Gemericik hujan kian menderas dari balik jendela kamar. Bertetes-tetes jatuh membaluri kaca, mencipta puluhan embun di permukaannya.

Sungguh awal yang membuat malas beraktivitas.

"Nghh ..."

Katsuki membuka pelan pelupuknya yang begitu lengket, setengah terpejam meraih ponsel yang terus berkedip dengan sinar menyilaukan mata--tidak bersuara ataupun bergetar karena di silent. Digesernya simbol telepon dan terdengarlah seruan dari seberang.

"Oi, Katsuki! Kau mau bolos hari ini?! Kenapa tidak ajak-ajak, sih?"

"Hah?" Dalam sekilas kesadarannya yang semula setengah terjentik jadi seratus persen. "Apa yang kau bicarakan, Baka?"

Dia spontan menegakkan tubuh dan rautnya berubah berang.

"Eh? Bukan, ya? Berarti kau telat?"

Keningnya berkerut-kerut bingung, sekilas menoleh ke arah jam weker yang terletak di atas nakas. Menggeram ketika melihat angka pada penunjuk waktu itu. 11.20. Kelas pertamanya sudah dimulai sejak satu jam yang lalu.

"Sialan!"

Segera dia menegakkan tubuh, berniat bangkit dari tempat tidur dan bersiap-siap ke kampus. Seharusnya dia mengumpulkan tugas kuliahnya pagi ini, tapi karena kegiatan semalam, ia keterusan tidur dan lupa menyetel alarm.

"Mau ke mana?" Sapaan serak dari belakangnya berikut lengan berotot yang melingkari pinggang sejenak menghentikan pergerakannya.

Mendadak Katsuki ingat dengan eksistensi lain yang menghuni ruangan yang sama dengannya, pun pelaku yang mematikan alarm--padahal dia yakin sudah mengaktifkan alarm sebelumnya.

"Katsuki... jadi kau mau datang atau tidak?"

Tanpa menjawab sahutan dari ponsel nokianya, Katsuki memutus sambungan dan menepis tangan yang merangkulnya. Namun apitan lengan itu jauh lebih kuat dibanding yang ia duga.

"Lepaskan, sialan!"

"Jangan pergi. Ayo tidur lagi." Si pemilk surai setengah-setengah menarik Katsuki untuk tidur lagi, sementara empunya menarik tubuh ke arah sebaliknya. "Lagipula kau sudah terlambat, sekalian saja bolos."

Kepala kremnya seketika berasap mendengar kalimat yang dilontarkan sepolos ajakan anak kecil untuk bermain. Dia berbalik dan menjambak kuat surai putih Shouto.

"Diam kau, setengah-setengah sialan! Semua ini gara-gara kau juga aku terlambat! Kau yang mematikan alarm, bukan?! Jangan berlagak polos kau, brengsek-"

CHUP

-dalam sedetik, rentetan cercaan yang disemburkan lelaki itu terhenti. Katsuki kian melotot kala bibirnya dikunci dalam pangutan rakus lelaki didepannya.

"Mh... mmmh... hm!"

Katsuki meninju pundak Shouto dan mendorongnya secara brutal, tapi lelaki di depannya malah makin lihai menciumnya dengan tatapan datar yang tak dapat Katsuki pahami, terkadang. Lambat-laun lututnya lemas, begitu pun kekuatannya untuk memberontak tadi.

Plop

Lantas ciuman terlepas, dan Shouto menyorotnya dengan mata mirip anak anjing minta dipungut. Apaan-apaan itu, ia berpikir sambil memalingkan muka.

"Kali ini saja, luangkan waktu untukku. Akhir-akhir ini kita jarang bertemu."

Katsuki mendesah, tak sengaja menyunggingkan senyuman tipis di ujung bibir. "Heh, ya sudah."

Selanjutnya dia tak melawan ketika direbahkan kembali ke atas kasur dengan tak sabaran. Pun menerima saja kecupan-kecupan yang dilancarkan di area leher dan selangkanya. Desah-desahan menggoda dilantunkan bibir kecilnya kala titik-titik sensitif dimainkan.

"Katsuki ..." Todoroki menatapnya, meminta persetujuan untuk menuju tahap selanjutnya ; memikirkan kondisi kekasihnya yang mungkin belum pulih akibat permainan kemarin.

Katsuki menyeringai tipis, dijangkaunya leher si rambut setengah-setengah dengan dua tangan. Mengalungkan lengan sembari menyatukan kembali tautan bibir yang sempat terpisah. Lantas memejamkan mata, membalas ajakan dansa di dalam mulutnya.

Kalau dipikir-pikir, membolos sekali-sekali tidak buruk juga. Ditambah lagi cuaca yang mendukung untuk 'memanaskan tubuh'.