We are Happy Now
Rate: T
Genre: Family
Disclaimer: Asagiri Kafka & Harukawa Sango.
Warning: OOC, typo, kepanjangan (?), bau2 romance amat pekat meski family bilangnya, dll.
Author tidak mengambil keuntungan apa pun dari fanfic ini, dan semata-mata dibuat demi kesenangan pribadi serta diikutkan pada event AtsuKyou week 2019 di Tumblr.
Day 1: Memories/Fantasy!AU
Kamar mungil itu adalah istana bagi tuan putri yang tertidur pada singgasananya–kasur dengan seprai kelinci putih menggemaskan, seperti sepasang emerald yang mengerjap-ngerjap memutuskan terbangun. Pandangannya disambut puluhan awan yang bergelantung di langit-langit kamar. Menyatu dengan bintang, bulan, bahkan matahari seakan si pencetus menggabungkan siang dan malam di satu tempat.
"Pagi, Usagi-chan. Tidurmu nyenyak?" Boneka kelinci kesayangannya dikecup singkat. Gorden di belakang punggungnya lantas ditarik mengundang selarik sinar pagi untuk bertamu.
"Baguslah jika tidurmu nyenyak. Hari ini akan menyenangkan, lho. Soalnya–"
TOK ... TOK ... TOK ...
Pintu perlahan terbuka. Gadis tiga belas tahun itu spontan memeluk Usagi-chan untuk menyembunyikan debar jantung. Manik selaras hijau daunnya terpejam sembari memohon, agar janji semalam tidak mengingkari harapannya.
"Pagi, Kyouka-chan. Mimpimu indah?" Lembut atensi itu berpadu indah dengan kicau burung di pinggir jendela. Tanpa mengenali lagi kekecewaan, matanya terbuka lebar bersama titik-titik air yang menggenang.
"Atsushi-kun!"
"Rumah sakit benar-benar sibuk. Makanya baru bisa–" Pelukan mendadak Kyouka membungkam penjelasan pemuda itu. Sebuah elusan diberikan pada rambut biru dongkernya yang terurai bebas.
"Selamat datang, Atsushi-kun. Aku merindukanmu."
"Aku pulang, Kyouka-chan. Maaf membuatmu menunggu." Dua minggu bukan tidaklah singkat dalam berpisah. Kerinduan mereka sama-sama menjelmakan renjana membuat peluk dan elusan itu meringankan resah. Menghilangkan takut akan pertemuan yang gagal dijemput.
"Orang itu tidak datang lagi, kan? Aku benci dia."
"Maksudmu Dazai-san? Dia sudah balik ke rumah sakit, kok."
"Kenapa Atsushi-kun bisa berteman dengan orang seaneh itu? Dia sangat suka memujimu dan aku sebal mendengarnya."
"Supaya perasaanmu lebih enak bagaimana kalau mandi dulu? Aku punya kejutan untuk Kyouka-chan setelahnya."
"Naik ... kursi roda?" Kejutan jelas menyenangkan. Namun, lain halnya dengan kursi roda yang Kyouka benci sejak kecil.
"Tidak. Aku gendong. Hari ini aku adalah kereta kudanya Tuan Putri Kyouka-chan."
"Apa tidak terlalu panjang? Nanti Atsushi-kun lelah memanggilku."
"Tidak akan. Namamu pasti kupanggil sebanyak mungkin."
Selain kejutan, boneka kelinci, hiasan gantung, crepes, favorit Kyouka adalah Atsushi yang memanggilnya dengan tersenyum, dan memandikannya sembari mereka mengobrol. Selama sampo stroberi memanjakan rambut, Kyouka menceritakan perihal Dazai Osamu yakni rekan kerja Atsushi di rumah sakit. Pemuda serba cokelat itu senang menelepon wanita. Mengajak kencan ditambah menggoda menggunakan nada menjijikan.
Bagaimana Kyouka tidak jengkel coba? Mana serakah lagi Atsushi ikut diperbincangkan 24 jam.
"Saat dia menjahili Atsushi-kun dengan memasukkan kodok pada baju kerjamu. Aku sudah membalasnya!"
"Dazai-san cerita pada Kyouka-chan?" Suara pengering rambut turut mencampuri obrolan mereka. Wajah cemberut Kyouka ingin Atsushi cubit jikalau ia tidak sibuk melakukan ini.
"Dia menceritakannya sambil tertawa. Lalu setelah itu, aku memasukkan cicak ke dalam kemejanya." Mesin pengering dimatikan dan diletakkan di laci. Tawa kecil lolos dari bibir Atsushi yang sibuk mencari sesuatu.
"Tadinya aku mau memasukkan binatang lain. Tetapi dia tidak mengizinkanku keluar. Padahal–"
"Jeng! Jeng! Jangan cemberut lagi. Aku lebih suka Kyouka-chan tersenyum." Sebuah gaun biru dengan pita kuning matahari diperlihatkan Atsushi yang mencontohkan ekspresi tersebut. Tidak ketinggalan, pipi bakpao Kyouka dicubitnya penuh kegemasan.
"Selamat ulang tahun ke empat belas. Semoga Kyouka-chan selalu bahagia." Kening mereka menempel erat. Kehangatan itu menemui senyum di balik keterkejutannya yang sejurus kemudian, memekarkan garis lengkung paling merdu.
Mahkota mutiara putih turut disematkan. Jam menunjukkan pukul sembilan yang berarti, waktunya sarapan sekaligus perayaan. Kyouka didudukkan sebelum Atsushi membawa nampan. Kue dua tingkat dengan krim warna-warni diletakkan pada meja, dan pemantik menyulut api agar angka enam belas bercahaya menaburkan kebahagiaan. Lagu ulang tahun Atsushi nyanyikan sambil bertepuk tangan. Lilin pun ditiup usai liriknya tiba di penghujung.
"Sekarang Kyouka-chan panjatkan permohonanmu."
"Aku ingin Atsushi-kun juga bahagia. Selalu tersenyum dan berhenti diganggu dia."
"Kamu benar-benar membenci Dazai-san, ya." Telunjuknya menggaruk dagu yang tidak gatal. Entah dua minggu itu terjadi apa sampai Kyouka memusuhi rekan kerjanya.
"Soalnya dia ingin merebut Atsushi-kun dariku."
"Mana mungkin. Dazai-san menyukai Chuuya-san dan mereka akan menikah Juni nanti." Sepotong kue disodorkan pada Kyouka. Namun, protesnya belum terpuaskan sehingga ia kembali bersuara.
"Katanya dia mau dua istri!"
"Tetapi aku cowok. Tidak mungkin menjadi istrinya."
"Cowok juga bisa jadi istri, begitu dia bilang. Asal saat di ranjang posisinya di–"
HAP!
Sepotong kue cokelat masuk menghentikan kalimatnya. Kyouka betul-betul diam, ketika Atsushi menyuapi gadis itu sampai tiga jatah dihabiskannya. Mereka balik ke kamar usai kekenyangan. Kaus putih Atsushi ditarik pelan, sementara telunjuk Kyouka mengarah pada piano di pojok kamar. Debu yang menempel di tutupnya, dan tuts yang mengusang menunjukkan seberapa lama kenangan ini ditinggalkan.
"Terakhir Kyouka-chan bermain dua tahun lalu, ya?" Bingkai foto di atas piano Atsushi ambil perlahan. Sosok mereka tercetak apik dengan pegangan yang saling berbagi piala.
"Atsushi-kun juga terakhir memainkannya dua tahun lalu. Kamu mengajariku lagu kesukaanmu." Beberapa tuts ditekan mengeluarkan nada familier. Atsushi pun menyambungnya setelah meletakkan bingkai foto.
Adalah Fur Elise yang merajut seuntai kenang dengan merah benang takdir. Napas mereka melembut seiring lantunan itu menjejakkan syahdu yang melarutkan tarian jemari. Matahari pun mendatangi udara untuk menemani sunyi nyanyiannya. Buih cahaya pagi lantas melukis warna-warni pelangi tak kasat mata melengkapi keharmonisan itu -mengingini keindahan tersebut dipahami telinga yang tidak tahu cara melihat atau sebaliknya.
Harmoni tersebut haruslah diam yang sempurna agar seutuhnya menggenapi kebersamaan.
"Permainanmu masih sebagus dulu," puji Atsushi mengacak-acak rambut Kyouka. Mahkotanya jadi sedikit geser walau segera diperbaiki.
"Kenapa Atsushi-kun tidak menjadi pianis? Aku menyukai permainan pianomu."
"Orang tuaku tidak mengizinkan. Jadi, mau bagaimana lagi." Sekilas ada secarik sendu di sepasang nila itu. Kyouka memahami impian Atsushi lewat pianonya. Seberapa besar potensi termasuk kemauan menuju puncak yang dimiliki sang pemuda.
"Apa Atsushi-kun tidak senang menjadi dokter?"
"Tentu saja tidak. Membantu orang dengan medis juga menyenangkan."
"Selain medis, Atsushi-kun juga menyelamatkanku dengan musikmu. Pertama kali mendengarkan permainan pianomu, rasanya dunia tidak seburuk yang kupikirkan."
"Setelah itu Kyouka-chan bertanya benda apa yang kumainkan. Meskipun masih takut, kamu mulai mendekatiku dan menyentuh piano ini. Kyouka-chan terkejut ketika menekan tutsnya."
"Bunyinya tidak sebagus milikmu."
"Karena itu Kyouka-chan berlatih, bukan? Kamu bahkan mendaftar lomba atas keberanianmu, dan memenangkannya dengan baik."
"Itu karena tepuk tangan Atsushi-kun paling keras dari semuanya. Aku jadi yakin bisa memenangkan kontes tersebut." Sekeras apa pun Kyouka berlatih, suara pianonya tidak pernah menyamai Atsushi. Ia menjadi ragu untuk menghadiahkan piala paling besar di meja juri.
"Benarkah? Memang terdengar?"
"Paling bersemangat dan tulus. Tepuk tangan Atsushi-kun terdengar seperti itu."
"Suaramu yang sekarang lebih tulus dan bersemangat dibandingkan tepuk tanganku dulu. Sebagai ungkapan terima kasih, Kyouka-chan mau melakukan apa selanjutnya?"
"Atsushi-kun mau bermain rumah-rumahan?"
Anggukan diberi sebagai persetujuan. Tubuh Kyouka diturunkan ke lantai, dan rumah-rumahan merah jambu menjadi pusat atensi. Boneka-boneka usang dikeluarkan dari kotak mainan bersama peralatan mengeteh. Kyouka berpura-pura menuangkannya untuk Usagi-chan, Kuma-kun, Neko-san dan sepasang paus begitu pun Atsushi. Ia juga menyediakan enam piring plastik untuk menaruh penghapus berbentuk makanan.
"Selamat menikmati hidangan, Tuan."
"Boleh aku minta gula?" Sendok plastik dimasukkan pada sebuah kotak kecil. Atsushi menyodorkan gelasnya supaya Kyouka bisa memasukkan dengan mudah.
"Bagaimana rasanya?"
"Enak. Hangat dan manisnya pas." Cangkir milik Usagi-chan, Neko-san serta Kuma-chan juga ditambahkan gula. Sementara sepasang paus menikmat teh ditemani biskuit tanpa kendala berarti.
"Mau menambah sesuatu?" tawar Kyouka ramah. Menu diberikan pada Atsushi yang menimbang-nimbang.
"Alatnya tidak bisa bikin chazuke, ya?"
"Kalau es krim?"
"Boleh. Aku mau yang rasa stroberi."
Plastisin merah jambu diolah menggunakan mesin pembuat es krim. Tuasnya Kyouka gerakkan perlahan, sembari memutar cone searah jarum jam supaya membentuk spiral. Es krim plastisin diserahkan pada Atsushi usai bayaran diterima dalam uang mainan. Namun, kurang dari semenit dokter muda itu mengembalikannya ke Kyouka. Tersenyum riang menyambut keheranan di depan mata
"Untukmu. Aku yang traktir." Ragu-ragu Kyouka menerimanya. Mereka terdiam sejenak dalam hening yang saling menemui pandangan masing-masing.
"Menurut Atsushi-kun aneh?"
"Apanya yang aneh? Bermain seperti ini normal-normal saja."
"Sebenarnya apa yang gadis empat belas tahun lakukan selain bersekolah?" Kanker tulang belakang melumpuhkan Kyouka sejak kecil. Ia sebatas terbaring sampai ibunya meninggal, dan Atsushi menemukan gadis itu di pinggir jalan sehabis digusur.
"Main ke mal, nongkrong di kafe, belajar, mungkin pacaran dan ikut berbagai les. Kebanyakan juga berkegiatan di klub sekolah untuk mengisi waktu."
"Tidak ada yang bermain rumah-rumahan?" Selembar kertas kosong Atsushi robek dari buku sakunya. Penuh antusiasme Kyouka mengintip sampai memiringkan kepala.
"Anggap saja permainan rumah-rumahan ini seperti klub minum teh. Anggotanya Kuma-chan, Usagi-chan, Neko-san, pasangan paus dan Kyouka-chan sebagai ketua."
"Lalu klubnya jadi? Atsushi-kun tidak masuk?
"Ya, sudah jadi. Aku adalah guru pembimbing yang meresmikan klub Kyouka-chan. Makanya tidak termasuk anggota." Tanpa memedulikan penjelasan Atsushi kertas tersebut Kyouka rebut bersama pulpen. Nama pemuda itu ditulis di paling bawah sebagai wakil.
"Guru juga anggota. Ini permintaan wajib dari ketua klub."
"Karena permintaannya wajib mau bagaimana lagi. Kalau begitu selaku guru, aku mengadakan rekreasi untuk klub minum teh."
Cangkir tehnya diletakkan di lantai. Atsushi meregangkan badan, melakukan pemanasan ringan dan tahu-tahu, mengangkat tubuh Kyouka di tengah kebingungan sang gadis. Hijau matanya pun terbelalak menyadari dirinya menyaingi udara. Senyuman Atsushi terlihat jauh, namun terasa dekat menepikan keterkejutan Kyouka.
"Rentangkan tanganmu, Kyouka-chan. Kita sedang naik pesawat."
"Seperti ini?" Kedua tangannya dilebarkan ke samping. Atsushi mengangguk sebelum memulai penerbangan di pukul sebelas.
"Satu ... dua ... tiga ...! Pesawat siap meluncur!"
Adrenalin berpacu dalam udara yang mengikat kencang napas mereka. Waktu bagai dipercepat sepersekian detik membuat paru-paru dikejutkan beribu-ribu angka yang menyerpih, dan menusuk debaran jantung. Kaki Atsushi berputar cepat membuat Kyouka seakan terbang. Arah langkahnya menari ke sembarang arah, selama tanah dapat dipijak atau telapaknya mau menginjak apa pun yang
Ketika mereka balik ke rumah-rumahan merah jambu, Atsushi terpeleset buku sakunya membuat ia refleks memeluk Kyouka. Suara berdebum menggema menggantikan keriangan mereka dengan keterkejutan.
"Kita terdampar, tetapi mendarat dengan selamat." Untungnya Kyouka tampak baik dalam pelukan Atsushi. Napas pemuda itu terdengar berantakan membuat tuan putri khawatir.
"Apa Atsushi-kun merasa sesak?"
"Sebentar lagi juga membaik. Maaf membuat Kyouka-chan khawatir." Kepala belakangnya dielus guna meredakan kecemasan gadis itu. Tubuh Kyouka dibaringkan di samping Atsushi, dan pandangan mereka menuju gantungan awan di langit-langit kamar.
"Penerbangannya seru?" tanya Atsushi membalikkan tubuh. Kyouka melirik sejenak sebelum mengembalikan pandang ke atas.
"Seru, kok. Mungkin seperti itu, ya, rasanya naik pesawat sungguhan?"
"Seharusnya lebih pelan dan stabil. Tetapi aku pilot amatiran." Mengingat caranya terpeleset Atsushi tertawa kecil. Terlihat keren memang bukan keahliannya sejak dulu.
"Selama pilotnya Atsushi-kun tidak masalah. Aku pasti aman."
"Kalau lebih dekat dengan langit nanti permohonan Kyouka-chan cepat terkabul. Seharusnya aku membawamu keluar, ya, daripada terkurung di rumah."
"Di dalam rumah juga menyenangkan asal bersama Atsushi-kun. Jadi, tidak apa-apa."
"Tetap saja aku sedikit menyesal. Di luar sana ada lebih banyak hal untuk dilihat. Dan selama dua tahun ini, aku jarang memperhatikan Kyouka-chan. Menjanjikan kesembuhan pun tidak bisa."
Ketika langit-langit kamar menampakkan awan, bintang, bulan dan matahari, melihat semua itu membuat Atsushi merasa kecil walau hiasan tersebut adalah karyanya. Ia menginginkan Kyouka berjalan di bawah biru, jingga dan hitam yang asli. Menyaksikan bagaimana cemerlangnya siang, mesra sesosok senja dan teduh malam di mana cahaya berkelip manja.
Atsushi ingin Kyouka menikmati permen kapas di musim panas, piknik di bawah siraman siraman sakura, mengumpulkan daun gugur, perang bola salju, memanjatkan permohonan pada bintang jatuh, melihat aurora–apa pun yang boleh dan memungkinkan agar dia tahu, dunia tidaklah terbatas pada Atsushi seorang.
Supaya Kyouka bisa menemukan kebahagiaannya sendiri, dan bukan diberikan oleh seseorang sekecil dirinya yang selalu lalai.
"Hey. Tolong ambilkan HVS dan pulpen." Ujung kaus Atsushi ditarik lemah. Ia tak langsung beranjak melainkan melirik mencari tahu.
"Buat apa?"
"Ambil saja. Sekarang giliranku memberimu kejutan."
Empat lembar HVS, dan sebilah pulpen diserahkan pada Kyouka yang menerimanya. Ia menulis sangat cepat lantas dilipat menjadi pesawat. Isyaratnya memberitahu agar Atsushi mengikuti hal serupa–mencantumkan permohonan di atas kertas, dan membuat origami sejenis yang dilanjut membawa Kyouka menuju jendela.
"Kamu mau apa?"
"Buka jendelanya. Terbangkan pesawat kertasmu setelah aku." Keheranan Atsushi tidak digubris barang sebentar. Perintah Kyouka kian mengombang-ambingkannya yang menatap khawatir.
"Nanti kamu masuk a–", "Lakukan saja. Aku ingin menerbangkan pesawat ini."
WHUSHHH!
Angin mengembuskan dedaunan yang menari liar di sekeliling mereka. Kyouka menerbangkan pesawat kertasnya disusul Atsushi. Lipatan itu perlahan menjauh ditelan garis angan yang memenjarakan matahari. Ke mana pun harapan-harapan tersebut pergi, bertualang dan berhenti atau melapuk oleh hujan, Kyouka ingin memercayainya yang suatu hari tiba di masa depan–pada lain waktu di mana kebodohan-kebodohan itu tumbuh menyegarkan rerumputan senja.
Berdoa mereka punya rumah berpulang agar dunia tahu, harapan manusia yang sekarat bukan keputusasaan melainkan patut dirayakan seperti kelahiran–begitu meriah dalam kebahagiaan, penuh kekuatan dan beribu optimisme yang mengharumkan air mata malaikat.
"Atsushi-kun tidak perlu lagi merasa sekecil itu, karena pesawat kertasku akan menjadi mataku untuk melihat sekeliling dunia. Lagi pula bukankah kita sudah berjanji kemarin?" Pipi sang dokter ditepuk lembut. Sepasang nila-nya melebar merespons kesadaran yang kembali hadir.
"Masih ada janji itu, ya. Lagi-lagi aku menyesalinya tanpa sadar. Maaf." Sebagai penebusannya Atsushi memangku Kyouka menghadap jendela. Kaca dibiarkan terbuka membuat angin, dan biru langit terasa bebas untuk mereka jelajahi.
"Boleh aku tahu permintaanmu?"
"Aku ingin Kyouka-chan bisa menemukan kebahagiaanmu sendiri tanpa menyesalinya. Kalau kamu?"
"Aku ingin permintaan Atsushi-kun menjadi kenyataan, dan ternyata langsung dikabulkan." Pandangan mereka bertemu tanpa janji di waktu sebelumnya. Mahkota tersebut Kyouka pasangkan ke Atsushi dengan kebahagiaan terbaik pada senyumannya.
"Sekarang Atsushi-kun bukan lagi kereta kuda. Kamu adalah pangeran yang menjadi kebahagiaan terbesarku, walau kita jarang bersama."
"Memangnya Kyouka-chan tidak kesepian?"
"Memiliki seseorang untuk dirindukan sangat menyenangkan. Apa lagi ketika menunggu Atsushi-kun pulang ke rumah, dan kamu mengecup keningku terus membacakan dongeng."
"Dongeng kesukaan Kyouka-chan adalah kelinci dan macan putih. Kamu sampai memintaku membacakannya berulang kali."
"Ingat crepes yang kita makan di pinggir jalan? Aku mau Atsushi-kun membelikannya lagi untukku." Bahkan sekarang Kyouka bisa merasai kecut stroberi bercampur lembut krim putih. Membayangkan Atsushi membersihkan wajahnya dari noda manis itu dengan sapu tangan.
"Aku ... aku juga ingin bermain piano lagi. Makan nasi putih ... lauknya ... ikan bakar. Sup tofu ... taiyaki ... chazuke ..."
"Aku ... ingin memakan semua itu ... dengan Atsushi-kun ... ayah terhebat ... di dunia ..."
"Nanti kubelikan sebanyak yang Kyouka-chan mau. Karena itu ..."
"Beristirahatlah dengan tenang, karena Kyouka-chan sendiri yang bilang tidak akan kesepian."
Selama memori ini terkenang, dunia mana pun mustahil menyepikan mereka yang selalu terhubung.
Tamat.
A/N: Ku baru bikin hari ini. jadi maafkeun apabila fic nya rada gaje sama ooc, tapi karena pengen ikutan ya sudahlah, terobos aja wkwkw. idenya juga dadakan sehingga tema "memories" nya ga terlalu berasa. aku udah ga ada niat ganti dan bikin satu fic ini aja butuh waktu lama banget. semoga hasilnya maksimal~
Thx buat yang udah baca, fav/follow, review atau sekedar lewat. Aku menghargai apa pun yang kalian berikan padaku~ mohon kritik saran juga supaya fic di day 2 bisa lebih baik. see you tomorrow~ meski aku gak janji bisa bikin day 2 tepat waktu hehehe.
