggan menerima omelan Seokjin di pagi hari.

Pemuda tampan yang mendapat julukan Pangeran Berdarah Murni Slytherin itu melanjutkan makannya dengan tenang di samping Namjoon, sesekali melambaikan tangan dan tersenyum saat banyak orang menyapanya―resiko orang tampan, kalau kata Seokjin.

Taehyung mengamati Seokjin, kalau boleh berpendapat maka Taehyung akan berkata kalau agak aneh Seokjin berada di Slytherin. Mungkin pemuda itu lebih pantas berada di Hufflepuff atau Gryffindor. Yah meski Seokjin orangnya sedikit penakut―Taehyung tahu dari Namjoon―tidak seperti tipikal anak Gryffinfor, tapi Seokjin cukup pantas berada di asramanya. Atau mungkin Hufflepuff, Seokjin seperti anak Hufflepuff yang baik dan bekerja keras―Taehyung jadi ingat kawannya, Jimin, yang melakukan apapun dengan bekerja keras agar hasilnya baik.

Tapi Slytherin? Tidak pernah terpikirkan Seokjin berada di sana. Beda hal kalau Yoongi, kalau itu Taehyung tidak menyangkal kalau dia pantas berada di Slytherin. Lagi-lagi Taehyung penasaran bagaimana Topi Seleksi memilihnya.

"Jin Hyung." Panggil Taehyung.

Seokjin mendongak dari piring makananya, mulutnya mengerucut penuh daging dan telur. "Hum?"

"Kenapa Jin Hyung di Slytherin? Kupikir Jin Hyung akan cocok di Hufflepuff atau Gryffindor." Ungkapnya. Seokjin mengerutkan kening, menyikut lengan Namjoon. Seokjin mengedikkan dagu, memberi isyarat untuk Namjoon menjawabnya.

"Yah, mungkin kau belum tahu, Tae. Tapi Jin lebih―"

"Honorifics, Namjoon." Sela Seokjin dengan mulut penuh

"―Jin Hyung lebih dari pantas untuk berada di Slyhterin, selain karena dia penyihir darah murni." Kata Namjoon.

"Kenapa?" desaknya.

Namjoon memajukan wajah, diikuti Taehyung, kemudian berbisik. "Karena Jin itu bisa menjadi orang yang ambisius dan tidak terima kalah."

"Ambisius?" beo Taehyung. Namjoon mengangguk. "Seperti Jungkook?" tanya Taehyung. Namjoon mengerutkan kening, menatap Taehyung yang memandangnya berbinar. "Jungkook juga tidak mau kalah. Seperti Slytherin."

Namjoon ber-oh pelan, kemudian mengangguk. "Benar, seperti Jungkook." Kemudian kembali duduk seperti semula.

"Membicarakan orang lain di belakang, huh?" tanya Seokjin dengan alis terangkat sebelah.

Taehyung terkekeh, "Tidak hyung, kami tidak membicarakanmu." Katanya. Sebelum Seokjin membuka mulut Taehyung kembali menyela, "Teknisnya hyung duduk di sebelah kami, bukan di belakang. Jadi itu tidak terhitung!"

Taehyung tergelak saat Seokjin mendengus, kemudian high five dengan Namjoon yang ikutan tertawa.

.

.


.

.

Kali kedua Taehyung bertemu Wonwoo, sepupu Jungkook adalah saat dia melewati pintu ganda Aula Besar di jam makan siang.

Wonwoo dengan jubah terkibas dan kacamata bulatnya keluar dari pintu saat Taehyung baru mau masuk.

"Oh, Wonwoo!" seru Taehyung.

Wonwoo berhenti, menunggu Taehyung dengan wajah datarnya. "Apa kabar?" tanya Taehyung basa-basi.

"Baik. Jadi, ada apa?"

Taehyung meringis, Wonwoo kaku sekali―mengingatkan Taehyung dengan sifat kaku Jungkook. "Jungkook belum masuk?" tanyanya.

"Belum."

"Tapi ini sudah tiga hari?" tanya Taehyung.

"Mana aku tahu." Wonwoo menjawab dengan raut wajah masih datar.

"Kamarnya―"

"Kosong, tentu saja. Kenapa tanya aku?" potong Wonwoo, menatap Taehyung dengan pandangan Harusnya kau yang lebih tau. Taehyung nyengir, Wonwoo kaku sekali dan tidak berbasa-basi. Bingung mau melakukan apa, Taehyung membuka mulut hendak pamit.

"Wonwoo hyung!"

Sontak, Wonwoo dan Taehyung menoleh. Taehyung mengenali Kim Mingyu, beater tim Quidditch Hufflepuff, berlari dari koridor Aula Depan menuju ke mereka.

"Maaf, aku sedang buru-buru. Aku duluan."

Taehyung bengong di tempat saat Wonwoo langsung melesat menjauh, berlawanan arah dengan Mingyu. Taehyung berkedip dua kali, diam di tempat, tidak mengerti saat Mingyu mencekal bahunya dan bertanya dengan nafas berantakan.

"Kenapa tidak menahannya?" tanya Mingyu garang, separuh melotot.

"Hah―?" Satu-satunya respon Taehyung membuat Mingyu berdecak. Antara mau kesal tapi tidak bisa melihat raut bengong menggelikan Taehyung.

Taehyung sendiri berkedip-kedip bingung, dia hanya mengenali Mingyu sebagai rivalnya saat pertandingan Quidditch tahun lalu―bersama dengan Jungkook, Mingyu sama dengan Jungkook sebagai beater. Taehyung sendiri didaulat menjadi seeker Gryffindor.

Kemudian Mingyu kembali berlari, mengikuti arah Wonwoo pergi. Meninggalkan Taehyung yang bengong bego di pintu ganda Aula Besar sendirian.

.

.


.

.

"Kenapa kelas Gryffindor sering bersama dengan Hufflepuff dan Slytherin?"

Itu komentar Taehyung, saat baru saja memasuki rumah kaca setelah menyebrangi kebun sayur―iritasi melihat Jimin dan Yugyeom yang adu jitak di pintu.

"Hei, jangan begitu!" kata Jimin, berkelit dari pitingan Yugyeom dan merangkul Taehyung memasuki kelas Herbologi diikuti Yugyeom di sampingnya.

"Jarang-jarang kita bersama. Setidaknya jika ditambah Jungkook, kita bisa menjadi Fantastic Four Herbologi, loh." Kata Jimin ngawur, mengambil tempat di sekeliling salah satu batang Snargaluff berbonggol yang merupakan proyek penelitian semester ini.

Yugyeom mendengus geli mendengar Fantastic Four Herbologi karangan Jimin dan mulai memakai sarung tangan pelindung, "Jungkook belum balik juga? Seberapa parah sih kecelakaannya sampai bolos empat hari?"

"Entahlah, kata Wonwoo kecelakaan kecil?" kata Taehyung, memakai karet pelindung gigi. "Tapi dia bilang mungkin tiga hari lagi dan seharusnya antara kemarin atau hari ini."

"Ingatkan aku untuk menjitak kepalanya kalau dia bolos sampai besok." Kata Yugyeom bergairah.

"Aku juga mau menendang bokongnya!" Jimin berseru kurang jelas terhalang pelindung gigi.

"Seharusnya kalian menjenguknya atau apalah, siapa tahu dia sungguhan sakit." Kata Taehyung, sekarang memakai kacamata pelindung.

Mata Jimin membulat tak terima di balik kacamata pelindungnya. "Tapi tetap saja, bolos empat hari itu keterlaluan, dan juga―"

"Cukup sudah obrolan disana!" kata Profesor Sprout tegas, mendatangi mereka dan tampak galak. "Kalian ketinggalan, yang lain sudah mulai dan Mr. Min bahkan sudah mendapatkan hampir seperempat polong!"

Mereka berpaling. Mr. Min―benar, Yoongi duduk dengan bibir yang berdarah dan beberapa cakaran di sisi pipinya, tanganya memegang benda seukuran buah anggur tapi berwarna hijau dan menjijikkan.

"Oke, Profesor. Kami mulai sekarang." Kata Jimin buru-buru. Dia merona hingga ke leher saat Yoongi sempat berpaling menatap mereka.

Yugyeom berbisik pelan setelah Profesor Sprout berbalik lagi, "Dia menyukai Yoongi?"

"Tidak. Siapa bilang?" kata Jimin segera, tampak gusar yang terlihat aneh di mata Yugyeom dan Taehyung. Mereka berdua melirik satu sama lain dengan binar jahil di mata Taehyung dan binar licik di mata Yugyeom―tipikal Slytherin yang licik, pikir Taehyung.

"Ayo.. sebaiknya kita mulai." Jimin memandang mereka, masih merona kemudian menarik napas dalam-dalam sebelum menyerbu batang berbonggol-bonggol Snargaluff.

Batang itu langsung hidup, sulur-sulur panjang berduri seperti belukar menjulur-julur dari bagian atasnya dan melecut-lecut di udara. Satu sulur membelit poni Yugyeom dan pemuda itu berseru-seru panik hingga Taehyung memukulnya dengan sekop. Jimin berhasil menangkap beberapa sulur dan mengikatnya menjadi satu. Di tengah dahan yang melecut kesana kemari seperti tentakel sebuah lubang terbuka. Taehyung langsung memasukkan lengannya dengan berani, dan sialnya lubang itu langsung menutup seperti perangkap di sekitar lengan atasnya. Jimin dan Yugyeom bersamaan menarik sulur-sulur itu, memaksa lubang itu membuka lagi dan Taehyung dengan cepat menarik keluar tangannya, jari-jarinya menggenggam polong menjijikkan seperti yang dipegang Yoongi―dan sulur-sulur itu meluncur kembali ke dalam dan batang berbonggol itu tampak seperti sebelumnya, tidak berbahaya seperti potongan kayu biasa.

Taehyung menjatuhkan polong ke dalam mangkuk dengan wajah jijik―yang sayangnya dilihat oleh Profersor Sprout. "Jangan jijik, langsung pencet, paling baik saat masih segar!" seru Profesor Sprout.

Jimin mengambil mangkuk, memencet polong sekuat tenaga dengan menekan kedua tangannya, kemudian dia berdiri dan kembali memencet polong itu. "Sial―apa-apaan ini." Dan begitu Jimin mengatupkan mulutnya, polong terpental melewati jarinya hingga membentur langit rumah kaca dengan suara ctak keras. Jimin meringis malu, kemudian pergi mengambil polongnya yang jatuh di depan kelas. Sewaktu dia kembali, Taehyung dan Yugyeom kembali bergulat dengan batang berbonggol itu, berusah sebisa mungkin tidak berakhir dicekik sulur-sulur ganas.

"Berikan padaku, Jimin."

Jimin melotot tak percaya saat Yoongi datang ke meja mereka, mengambil mangkuk berisi polong di tangannya. Jimin tampak salah tingkah saat Yoongi berdiri di sebelahnya.

"Kemari, kau bisa menusuknya untuk mengeluarkan isinya." Kata Yoongi, Jimin malu-malu bergeser mendekat, melihat tangan Yoongi yang memegang benda menjijikkan itu. Yoongi menusuknya dengan ujung gunting dan polong itu berhasil membuka, sehingga mangkuk sekarang terisi akar umbi berwarna hijau pucat yang menggeliat-geliat seperti cacing.

"Kena!" teriak Yugyeom, menarik polong kedua dari dalam batang. Kemudian dia melongo, menatap Yoongi yang berada di meja mereka dan Jimin yang tampak malu-malu. Yugyeom menyikut lengan Taehyung, menarik perhatiannya.

"Sepertinya tanpa Jungkook pun, kita jadi Fantastic Four sungguhan." Komentar Yugyeom pelan.

Taehyung mengerjap, sepertinya harapan awal tahun pelajarannya benar-benar menjadi harapan semu.

.

.


.

.

Taehyung bertemu dengan Namjoon di ruang rekreasi sebelum sarapan esok paginya. Bersama-sama menuju Aula Besar, Taehyung berharap menemukan sosok Jungkook di hari kelimanya di Hogwarts. Mendengus kesal saat tidak menemukan kepala Jungkook, Taehyung beralih bercerita dengan Namjoon, tentang kelas Herbologinya kemarin selama mereka sarapan.

"Aku setuju dengan Jimin, aku akan menendang bokong anak itu kalau bolos lagi hari ini." Komentar Namjoon.

"Absen, hyung. Absen." Ralat Taehyung. "Tapi bukan itu poinnya, maksudku―Jimin dan Yoongi. Yoongi yang itu―si manusia dingin dari Slytherin!" kata Taehyung buru-buru.

Namjoon terkikik. "Memang kenapa kalau mereka bersama?"

"Justru itu." Kata Taehyung, menyuapkan sup bawang yang masih mengepulkan uap panas. "Yoongi itu cuek sekali, tapi Jimin bisa memerah sampai leher saat mereka sebelahan. Apa Yoongi menyukai Jimin juga?" tambah Taehyung, kali ini suaranya berbisik lirih takut ada yang mendengar obrolan mereka berdua.

Namjoon mengedikkan bahu. "Yeah, mungkin dia sama sepertimu? Sama-sama tertarik dengan bocah Busan. Dia kan, sama-sama dari Daegu. Lagipula Yoongi orang yang baik, dia ramah."

Taehyung melotot, mulutnya berseru keras. "Ooh! Daegu? Serius?! Karena itu aku merasa familiar dengan wajahnya!" katanya kemudian tertawa, Namjoon menggeleng-gelengkan kepala tidak paham dimana letak lucunya hingga Taehyung tertawa. Dia memilih menyantap sarapannya hari ini―semangkuk sup bawang dan roti.

Usai Namjoon menyelesaikan sarapan, dia tetap tinggal di tempat, menunggu Taehyung menyelesaikan miliknya.

"Kelas apa hari ini?" tanyanya basa-basi.

Taehyung mengangkat tangan isyarat menunggu saat meneguk jus labunya, kemudian dia mengeluarkan perkamen dari kantung jubahnya―daftar pelajaran yang dibawanya kemana-mana karena Taehyung tidak berniat mengingatnya.

"Um―aku tidak ada pelajaran sekarang… dan kosong sehabis istirahat… dan kelas Transfigurasi sehabis makan siang… Asyik! Dua kali jam kosong." kata Taehyung senang, memandang daftar pelajarannya.

"Aku ada kelas Ramalan di jam pertama." Keluh Namjoon.

Taehyung terkekeh, merasa senang karena tidak mendapat kelas Ramalan di jam pertama―bisa-bisa dia tertidur selama pelajaran.

Taehyung dan Namjoon berjalan sepanjang koridor. Hingga Namjoon membuka mulut, "Kau mau kemana? Tidak kembali ke ruang rekreasi?" tanyanya.

Taehyung menggeleng, menatap Namjoon senang. "Mau ke ruangan Profesor Cho, mau bertemu Chopa!" serunya bersemangat.

Namjoon meringis ngeri, yang dimaksud Chopa adalah acromantula sebesar lengan yang berada di ruangan Profesor Cho, guru Pemeliharaan Satwa Gaib. Adik sepupunya memiliki ketertarikan yang aneh untuk makhluk berbahaya.

"Baiklah, aku berbelok disini. Sampai jumpa, Tae." Namjoon melambaikan tangan, berpisah di koridor lantai dua. Taehyung melambaikan tangan semangat, sebelum menuju ke ruangan Profesor Cho yang berada di sayap kiri kastil.

.

.


.

.

Taehyung berputar-putar di koridor lantai tiga.

Ruangan Profesor Cho kosong, jadi dia tidak punya kerjaan menarik yang bisa dilakukannya pagi ini. Mungkin kalau ada Jungkook disini mereka bisa bersama-sama mencari Peeves, kemudian menjahili hantu jahil itu sampai Profesor McGonagall menemukan mereka setelah membuat kekacauan.

Tapi sayangnya Jungkook belum kembali dan itu membuat Taehyung kesal. Sudah lebih dari empat hari dan pemuda itu belum menampakkan batang hidungnya.

Berlalu-lalang di koridor, Taehyung mengamati kanvas-kanvas lukisan yang bergerak. Sesekali dia mengajak bicara salah satu lukisan―kebiasaannya sejak tahun pertama. Taehyung berjalan sampai di depan lukisan Nyonya Gemuk, penjaga asrama Gryffindor.

"Mau masuk, Taehyung?" tanya Nyonya Gemuk.

Taehyung menggeleng ceria. "Tidak Nyonya, mau jalan-jalan dulu." Katanya, kemudian kembali berjalan.

Taehyung tidak tahu kakinya membawanya kemana, dia hanya berjalan menyusuri koridor dengan kaca-kaca jendela tinggi. Sesekali dia berhenti, memandangi langit-langit dengan awan berarak. Cuaca cerah untuk akhir musim panas, sebelum angin dingin datang dan membawa hujan di musim gugur. Saat dia berhenti dan memandangi langit-langit, Taehyung akan bertanya-tanya kenapa Topi Seleksi memilihnya di Gryffindor.

Kakak beradik tidak harus masuk ke asrama yang sama. Itu yang dia pikirkan, meski dia dan Namjoon bersaudara, Taehyung tidak merasa dia seberani Namjoon―tapi Namjoon juga cerdas dan Taehyung rasa Ravenclaw juga cocok untuk kakak sepupunya.

Ravenclaw? Taehyung tidak merasa dia cocok menjadi Ravenclaw. Membawa buku kemana-mana dan masuk kelas tepat waktu bukan Taehyung sekali―ingat, Taehyung sangat alergi dengan buku yang berisi tulisan semua. (Kemudian dia terkekeh saat mengingat Jeon Wonwoo dan Jeon Jungkook yang sama-sama suka membawa buku tebal dan masuk kelas sejam sebelum kelas dimulai.)

Hufflepuff? Taehyung rasa dia cocok menjadi bagian asrama jubah kerah kuning itu. Jimin dan Hoseok adalah orang yang ceria, pantas mereka berdua masuk ke Hufflepuff. Mereka juga orang yang bekerja keras. Taehyung juga ceria, kan? (Tapi kemudian dia menggeleng-gelengkan kepala mengurungkan niat karena dia tidak sebekerja keras Hoseok atau Jimin―mengerjakan esai enam paragraph saja Taehyung terus menunda-nunda.)

Slytherin? Um―Taehyung hanya tidak ingin. Dia rasanya tidak betah kalau harus memiliki ruang rekreasi di bawah tanah dan satu teman asrama dengan Yoongi yang dingin―walau kata Namjoon sebenarnya pemuda Min itu ramah dan baik―meski tidak semua anak Slytherin seperti Yoongi yang dingin, Seokjin misalnya. (Kemudian Taehyung bergidik membayangkan Seokjin yang setipe dengan Jungkook―ambisius dan tidak mau kalah.)

Mungkin, Topi Seleksi itu benar. Dia tidak salah memilih Taehyung untuk menjadi bagian dari Gryffindor. Setidaknya Taehyung setia kawan dan―

"Melamunkan kenapa kau masuk ke Gryffindor lagi, Kim Taehyung-ssi?"

Taehyung tersentak. Dia berbalik. Di ujung, pria dengan jubah hitam yang tersibak karena angin berdiri di tengah-tengah koridor, kemudian mengambil langkah menuju Taehyung dengan dramatis. Mata Taehyung membola, terkejut dan menampakkan cengiran kotaknya sebelum berlari.

"Jungkook-ie!" Teriaknya keras.

Kemudian pemuda Gryffindor itu melemparkan diri ke pemuda yang memiliki tinggi yang sama. Jungkook-ie, Jungkook, Jeon Jungkook. Orang yang selama ini Taehyung cari.

Jungkook tertawa, berpelukan dengan Taehyung dan melonjak-lonjak gembira. Kemudian Taehyung menjitaknya keras dan memukul bokongnya, sambil tertawa-tawa dengan wajah luar biasa gembira. Jungkook tidak sampai hati mau balas memukul Taehyung, apalagi saat kini Taehyung bergelayutan di punggungnya―piggy back ride―kebiasaan si Kim yang tidak pernah hilang.

"Kau lama sekali. Menyebalkan." Taehyung menggerutu. Jungkook cekikikan hingga matanya menyipit.

"Aku juga merindukanmu, Taehyungie." Balasnya.

"Aku tidak berkata apa-apa, bocah sialan." Taehyung memukul kepala Jungkook, tapi nyengir lebar saat bergelantungan seperti anak monyet di punggung Jungkook.

"Jadi―kau sudah menemukan jawabannya?" tanya Jungkook saat Taehyung turun dari punggungnya.

"Jawabannya?" ulang Taehyung. "Tentu, kurasa sudah." Tambahnya dengan cengiran kotaknya. Kemudian Taehyung merangkul pundak Jungkook, berjalan ke pinggir koridor untuk berhenti memandangi langit-langit. Kembali memandangi awan, saat angin musim panas bertiup, Taehyung berpikir.

Bagaimana Topi Seleksi memilih Jeon Jungkook?

.

.

.

.

SEASONS

SUMMER

FIN


.

.

Celestaeal's Note

Halooo~

Seperti judulnya, Seasons. Akan ada 4 musim untuk cerita singkat dengan Hogwarts!AU ini.

Oh ya, Mari bermain tebak-tebakan!

Dimana Topi Seleksi memilih Jeon Jungkook?

Ditunggu selalu tanggapannya.

.

.

.

Feel free to chat me!
[Wattpad : Celestaeal || Instagram : celestaeal]