Terlihat dua kubu terpisahkan oleh suatu margin.
Batas keseimbangan yang tak seharusnya saling melangkahi.
Seperti Yin dan Yang.
Namun tidak jika salah satunya sudah melangkahi batas itu.
.
"Bunuh! Bunuh!" teriakan dari kubu hitam terus menggelegar.
"Bertahanlah!" teriakan dari kubu putih menanti sebuah keajaiban.
Atau—
"Luminous Prince datang!"
Mukjizat?
Sekelabat cahaya melindungi kubu putih. Aura protector melindungi rakyat-rakyat yang tak bersalah. Agar darah tak tumpah dari tubuh mereka.
"Akhirnya kau datang juga," suara berat itu seperti menyiratkan kesenangan. Tetapi aura gelap yang mengelilingi tubuhnya berkata lain.
"Sudah lelahkah kau bersembunyi?" tanya pemilik suara berat itu.
"Mari kita bertarung, Dark Lord," Nada bicara pemuda dihadapan sosok yang dipanggil 'Dark Lord' mulai terdengar menantang.
Pemuda itu—Luminous Prince— mencabut pedangnya. Sebuah pedang hitam dikeluarkan dari sarungnya.
"Aku sudah lama ingin membunuhmu," pemilik suara berat itu juga mengeluarkan pedang hitamnya yang besar.
Kedua pasang kaki itu saling bertolak.
Menghindarkan terjadinya pertumpahan darah dari masing-masing kubu mereka.
Dan akhirnya peraduan kedua pedang adalah bukti dari kekuatan mereka.
TRANG!
#
Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya
Luminous Prince © Eka Kuchiki
#
100 tahun telah berlalu.
Masa kelam dimana gerhana bulan memayungi pertempuran diantara dua kubu itu sudah lama berlalu.
Masa dimana darah mengalir dengan deras di antara dua kubu.
Hingga ada satu sosok yang menghentikan itu semua.
Luminous Prince.
Dia adalah abdi dunia untuk menyingkirkan kubu hitam. Tak akan ia biarkan semua kejahatan dan dictator yang akan menguasai dunia ini.
Dia adalah tameng untuk melindungi rakyat tak bersalah dari apapun yang dapat merenggut nyawa mereka.
Meskipun dibayar dengan nyawanya sendiri.
Seorang remaja tanggung bermata hijau cerah mengamati kebun tomatnya dengan mata yang berbinar. Akhirnya yang dinantikan datang juga.
Panen tomat!
Remaja yang berpenampilan agak serampangan itu mengambil keranjang dari dalam rumahnya. Ia berlari kearah kebun tomatnya.
"Yes! Hari ini aku bisa pesta tomat!" teriaknya senang. "Aku akan—"
"Hiks… hiks…"
Remaja itu terdiam sesaat. Lalu tangannya menyibak tanaman-tanaman tomat—untuk mencari siapa yang menangis.
"Hei! Siapa yang—"
Mata hijau itu membelalak ketika ia melihat seorang anak kecil menangis. Seorang anak kecil yang menurutnya imut. Pakaiannya adalah baju sailor yang didominasi warna putih. Pipinya yang putih
"Siapa kau?" tanya remaja itu kepada anak kecil yang menangis.
Anak kecil itu tidak menjawab, malah tangisnya semakin kencang. Sepertinya dia takut dengan remaja itu.
Remaja itu kewalahan, "Waduh! Jangan menangis!" kemudian tangannya memetik sebuah tomat ranum.
"Ini untukmu," kata remaja itu. Anak kecil itu masih terisak, lalu menatapnya ragu. Namun mata ambernya nampak tergugah dengan tomat ranum itu.
"Ambillah," remaja itu mengulurkan tomatnya kearah anak kecil itu.
Tangan mungil itu mengambil tomat yang disodorkan. Kemudian, ia menggigit tomat itu dengan gigitan kecil.
"Bagaimana, enak tidak?" tanya remaja itu.
Anak itu mengangguk pelan. Remaja itu menatap anak kecil itu dengan pandangan kagum.
Ya. Dia memang menyukai anak kecil. Menurutnya, anak kecil itu lucu.
"Siapa namamu?" tanya remaja itu.
"Lovino," jawabnya acuh tak acuh. ia menggigit tomatnya lagi.
"Nama yang bagus! Aku Antonio," Kata Antonio. Senyum manis tersungging di bibirnya. Sayangnya, Lovino tidak berminat melihat senyuman itu.
"Eh, tadi mengapa kau menangis?" tanya Antonio.
Lovino menatap wajah Antonio dengan sendu, membuat pemuda berkulit gelap itu merasa bersalah.
"Maaf, jika aku menyinggungmu," kata Antonio.
"Bukan begitu, bodoh!" gerutu Lovino pelan—tapi menyentak telinga Antonio. Demi imagenya sebagai penyuka anak kecil, ia berusaha untuk menahan emosinya.
"Terus apa?"
"Aku lapar, bodoh! Buatkan aku makanan!"
Antonio hanya bisa jawdrop mendengar pernyataan anak kecil itu.
Di suatu tempat yang redup dan pengap—hanya obor sebagai penerangan. Dimana sinar matahari tak bisa menembus kedalam tempat ini.
Tempat yang terlupakan, karena hanya berupa reruntuhan.
Namun siapa sangka bahwa ditempat itu terdapat didalamnya ruangan yang megah. Penuh dengan patung-patung disetiap sudut ruangan.
Disinilah sebuah kegelapan mengawali misinya.
.
Seorang remaja tanggung dengan jubah hitam yang menutupi rambut pirangnya nampak tergesa-gesa menuju ke sebuah ruangan yang sangat luas.
Di dalam sana, terdapat seorang pemuda yang berpakaian serupa dengan remaja itu. Ia menyambut remaja itu dengan seringai seram. Namun seringai itu tidak cocok untuk wajahnya yang begitu 'cantik'.
"Ada perlu apa, anak kesayangan?" sindirnya. Remaja itu hanya mendengus pelan. Kalau saja yang didepannya ini bukan atasannya, dia pasti sudah memenggal kepalanya sejak tadi.
"Aku tahu, kau pasti iri melihat kedekatanku dengan Yang Mulia," remaja itu menyindirnya balik.
"Ada apa kau datang kemari?" pemuda itu mulai mengeluarkan aura hitam untuk mengancamnya.
"Aku menemukan seorang anak yang mempunyai kekuatan aura yang besar," jawab remaja itu—tanpa rasa ketakutan menghinggapinya. Mata hijaunya tetap terlihat tenang.
"Bawa anak itu masuk!"
Tak kurang dari lima menit, remaja itu menggandeng seorang anak berusia kurang lebih 5 tahun. Mata biru anak itu memandangi setiap ruangan itu tanpa ada rasa takut.
Pemuda itu menatap mata sang anak—mencoba membaca pikirannya. Kemudian ia menatap balik remaja itu.
"Bagaimana kau bisa mengetahui kalau anak ini mempunyai kekuatan aura yang besar?" tanyanya curiga.
"Karena aku melihat aura yang besar dalam tubuh anak ini," jawab remaja itu.
"Sejak kapan kau bisa melihat aura seseorang?" sindiran pemuda itu membuat remaja dihadapannya mendengus pelan.
"Itu bukan urusanmu."
Jawaban remaja itu membuat sang pemuda makin mengeluarkan aura gelapnya.
"Lalu apa alasanmu membawa anak ini?"
"Aku takut dia akan jatuh ke tangan kubu putih."
#
T.B.C.
#
Eka's note : Yay! Satu multichap lagi dari saya untuk fandom Hetalia! (jerit kegirangan) Ini adalah fic pertama saya yang bergenre fantasy dan supernatural. Akhirnya kesampaian juga nulis cerita fantasy… #curcolabaikan
Seperti biasa, ada F.A.Q. yang (gak) penting dibalik pembuatan fic ini.
F.A.Q
Q : Kenapa lo ngasih judul fic ini Luminous Prince?
A : Karena sebagian alur cerita ini diambil dari ide cerita dari novel 'Five Prince' yang lagi saya tulis tapi masih hiatus dulu karena masih banyak perubahan—*Dibekep sebelum promosi lagi*
Q : Luminous Prince? Dark Lord? Siapa itu?
A : Itu cuma sekedar nama kehormatan atau julukan. Siapa mereka, anda tebak sendiri. *dilempar ke Antartika*
Q : Di paragraph awal sempat ada kata-kata 'aura'. Apa hubungannya dengan fic ini?
A : Kalau diceritain disini gak surprise dong!
Q : Disini, umur Antonio dan Lovino berapa?
A : Antonio 13 tahun dan Lovino 5 tahun.
Q : Terus, remaja dan pemuda yang memakai jubah hitam itu siapa?
A : Ayo tebak siapa… *dilempar sandal*
Q : Kenapa elo bikin multichap lagi? Bukannya 'Alone' masih belum selesai?
A : AH! OBAMA DATANG LAGI! (ngacir)
Tolong jawab pertanyaan saya apakah fic ini dilanjutkan atau dihapus saja lewat review anda.
Thanks! ^^
