Terima kasih untuk semua yang mau membaca Fanfic-ku ini dan menyempatkan diri untuk memberikan Reviewnya. Ini aku membuat sequel dari "Reach You My Anggel". Seperti permintaan teman-teman yang mau membaca dan mereview "Reach You My Angel", aku persembahan Fanfic ini untuk kalian semua.
Benar-benar lebih parah dari sebelumnya, mungkin feelnya kurang dapet, dan terlalu abal.
_Enjoy_
Disclaimer : J. K. Rowling
Rose POV
Semuanya terjadi begitu cepat. Malam itu adalah malam paling berkesan untukku. Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan sangat menikmatinya. Menikmati kebersamaanku yang hanya sebentar bersamanya. Aku bagaikan diterbangkan sampai ke awang-awang, tapi juga dijatuhkan dengan sangat cepat. Semuanya kembali seperti semula saat pintu Menara Astronomi kembali terbuka. Dan kisah yang dirajut dalam semalam telah hilang dan tak akan kembali lagi.
Entah mengapa aku merasakan kehampaan melanda seluruh tubuhku saat tangannya melepaskanku, dan diganti oleh gadis lain. Gadis yang lebih segala-galanya dariku, gadis yang sangat cantik dan berkelas walaupun dibalik wajahnya yang sedang marah. Aku merasa, seperti ada yang terbetot terlalu dalam dari hatiku, saat mata dingin kelabu yang begitu menyejukkan itu meninggalkanku dalam keremangan bersama kehampaan.
Could This Love For Real….?
Chapter 1
Normal POV
"Al, lepaskan aku! Aku bisa berjalan sendiri," pinta Rose setengah berteriak.
Tapi sepupunya, Albus, sepertinya tidak menggubris permintaan Rose. Dia terus saja berjalan sambil menarik tangan Rose. Saat ini dia sedang marah, dia tidak tahu kenapa persisnya dia marah, yang jelas ini semua gara-gara Scorpius. Tapi mungkin kemarahan yang dia rasakan ini adalah wujud kemarahannya pada diri sendiri. Dia marah pada dirinya karena tidak bisa menjaga Rose, dia marah karena tidak bisa menjalankan amanat dari Uncle-nya, Ron Weasley.
Dan malam ini dia kecolongan. Bayangan saat Rose mencium Scorpius terus berkelebat di dalam otaknya. Darahnya semakin mendidih. Pemuda itu, berani-beraninya memperlakukan sepupunya seperti itu. Al menatap tongkat Rose yang ada di salah satu tangannya yang bebas, dan menghela nafas. Dia tahu pasti tadi Rose sangat kesulitan tanpa tongkat sihirnya, tapi entah mengapa saat tragedy itu terjadi, Al malah merasa kalau Rose juga sangat menikmati ciuman itu.
Bodoh…bodoh…seharusnya tadi dia bisa membereskan antek-antek Scorpius dengan cepat kalau seandainya mereka tidak tertangkap oleh Profesor McGonagall. Dan sekarang dia harus menjalani Detensi dengan kedua berandal itu, Zabini dan Nott. Al mengumpat dalam hati. Dia terus membawa Rose berjalan, menerobos kegelapan di tengah-tengah koridor yang sudah sangat sepi. Dia ingin segera kembali ke kamarnya dan menenangkan diri.
Albus masih terbenam pada lamunannya saat dia merasakan tangannya dikibaskan dengan keras.
"Albus Severus Potter, lepaskan aku…!" suara Rose sudah benar-benar tak terkendali.
Dia mengibaskan tangan Al dengan sangat keras. Tangannya terasa sangat kebas saat secara cepat tangan Al melepaskannya. Dia menatap marah kepada sepupunya itu. Ada apa sebenarnya dengan Al…? Dia terlihat sangat marah, melebihi kemarahannya kepada Scorpius yang tanpa ijin telah mencium Rose.
"Kita harus segera kembali ke Asrama Rose, ini sudah hampir tengah malam," suara Al berusaha tenang.
Tapi dari nada suaranya Rose bisa tahu kalau pemuda di depannya itu sedang memendam kemarahan yang sangat besar. Rose tidak tahu kenapa, tapi ini pasti bukan hanya gara-gara kelancangan Scorpius yang menerobos masuk ke dalam Zona Nyaman Rose. Pasti ada masalah lain yang membuat Al sangat marah.
Rose hanya diam saja saat Al kembali menggandeng tangannya dan menuntunnya untuk kembali ke Asrama Gryffindor. Tidak tepat rasanya kalau memulai pertengkaran dengan sepupunya yang saat ini terlihat sangat kalut.
Mereka terus berjalan dan akhirnya sampai di depan lukisan Nona Gemuk yang langsung marah-marah karena telah dibangunkan di tengah malam. Al tidak menanggapi celotehan Nona Gemuk, dia mengucapkan kata kuncinya dan segera melangkah memasuki lukisan Nona Gemuk tanpa menunggu Rose.
Rose menatap sepupunya yang sekarang sedang mengenyakkan diri di Sofa dekat perapian itu lekat-lekat. Dia ingin tahu apa yang salah dengan Albus saat ini. Dan sesaat kemudian Rose terpekik pelan saat menyadari wajah Albus sudah tidak setampan biasanya. Wajahnya penuh dengan luka-luka pukulan, hampir setiap sudut di wajahnya berwarna biru lebam. Rose manutup mulutnya, dia tidak menyangka Al akan terluka separah itu.
Rose mendekati Al yang sekarang sudah memejamkan matanya, seakan-akan menahan sakit yang tak terkira. Rose memberanikan diri duduk di samping Al, lalu memegang sisi pipi kiri Al yang hampir bengkak. Dan benar saja, setelah merasakan sentuhan Rose, Al langsung mengeryit kesakitan.
"Apakah sesakit itu…?" tanya Rose pelan.
"Sudahlah, tidak usah mempedulikanku. Ini sudah larut malam, kau naik saja, dan tidurlah!" selalu dengan nada memerintah.
Al memang selalu menganggap dirinya lebih pantas menjadi kakak Rose dari pada mengakui kalau mereka sebaya. Rose mendengus.
"Bagaimana aku bisa tidur setelah aku mengetahui keadaanmu seperti ini…? Bahkan setelah aku tahu…, kalau ini semua gara-gara aku." Al menoleh menatap Rose, ekspresi wajahnya masih belum berubah. Masih datar.
"Tidurlah, Rose! Aku masih ingin disini."
"Tidak, Al. Jangan sok berkuasa dengan memerintahku seenaknya. Aku akan mengobatimu," bentak Rose. Masih dengan wajah datarnya yang hampir menyerupai Scorpius, Al kembali memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya ke sofa.
"Terserah…"
Rose manatap sesaat ekspresi Al. Sepupunya ini benar-benar aneh, dia selalu tidak ingin ada orang yang mencampuri urusannya, tapi dia sendiri sangat suka mencampuri urusan orang lain. Rose menggelengkan kepalanya, dan tersenyum simpul sebelum akhirnya dia mendaraskan beberapa Mantra penyembuh ke wajah Al. Dan hasilnya bisa langsung dilihat. Lebam-lebam di wajah anak Harry Potter itu langsung hilang dalam seketika. Rose memang bisa diandalkan disetiap keadaan sesulit apapun.
"Nah, sudah selesai…," kata Rose ceria.
"Kalau begitu kembalilah ke kamarmu, dan tidurlah!" kata Al masih dengan mata terpejam.
"Masih saja sok memerintah," kata Rose sebal, sambil menghentakkan kakinya ke tanah.
"Apa kau marah padaku, Al?" tanya Rose lagi.
"Tidak."
"Lalu kenapa sejak tadi kau tidak banyak bicara, seperti sedang memendam sesuatu."
"Aku hanya tidak suka kau terlalu dekat dengan Malfoy, Rose. Dia itu Bajingan." Mata Al sekarang sudah benar-benar terbuka, dan menatap Rose dengan intens.
Rose mendengus. Membayangkan kejadian tadi, membuatnya terpuruk. Pemuda itu memang Bajingan. Dia bahkan telah mengambil First kiss-nya Rose, tanpa ijin lagi. Tapi membayangkannya lagi, membuat Rose semakin bingung dengan perasaannya. Ada semacam kehangatan yang menyelimuti seluruh tubuhnya saat bayangan bibir Scorpius yang menyentuh bibirnya. Rose menggeleng-gelengkan kepalanya, membuang jauh-jauh pikiran konyol itu.
"Yeah…aku tahu kalau dia bajingan. Tapi kejadian malam ini tidak bisa diperkirakan, Al. aku tidak bisa meramalkan kejadian apa yang akan terjadi padaku hari ini. Jadi lupakan saja, okey…!"
Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Rose, membuat Albus langsung melotot kearahnya. Yang benar saja, melupakannya…? Setelah semua yang dilakukan pemuda Brengsek itu malam ini. Tidak akan pernah.
"Kau gila. Melupakannya…? Setelah semua yang dilakukan pemuda itu padamu malam ini, Rose…? Kau sudah benar-benar gila," Albus kembali meletup-letup.
"Bukan begitu, Al. Aku hanya tidak ingin masalah ini menjadi semakin panjang. Kau ingat, Uncle Harry pernah bilang, kita harus menjauhi masalah."
"Asal kau juga ingat, Rose. Kita sudah berusaha menjauhi masalah, tapi masalah itulah yang terus-terusan mendekati kita. Dan selalu masalah yang sama. Malfoy," Al memberi tekanan pada kata terakhir yang dia ucapkan.
"Tapi, Al…"
"Oh…aku tahu sekarang. Kau menikamatinya kan…?"
"Apa…?"
"Kau menikmati saat-saat bersama Malfoy. Kau sangat menikmati saat dia menciummu dan memelukmu dengan erat," cibir Al, terlihat sangat sinis.
"Aku tidak seperti itu, Al," elak Rose.
"Yeah…kau seperti itu Rose. Aku melihatmu sangat menikmati ciuman itu, seolah-olah kau tidak ingin melepaskannya untuk selamanya. Kau bahkan terlihat sangat kecewa saat Malfoy melepaskanmu."
Mata Rose langsung terbelalak. Bukan karena marah, tapi karena dia baru menyadari ini semua setelah Al mengungkapkannya. Al benar, Rose sangat kecewa saat tangan Scorpius melepaskannya. Al juga benar tentang kenyataan bahwa Rose sangat menikmati ciuman itu.
"Jangan terlalu berharap pada pemuda Brengsek itu, Rose. Dia hanya akan mempermainkanmu," kata Al, mencibir.
Mata Rose terasa sangat panas, saat kalimat itu muncul dari mulut Al. Mengetahui kemungkinan bahwa Rose hanya menjadi bahan permainan bagi Scorpius, membuat hati Rose seperti ditusuk-tusuk sebilah belati yang sangat tajam. Atau bahkan saat ini, mereka semua telah menertawakan kebodohan Rose yang dengan suka rela menyerahkan First Kiss-nya kepada Scorpius? Tanpa sadar air mata Rose menetes membasahi kedua pipinya.
"Apakah aku terlihat sangat menginginkannya, Al? Aku berharap aku tidak memiliki perasaan itu," kata Rose, lebih-lebih kepada dirinya sendiri.
"Ya…sangat terlihat sekali Rose. Dan aku tidak akan membiyarkanmu jatuh ke dalam perangkap pemuda Sialan itu. Dan jangan pernah berharap untuk mendapatkannya." Mata Al masih berkilat-kilat marah, tanpa dia sadari gadis di sampingnya itu sedang menangis.
Rose mengusap air matanya, dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan siapapun. Karena dia memang bukan gadis yang lemah.
"Kalau begitu kau salah besar, Mr. Potter. Aku tidak pernah merasakan hal-hal yang kau sebutkan tadi. Kalau seandainya waktu itu aku membawa tongkat sihirku, kau tidak akan berpikiran seperti ini tentangku," kata Rose tegas.
"Oh…ya…? Kau bahkan sangat sedih saat gadis itu menyentuh Malfoy. Kau lihat Miss Weasley, dia bahkan bisa dengan mudahnya bersandar pada gadis lain setelah dia menciummu. Dia bahkan bisa memegang tangan gadis lain, setelah mendapatkan separuh dari hatimu. Dia juga masih bisa berjalan berdampingan dengan gadis itu setelah menarikmu ke dalam dunianya, dan dia juga…" kata-kata Al terhenti saat Rose berteriak.
"Cukup, Al. Hentikan…!" air mata Rose sudah benar-benar deras mengalir saat ini. Dia merasakan hatinya telah tercabik-cabik tak tersisa.
Semua kata-kata Albus memang benar, dia memang sedih dan kecewa melihat Scorpius bersama gadis itu. Gadis itu, gadis yang sangat cantik dan elegan. Dengan rambutnya yang berwarna merah, matanya yang indah, dengan bulu mata yang lentik, semua keindahan pada diri wanita sempurna ada pada gadis itu. Benar kata Al, Rose tidak boleh berharap lebih. Dia tidak bisa dibandingkan dengan gadis itu. Tidak bisa.
Rose tidak bisa menghentikan aliran air matanya yang terus membanjiri pipinya. Dia merasakan ada tangan yang meraihnya dan membenamkannya ke pelukan Al. dia tidak ingin mengelak, saat ini hatinya memang sedang sangat terluka, dan dia memang membutuhkan pelukan ini. Pelukan dari sepupu sekaligus sahabatnya, sahabat yang paling mengerti dirinya.
Tapi ada yang aneh dengan Albus. Rose marasakan detakan jantung Al bergemuruh, Rose tahu kalau pemuda itu sedang menahan marah, tapi tidak mungkin semarah ini hanya karena masalah yang menimpa Rose. Rose menatap lekat-lekat wajah Al yang terpejam, dari ekspresi wajahnya menyiratkan kesakitan yang sangat dalam. Seperti orang yang terkhianati. Tubuh Al juga sedikit bergetar saat kemarahannya yang terakhir tadi. Apa sebenarnya yang terjadi pada Al…?
"Al, apakah kau baik-baik saja…?" tanya Rose tiba-tiba.
Al mengerutkan keningnya tidak mengerti.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, Rose," kata Al dengan nada bingung.
"Tidak, Al. Aku baik-baik saja. Tapi kau tidak baik-baik saja. Ceritakan padaku, Al!" pinta Rose setengah memaksa.
"Tidak ada yang terjadi padaku, Rose. Aku hanya sedang mengkhawatirkanmu. Itu saja." Albus langsung melepaskan pelukannya kepada Rose. Dia sudah tidak bisa menjauhi Rose kalau terus berdekatan seperti ini. Karena dia tahu kalau gadis itu akan terus mengorek informasi darinya.
"Kau bohong, aku tahu kalau kau sedang menyembunyikan sesuatu," Rose memberikan tatapan tajam kepada Al.
"Oh…jangan mulai, Rose. Aku ingin tidur, besok kita ada latihan Quidditch. Kita membutuhkan stamina yang full, jadi kau tidurlah juga!"
Al beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar anak laki-laki. Rose hanya menatap iba kepada sepupunya itu. Dia sangat ingin tahu masalah yang dihadapi seppupunya dan membantunya untuk menanggungnya kalau memang masalah itu sangat berat. Tapi seperti biasanya, Al selalu tidak ingin siapapun ikut campur dengan masalahnya. Tanpa disadari Rose menghela nafas berat. Semua kejadian hari ini membuatnya kehilangan control.
Rose masih belum beranjak dari tempat duduknya. Dia menundukkan kepalanya, masih ingin mencerna semua kejadian yang terjadi secara bersamaan hari ini. Tapi tiba-tiba lamunannya terhenti saat terdengan suara Al yang berdeham.
"Semua memang tidak selalu terjadi sesuai keinginan kita, sepupu. Kadang untuk mencapai sebuah kebahagiaan, kita harus rela tersakiti. Rela tersakiti, walaupun gadis yang kita cintai lebih memilih menggenggam tangan pemuda lain dan tidak menatap kita sama sekali," suara Al terdengan sedikit tercekat saat mengatakan kalimat itu, tapi dia melanjutkan lagi. "Selamat malam, Rose."
Rose hanya terdiam, terpaku mendengar kata-kata Al. Dia masih belum mengerti dengan maksud dari kalimat itu. Disini kan yang menurutnya tersakiti adalah Rose, tapi kenapa Al menggunakan kata "gadis yang kita cintai". Scorpius kan seorang pemuda, bukan seorang gadis. Kening Rose berkerut, berusaha berfikir keras. Dia menatap bayangan Al yang sudah menghilang di balik pintu kamar anak laki-laki.
Tapi tiba-tiba pemahaman merangsek masuk melewati celah-celah kecil di dalam otaknya. Atau jangan-jangan yang dimaksud dengan "gadis yang kita cintai" itu adalah gadis yang disukai Al…? Siapa gadis itu, kenapa Al sampai merasa sangat tersakiti dengan gadis itu? Lalu apa sebenarnya yang dilakukan gadis itu, sampai membuat sepupunya semarah itu?
Rose berusaha mencerna kembali kalimat yang terlontar dari mulut Al. "Rela tersakiti, walaupun gadis yang kita cintai lebih memilih menggenggam tangan pemuda lain dan tidak menatap kita sama sekali", kalimat itu terngiang-ngiang di telinga Rose. Setelah hampir sepuluh kali mengulangi kalimat itu, Rose seperti memperoleh pencerahan.
Bayangan-bayangan kejadian yang terjadi malam ini mulai berkelebat cepat di otaknya. Bayangan itu terhenti tepat saat tangan Scorpius diraih oleh gadis cantik itu. Rose berfikir kalau itu hanya bayangan yang sangat ingin dia lupakan, tapi tidak. Ada yang lain saat itu. Saat itu, saat gadis itu memapah Scorpius tiba-tiba tangan Al yang menggenggam tangan Rose berubah mencengkeram lengan Rose dengan sangat kuat. Saat itu Rose juga bisa merasakan jantung Al melompat-lompat cepat seketika setelah gadis itu memberikan perhatian lebih kepada Scorpius.
Jadi…? Tangan Rose membekap erat mulutnya. Selama ini Al memendam rasa kepada gadis itu, berusaha menenangkan Rose tapi dia sendiri juga tersakiti. Al memang pernah mengatakan kalau dia sangat mengagumi seorang gadis berambut merah dengan mata hijau gelap. Tapi, Zabini…? Rose tidak pernah menyangka kalau ternyata yang dimaksud oleh Al adalah Zabini, Arlena Zabini.
Kenyataan ini membuat Rose syok. Kenyataan bahwa mereka berdua ternyata memendam perasaan kepada murid-murid berpengaruh di Slytherin membuat Rose tidak bisa berfikir lagi. Ini sungguh kenyataan yang sangat sulit dipercaya. Rose menghela nafas, dia sudah tidak ingin berfikir lagi. Kenyataan-kenyataan yang dia dapat hari ini sudah benar-benar menguras seluruh hati dan otaknya. Dia ingin mengistirahat seluruh organ tubuhnya, dan berharap ketika esok tiba semua ini hanyalah mimpi belaka.
Rose berjalan menaiki tangga menuju kamar anak-anak perempuan dan menghilang dalam alam mimpi dalam sekejap.
Continued on the next chapter...
Please Read and Review...
#Maaf sebelumnya kalau fanfic yang satu ini lebih parah dari fanfic sebelumnya.#
Terima Kasih Untuk :
DraconisChantal : Terima kasih karena sudah suka sama fanfic-ku. Maaf kalau kamu merasa terganggu sama kekurangan yang ada di Fanfic-ku. Aku akan berusaha lebih baik lagi.
Cecilia Bong : Hai juga Cecilia, emang sengaja dibuat gitu endingnya, biar aku punya alasan buat bikin sequelnya. hehehe... Terima kasih udah ingetin aku soal Typo. Makanya waktu aku baca lagi, kok rasanya ada yang kurang ini apa, eh ternyata kamu yang lebih menyadarinya. Terima kasih sekali lagi.
Megu Takuma : Iza, ini Fic lanjutannya.
Rin : Wah...Rin juga baik banget mau membaca dan memberikan reviewnya. ^_^. Semua Reviewer bagiku sama kok, sama-sama pentingnya. terima kasih juga karena masih menyukai Fanfic aku yang lalu. Ini aku buatkan Sequelnya. Selamat membaca, dan jangan lupa tetap review ya...
Winey :Terima kasih atas dukungannya, dan terima kasih karena sudah menyarankan sequel lebih dari satu. Pokoknya terima kasih banget. :D
#Chalttermore#
