I miss you
When I say that
I miss you more
I'm looking at your photo
But I still miss you
Seorang remaja berambut merah, sedang terduduk manis disofa kamarnya sembari matanya memandang keluar jendela, memandang butir-butir salju yang berjatuhan. Manik ruby itu memandang kosong, ia sedang berkutat dengan pikirannya, mengingat seseorang yang dirindukannya.
"Shintaro..." gumamnya.
Memang mereka sudah berbaikan, bahkan bermain bersama dalam satu tim saat melawan jabberwork, namun Akashi -remaja tersebut- merasa ia dan Shintaro memiliki jarak tak kasat mata, ia merasa tak bisa kembali seperti saat di teiko dulu dengan sahabatnya -kalau memang perasaanya hanya sebatas sahabat- tersebut.
"Kau menjauh shin..." gumamnya lagi. "Aku merindukanmu," lanjutnya, dan perasaan sesak mulai menyerang dadanya lebih dari sebelumnya.
"Tidak bisa ya?" tanyanya kepada diri sendiri, ia merasa sepi, sekarang sudah tidak ada dirinya yang lain, ia tak bisa berbagi lagi kesiapapun, dan ia kehilangan lagi. Manik ruby itu mengalihkan fokusnya ke sebuah bingkai foto dimeja nakas disamping sofa yang sedang ia duduki, terlihat foto dua anak lelaki berambut merah dan hijau sedang tersenyum ke arah kamera sembari berpelukan, keduanya terlihat sangat gembira. Perlahan tangan Akashi tergerak untuk mengambil bingkai tersebut.
"Hmmm." Akashi tersenyum melihat foto itu, tanganya mengelus pelan foto itu -lebih tepatnya hanya foto midorima-. Dan perasaan sesak itu kembali hadir.
Time is so cruel
I hate us
Now it's hard
To even see each other's faces
It's only winter here
Sekarang Akashi sedang berkumpul dengan kawan-kawan keajaibannya untuk reuni -Kise bersikeras mengajak mereka berkumpul dengan alasan reuni- di tokyo, apartement Kise, seperti saat SMP dulu, dan nanti mereka hanya akan membeli snack, berbagai makanan, dan minuman.
"Aku tak menyangka Akashichii akan datanggg~" ujar Kise memeluk Akashi yang disampingnya. Akashi sudah mahfum, semenjak dia kembali menjadi dirinya setelah winter cup, teman-temannya ini menjadi seperti ini, memeluk Akashi, menggandeng Akashi ketika pergi, dan kontak fisik lainnya yang semasa SMP tak pernah mereka lakukan. Alasannya? Ketika Akashi menanyakan hal itu mereka hanya menjawab 'kami tak ingin kehilangan Akashichii/Akashi/Ala-chin/Akashi-kun lagi', manis sekali pikir Akashi, namun disaat bersamaan sedih juga mereka tak menyukai dirinya yang lain, pedahal mereka persona yang sama. Namun setelah melawan jabberwork pandangan mereka kembali berubah, mereka mulai menerima Bokushi namun disaat mereka mulai menerimanya, Bokushi menghilang. Maka dari itu mereka berjanji akan menjaga Akashi sebagaimana Bokushi menjaganya.
Oke kembali kecerita.
Akashi masih mengelus kepala Kise yang kini tiduran dipahanya sembari ngobrol dengan Kuroko atau Murasakibara.
"Bagaimana kabar Kagami, Kuroko?" tanya Akashi
"Dia baik-baik saja, dia bilang dia bertemu banyak orang hebat disana," jelas Kuroko mendapat anggukan dari Akashi. "Akashi-kun tak ingin ke Amerika juga?"
"Hah? Aku? Kenapa?" tanya Akashi bingung.
"Akashi-kun pemain yang hebat, bahkan kau bisa setingkat dengan Nash, jadi kupikir bukan hal susah jika kau ingin menjadi pemain NBA," jelas Kuroko panjang lebar.
"Tidak Kuroko, aku akan fokus untuk menjadi penerus Otou-sama," jelas Akashi tersenyum.
"Heeehh~ Akashi sugoi na omae," seru Aomine dengan cengirannya.
"Hemm," Akashi tersenyum.
"Jangan terlalu mekasakan dirimu nanodayo," nasihat Midorima
DEGGG
perasaan sesak itu kembali muncul, sangat sulit untuknya merespon perkataan Midorima, bahkan hanya untuk melihat wajahnya.
"Heehh~ Aka-chin akan menjadi penerus Akashi corp. aku mau jadi apa yaa~?" kata Murasakabira, membuat Akashi menghela nafas lega karna tak perlu menjawab perkataan Midorima.
"Kau jadi koki saja Murasakibarachii kau kan suka makan," Kise ikutan nimbrung.
Dan akhirnya mereka asik berbincang tentang masa depan mereka.
Mereka keluar sekedar berjalan-jalan di sekitar.
Salju masih berjatuhan, dan Akashi masih menghindari Midorima sebisanya.
My heart makes time run
Like a Snowpiercer left alone
I wanna hold your hand
And go to the other side of the earth
To end this winter
Waktu berjalan cepat, sang surya pun sudah pulang ke asalnya beberapa saat yang lalu. Dan sekarang mereka sedang di konbini yang biasa mereka datangi saat SMP.
"Kangen sekali rasanya," kata Aomine tersenyum mengingat masa-masa SMPnya.
"Iya," sahut mereka.
"Tapi dulu Akashi jarang ikut nanodayo, kau sibuk dengan tugas-tugas yang tak habis-habis itu," gerutu Midorima
"I- ehm.. Itu tanggung jawabku Midorima," ucap Akashi sebelumnya sedikit terbata karna perasaan sesak yang kembali muncul.
"Sudah jam segini, aku harus segera pulang untuk menaiki kereta terakhir ke Akita," kata Murasakibara setelah melihat jam di handphonenya.
"Ah iya, ayo kita pulang Murasakibara, aku juga harus mengejar kereta untuk ke kyoto," ujar Akashi
"Kalian tidak menginap? Huwehh Akashichii," Kise memeluk Akashi -lagi- dan Akashi hanya tersenyum dan mengelus rambut Kise.
"Kita bisa bertemu lagi nanti," ujar Akashi menenangkan.
"Kalian menginap saja nanodayo, dan Akashi menginaplah dirumahku, ayah dan ibu menanyaimu,"
"Eh tidak perlu Sh- Midorima, aku besok ada meeting penting dengan Otou-sama," elak Akashi berbohong.
"Begitu? Baiklah,"
Ingin rasanya Akashi menariknya, menggenggam tangannya, dan berlari sejauhnya, seperti dulu saat mereka sangat dekat bahkan Akashi sering menginap dirumahnya. Berdua berjalan-jalan dipenghujung musim dingin dengan jemari bertautan, menunggu musim semi datang.
How much longing
Has to fall like snow
For the spring days to come?
Friend
Mereka sudah tiba di stasiun, Akashi sudah bersiap menaiki keretanya yang akan datang dalam beberapa menit lagi, Murasakibara sudah menaiki kereta sebelumnya menuju Akita.
"Akashi-kun hati-hati dijalan ya," kata Kuroko tersenyum simpul.
"Hati-hati Akashi," kali ini Aomine angkat bicara.
"Akashichii aku masih kangeennn," kata Kise memeluk Akashi lagi.
"Kau memeluk Akashi terus Kise, jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan."
"Siapa?!"
TETTTT
bunyi suara kereta menginterupsi perdebatan mereka, Kise melepaskan pelukannya, Akashi hanya tersenyum dan sedikit jinjit untuk mengelus kepala Kise.
"Kita akan segera bertemu kembali Kise," ujar Akashi tersenyum.
"Hati-hati nanodayo, salam untuk Ojii-sama," kata Midorima.
"Iya, jaa sayonara," kata Akashi segera menaiki keretanya.
Akashi memandangi keluar jendela melihat begitu banyak salju menutupi jalanan.
"Aku merindukanmu, sebanyak salju itu atau mungkin lebih banyak lagi," gumam Akashi.
"Apakah musim semi tahun ini kita bisa kembali seperti dulu? Kembali selalu bersama melihat bunga sakura," gumam Akashi lagi.
Like a small piece of dust
That floats in the air
If the flying snow is me
I could reach you faster
Akashi berjalan kerumahnya, diperjalanan ia melihat butir-butir salju yang berterbangan terkena angin, Akashi menghentikan langkahnya memperhatikan salju itu, begitu ringan, berterbangan diudara, terombang ambing angin, dan menghilang dengan cepat.
"Jika aku seperti itu mungkin angin akan cepat membawaku padamu Shin," gumam Akashi.
Snowflakes are falling
Getting farther away
I miss you
I miss you
How much more do I have to wait?
How many more nights do I have to stay up?
Until I can see you?
Until I can meet you?
Sudah dua minggu setelah hari itu. Akashi masih memikirkan pemuda berambut hijau itu sembari duduk disofa dan memandang salju yang berjatihan diluar jendela.
"Aku merindukanmu,"
Lagi
Kata-kata itu keluar lagi dan lagi dari bibir tipis itu, setiap sang empunya memikirkan sang pemuda hijau itu.
"Seijurou, besok ikut otou-sama ke kantor, besok kau libur kan?" kata seorang lelaki paruh baya yang tampak tetap gagah. Akashi sedikit terlonjak saat mendengar suara seseorang dikamarnya, pasalnya ia sangat melarang keras ada yang masuk kekamarnya, kecuali ayahnya tentu saja.
"Ah iya baik tou-sama," jawab Akashi patuh.
"Seijurou, tidurlah yang cukup dan makan yang cukup, jangan sampai sakit," nasihat -perintah- ayahnya sebelum akhirnya menghilang keluar.
"Hmmm iya Otou-sama," Bisik Akashi.
Akashi paham betul kenapa sang ayah bicara seperti itu. Ia sudah kurang tidur semenjak dua minggu yang lalu, memikirkan sang surai hijau membuatnya sulit tidur. Ia terlalu merindukanya, disaat ia ingin menghubungi sang surai hijau selalu saja bayang-bayang perlakuannya dulu dan kedekatan Midorima dengan Takao mengusiknya, menciutkan nyalinya untuk memperbaiki kesalahannya. Memikirkan itu membuat Akashi tak berani menghubungi Midorima, dan hanya bisa memikirkannya setiap saat ia senggang.
"Berapa lama lagi aku harus menunggu?"
"Berapa malam lagi aku harus terjaga hanya untuk memikirkanmu?"
"Sampai kapan?"
"Sampai aku bisa meraihmu kembali?"
Akashi terlarut dengan pikirannya.
Past the end of this cold winter
Until the spring comes again
Until the flowers bloom again
Stay there a little longer
Stay there
Terlihat dua anak manusia sedang berjalan dengan jari yang saling bertautan.
"Sei masih kuat?"
"Aku kuat Shin, jangan meremehkanku."
"Tapi kau menggigil Sei."
"Aku tidak menggigil Shin!"
"Tanganmu gemeteran Sei."
"Aku tidak gemeteran Shin!"
"Keras kepala seperti biasa eh?" kata anak yang lebih tinggi dan bersurai hijau, ia mengeratkan genggamannya pada tangan anak satunya yang lebih pendek dan berambut merah.
"Aku tidak-" protes anak berambut merah terpotong saat, si surai hijau memeluknya erat.
"Ini penghujung musim dingin Sei, aku tau kau kedinginan, jangan selalu memaksakan dirimu, setidaknya didepanku," ujar Midorima -sisurai hijau- sembari mengeratkan rengkuhannya.
"..." Akashi -sipendek merah- *ditusuk gunting* tidak menjawab dan hanya menenggelamkan dirinya makin dalam kepelukan Midorima, kepalanya bergerak sedikit untuk mengangguk.
"Tetaplah bersamaku Shin," gumam Akashi dalam pelukan Midorima.
"As you wish, aku akan selalu bersamamu saat dingin, hangat, panas, dan sejuk,"
"Winter, spring, summer, and autumn eh," kekeh Akashi.
"Kau ingin lihat festival sakura, musim semi ini?"
"Mau mauuu!!" Akashi menarik dirinya dan menatap Midorima antusias. Bahkan midorima bisa melihat blink-blink dimata Akashi.
"Baiklah," ijar Midorima tersenyum dan menarik kembali Akashi kedalam dekapannya.
'Tetaplah seperti ini, sebentar lagi saja,"
KRINGG KRINGG KRINGG
Akashi membuka matanya segera, dan memandang sekitar, tak lama senyum pahit terpatri dibibirnya seraya tangannya menutup mata, mencoba menahan segala rasa menyesakkan yang menyerangnya.
'Mimpi' batin Akashi, dan detik berikutnya bibir yang terkatup rapat itu bergetar, namun Akashi tak menangis dia hanya sedang menstabilkan perasaannya.
Tbc
