We'll Married, I promise.
Author: Rhaa Shafa
Pairing: HiruMamo
Disclaimer: Riichiro Inagaki & Yuusuke Murata
Warning! Cerita buatan pemula! Jadi mungkin ada yang gak bisa dipahamin! Mind to Read and Review?
~Rh\(^_^)/aa~
Part One: Mamori's First Day
"Aku janji, kalo udah besar, kita bakal menikah. Aku janji."
"Hehe, aku gak percaya ih,"
"Aku janji! Pasti aku..."
"KRIINNGG!" suara weker membangunkan Mamori dari tidurnya. Ketika terbangun, dia memikirkan mimpinya tadi. Dia sudah memimpikan mimpinya tidak hanya sekali. tapi berkali-kali. Dia bingung, itu hanya sekedar pertanda atau hanya mimpi numpang lewat saja.
"Mamori!" Mami Anezaki berteriak dengan sangat kencang memanggil putri kesayangannya, Mamori Anezaki.
"Yaa.. Kaa-san! Aku datang!" kata Mamori sambil cepat-cepat menuruni tangga.
"Cepatlah sarapan! Ini hari pertamamu di Deimon 'kan?"
"Ya.. Kaa-san!" jawab Mamori, lalu dia segera mengambil semangkuk nasi yang disiapkan ibunya. Dan melahapnya dengan cepat.
"Mamo-chan, sebetulnya aku ingin bertanya dari dulu, kenapa kau ingin masuk Deimon? Padahal dengan kemampuanmu, kau bisa masuk SMA putri swasta yang terkenal meluluskan siswi-siswi yang berkualitas." Tanya Mami-san yang sangat penasaran dengan keputusan putrinya itu.
"Kaa-san, aku pernah mengalami sekolah di sekolah putri selama 3 tahun waktu SMP. Aku ingin mencari pengalaman baru." Jawab Mamori sebentar, lalu mulai menyendok supnya.
"Tapi.. Masih banyak sekolah umum yang lebih baik dari Deimon."
Mamori menghentikan makannya sejenak, "Kaa-san, sekolah Deimon adalah pilihanku sebelum kita pindah kesini. Entah kenapa, aku tertarik dengan sekolah itu." Kata Mamori sambil menatap lurus pada ibunya. "Percayalah pada pilihanku."
Ibunya tahu dia tidak bisa membantah lagi. Ibunya merasa sudah saatnya dia pasrah pada pilihan anak semata wayangnya itu.
Sebetulnya Mamori punya alasan lain memilih sekolah Deimon, dia bosan sekolah di sekolah putri yang pastinya punya dua kegiatan rutin, yaitu latihan upacara ikebana (minum teh) dan latihan merangkai bunga. Walaupun Mamori seorang gadis yang lembut, tapi dia tidak suka melakukan hal-hal seperti itu.
Mamori ingin masuk ke sekolah Deimon hanya sekedar iseng saja. Ya mending, 'kan, daripada masuk Zokugaku yang sekolahnya kayak TPS itu?
Dengan memakai seragam Deimon yang didominasi warna hijau itu, Mamori melangkah dengan mantap memasuki SMA Deimon. Ketika dia memasuki gerbang, semua mata tertuju padanya. Para siswa tidak berkedip sedetik pun ketika melihat Mamori yang memang cantik dengan rambut berwarna aurburn dan iris mata berwarna biru yang menunjukkan dia berdarah seperempat Amerika.
Semua siswa yang melihatnya bertanya-tanya siapa gerangan gadis yang begitu mempesona mereka itu.
Dari kejauhan seorang siswa yang sepertinya merupakan murid Deimon mengamati Mamori. Dia menyipitkan matanya yang irisnya berwarna hijau toska. Lalu dia menghela napas pendek. Mengetahui kalau murid baru itu benar dirinya. Mamori Anezaki.
Padahal dia sudah tahu dari melihat data murid baru yang dia curi dari data yang dimiliki kepala sekolah di komputernya. Bagi dia, mudah sekali mengambil data itu, hanya saja dia tidak percaya kalau murid baru itu adalah gadis berambut auburn itu. Otak jeniusnya berlagak bodoh mengira masih ada Mamori Anezaki yang lain. Kini dia harus menerima kenyataan bahwa Mamori Anezaki satu sekolah dengannya lagi. Oh bukan, satu kelas. Lagi.
Ini kelasnya? Pikir Mamori. Ketika dia berada di depan kelas 2-1.
"Kelas apapun, tak masalah. Oke, aku siap." Kata Mamori dalam hati sambil meneguhkan hatinya.
"Permisi," sapanya ketika dia membuka pintu.
Tapi tidak ada yang membalas sapaannya, yang dia terima hanyalah kebisuan dan pandangan berpasang-pasang mata yang menatap padanya. Ada yang heran, bingung, dan ada yang terpesona. Mamori jadi salah tingkah.
"Eh.. Permisi, apa ini kelas 2-1? Saya Mamori Anezaki."
Mamori Anezaki, Mamori Anezaki, Mamori Anezaki. Siswa di kelas itu langsung komat-kamit mengulang nama anak baru yang ada di depan kelas tersebut seperti sebuah mantra.
Guru sekaligus wali kelas yang sedang mengajar di kelas yang sedari tadi melamun tersadar setelah beberapa detik. "O-oh, ya, Anezaki. Ini kelas 2-1. Nama saya, Takamura. Panggil saya Pak Taka saja. Saya sudah diberitahu kepsek kalau di kelas ini akan ada murid baru. Tapi saya tidak menyangka muridnya secan..eh, muridnya kamu."
Sekilas Mamori seperti menangkap kesan tidak enak dari guru ini. Tapi Mamori memilih membuang pikiran itu jauh-jauh.
"Eh.. Silakan langsung ke tempat dudukmu saja. Cari tempat duduk yang kosong."
Mamori merasakan murid di kelas itu langsung bergidik ngeri, entah kenapa. Kemudian Mamori melihat ada satu kursi yang kosong di sebelah kursi yang sudah ditempati sebuah tas, bukan orang. Sepertinya pemiliknya sedang keluar.
Mamori baru saja duduk di bangkunya ketika pintu kelas dibuka dengan sangat keras. Dan sesosok tubuh jangkung muncul dari balik pintu. Penampilannya tidak bisa dibilang rapi. Kemeja putihnya dikeluarkan, tidak memakai dasi, jas hijaunya tidak dikancingkan, memakai dua anting di telinga kiri dan satu di telinga kanannya yang berbentuk seperti elf. Dan yang lebih parah.. Dia menenteng senapan di bahunya.
Mamori menunggu reaksi wali kelasnya. Mungkin saja dia akan dimarahi dan disuruh ke ruang BP. Tetapi Taka-san tidak berbuat apa-apa. Dia hanya diam membeku di tempat duduknya. Dia kelihatan sangat gugup.
Ini aneh sekali, pikir Mamori. Sementara itu, lelaki yang mengerikan itu berjalan ke arahnya. Mamori bergidik, mau apa dia?
Ternyata dia pemilik bangku yang hanya ditempati tas tadi. Pantas saja sewaktu Mamori disuruh mencari bangku yang kosong semua murid langsung ketakutan, soalnya satu-satunya bangku yang kosong cuma di sebelah setan ini, sih...
Begitu duduk, lelaki itu langsung mengeluarkan laptopnya dari tasnya. Tidak tanggung-tanggung! Tiga laptop sekaligus! Lalu dia mengeluarkan smartphonenya dan memasang headset dan memakainya hanya di telinga kanannya. Mamori berpikir apa bisa dia memperhatikan pelajaran hanya dengan satu telinga?
Mamori mengamati lelaki mengerikan itu dari samping. Tapi lelaki itu sepertinya mengetahui kalau dia sedang diamati. Ketika dia menoleh, pandangan mereka bertemu. Mamori cepat-cepat memalingkan mukanya, wajahnya bersemu karena malu dan cepat-cepat dia mencoba fokus pada pelajaran yang diterangkan Taka-san.
Ketika jam istirahat, banyak yang mengelilingi meja Mamori hanya sekedar bertanya dia berasal dari sekolah mana, apakah dia punya saudara, sampai apakah dia sudah punya pacar atau belum.
"E-eh.. Belum kok.. Hehe.." Jawab Mamori. Semua murid cowok langsung bersorak bahagia.
"Wah, masa' sih? Gak mungkin ah," kata seorang cewek yang mengaku bernama Ako.
"Iya, kalau Mamori pasti bisa memilih cowok manapun yang Mamori inginkan." Kata cewek di samping Ako yang bernama Sara.
"Bener, kok. Aku lagi gak pengen pacaran." Kata Mamori mencoba meyakinkan. "Dan belum ada yang bisa menarik hatiku." Tambah Mamori dalam hati.
Sesaat kemudian terdengar bunyi bel yang menandakan istirahat telah berakhir. Bel itu juga menandakan berakhirnya sesi wawancara pada seorang Mamori Anezaki.
Baru kali ini Mamori tidak konsen pada pelajarannya, dia terus-terusan melirik bangku di sebelahnya, bangku lelaki mengerikan tadi. Sekarang dia sedang keluar entah kemana. Dan seperti tadi, tidak ada yang mempermasalahkan kenapa lelaki tadi tidak mengikuti pelajaran. Semua hanya bersikap seperti biasa saja.
Tapi yang membuat Mamori pusing adalah sepertinya dia mengenal lelaki tadi. Sial, umpat Mamori dalam hati. Dia lupa menanyakan nama lelaki tadi. Tapi, mungkin itu hanya perasaanku. Mana mungkin sih aku kenal cowok yang kayak setan itu. Hadeuh..
BRAK! Pintu dibuka dengan kasarnya oleh—yah, sudah bisa ditebak—lelaki mengerikan yang sedang dipikirkan Mamori tadi. lalu dia berjalan dengan cuek ke tempat duduknya. Sementara Mamori buru-buru memalingkan wajahnya ke depan kelas.
DEG! Sepertinya Mamori merasa ada yang mengamatinya dengan tajam. O-oh.. Ternyata laki-laki itu... gawatt.. Mamori tidak sadar kalau lelaki menyeramkan itu sudah di sampingnya.
"Dia mau ngapain?" pikir Mamori.
Tanpa diduga semua orang, termasuk Mamori, lelaki itu dengan kasar menarik tangan Mamori dan menyeretnya keluar kelas. Semua yang ada di kelas 2-1 terkejut. Tapi tak lama kemudian, mereka melanjutkan aktivitas mereka kembali. Seakan-akan tidak terjadi apa-apa.
"Tidaaakk! Kau mau apa, heh? Lepaskan! Atau kupanggil pengacara ayahku. Lepaskan aku!" teriak Mamori sambil memberontak dan memukul-mukul punggung lelaki yang menyeretnya itu.
"Ck! Diamlah, auburn sialan!" jawab lelaki itu. ini pertama kalinya Mamori mendengar suaranya.
"Tapi lepaskan aku dulu!"
"Kalau kulepaskan kau pasti akan kabur!" lelaki itu semakin mengeratkan pegangannya pada lengan Mamori.
Mamori mendecak. Dia benar, Mamori memang berniat ingin kabur. Tapi dia memilih untuk tidak membuang tenaganya. Dia biarkan saja lelaki yang bahkan tidak diketahui namanya ini menyeretnya.
Hingga di taman belakang sekolah, lelaki itu berhenti dan melepaskan pegangannya yang meninggalkan bekas merah di lengan Mamori yang putih.
"Aduuhh.. Sakit banget, sampai bekas begini.."
Tanpa memedulikan gadis yang kesakitan di depannya itu, lelaki itu bertanya, "Apa kau ingat padaku?"
"Ingat? Ya iku ingat."
Lelaki itu mulai berkeringat dingin. Dia menelan ludahnya. "Benarkah? Benarkah kau ingat?"
"Ya, aku ingat saat kau masuk dan membawa senjata tadi pagi." Jawab Mamori santai.
Dia tidak ingat. Pikir lelaki itu. Dia merasakan dadanya sakit, di dalam hatinya terasa pedih. Yang membuatnya seperti itu adalah kenyataan bahwa gadis itu, Mamori Anezaki.
Tidak ingat kepadanya,
Yoichi Hiruma.
Huaaa.. Gimana FF kedua saya? Saya bikin ini dari Maghrib sampe jam 9 malem loohh.. Hehe.. Kalo saya niat bakal saya lanjutin deh... Minta dukungannya, ya! Dengan cara me-review FF saya. Ciao.. Anyeong, good bye!
~Rh\(^_^)/aa~
