Deskripsi
Fullmetal Alchemist by Hiromu Arakawa
Fanfict by BlackKiss'Valentine
Summary : Mustang membeberkan 27 hal bersama Hawkeyenya. Royai!
Warning : Gombal. Berisi banyak rasa cemburu dan pujian mesum a la Mustang . Humor jayus. Salahkan Mustang! *dibakar* Beberapa bagian saling berhubungan, promosi fic saya yang lain.
Fetish
Sebutan cantik terlalu murahan untuk memujinya. Kalau kau berselisih jalan dan terpikat pada rambutnya yang berkilau dan rapi, atau pada matanya yang merah marun seperti teh paling enak di dunia ; semua itu tidak ada artinya. Kau terlalu mudah digoda, kawan. Harusnya kau perhatikan lekukan pinggulnya yang maha karya dan tengkuknya yang putih bersih itu. Sama indahnya seperti melihat aurora di pulau selatan…
Saran dariku jangan terlalu lama memandangnya. Kalau dia tahu, Tokalev kesayangnya akan meletus di pelipismu. Kalau aku yang tahu, aku akan memberikan servis ledakan dahsyat dari jemari tangan kananku.
Dream Wild
Setahuku dia tak pernah mengerlingkan matanya yang indah kepada siapapun karena hal itu memang tidak cocok untuk sifatnya. Tertawa lebar saja tak pernah—dan kau akan salut pada tata kramanya itu. Ia tidak akan memutar-mutar ujung rambutnya untuk merayu, atau memberikan tatapan menggoda, atau menari gila sambil melepas dan mengibar-kibarkan kemejanya ketika mabuk walau aku sangat ingin melihatnya—apalagi kalau ditambah rok mini dengan belahan 10cm.
Mustahil sekali sih, tapi lelaki juga boleh bermimpi dong.
Tambahan : KALAU BENAR-BENAR TERJADI, HANYA AKU yang boleh melihatnya.
Senyum Super
Senyum keibuannya yang super pernah membuat seorang duda beranak satu datang untuk meminangnya. 3 menit saja, duda itu ditolak dengan alasan yang teramat sopan. Aku membantunya membuang buket bunga yang dihadiahkan duda itu ke tempat sampah atas inisiatifku sendiri, namun entah kenapa Hawkeye malah meninju pinggangku—sambil tersenyum?
Ya, Letnan. Tetaplah tersenyum seperti itu. Calon ibu yang paling cocok dalam keluarga Mustang hanya yang seperti itu.
Work Fast
Cepat adalah kata yang melekat dalam dunia kerjanya. Ia bisa memutuskan dengan cepat, menulis dengan cepat, membidik sasaran dengan cepat dan tepat, dan mampu membuatku cepat menyelesaikan pekerjaan yang masih menumpuk sebelum ia melubangi bokongku. Aku tidak tahu apa alasan ia ingin cepat-cepat, bekerja seperti terburu-buru. Ia memang terlihat sangat sigap untuk segala hal berkat itu. Tapi… seharusnya dia bisa lebih santai kan?
Nah, sebagai ucapan terimakasihku, aku akan mencoba untuk 'membuatnya rileks' sejenak. Kuharap ia akan memintaku 'berlama-lama' untuk yang satu itu. Yah, semoga aku tidak diancamnya untuk cepat-cepat ke surga sebelum sempat melakukannya sih...
Lama
Aku tidak bersamanya dalam waktu yang singkat. Aku sudah mengenalnya sejak ia masih mengenakan sepatu merah berpita ukuran 25. Aku sudah pernah berpisah darinya, melihatnya menangis, bertemu kembali dengannya dalam keadaan paling tragis dan kami berdua menyesal disaat yang sama. Itu sudah lama, ketika aku masih pantas disebut babyface dan rambut pirangnya masih pendek.
Dan sudah sejak lama pula, aku menyadari bahwa aku tidak bisa melepaskan pandanganku lagi dari dirinya.
Beda
Keberadaannya adalah sebuah perbedaan. Ia seorang wanita diantara para lelaki dalam medan perang paling ganas. Ia adalah satu-satunya wanita yang bekerja dibawah kendaliku. Dia tidak seperti wanita lainnya yang lebih tertarik pada cincin, ia lebih suka memperhatikan kaliber-kaliber peluru. Dan karena tidak pandai bersikap manis, ia jadi wanita paling mudah diingat dikantor dengan cap : 'Awas, Tokalevnya!'.
Perbedaan tersebut kusebut sebagai special. Lain daripada yang lainnya.
Otot
Asal tahu saja, kumpulan otot lembut yang menyusun rapi di badannya tidak pernah membuatnya jelek atau terlihat 'separuh laki-laki'. Bayangkan dirimu menyentuh kulit itu ; yang kencang dan belum pernah dijamah, tak cepat kendur atau berbau parfum yang menyengat… Hm, kurasa malam hari tak akan jadi saat yang tepat untuk tidur-tiduran.
Tapi sayang, kalau kau berani melakukannya otot-otot itu akan menghabisimu. Aku juga akan membantunya menghabisimu. Bagaimana?
Z
Pagi itu ia terlihat beda dari biasanya. Lebih detailnya, dibagian cara ia menatapku.
Saat aku tak sadar, sepertinya dia begitu memperhatikan sesuatu dariku. Jika aku menoleh padanya, dia akan segera memalingkan pandangnya, meneruskan pekerjaannya. Dan hal itu berlanjut hingga siang hari. Dia terlihat gelisah, dan pipinya memerah. Matanya juga sayu.
Dia jatuh cinta padaku?
"Hei, Letnan Hawkeye, kau kenapa?"tanyaku heran, tak tahan.
"Ano, Sir…"
"Ya, apa?"
"Resleting Anda sepertinya terbuka…"
"BILANG DARI TADI!"
(Z for Zipper :D)
Taisa
Aku adalah atasannya. Kolonelnya. Dia adalah bawahanku. Letnanku.
Dia memanggilku 'Kolonel', aku memanggilnya 'Letnan'. Formalitas dalam kantor kalau tak mau berurusan dengan hukum. Ingat, dalam kantor. Jadi, seharusnya dia tidak perlu memanggilku 'Kolonel ' di luar HQ. Dia tidak perlu memanggilku begitu ketika kami tidak sedang bekerja.
Dia bisa memanggilku 'Roy-sayang', misalnya. Iya, 'kan?
Tapi saat dia menangis dalam putus asa menyerukan kata itu—memanggil-manggilku yang dikiranya mati, aku merasa nama panggilan itu adalah panggilan sayang. Lebih indah dari kata 'sayang' itu sendiri.
Dan untuknya yang telah naik pangkat menjadi kolonel, 'Kolonel' yang bermakna sama akan kuucapkan tiap hari kepadanya sambil tersenyum.
Mati
Dalam sebuah pembicaraan 'ringan' ketika makan siang, mulutku dengan iseng (setengah serius) menyebutkan topic tentang kematianku.
Dia bukan gadis kecil yang ketakutan melihat ke arah pemakaman sepi. Dia sendiri sudah melalui berbagai macam kematian yang berlangsung didepan matanya. Ayahnya, Ibunya, dan semua masyarakat Ishbal tak berdosa yang kami bunuh… Tidak, ia bahkan sudah melewati neraka dan kini hidup sebagai wanita setengah zombie dengan rasa bersalah akan itu.
Tapi Ia memarahiku; setelah semua keberaniannya yang sudah kusebutkan tadi.
"Kumohon, Sir. Jangan pernah membicarakan tentang kematian Anda. Anda adalah alasan yang tersisa bagi saya untuk bertahan di dunia ini..."
Hey, Hawkeye. Maukah kau memberitahu apa arti perkataanmu sebelum aku mati penasaran dibuatnya?
Queen
Tak!
"Sial. Aku terdesak!"
Tak!
"Dasar Kolonel bodoh! Skak Mat! Raja Anda sudah saya jatuhkan. Bagaimana bisa anda mengorbankan Raja sementara sang Ratu masih bisa membalas serangan saya?"
"Jangan sebut aku bodoh, Breda! Ratuku terlalu berharga untuk terluka!"
"Hn. Iya, iya. Tapi jangan dipraktekkan dalam kehidupan nyata! Bisa susah kalau Ratu Anda menangis setiap hari karenanya, Raja…"
Home Sweet Home
Rumah tempatku tinggal dulu adalah apartemen tepat dibelakang bar ibu angkatku, Madam Christmas. Apartemen kecil dengan toilet bobrok yang sudah cukup luas untuk seorang bocah nakal, yang mencari uang dengan dicubiti oleh tante-tante mabuk di malam hari.
Rumah tempatku tinggal beberapa tahun setelah itu adalah rumah tuan Hawkeye, yang tinggal bersama putrinya—Hawkeyeku saat ini. Kalau sebelumnya aku akan kesepian jika tidak ada kerjaan, maka di rumah ini aku akan membaca atau berbincang dengannya ketika senggang.
Rumah ketiga adalah apartemen yang cukup bagus, cocok untuk seorang kolonel single berumur 30-an. Aku jadi bisa berantakan-ria lagi! Yay! Tapi kerjaan di markas rupanya menyuruhku untuk lebih sering menumpang di ruang istirahat militer…
Nah, aku berpikir, kira-kira rumah yang ia inginkan seperti apa ya? Besarkah? Atau kami akan menyewa apartemen seperti Hughes? Tapi kuharap ranjangnya lebar. Aku pingin punya double bed yang lebar sejak dulu…
BRAK!
"Sir! Jangan malah enak-enakan bermimpi! Ini paperworknya masih banyak!"
Rahasia
Terdapat rahasia besar padanya. Rahasia tentang kekuatan luar biasa Flame Alchemy. Rahasia berbentuk transmutation circle—merah mengukir dipunggungnya yang putih. Dan diantara semua orang yang ia kenal, ia mempercayakan punggung itu kepadaku. Mempercayakanku, yang sangat mengkhawatirkan dirinya, untuk membakar punggungnya.
Demi hilangkan beban konyol itu, dan juga untuk hapuskan tangisnya barang sedikit aja, aku (terpaksa) melakukannya. Hanya memercikkan sedikit api di salah satu sudut transmutation circle itu agar tak terbaca,sih… Tapi rasa gugup luar biasa menggelegak karena aku takut tak dapat mengontrol apiku.
Ngomong-ngomong, karena kami khawatir bajunya ikut terbakar waktu bagian punggungnya dibuka sedikit, ia memutuskan untuk 'benar-benar percaya' padaku dan melepas seluruh atasannya. Ya, cuma ada handuk melindungi bagian depannya!
Saat itu, walau sudah berada dititik dimana kupikir aku takkan bisa kembali lagi, rupanya aku bisa bersungguh-sungguh untuk dapat dipercaya olehnya. Yah, juga karena kami takkan bisa 'apa-apa' dengan luka bakar masih baru ditubuhnya itu…
Dan peristiwa itu saat ini menjadi rahasia kami. Rahasia yang bisa mengundang skandal kelas berat jika sampai bocor ke telinga orang lain. Jadi, rahasiakan ya!
Essay
"Jangan sembunyikan apa yang barusan Anda katakan, Sir! Tolong ulangi apa yang tadi anda katakan!"
"Tidak mau, kau pasti marah!"
"Makanya saya ingin tahu! Supaya saya bisa menilai apakah hal itu pantas saya marahi atau tidak!"
"Kejam! Bisa-bisanya kau berkata seperti itu, Hawkeye!"
"Sudah, sebutkan saja lagi!"
"Akh—! Iya, iya! Aku bilang; aku cinta padamu, Riza! Sangat, sangat, sangat mencintaimu!"
