Worth Fighting For

Maaf bila ada kesalahan EYD, OOC, OOG(ada kah? mungkin hanya buatanku.)

Semua orang yang terlibat disini nyata. Tapi cerita ini fiksi penuh dariku.

Summary : Jaejoong melepaskan segalanya, dunia yang selama ini ia kejar sebagai mimpi. Agar bisa hidup bersama Yunho. / "apakah aku tak pantas untuk diperjuangkan?"

.

.

The story begins..

.

.

Dentingan piring dan alat masa beradu menimbulkan suara. Tercium aroma masakan dari dapur. Seseorang tengah memasak sambil sesekali mengambil beberapa sendok kecil pada tiap masakan yang ia kerjakan. mencicipi untuk mendapatkan cita rasa yang ia inginkan.

"Berhenti di dunia yang sudah membesarkan namaku, memang bukanlah keputusan yang mudah. Namun ada hal yang harus kupertimbangkan. Kehidupan akan terus berjalan. Semua impianku sudah tercapai di dunia hiburan ini. Maka aku akan memulai kehidupanku lagi. Menjadi masyarakat biasa. Bukan berarti aku akan menghilang. Kalian selalu berada di sisiku. Maka kini giliranku berada di sisi kalian lebih dekat. Di hati dan juga di dunia nyata."

ia memutar tubuhnya yang sebelumnya membelakangi televisi. Menampilkan berita mengenai seseorang yang ia kenal.

.

.

Sangat kenal malah.

Menyiapkan makanan di meja makan dan merapihkan segala peralatan masaknya, ia berjalan menuu ruang tamu dan duduk di sofa. Menonton televisi dengan serius.

Berita itu membahas tentang biografi dengan singkat, tanggal lahir, perkembangan, usaha, pencapaian.

"Pengunduran dirinya sebagai artis memang sangat disayangkan. Penghargaan yang telah ia dapat adalah pencapaian yang luar biasa. Tepat pada tanggal yang sama ia melaksanakan pers conference. Sudah 3 tahun lamanya. Harapan semua orang adalah-"

Ia mencari remote televisi, ingin mematikannya saja.

"-kembalilah Kim Jaejoong. Ke dunia yang dulu sempat kau kejar sekuat tenaga. Dunia yang membesarkan namamu."

.

Klik.

.

Pria itu mengubur kepalanya diantara kedua lututnya, meremas rambutnya pelan.

Dia, Kim Jaejoong.

Bukan, lebih tepatnya Jung jaejoong.

Sudah menikah selama 2 tahun, tak lagi menjadi artis, melainkan menjalani bisnis kecil-kecilan dengan membuka cafe. Ah, ia kini tengah mengandung 3 bulan.

Setelah melewati usaha yang panjang dan menyakitkan selama 1 tahun lebih, Tuhan mendengarkan doanya. Permintaanya yang ia pertaruhkan agar mendapatkan keturunan.

Selamat datang di dunia yang kini tengah ia lalui.

Menatap jam dinding. Sekarang waktu menunjukkan pukul 2 pagi.

Sampai kapan dia harus menunggu? Tubuhnya benar-benar butuh istira-

"Aku pulang." Jaejoong segera bangkit dari posisi duduknya. Mempercepat langkah kakinya menuju seseorang yang sedari tadi ia tunggu.

"Yun, sudah pulang?" Bodoh. Tentu saja sudah.

Jung Yunho.

Merasa kenal dengan nama itu?

Tentu saja. perannya di dunia hiburan termasuk besar. Penyanyi, dancer, aktor. Sempurna?

Mengingat marga Jaejoong sudah berubah. Tentulah Jaejoong sudah menikah dengan Jung Yunho.

Jaejoong rela melepaskan dunia yang begitu mengagumkan baginya agar dapat berada di sisi Yunho. Agar dapat mencintai Yunho sepenuhnya.

Setelah melepas sepatunya, Yunho melewati begitu saja tanpa menatap Jaejoong.

Jaejoong mengikuti dari belakang. Kembali bertanya kepada Yunho.

"Kau mau mandi atau makan dulu? Makanan sudah kusiapkan di meja makan. Kalau mau mandi aku sudah menyiapkan air panas."

Yunho kembali tak menjawab. Sibuk melepas dasi yang melingkari lehernya. Merasa perlu membantu, Jaejoong mencoba melepaskan ikatan pada dasi Yunho. Namun belum sampai tangan itu menyentuh dasi , tangan Jaejoong terlebih dahulu ditepis kasar oleh Yunho.

Jaejoong menunduk. Yang terdengar setelah itu adalah pintu kamar mandi yang ditutup kasar.

'Masih marah ternyata.' Jaejoong menghembuskan napasnya pelan.

Sejak dulu Jaejoong tahu bagaimana watak Jung Yunho. Temperamennya yang tak begitu baik. Mudah tersulut emosi.


Awal kemarahan Yunho terjadi beberapa hari yang lalu. Ketika Jaejoong mengunjungi cafe yang ia miliki. Ia memang bekerja dibalik layar. Namun sesekali memantau langsung.

Tak sengaja pada hari itu juga, ia bertemu dengan Hyunjoong. Sahabatnya sesama artis.

Keterkejutannya tak hanya tercetak jelas pada raut wajah Jaejoong, hal itu juga terjadi pada Hyunjoong. Mereka saling menyapa dan memilih untuk duduk di tempat yang sama.

Hyunjoong mengatahui pernikahannya dengan Yunho. Ia diundang waktu itu bersama kerabat dan keluarga terdekat. Bertanya mengenai kegiatan yang Jaejoong lakukan, Jaejoong menebak kegiatan yang kini Hyunjoong lakukan bila sedang mengambil libur panjang adalah berkunjung ke berbagai macam cafe. Mereka tertawa, bahkan saling memukul pelan lengan satu sama lain.

Hyunjoong tak tahu bahwa cafe yang kini menjadi tempat mereka bertemu secara tidak sengaja adalah milik Jaejoong. Karena terlalu asik berbincang, keduanya lupa akan waktu. Sudah jam 4 sore. Jaejoong pamit.

Sampai di apartemennya, Jaejoong terkejut melihat Yunho berada di dalam apartemen. Hal ini jarang terjadi.

Baru Jaejoong akan bertanya tiba-tiba Yunho memerangkap Jaejoong menempel erat dengan pintu yang baru saja ia tutup. Membentaknya tanpa Jaejoong mengerti maksudnya. Melempar foto-foto yang menampilkan dirinya dengan Hyunjoong yang tengah berbincang hari ini.

Yunho.. cemburu?

Mencekik hingga Jaejoong bisa merasakan kakinya tak lagi menapak di lantai. Menghempaskan tubuhnya begitu saja ke lantai dan menarik rambutnya menuju kamar mandi. Menenggelamkan kepalanya meski Jaejoong sudah memohon karena tidak bisa bernapas. Saat itu rasanya Yunho menulikan telinganya.

Mungkin bila bukan karena ponsel Yunho yang berdering, jaejoong tak mungkin hidup sampai sekarang.

Bersama janin yang tengah ia kandung.

Mengambil selimut dan bantal, ia berjalan menuju ruang tamu. Meletakkannya di atas sofa. Sudah 2 hari ini ia tidur disana. Mencari keselamatan dirinya sendiri dari kemarahan Yunho.

Menunggu Yunho keluar dari kamar tidur mereka. Namun waktu cepat berlalu. Sudah jam 3 pagi dan Yunho tidak keluar lagi dari kamarnya setelah mandi. Menatap makanan yang sudah ia siapkan, ia menatap sendu.

"Tuhan, maafkan suamiku yang tak menghargai rezeki yang telah kau berikan. Ia.. kelelahan saat ini."

Menyimpan masakannya ke dalam kulkas, lalu merebahkan tubuhnya di sofa. Perlahan ia menutup matanya dan membiarkan tubuhnya beristirahat sebentar.

.

.

.


Sudah 7 hari Yunho mendiamkan Jaejoong. Apa sebesar itu salahnya? Maksudnya memang membahayakan juga untuk karir Yunho tapi cafe itu bisinisnya yang sudah ia bangun sejak lama. Jadi rasanya wajar bila ia juga memantau apa yang menjadi miliknya. Soal pertemuan dengan Hyunjoong adalah ketidaksengajaan.

Makanan yang ia siapkan tak pernah ia makan. Pakaian yang ia siapkan tak pernah dipakai. Tiap kali Jaejoong berusaha menghampiri Yunho,ia akan langsung menghindar dengan pergi entah kemana dan pulang larut malam. Bahkan untuk hari ini ia tidak pulang sama sekali dan langsung pergi ke tempat syuting film yang tengah ia bintangi.

Bagaimana Jaejoong bisa meminta maaf kalau seperti ini caranya? Yunho tak memperbolehkannya untuk berada di dunia luar sesering mungkin.

Yunho tak membiarkannya melihat dan merasakan dunia luar.

Yunho pikir Jaejoong apa? ia bukan tahanan yang harus mendekam di dalam apartemen. Ia manusia bebas yang ingin memenuhi kebutuhannya juga.

Apakah rasanya kurang pengorbanan yang telah Jaejoong lakukan untuk Yunho? Mengapa rasanya Yunho tak lagi mencintainya?

Jaejoong menggelengkan kepalanya cepat. Menyingkirkan pikiran buruk yang tiba-tiba muncul. Tidak. Ia tidak boleh berpikir seperti itu. Kalau Yunho tidak mencintainya mengapa ia menikahinya?

Mengapa.. Yunho terus menemaninyawaktu itu dalam menjalani proses memiliki anak?

Ya. Tanda cinta terbesar dari Yunho yang Jaejoong dapatkan adalah,

Janin dalam kandungannya.

Senyumnya mengembang begitu saja.

"Chagi, tenang saja. Umma akan membujuk appa untuk memaafkan umma."

.

.

.

Jaejoong menatap bingung dengan iklan yang berada di internet.

Poster teater musikal Yunho yang akan diadakan beberapa hari ini. Yunho tidak pernah bilang kalau ia juga akan menjadi peran utama dalam teater. Setaunya ia sedang sibuk dengan drama terbarunya karena banyak ditampilkan dalam berita.

Niat awalnya hanyalah membuka email yang masuk mengenai pemasukan cafe, lalu iseng membuka yang paling banyak dicari. Muncullah berita mengenai suaminya, Jung Yunho.

Padahal ia yang paling dekat dengan Yunho.

Padahal ia istrinya.

Terkadang ia penasaran bagaimana akting Yunho. Apakah Yunho akan terkejut dengan kehadirannya? Menjadi salah satu penontonnya dan melambaikan tangan ke arahnya tanda menyemangati.

Membayangkannya saja sudah membuat Jaejoong senyum-senyum sendiri. Mencari pembelian tiket online. Jaejoong menekan nomor telepon .

"Yobuseyo?"

"Hyunjoong, aku butuh bantuanmu."

.

.


"Waahh." Jaejoong menatap takjub dengan gedung yang baru saja ia masuki setelah mengantri berjam-jam untuk bisa masuk ke dalam ruangan yang menjadi tempat teater. Merapihkan masker hitamnya dan juga jaket untuk memperhangat tubuhnya terutama bagian perutnya yang tak lagi rata itu.

Jaejoong benar-benar berterima kasih kepada Hyunjoong soal seperti ini, meminjam nomor rekeningny untuk mengirim uang dan alamat salah satu kawannya untuk tempat pengiriman tiket, lalu mengirimnya ke alamat cafe Jaejoong. Sebenarnya mereka bisa bertemu tapi Jaejoong tidak mau mengambil kemungkinan 'ledakan amarah Yunho' kembali terulang.

Sudah duduk di posisinya. 3 baris depan dari panggung. Mencoba untuk terlihat oleh Yunho. Melihat sekitarnya, penuh dengan kaum hawa. Semoga saja tak ada yang mengenalnya.

Lampu sudah padam, teater akan segera dimulai. Jaejoong memfokuskan pandangannya pada panggung didepannya.

Tirai perlahan dinaikkan. Menampilkan Jung Yunho yang tengah memainkan piano.

Jaejoong masih ingat, saat-saat Yunho menyanyikan lagu diiringi dengan piano. Yunho membiarkannya duduk disebelahnya dan memperhatikannya main. Sesekali ikut bernyanyi dan memainkannya di tuts yang berbeda.

Tiap adegan. Yang ia bayangkan adalah kenangannya dengan Yunho. Tangannya menutup mulutnya yang mulai menimbulkan suara isakan. Tatapannya kabur. Penuh dengan air mata yang masih tertampung.

Dan.. rasanya detak jantungnya berhenti tatkala tatapan itu bersibobok dengan pandangan matanya.

Jung Yunho, menatap dirinya.

Tengah menangis.

Di luar, tanpa izin darinya.

Sampai dimana Yunho akan mencium lawan mainnya, Jaejoong tahu Yunho melakukannya bukan karena akting semata.

Hei, Jaejoong dulu pernah terlibat dalam hal akting juga, tahu?

Setelah ciuman itu, Yunho menatap lagi dirinya dan menyeringai.

Cukup sudah.

Niatan menyemangati itu hilang.

Semuanya hancur oleh orang yang ia cintai.

Bangkit berdiri, tubuhnya sempat limbung. Namun hal itu tak menggoyahkan dirinya untuk cepat-cepat pergi dari gedung teater.

.

.

.

Sampai di apartemen mereka, jaejoong tak lagi membuang waktu. Membuka kpoernya dan satu per satu pakaiannya ia masukkan ke dalam koper.

Ini kekuatan terakhirnya.

Ia lelah. Ia tak lagi memikirkan apapun. Yang penting ia bisa cepat-cepat pergi dari sini.

Karena semuanya terkesan semu.

Yunho yang ia cintai kini berubah.

Bodohnya lagi ia baru menyadarinya sekarang. kabut cintanya membutakan pandangannya terhadap Yunho.

Menormalkan terlebih dahulu ritme napasnya, Jaejoong menahan air matanya. Semua kenangan menghantam dirinya bersamaan. Ia terlalu banyak mempunyai kenangan dengan apartemen ini.

Keterlaluan.

Dan tangisannya tak lagi terbendung. Membuatnya kembali goyah. Meringkuk di sofa. Memeluk tubuhnya yang rapuh.

Menghabiskan waktu yang cukup lama untuk dirinya mengambil sikap dan keputusan. Ya. Ia tetap harus pergi dari sini.

Ia.. merasa tidak dicintai lagi, tahu?

"Kau mau kemana?"

Pertanyaan itu membuatnya menoleh ke arah pintu masuk.

Si pemain teater itu sudah kembali rupanya.

"Tak merayakan pesta kesuksesan Jung Yunho?" Jaejoong tersenyum sinis. Masih memeluk lutut yang tengah ia tekuk. Tangan satunya mempererat genggaman pada pegangan koper.

Jaejoong merasakan wajahnya direngkuh kasar oleh Yunho.

"Kutanya au mau kemana?!"

"Apa penting kemana aku pergi? Ah. Penting karena itu menyangkut pekerjaanmu. Benar begitu?"

Jaejoong bisa melihat rahang Yunho mengeras. Dan tamparan itu terjadi.

Panas, sakit , berdarah dan kecewa.

Menjliat bagian terluar bibirnya yang kini terluka, mencoba mempertahankan senyumnya.

"Tampar aku lagi."

Hal itu tidak disia-siakan Yunho.

Suatu pembuktian, bahwa rasa kecewa yang Jaejoong rasakan semakin meluas dan membuatnya lupa sejenak akan rasa cintanya kepada Yunho.

"Kau pergi karena aku berciuman dengan lawan main ku, heh? Benar-benar kekanak-kanakan Jae."

Yunho bilang dirinya kekanak-kanakan?

.

.

.

"Iya, aku kekanak-kanakan, manja, mengecewakan, menyedihkan, merepotkan, membuatmu malu. Itu aku Jung Yunho. Tapi setidaknya-" Jaejoong meraih tangan Yunho yang berada di sisi tubuhnya, mencoba membagi kehangatan, mendongakkan kepalanya agar bisa menatap Yunho lebih dekat.

"-setidaknya, aku bisa mengorbankan apa yang selama ini kuperjuangkan untukmu."

"Kau suruh aku tak lagi melihat dan merasakan dunia luar. Aku turuti."

.

.

"Kau suruh aku tak lagi berteman dengan kawan lama, juga kuturuti."

.

.

"Kau suruh aku jatuh, aku akan jatuh, kau suruh aku bersujud dihadapanmu, aku lakukan juga,"

.

.

Jaejoong bangkit dari posisi duduknya, berdiri tanpa melepas pandangannya.

.

"Bukankah aku peliharaan yang patuh untukmu?"

"Hentikan."

Senyum kembali mengambang di bibir Jaejoong. Ia disuruh berhenti? Ini bahkan belum mencapai klimaks.

"Hal yang terakhir yang ingin kutanyakan adalah, apa aku- bukan. Apa peliharaanmu ini pantas diperjuangkan layaknya aku memperjuangkanmu, melepas mimpi-mimpiku dan segala kebebasanku?"

Matanya seolah mencari jawaban dari pandangan yang Yunho berikan. Namun sayangnya tatapan itu,

Kosong.

Tak ada Jawaban.

Yunho mengalihkan pandangannya.

Tanpa perkataan, semua sudah jelas.

Mempererat coat yang ia pakai untuk menghangatkan tubuhnya dari cuaca dingin, perlahan ia menarik kopernya.

"Aku.. perlu berlibur sebentar. Bukan suatu tempat yang bisa kau jangkau dengan mudah. Apalagi wartawan. Jadi tenang saja. cafe sudah kuserahkan atas namamu, semoga kau tak menutupnya. Dan soal anak.."

Yunho menoleh ke arahnya. Jaejoong perlahan mengelus perut yang terdapat nyawa didalam sana.

"Sebisa mungkin kami tidak akan merepotkanmu. Jadi kau bisa hidup tenang tanpa rasa khawatir yang berlebihan. Makanan juga sudah kusiapkan. Makanlah, jangan sampai sakit."

Pintu apartemen telah jaejoong buka, langkah kecilnya semakin mantap untuk membawanya pergi dari kehidupannya yang sudah ia lakoni selama 2 tahun.

Sampai pintu apartemen tertutup. Jaejoong menoleh untuk terakhir kalinya.

Yunho tak mengejarnya.

Astaga Jaejoong, semuanya telah jelas.

Bahwa Jung Yunho tak pernah memperjuangkan dirinya.

"Chagi, ayo kita tinggal bersama. Hanya berdua."

Langkah yang ia ambil semakin jauh. Memantapkan hatinya bahwa ini adalah pilihan yang tepat.

namun dihati kecilnya pertanyaan itu selalu muncul, apakah dirinya tak pantas untuk diperjuangkan bahkan pada saat terakhir?

To be Continued

Notes :

Lama banget rasanya gak bikin cerita. Ide ini datang pas lagi nunggu selesai ujian. Jadilah seperti ini._., ada satu chapter lagi. Kritik dan saran silahkan : )

P.s. dari kamar yang penuh tumpukan buku