Hai semuanya!! Heavel desuu!! Fanfict KHR keduaku yang lumayan panjang! *bangga* *disepak* XD XD
Title : Unavoidable Death
Setting : di masa depan, sebelum Tsuna dkk nympe ke masa 10 tahun yang akan datang.
Pairing : 1827 (Ini fanfict yaoi, guys!! Jangan baca kalo gak suka!)
Disclaimer : Katekyo Hitman Reborn jelas buka milik saya lah. Nama pengarang KHR kan Amano Akira, bukan Heavel Veldargone atau G. T.=)) =))
So… ENJOY!!!
Kematian.. seperti apa rasanya??
Itulah apa yang menjadi beban pikiran boss ke-10 Vongola, salah satu keluarga mafia terkenal di Itali, Sawada Tsunayoshi yang 1 bulan yang lalu genap berusia 23 tahun. 9 tahun sudah berlalu sejak ia pertama kali mengetahui bahwa dirinya adalah calon boss Vongola dan sudah 6 tahun berlalu sejak ia secara resmi menjadi boss Vongola dan mulai melaksanakan tugasnya, di usianya yang masih tebilang muda.
Kematian.. itulah hal yang paling sering ada di keseharian pria berambut coklat itu, Kematian tidak pernah pergi dari kehidupan gelap para mafia. Kematian adalah hal yang sudah 'biasa' di kehidupan tersembunyi ini. Membunuh atau dibunuh, itulah hokum paling utama yang ada untuk seluruh Mafioso.
Tsuna menghela nafas dan menggelengkan kepalanya perlahan, berusaha mengusir pikiran tentang kematian yang ia tahu akan ia rasakan dalam waktu dekat. Tsuna memandang lesu tumpukkan dokumen yang menggunung di atas meja, (sampai-sampai menutupi telepon yang ada di meja) di ruangannya yang cukup luas itu.
Ruangan itu berukuran 6 X 7 meter beralaskan karpet merah dengan lis emas. Dua buah sofa, beserta meja kecil (yang penuh tumpukkan dokumen yang sudah diperiksa Tsuna) diletakkan di tengah-tengah ruangan. Di sudut ruangan, ada sebuah lemari dengan kaca dan disebelahnya lagi ada pintu yang aksesnya langsung ke kamar Tsuna. Langit-langit berhiaskan lampu kristal dan juga lambang Vongola yang terbuat dari emas asli. Di dinding ruangan, ada 9 pigura foto besar, yang menampilkan 9 boss terdahulu Vongola.
Tsuna menyeruput kopinya yang sudah agak dingin dan memijat kepalanya. Sudah 3 hari ia tidak tidur karena pekerjaannya yang sangat banyak itu, terlebih lagi di masa kritis ini. Vongola sedang dalam pertempuran melawan Millefiore yang merupakan gabungan dari 2 famili. Sebelum Vongola, setahun terakhir ini, Millefiore telah banyak mengalahkan atau lebih tepatnya menghancurkan famili-famili lain.
Tanpa Tsuna sadari, pikirannya kembali melayang ke pemikiran tentang kematian. Hidup di lingkungan mafia apalagi menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah. Tsuna masih ingat saat pertama kali, ia harus memutuskan, membunuh atau dibunuh. Keputusannya untuk memilih opsi yang pertama sempat membuat Tsuna shock selama hampir 1 minggu. Tsuna harus bisa memiliki hati yang dingin. Tidak ada pilihan lain karena itulah peraturannya… membunuh atau dibunuh..
Nyawa Tsuna seringkali berada dalam cengkeraman maut namun berkali-kali ia berhasil meloloskan diri. 'Namun tidak setelah ini..' batin Tsuna tertawa kecil mensyukuri keberuntungannya lolos dari semua percobaan pembunuhan yang dihadapkan untuknya.
Teng… teng.. teng..
Tsuna melihat kearah jam dinding dan berdecak letih. Pukul 4 sore. Sudah hampir 8 jam, ia berada di ruangan ini, bekerja tanpa henti hanya ditemani kopinya dan diselingi Gokudera yang datang dan pergi membawakan dan mengambil dokumen-dokumen tersebut.
"Setengah jam lagi.. sebaiknya aku beritirahat sejenak." gumam Tsuna beranjak pergi dari ruangannya menuju ke pintu yang ada di sebelah kanannya. Tsuna memegang kenop dan menoleh ke belakang lagi lalu menghela nafas. Berapa hari lagi ia harus lembur?
Ruangan kamar Tsuna lebih kecil dari ruang kerjanya. Lantai masih beralaskan karpet merah, namun kali ini berhiaskan lambang Vongola yang menggunakan benang emas. Di dinding yang paling dekat pintu ada sebuah ranjang ukuran besar dengan 2 meja kecil mengapit tiap sisinya. Di atas meja yang sebelah kiri ada sebuah telepon dengan pigura-pigura foto sedangkan di meja yang lain ada lampu tidur. Sebuah sofa diletakkan di depan ranjang besar. Di sisi depan dari pintu ada lemari yang cukup besar berisikan pakaian-pakaian Tsuna dan tak jauh di sebelahnya ada pintu menuju kamar mandi.
Tsuna menguap letih lalu mencuci mukanya dan memandang pantulan dirinya di cermin. Muka Tsuna terlihat sangat letih dengan warna hitam di bawah kedua matanya dan menurut Tsuna, mukanya betul-betul menunjukkan betapa berat beban pekerjaan yang ia pikul. Namun bukan berarti Tsuna menganggap dirinyalah yang paling sibuk. Ia tahu semua guardian serta semua anggota Vongola juga menghadapi beban yang sama atau bahkan mungkin lebih berat dari Tsuna.
Tsuna mengucek matanya lalu meregangkan tubuhnya dan berbaring di ranjangnya yang terasa sangat empuk dan hangat juga sangat menghipnotis. Tsuna memeluk bantal yang ada di dekatnya dan memejamkan mata. "Hanya sebentar… tidak apa-apa kan?" batin Tsuna melepaskan segala lelah yang ada di pundaknya saat itu..
Tok Tok Tok…
Terdengar suara ketokan pintu di pintu ruang kerja Tsuna dan lalu pintu itu terbuka. Tampak di ambang pintu dua orang pria berumur kurang lebih sama dengan Tsuna. Yang satu memiliki rambut hitam gelap yang rada spiky dengan senyum kecil menghiasi wajahnya dan yang seorang lagi memiliki rambut perak panjang yang diikat kuncir kuda dan mata hijau yang menunjukkan keseriusan. Mereka adalah dua dari guardian Tsuna yaitu Yamamoto Takeshi dan Gokudera Hayato.
"Jyuudaime? " Gokudera memanggil Tsuna sambil melihat sekeliling kantor yang kosong yang hanya berisi tumpukkan kertas laporan sambil meletakkan beberapa map di atas sofa di tengah ruangan. "Dimana dia?"
Yamamoto ikut meletakkan map miliknya di atas sofa dan berjalan mengecek ruangan menuju ke arah jendela. "Yang pasti Tsuna tidak diculik, Gokudera… tidak ada tanda-tanda…" kata Yamamoto sambil nyengir dan menunjuk jendela.
"Tentu saja bodoh! Kita akan langsung mengetahuinya kalau ada yang menculik Jyuudaime!—" ujar Gokudera kesal dengan kebodohan si pemilik cincin hujan."Haa.. dia pasti ada di kamarnya. " lanjut Gokudera sambil mengetuk pintu kamar Tsuna dan lalu melangkah masuk ke kamar Tsuna diikuti Yamamoto yang masih nyengir gak jelas.
Gokudera menghela nafas lega melihat sesosok orang yang sedang terlelap diatas ranjang itu. Tsuna masih memakai pakaian kerjanya, tidur memeluk bantal dengan nyenyaknya. Walaupun Tsuna sepertinya melupakan rapat yang akan diadakan sekarang, Gokudera sangat senang melihat bossnya yang tercinta ini tertidur pulas. Dia merasa sangat kasihan dengan Tsuna yang hampir tiap hari lembur dan tampak sangat kelelahan dengan semua masalah yang sedang dialami Vongola.
"Tsuna tidur nyenyak sekali… Apakah kita sebaiknya membatalkan rapat kali ini?" tanya Yamamoto berbisik ke Gokudera tersenyum seperti layaknya seorang ayah dan Tsuna adalah anaknya. Gokudera menggeleng tidak senang dan memandang sedih bossnya.
"Tidak, kau tahu sendiri sifat Jyuudaime.. Ia akan marah kalau kita membatalkan rapat karena ia sedang tidur. Ia selalu menomor satukan Vongola. " jawab Gokudera sedih dibalas dengan anggukan Yamamoto yang memang sudah tahu jawabannya, namun ia masih ingin mencoba.
"Jyuudaime? Rapat sudah akan dimulai…." Bisik Gokudera membangunkan Tsuna memegang pundak Tsuna yang jauh lebih kecil daripada Gokudera dan Yamamoto. Tsuna hanya menggeliat di atas tempat tidurnya lalu perlahan membuka matanya.
"Go-gokudera? Oh.. ya.. ma-maaf.. aku tertidur.." ungkap Tsuna yang menguap lebar dan mengambil posisi duduk dan mengucek matanya. Tsuna menggelengkan kepalanya lalu tersenyum lembut ke Gokudera dan Yamamoto. "Ayo kita mulai rapatnya.."
Tsuna beranjak dari tempat tidurnya, mencuci mukanya lalu menuju ke arah ruang kerjanya diikuti Gokudera dan Yamamoto. Tsuna mengecek jam tangannya. Pukul setengah 5 lewat 5. Tsuna menghela nafas lalu menekan beberapa tombol di atas meja kerjanya dan tak lama kemudian terdengar bunyi mesin bergerak dan muncul 3 buah layar monitor dari atas langit-langit yang menampilkan muka 3 orang guardian Vongola.
Di layar pertama di sebelah kiri, ada sesosok pria yang berambut perak seperti Gokudera (atau malah bisa dibilang putih) yang tampak penuh semangat dan kita tahu bahwa namanya adalah Sasagawa Ryouhei, pemilik cincin matahari.
"Yo Tsuna!! Kau tampak kelelahan sampai extreme!" ujar Ryohei sambil menunjuk muka Tsuna yang memang tampak sangat berantakkan.
"Aku baru saja bangun.. aku ketiduran, Ryouhei-niisan.." balas Tsuna sambil tersenyum lemah.
"Kufufu.. kau sebaiknya beristirahat, Tsunayoshi-kun. Bila kondisi tubuhmu tidak baik, bagaimana aku mengambil alih tubuhmu??" sahut Mukuro, yang sekarang rambut nanas panjangnya diikat, sambil ber-kufufu lagi dari layar tengah.
Tiba-tiba muncul seorang wanita cantik di layar tengah yang memiliki rambut panjang sebahu dengan eyepatch di mata sebelah kanannya.. Wanita itu bernama asli Nagi, namun umum dikenal sebagai Chrome, guardian Mist yang seorang lagi selain Mukuro.
"Mukuro-sama!! Jangan bercanda terus!" ujar Chrome tegas menatap serius Mukuro, lalu mengalihkan pandangannya ke Tsuna. "Hi Boss! Aku kangen!"
Tsuna hanya tertawa menanggapi duo mist itu. Di pihak lain, Gokudera sudah mulai akan marah-marah ke Mukuro bila tidak ditahan Yamamoto karena gurauan (ataukah memang pernyataan?) dari Mukuro. Namun karena itu, Gokudera jadi marah ke Yamamoto dan Ryouhei pun ikut bergabung dengan mereka. Walaupun tidak secara langsung, tetap saja sudah ribut.
"Bisakah kalian diam dan memulai pertemuan yang sudah terlambat 10 menit ini, jika tidak… Kami Korosu.."
Hening sesaat. Tsuna cuma bisa diam, mensyukuri Hibari tidak ada di ruangannya, jika tidak jelas ruang kerjanya ini sudah hancur karena para guardiannya yang mungkin (atau pasti) akan mulai bertarung satu sama lain..
"M-maaf Hibari-san karena keterlambatan yang kubu—"
"Dasar kau bodoh Hibari Kyoya.. bagaimana bisa kau menggigit orang kalau kau tidak berada dalam 1 ruangan dengan orang tersebut?—" potong Mukuro lalu ber-kufufu ria lagi, "dan kau Tsunayoshi-kun.. tidak perlu minta maaf pada diri—"
Terdengar bunyi besi bersentuhan, dan seperti yang sudah diduga, Hibari mengeluarkan kedua tonfanya. "Aku akan memastikan untuk membunuhmu nanti, Rokudo Mukuro… "
"Kufufu.. ayo kita bertarung, Hibari Kyoya…" ujar Mukuro menyanggupi tantangan Hibari sambil mengeluarkan tridentnya. Di pertengkaran lain, Ryouhei sudah sibuk berteriak tentang kadar 'extreme', Yamamoto hanya tertawa dan Gokudera sudah mulai mengeluarkan dinamitnya. Tsuna menatap semua itu dalam diam lalu menghela nafas lelah.
Tsuna menunggu… tidak ada yang berhenti. Semuanya masih sibuk perang mulut. Tsuna tidak bisa menahan rasa kesalnya lagi.
"Diam! Bisakah kalian tenang sedikit? Kita akan memulai rapat—" semua orang menatap ke arah Tsuna, yang sudah masuk dalam mode seorang-boss-mafia, dalam diam dan Tsuna melanjutkan,"rapat yang penting karena berkaitan dengan posisi Vongola menghadapi Millefiore. Aku harap kalian mengerti…"
Semuanya, kecuali Mukuro dan Hibari menggumamkan kata 'maaf' lalu mulai mengambil posisinya masing-masing dan rapatpun dimulai.
"Juudaime! Acara perundingan itu pasti merupakan tipuan! Anda tidak bisa pergi ke sana menemui boss Millefiore itu.." ujar Gokudera menolak pernyataan Tsuna yang akhirnya memutuskan untuk megikuti perundingan dengan Millefiore 1 minggu dari sekarang.
"Aku setuju.. kau harus memikirkannya sekali lagi, Tsuna.. Resikonya terlalu besar.. kau bisa saja terbunuh…" timpal Yamamoto yang sedang dalam mode seriusnya yang diikuti penolakan yang lain, kecuali Hibari yang hanya diam seakan tidak peduli.
"Ini sudah keputusanku. Memang besar kemungkinan ini merupakan jebakan, Tapi apabila ada 1% kemungkinan perdamaian bisa terwujud melalui negosiasi itu, aku akan pergi—" Tsuna merasa suaranya tercekat di tenggorokkannya.. "Aku tidak akan mengubah keputusanku. Aku akan pergi.." jawab Tsuna dengan serius.
Ruangan itu sunyi kembali, dan Tsuna mengerti bahwa diam mereka berarti 'ya'. "Terimakasih dengan pengertian kalian.." ujar Tsuna tersenyum sedih.
'Sekarang.. tinggal menunggu waktu..'
Tsuna menarik nafas dalam-dalam lalu menutup rapat itu.
"Baiklah, rapat kali ini selesai.. kerjakan tugas kalia kembali.." ujar Tsuna lalu membubarkan mereka. Gokudera dan Yamamoto keluar dari ruangan Tsuna dengan raut muka tidak senang bercampur sedih. Dua dari layar monitor mati lalu terdengar bunyi mesin lagi dan kedua benda itu masuk ke tempat asalnya.
Sekarang Tsuna hanya bersama dengan tumpukan dokumen dan juga layar monitor yang masih ada disana. Tsuna menghela nafas dan tersenyum sedih ke pria pemilik cincin awan itu.
"kau ingin berbicara denganku, Hibari-san..?"
Sunyi sesaat..
"Aku ingin memastikan bahwa keputusanmu betul-betul sudah bulat.."jawab Hibari datar menatap tajam Tsuna yang dibalas dengan tawa kecil yang terdengar hampa.
"Inilah satu-satunya jalan. Semua, kuharap akan berjalan sesuai rencana—" Tsuna menghela nafas lalu melanjutkan, "Oh ya.. jangan lupa tentang pertemuan kita untuk rencana itu 5 hari lagi.."
"Aku tidak akan lupa.."
Dan dengan jawaban singkat itu, layar monitor mati dan kembali masuk ke tempat asalnya. Tsuna kembali dikelilingi oleh kesunyian dan tersenyum lemah..
"Apakah akan sakit?" gumam Tsuna lalu mulai mengerjakan tugasnya lagi.
Dua hari sebelum pertemuan pihak vongola dan Millefiore, hari diadakannya pertemuan antara Tsuna dan Hibari juga Irie Shouichi yang merupakan ally Vongola yang bekerja di Millefiore. Pertemuan diadakan di base tempat tinggal Hibari yang bernuansa Jepang.
Hibari dan Tsuna, yang keduanya mengenakan yukata masing-masing berwarna ungu tua dan orange pucat, duduk diam diatas tatami dengan kesunyian yang menyelimuti. Tsuna meneguk teh hijaunya yang terasa pahit di lidahnya lalu menghela nafas dan dengan sabar menunggu. Tak lama kemudian terdengar bunyi pintu digeser dan muncullah Irie Shouichi yang mengenakan kemeja dan jas formal.
"Maaf atas keterlambatanku. Terhambat saat ingin keluar base.." ujar Irie meminta maaf lalu mengambil posisi duduk lalu membuka tasnya dan mengeluarkan 2 buah map yang masing-masing diserahkan ke Hibari dan Tsuna. Mereka berdua hanya membaca dalam diam dan sesaat kemudian Tsuna menutup mapnya.
"Jadi.. mesin itu sudah bisa digunakan, Irie-kun?"
"Ya, Tsunayoshi-kun..semua sudah beres. Kita tinggal menunggu pelaksanaannya.." jawab Irie meneguk tehnya dan membetulkan posisi kacamatanya. Hibari hanya diam tanpa ekspresi dan Tsuna tersenyum kecil.
"Apakah Byakuran sudah mulai curiga denganmu?"
Irie menggeleng pelan. "Belum.. tidak ada perubahan tingkah laku dari Byakuran-san, maka bisa kuasumsikan kalau dia belum mengetahui satupun rencana kita.."
"Jangan sampai rencana ini bocor kecuali sudah tiba saatnya untuk diberitahu. Semua sudah tersusun dengan baik.. jangan sampai ada kesalahan—"
"Apakah kau akan menepati janjimu, Tsunayoshi?" tanya Hibari memotong perkataan Tsuna. Tsuna hanya memandang sedih Hibari dan mengangguk sambil tersenyum.
"Ya.. tentu aku akan menepati janjiku denganmu, Hibari-san.. Jangan terlalu berlebihan melatihku nanti.. jika tidak rencana akan gagal di tengah jalan.."
"Kau tidak perlu mengingatkanku.." balas Hibari dingin yang diikuti dengan helaan nafas Tsuna.
"Tsunayoshi-kun, bagaimana kalau rencana ini sampai bocor?" tanya Irie yang membuat nafas Tsuna sedikit tercekat dan Tsuna lalu tersenyum ke Irie.
"Berarti.. pertaruhanku gagal dan kita harus menggunakan cara terakhir yang kau tahu apa. Tapi.. untuk sekarang jangan memikirkan setiap perandaian. Pikirkan bahwa kita akan berhasil" ujar Tsuna mengepalkan tangannya tersenyum berusaha meyakinkan Irie dan juga dirinya sendiri. Irie melihat jam tangannya..
"Aku harus kembali.. Semoga keberuntungan berpihak pada kita.. Aku permisi.. Hibari-kun, Tsunayoshi-kun.." ujar Irie bangkit berdiri dan keluar ruangan tanpa menunggu balasan dari Hibari dan Tsuna. Diam sejenak, Tsuna menghela nafas dan bangkit berdiri juga.
"Maka akupun akan kembali bekerja, Hibari-san—"ujar Tsuna berjalan menuju pintu geser lalu membukanya dan berhenti sesaat. Sekali lagi, kesunyian menyelimuti ruangan itu. Hanya terdengar suara air mengalir dan suara kicauan burung, namun semua itu tidak bisa mengalahkan kesunyian yang mendominasi. Tsuna menggigit bibir bahwanya dan menoleh ke Hibari sambil tersenyum paksa,"Kalau kau bisa.. aku ingin menemuimu sebelum aku berangkat ke pertemuan itu, Hibari-san.."
Tidak ada jawaban.. dan Tsuna tahu bahwa itu berarti ya. "Aku akan menemuimu jam 10, Hibari-san… sampai nanti.." dan Tsuna pun menutup pintu geser dan meninggalkan Hibari sendiri di ruangan itu.
Tsuna mengenakan jas formal dan jubah yang biasa ia pakai saat akan hadir dalam pertemuan resmi. Sebagai seorang boss mafia, sangat penting untuk menunjukkan kekuatan serta kekuasaan secara tidak langsung setiap saat, karena jelas sangat menguntungkan. Tsuna melirik jam tangannya lalu berjalan kedalam base Hibari.
Tsuna disambut oleh Kusakabe Tetsuya, orang kepercayaan Hibari dan bekas wakil ketua komite kedisiplinan Namimori, yang tersenyum ramah. Kusakabe mengantar Tsuna ke ruangan paling ujung dari koridor dan menggeser pintu.
"Kyo-san.. Sawada-san telah datang.." ujar Kusakabe dengan amat formal yang dibalas dengan anggukan Hibari dan Tsuna pun melangkah masuk ke ruangan tatami itu. Kusakabe menuangkan teh ke gelas Tsuna dan meninggalkan ruangan. Tsuna menyeruput tehnya lalu tersenyum.
"Sekaranglah saatnya, Hibari-san—"Tsuna diam sesaat memperhatikan Hibari yang tidak memandang Tsuna, namun menatap keluar ruangan, Tsuna lalu melanjutkan, "Aku akan mati kali ini..."
Hibari masih tidak bergeming, tidak peduli.
"Apakah Hibari-san tahu kenapa aku memutuskan untuk merencanakan hal ini denganmu, tidak dengan Reborn Gokudera, Yamamoto atau yang lain?—" Masih tidak ada jawaban,"Itu karena Hibari-san yang paling bisa mengerti keputusanku dan keinginanku. Aku yakin mereka pasti akan melarangku untuk mengorbankan diri… namun tidak Hibari-san dan itu sangat membantuku. Hibari-san tidak peduli denganku.. dan itu .. sungguh membantu.." lanjut Tsuna lirih masih menatap Hibari.
"Apakah Hibari-san tahu arti keberadaan Hibari-san bagi ku? Sangat penting.. Hibari-san adalah orang yang sangat berarti walaupun Hibari-san tidak peduli padaku. Aku bersyukur mengenal Hibari-san.. namun.. seharusnya aku tidak pernah muncul dan melibatkan Hibari-san kedalam kehidupan mafia ini."
Tsuna berhenti dan mengecek jam tangannya. Jam 10 lewat 10. Perjalanan dari markas Vongola menuju ke tempat pertemuan cukup jauh.. dan Tsuna harus berangkat sekarang. Tsuna berdiri.
"Pindahkan base utama ke Jepang segera setelah muncul kabar. Aku harus pergi sekarang—" Tsuna berjalan kearah Hibari yang masih tidak memandang Tsuna. Tsuna setengah berjongkok sampai posisi mata Tsuna sejajar dengan mata Hibari. Tsuna meraih wajah Hibari dengan kedua tangannya, dan menatap mata abu-abu Hibari, lalu dengan cepat Tsuna mengecup bibir Hibari.
"Aku sangat menyayangimu, Hibari-san—" ujar Tsuna tersenyum sedih agak gemetar dan berjalan cepat meninggalkan Hibari yang kaget dengan apa yang dilakukan Tsuna tadi. Hibari lalu berdiri dan menangkap lengan Tsuna, kemudian mencium boss Vongola itu. Tsuna tidak melawan dan setelah beberapa saat kemudian, Hibari mengakhiri ciuman itu.
"Kau harus kembali, Tsunayoshi.." ujar Hibari pendek tidak menatap Tsuna yang berjalan keluar. Tsuna berhenti sesaat tanpa menoleh kebelakang,
"Sampai jumpa nanti, Hibari-san.." ujar Tsuna menutup pintu dan berjalan menuju takdir kematiannya. Tsuna merasakan pipinya basah dan mengelapnya cepat dan menatap lurus kedepan. Tidak ada jalan untuk kabur dari kematian kali ini. Setelah ini, semua tergantung oleh dirinya dan yang lain.
Bagaimana? Bagus gak?? Pasti masih banyak banget kekurangannya ya?? =3
Review ya!!! XD XD
Untuk cerita yang lebih baik~ XD XD
Don't forget~ or.. aku bakal suruh Goku-puppy gigit kamu!! *ditendang*
