Fandom : Narto the dorian head
Disclaimer : Kishimoto Masashi
Summary : Hinata stress… (Hinata POV)
Warning : saia ingin jadi pengikut Jashin biar ga mati waktu dibantai Hinatafans…
Note : ini sekuelnya I'M NOT FREAK!! I'm just… errr…? yang saia merasa agak kurang sreg dimasukin ke chapter duanya, tapi klo pembaca merasa ini lebih baek dijadiin chapter dua dari crita tsebut, akan saia jadiin chapter dua (yang blom baca 'im not freak', dibaca dulu gapapa –promosi- daripada bingung knapa hinata kayak bgini trus ngamuk-ngamuk maw ngebantai saia, tapi setelah itu jangan lupa direview hehe… trimakasii)
--
PRECIOUS
Hai semuanya. Aku Hyuuga Hinata, anak sulung dari keluarga utama klan Hyuuga. Sekarang umurku 14 tahun dan merupakan seorang chuunin Konohagakure. Tidak usah banyak basabasi lagi, kalian tentu sudah sangat tahu, bahwa aku juga sedang memendam perasaan cinta pada se-se-seorang… ah.. wajahku berasap lagi… permisi sebentar…
5 menit kemudian
Yah, cintaku padanya ini sangat sangatlah besar, setinggi langit di atas bumi, selebar barat dari timur, aku sendiri tidak dapat mengukurnya. Namun mengapa tubuhku sangat bertentangan dengan pikiran dan perasaanku sendiri. Jangankan berada di dekatnya, hanya dengan melihat sosoknya dari jarak jauh saja aku sudah hampir pingsan.
Aku ingin mengubah keadaan ini. Aku ingin bisa melihatnya dari dekat tanpa pingsan. Maka dari itu, sejak aku menemukan informasi tentang sebuah pasar gelap, aku mulai membeli barang-barang yang dapat membantuku untuk bisa merasa lebih dekat dengannya walau jarak kami berjauhan.
Penyadap suara, teleskop berbagai ukuran, ada juga yang dilengkapi kamera 8 megapixel, rompi antipeluru, perlengkapan menyamar, semuanya, selalu setia menemaniku melaksanakan sebuah misi pribadi di saat team Kurenai tidak mendapat misi maupun latihan. Misi pribadi yang sangat kusukai, yang selalu penuh rintangan dan hambatan, yang bisa kukategorikan sebagai misi S-rank, karena itu adalah misi perjuangan cintaku.
Tetapi, hidupku sebagai chuunin sekarang ini sangatlah sibuk. Banyak misi berdatangan yang harus diselesaikan. Latihan bersama Kiba-kun dan Shino-kun juga semakin diperbanyak untuk memantapkan kekuatan kami. Hampir tak ada kata libur dalam kegiatanku sekarang. Hampir tak ada kesempatan yang bisa dipakai untuk melaksanakan misi pribadiku. Hampir tak ada waktu untuk sekedar memandang dirinya, bahkan hanya untuk memandangnya dari jauh.
……………hekh
Seperti ikan yang kolamnya dikuras, seperti ozon yang dilubangi freon, aku tidak dapat bernapas lagi rasanya. Misi-misi yang kujalani jadi sedikit berantakan dan membuat rekan-rekanku khawatir. Aku tidak ingin membebani mereka, namun beratnya derita di hati ini tidak tertahankan lagi.
Aku tidak habis pikir. Padahal aku bisa bertahan tanpa kehadiran dirinya di Konoha selama 2 tahun pelatihannya bersama Jiraiya-sama. Tapi setelah ia kembali, aku benar-benar tidak bisa mengontrol perasaanku. Melihatnya yang telah bertambah gagah dengan jaket oranye-hitam itu, kedua mata ini langsung merekam sosok dirinya dari balik pagar kayu, supaya aku dapat membayangkan dirinya kapanpun di mana pun. Namun sekarang, itu saja tidak cukup.
Kuakui, dia adalah candu bagiku. Dan secara sadar aku tidak menginginkan obat apapun untuk menyembuhkan kecanduanku padanya. Laptopku sudah hampir tidak cukup memuat semua foto dirinya yang diambil ketika aku menjalankan misi pribadiku. Eh.. tentu saja tidak akan kucetak atau bakal ketahuan oleh para Hyuuga di rumah!
Sudah berhari-hari derita ini makin menjadi. Jika tidak kuselesaikan masalah ini, mungkin hidupku benar-benar akan segera berakhir. Aku harus mencari cara agar dapat tetap mengintai, eh maksudku mengamatinya walau jarak yang sangat jauh memisahkan kami.
Apa yang harus kulakukan??
…ting…
Tiba-tiba aku teringat akan pasar gelap yang telah sangat membantuku. Sekarang zaman globalisasi di mana teknologi dan informasi terus berkembang dengan pesat. Mungkin saja setelah selang beberapa waktu ini, mereka telah menjual barang-barang baru yang lebih canggih dan mutakhir.
Yah walaupun sebenarnya besok bisa kupakai untuk mengintai, eh maksudku melihat dia, tapi siapa tahu setelah itu butuh waktu yang sangat lama lagi sampai aku bisa kembali mengintai, eh maksudku mengamatinya. Lebih baik hari libur besok kupakai untuk mengunjungi pasar gelap tersebut. Ini semua demi kelangsungan hidupku!
--
Dengan berbekal setumpuk uang hasil memecah beberapa celengan babi dan ayamku, pagi ini aku berangkat pagi-pagi menuju pasar gelap. Setelah melewati seratus jebakan dan seribu perangkap yang terpasang di dalam rumah, aku segera berlari melintasi halaman menuju gerbang rumah. Heran, padahal aku sudah bangun sangat sangat pagi, tapi tetap saja Neji-niisan bangun lebih pagi dariku. Sambil membawa gunting rumput dan sapu di kedua tangannya, tak pernah lupa dengan semua pertanyaan tidak penting yang selalu memojokkanku, yang selalu kujawab asal-asalan dan langsung kutinggal kabur. Misiku ini lebih penting dari sekedar seorang Neji-niisan! DASH!!
Aku sudah berada di luar area Konohagakure. Gerbang desa bisa kulewati dengan mudah karena di hari sesubuh ini Kotetsu-san dan Izumo-san belum bangun untuk berjaga di pos gerbang. Pepohonan rindang memenuhi hutan lebat yang mengelilingiku. Suara gemerisik daun yang bergesekan dan hewan-hewan kecil dapat terdengar. Sesekali auman serigala yang anehnya ini sudah pagi masih juga bisa terdengar. Semakin aku berjalan memasuki hutan ini, semakin gelap dan pekat. Dengan mengandalkan ingatan akan hari di mana aku mengunjungi tempat itu, aku merasa semakin mendekati lokasinya.
Sebuah gubuk reyot berlumut terselip di antara pepohonan beringin yang sangat tua dan besar. Tidak ada papan nama atau apapun sebagai penunjuk identitas. Memang tidak tepat disebut pasar, tapi para pedagang yang berbisnis kotor berkumpul di situ. Entah bagaimana barang-barang canggih bisa awet berada di tempat semenyedihkan itu. Aku sudah pernah ke tempat ini satu kali. Tidak ada yang perlu kutakutkan. Aku melangkah dengan pasti dan hati-hati ketika membuka pintunya yang hampir copot.
"Per-permisi…"
shiiiing…
Kosong… hanya etalase kumuh yang memajang berbagai jenis microcamera serta beberapa macam senjata mematikan. Bau anyir semerbak di dalam ruangan, padahal dulu tempat ini dipenuhi bau asap rokok baik dari pedagang maupun para yakuza yang datang ke sini. Setelah kulihat baik-baik, banyak bercak darah yang menempel di sepanjang dinding. Aku merinding. Byakugan kuaktifkan. Terlihat sesosok manusia terbaring di balik etalase. Aku mencoba mendekati etalase, melongok untuk melihat apa yang ada di baliknya, semoga saja dia adalah penjaga tempat ini yang sedang tertidur.
"KYAAAAAAAAA!!"
Seorang laki-laki berlumuran darah dengan tombak yang menancap di sekujur tubuhnya, terbaring di lantai dengan wajah tersenyum damai. Tentu saja aku sangat kaget dan ngeri! Telah terjadi pembunuhan! Bagaimana ini? Masalah cintaku belum selesai malah ada masalah baru di tempat bermasalah seperti ini!
"Hei! Berisik tau! Aku lagi ngadain ritual doa nih!"
Aku tertegun. Mayat itu melotot padaku sambil marah-marah. Dia segera bangkit berdiri dan melepaskan semua tombak yang melubangi badannya. Kulitnya yang tadi berwarna hitam putih berpola tengkorak telah berubah menjadi normal. Apa ini? Siapa ini? Aku tidak bermimpi kan? Apakah level depresiku sudah sampai tingkat berhalusinasi? Kenapa aku tidak berhalusinasi tentang Naruto-kun saja?
"Ngapain cewek tampang penakut kayak kamu datang ke tempat beginian? Ini bukan tempat bermain! Ini tempat bisnis kriminal!"
Laki-laki itu terus mengomel sambil menyeka darah yang mengotori sekujur tubuh dan jubahnya yang hitam dengan motih awan merah. Mendengar ucapannya, ternyata tempat ini memang masih merupakan pasar gelap yang kumaksud, walau tampaknya telah terjadi sedikit perubahan. Masih dengan kedua telunjuk tanganku yang saling beradu, aku ingin mengutarakan maksud kedatanganku.
"A-ano… I-tu… saya mau be-beli…"
"Ngomong yang jelas!!"
Sambil menggebrak kaca etalase dia membentakku. Aku sedikit tersentak. Orang ini benar-benar bertemperamen buruk. Tapi aku tidak akan gentar. Hanya diteriaki seperti ini tidak akan memadamkan api cintaku pada rambut durian yang sangat kusayangi.
Tiba-tiba suatu sulur hitam muncul dari balik pintu staff yang ada di balik pria pemarah itu. Apaa!? Sulur itu memotong lehernya secepat kilat. Dia tidak mati dan masih saja marah-marah pada sulur itu. Tempat ini sungguh-sungguh mengerikan!!
Dari balik pintu tersebut keluar seorang pria bermasker yang juga memakai jubah serupa dengan laki-laki yang telah termutilasi itu. Sulur-sulur itu berasal dari celah jahitan-jahitan yang ada di sepanjang tangannya. Aku berusaha untuk tetap tenang dan menahan semua emosiku menghadapi situasi aneh ini.
"Oi kakek bodoh!! Kenapa maen potong aja! Cepat jahit aku lagi!! Kuzu sialan!"
"Hidan, sudah berapa kali kukatakan, perlakukan pelanggan dengan sopan atau uang melayang! Baru gunakan kekerasan kalau tidak mau bayar!!"
Pria yang dipanggil Kuzu itu melangkahi badan yang teronggok di lantai tanpa mempedulikan sumpah serapah pemiliknya. Stay calm Hinata… stay calm..!
"Maaf Nona atas perlakuan kasar parter saya. Ada yang bisa kami bantu?"
Orang ini memang sopan, tapi tetap saja sadis. Euh, mataku melirik ke samping, tak berani menatap balik lawan bicaraku. Rasanya jadi lebih gugup. Berbicara dengan orang normal saja aku selalu tersendat-sendat, apalagi dengan orang-orang aneh ini. Tak sengaja mataku kembali melihat dinding yang berlumuran darah. Aku kembali merinding. Apakah dua orang ini membunuh semua pedagang dan mengambil alih tempat ini?
"A-ano…"
"Ya?"
"Ehm…"
"Ya?"
"…"
"Ya?"
"Kuzuuuu!!! Daripada ngurusin anak autis itu ayo cepat balikin leher ke badanku duluuuu!!"
Obrolan minimalis kami dipotong oleh omelan Hidan-san, yang badannya langsung diinjak Kuzu-san tanpa belas kasihan. Dari tadi aku terus menyaksikan adegan berdarah.
"Gyaaa!!! Kalung Jashin-kuuuuu!! Penyookkk!! Kuzu gebleeeekkk!!!"
Potongan kepala itu terus saja mengeluh, yang membuat badannya semakin diinjak-injak oleh rekannya. Setelah berlalu beberapa menit aku menunggu urusan mereka berdua selesai sambil menahan mual karena banyaknya darah yang bergelimangan, pria bernama Kuzu itu kembali melanjutkan bisnis kami.
"Jadi Nona, sebaiknya cepat saja kita selesaikan. Apa yang Anda butuhkan, segera katakan!"
Tampaknya dia juga mulai habis kesabaran setelah meladeni rekannya. Memang sebaiknya segera kuselesaikan sebelum terjadi pembantaian lagi.
"A-ano… saya butuh alat yang bi-bisa mengetahui keberadaan se-se-seseorang…"
Aah… kepalaku kembali berasap ketika mengingat seseorang itu. Apa yang sedang dia lakukan sekarang, di mana, dengan siapa, mengapa, aku ingin sekali mengetahuinya. Apa dia baik-baik saja, apa dia sudah makan, apa dia sudah mandi, aku ingin sekali mengetahuinya.
"Oh… Cuma itu? Tentu saja ada"
Jawaban singkat darinya bagaikan sinar mentari pagi yang menerangi gelapnya jiwaku. Aku tidak perlu berkeluh kesah lagi menghadapi penderitaan ini. Mataku langsung berbinar-binar mengisyaratkan untuk memintanya segera memperlihatkan barang yang kuinginkan.
"Hidan! Ambil kotak platina yang ada di lemari laci di ujung kiri sebelah laci ijo nomer tiga dari bawah yang kenopnya bentuk bintang ada ukirannya. Kotaknya di bawah kertas-kertas dokumen, dibungkus kertas minyak warna merah polkadot pakai pita renda warna kuning ditempeli kertas tulisannya 'barang export hati-hati pecah harap beli'! Cepetan!"
Pria bernama Hidan itu kepalanya sudah tersambung kembali dengan jahitan yang sekenanya. Ia memasuki ruang staff sambil marah-marah. Suara barang berjatuhan terdengar dari dalam ruang itu. Sepertinya dia tidak mendengarkan petunjuk Kuzu-san dengan benar. Aku sendiri tidak bisa mengingat perintah sepanjang itu sih. Sorot mata jengkel dari shinobi bermasker itu jelas terlihat. Mereka memang bukan rekan yang bisa akur kurasa.
Setelah menunggu cukup lama akhirnya Hidan-san keluar membawa sebuah kotak kecil, yang segera disambar oleh Kuzu-san dan meletakkannya di atas etalase, tepat di hadapanku. Aku terpana memandang barang sakti ini. Inilah benda yang akan akan menyelamatkan kehidupan cintaku. Aku ingin segera memilikinya. Tanganku ingin menyentuhnya, yang segera ditampik oleh Kuzu.
"Seratus juta ryou"
Jawaban singkat darinya bagaikan sambaran petir di siang bolong yang cerah di hatiku. Mahal sekaliiii!! Rasanya terakhir aku ke sini, harga rata-rata barang-barangnya hanya berkisar sepuluh jutaan dan masih bisa terbeli dengan tabunganku. Orang ini benar-benar lintah penghisap uang. Menyebalkan!
"Ka-kalau hanya sekedar me-melihat?"
"Tambah satu juta ryou"
"…"
Kuralat. Orang ini kelelawar penghisap uang. Walau Hyuuga adalah keluarga makmur dan berada, mustahil seorang anaknya yang masih di bawah umur sepertiku bisa memiliki uang sebanyak itu. Aku hanya membawa lima puluh juta ryou. Bagaimanapun juga aku harus memilikinya. Apa yang sebaiknya kulakukan? Dahiku berkerut cemas. Kecemasanku terlihat oleh Kuzu-san dan dia menghela napas panjang.
"Hidan! Bawa kotak ini kembali ke tempatnya!"
Secara refleks aku segera menghentikan tangan penuh jahitan yang akan memberikan kotak itu pada Hidan. Aku tidak rela. Aku tidak rela benda berharga itu menghilang dari hadapanku.
"A-ano… ba-bagaimana kalau saya bayar se-setengah dulu?"
"Tunai"
Kuralat. Orang ini vampire penghisap uang. Tidak punya darah dan air mata, tidak punya rasa sakit dan sedih. Kuharap Naruto-kun bisa membalaskan dendamku terhadap makhluk menyebalkan ini!! Sambil masih saling tarik-menarik kotak itu, aku terus berpikir untuk menyelesaikan masalah ini.
…ting…
Tiba-tiba aku teringat suatu hal. Baru saja kusadari, di Konohagakure terdapat satu sumber uang yang sangat berlimpah! Akhirnya aku bisa tersenyum kembali dan melepaskan tangan Kuzu-san.
"A-ano… saya bayar se-setengahnya, sisanya bisa Kuzu-san ambil sendiri di Ko-Konohagakure, se-sepuasnya"
"Non, nama saya Kakuzu, jangan ikut-ikutan anak bodoh itu" ucapan Kakuzu-san yang hanya dibalas dengan juluran lidah dari Hidan yang ada di belakangnya, "lagipula apa maksudmu??"
"Eh… ng… I-iya Ka-Kakuzu-san, begini…" aku segera menjelaskan sumber uang tersebut. Mata Kakuzu-san yang hijau semakin menghijau mendengar penjelasanku. Dia segera memberikan kotak itu beserta bonnya. Setumpuk uang hasil tabunganku selama ini telah berpindah tangan.
Barang ini secara illegal kini menjadi milikku! Yess!!
Aku berlari keluar meninggalkan dua orang aneh itu dengan riang. Sambil berlari-lari kecil dan bernyanyi aku kembali menuju Konohagakure. Saat melewati gerbang terlihat Kotetsu-san dan Izumo-san yang sedang berjaga, menyapa dan menanyakan apa yang telah kulakukan di luar desa.
"Ha-habis dari pasar gelap"
Sudah tidak kupakai lagi otakku untuk berpikir mencari alasan. Aku ingin menghemat energi supaya dapat memikirkan Naruto-kun lebih banyak. Dua orang itu menganga dan semakin jauh kutinggalkan masuk ke dalam desa. Aku tidak mempedulikannya. Sampai di rumah Hyuuga kulihat Neji-niisan belum selesai memangkas tanaman perdu. Aku pun tidak mempedulikannya dan langsung menuju kamarku.
Untunglah aku berangkat saat hari masih gelap dan transaksinya tidak memakan waktu lama. Sekarang belum sampai tengah hari dan aku bisa melakukan persiapan lebih lanjut untuk melaksanakan misi pribadiku. Dengan bantuan barang ini tentunya. Aku tersenyum memandang kotak yang ada di genggaman tanganku.
Fufufu… Precious… It's my precious!! Mwahahaha…
--
Omake… (normal POV)
"Kuzuuu… ngapain kita ke Konoha??" Hidan masih saja mengeluh melihat rekannya yang sedang bersiap-siap untuk berangkat, "bukannya kita sudah susah-susah menguasai tempat ini untuk berdagang dan menambah kas Akatsuki??"
"Kamu ga ndengerin kata-kata anak cewek tadi? Kita harus ke Konoha!!" semangat membara berkobar di mata Kakuzu. Ia menyeret Hidan keluar dari gubuk itu, yang tentu saja diiringi omelan sepanjang perjalanan mereka. Namun ocehannya tidak terdengar oleh Kakuzu karena suara gemerincing koin ryou terngiang-ngiang terus di telinganya.
"Hari ini kita akan menantang berjudi Godaime Hokage!! Yosh!!!"
tbc…
--
wew… tadinya niat saia maw oneshot aja, gataunya jadi gini… maklum klo bikin fic ga pernah pake kerangka alias ngalir aja. Saia bikin tbc soalnya ntar kepanjangan klo oneshot, saia capek ngetik, yang baca juga capek (saia sendiri klo disuruh baca juga bakal ngos-ngosan)
tadinya juga ga ada niat masukin duo zombi ntu, tapi waktu lagi hunting doujin Akatsuki mpe drooling en nosebleeding, hehe… jadi ya gitu deh… -ngelap mimisan- ano futari wa kawaii dakara… saia lebih suka mereka gampar-gamparan daripada yaoi, tapi kenapa mereka harus matiii????!!!
kasian Tsunade, bakal diperas mpe keriput tuh ma Kakuzu maen poker ato apalah hehe.. si biang stressnya Hinata alias si Naruto malah ga muncul sama sekali di chapter ini hehe.. di chap 2 pasti muncul lah… betewe kalimat terakhirnya Hinata ntu diucapin ala Smeagul nya LOTR yang mendesis-desis 'presiousssh.. maih presiousssh' khekhekhe
so… bisakah pembaca menebak apa isi dari kotak yang dibeli Hinata, mpe rela mecahin celengan en membuat Tsunade jadi tumbal? Jawabnya di review ya…
saia ucapin makasihmakasihmakasih buat yang udah membaca dan mereview fic-fic saia, terutama yang ngusulin untuk 'Im Not Freak' dilanjot ato dibikin sekuelnya, hingga akhirnya saia dapat ide dari situ dan jadilah fic ini. Makasih yah! Muach! Satu kecupan hangat dari bibir indah Kisame yang abis makan sayur jengkol sambal pete en minum jus durian…
berilah review, dan author akan terpacu untuk berkarya lebih baik lagi! …Walo saia ga yakin karya ini udah lebih baik… -masih ngelap mimisan-
sekali lagi… review please, and don't kill me… thanks!!
–ngacir ke warung beli tissue gulung sekarung bwat ngelap mimisan-
