Trak.

Satu deret kartu single flush mendarat di meja bundar, memperlihatkan kekuasaannya.

Serta cengiran jahil, menertawai habis seluruh partisipan yang gagal mencuranginya. Si pria berambut belah tengah dan mungil itu, lantas mengipasi dirinya dengan buku The Mask Of Dimitrios karya Eric Ambler, secara menjengkelkan. Empat partisipan lain; si sipit, si lucky-go, si narsis, plus 'saudara satu tinggi', diam-diam memasang kutukan spesial untuknya. Sayang beribu sayang, orangnya sendiri sudah terlalu waspada; katakanlah, ia bahkan sudah tahu trik kotor mereka berempat.

"Sudahlah, akui aja lah. Ngaku aja kalau kalian kalah sama oh-aku-yang-keren ini!" Dengan tanpa malu, ia menertawai habis mereka.

Dih, ini anak kerasukan siapa ya?

Otomatis semua anggota D-Kikan auto melirik si narsis; yang tentu saja dibantah mati-matian. Dibilangnya, bahkan tidak niat merekrutnya jadi murid untuk urusan narsis. Bah, nonsens sekali. Lalu, si lucky-go itu apa? Kembar, gitu?

"Hatano, plis lah." Si narsis akhirnya bicara, "Menang lima kali berturut-turut itu juga nggak adil, men. Mentang-mentang kau diam-diam rekrut siapa gituuu, buat menangin perang ini."

"Lha, siapa suruh oper informannya?" tanya Hatano polos. Tidak, tidak, polos yang membalut wajah setannya.

"..."

Kena seratus satu persen.

Sedari awal, para partisipan sudah kasak kusuk mencari sekutunya. Si narsis memilih menggaet si chef, lalu si sipit melirik ke pendiam di pojokan, lalu Hatano malah memprovokasi si chef dan si pendiam untuk membelot kepadanya. Lalu si lucky-go mengode si flamboyan nomor wahid setelahnya; dan tak lama si flamboyan itu justru membelot ke si sipit, yang membuatnya marah besar. Si 'saudara'nya mengancam si budaknya; dan sialnya keburu diembat oleh Hatano.

Siapa sih, yang tak kesal. Sudah susah-susah mereka bujuk untuk kembali, ujung-ujungnya buntung. Semua untungnya berlimpah kepada Hatano.

"Gue ingin kau lenyap aja, kek, teleportasi ke dunia lain." rutuk si lucky-go kesal.

"Try me." Hatano menyeringai buas.

Tak ada yang menyangka, sumpah, bahwa mereka akan menghadapi hal yang mengerikan; hilangnya si termungil itu...

.

.

.

Joker Game ~ Switch On!

© Himomo Senohara (is now Sakurasakakihara-P)

Disclaimer : I own nOTHING OK?

Warning : Humor. Garing kriuk. Amnesia (?). Absurd pasti. OOC? Iye. AU? Udah pasti. Gatel? Iya. O(-(

A/N : sumpah salah satu kenangan yang memorable di JGa itu ya Hatano, persis banget sama Kunimi. Jangan-jangan nanti pas ketuker... Ah... Sudahlah...

.

.

.

...

"Hei... Ini benar-benar Kunimi 'kan...?"

... Apa-apaan itu...? Kunimi...?

Perlahan si mungil ini terbangun; lengkap dengan kemeja putih agak lusuh dengan tali suspender yang merekat pada badannya. Dari pandangan matanya, ia melihat sesuatu yang sangat asing dari ingatannya; sebuah gymnasium... Dengan segerombolan remaja yang tampak sangat muda, lalu... Mereka juga bau keringat. Jumlahnya... 6... 7... Terlalu banyak. Yang satunya berambut cokelat seperti dirinya, tetapi jauh lebih berantakan. Mirip Kaminaga, begitu pendapatnya.

Si rambut cokelat yang tampak narsis itu lalu bertanya dengan panik, "Ka-Kau benar Kunimi, kan? Tubuhmu kok... Mengusut..."

Hah? MENGUSUT, KATANYA?!

Jujur, hati nurani pria ini sedikit terusik dengan perkataannya. Bukan kemauannya tetap tumbuh hingga segini doang. Jika mau, ia bisa setinggi si maniak pigeon atau bahkan si chef tadi itu, tapi apa daya. Tuhan berkata lain; ya segitu sajalah tingginya. Mau diprotes? Sia-sia. Dengan memendam dendam pada si remaja narsis itu, ia memilih untuk berpura-pura amnesia; seperti yang pernah dilakukannya saat di Perancis dulunya. Daripada kena apes, begitulah.

"... Maaf? Kunimi?" tanya pria ini heran.

"... Errgghh..."

Remaja narsis ini auto menyeret si rambut spike berwarna hitam yang sedari tadi menemaninya berada di dekatnya. Terlihat mereka sedikit kasak kusuk sebelum melanjutkan jawabannya. Setelah kira-kira lima menit berlalu, si spike ini lalu menjelaskannya dengan sedikit kikuk, "E-Errr... Maksudku, anak kelas 1 yang maniak voli. Ta-Tapi maaf, kamu kok se-seleranya kayak orang jaman jadul... Bajunya gitu doang."

Yaelah. Kalian kira zaman sekarang, gitu?! ... Tunggu.

Pria mungil ini teringat sesuatu; suasananya terlalu asing untuk ukuran orang dengan era Perang sepertinya. Apalagi, ia melihat orang-orang di sekitarnya juga bertubuh raksasa; apakah sudah saatnya zaman Titan?! Menurut pria itu, tampaknya bahwa tempatnya terlalu futuristik untuk orang sepertinya. Apalagi, seingatnya, zamannya dulu itu serba repot; sudah bersiap untuk mengangkat senjata. Perang spionase sudah merajalela. Belum lagi bobroknya strategi militer Kekaisaran Jepang.

... Jangan-jangan...

"... Tanggal, waktu, bulan, dan tahun...?" tanya pria ini pelan.

"YA AMPUN BAHASAMU AJA JADUL!" jerit si remaja narsis ini, menjerit panik.

Set dah, kulempar sepatu baru tahu rasa lo! Diam-diam pria ini keki melihat tingkah konyolnya.

"... Yakin kau tidak ingat apa-apa...?" tanya si spike ini, panik.

Dari matanya saja, ia tahu bahwa si spike ini tampak sangat mengkhawatirkan dirinya. Ah, anak yang baik... Tidak seperti si brengsek rambut berantakan seperti Kaminaga itu.

Memilih untuk tetap kukuh mempertahankan opsi pertamanya; ditambah dengan karangan palsu yang coba ia kembangkan demi kejadian unik itu, ia menjawab dengan lancar seolah tidak ada apa-apa, "Ya, be-begitulah. Tampaknya aku tertimpa ingatan entah siapa... Dan tubuhku mengusut begini... Maafkan saya yang tidak sopan begini. Percayalah, walau aku tidak tahu aku itu siapa, tetapi aku... Aku bukan orang yang mencurigakan."

Si spike dan rambut ala Kaminaga itu terkesiap syok mendengar pengakuan pria itu.

... A-Apa mereka mata-mata yang jauh lebih hebat dariku...?! Yu-Yuuki-san...! A-Aku terjebak! SOS!

"... Kau yakin? Kalo gitu, namamu...?" tanya si spike, masih awas.

"... Shi-Shimano Ryousuke." jawab pria itu, agak terbata.

"Cuma itu?"

"I-Iya."

"Ja-Jadi, kau bukan Kunimi...?" tanya si narsis yang rambut seperti Kaminaga itu, masih gemetaran.

Hatano, eh, Shimano ini lalu menggeleng kepala dengan kikuk. Si spike ini lalu mendesah antara lega dan masih panik, dan menjelaskannya; Shimano bisa melihatnya berkepala dingin menghadapi situasi tidak biasa seperti ini, "Bisa gawat kalau kau bukan Kunimi-san. Yang ada mungkin... Kepanikan di seantero sekolah ini. Jadi, untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan, coba kau hafalkan semua identitas 'Kunimi' itu. Nanti juga kami berikan identiasnya."

Menyamar lagi? Yah, tidak papa deh... Udah makanan sehari-hari sih...

Man, wahai anak-anak Seijou Aobajousai tercinta, kalian takkan percaya bahwa si 'Kunimi' nyasar ini adalah mata-mata, loh! Bukan sembarang mata-mata lagi deh!

"Ka-Kau bisa main volleyball 'kan?!" tanya si narsis, panik tidak ketolongan.

Volleyball?! Kedengaran seperti olahraga... Tapi nggak ngerti juga sih... Wait, kayaknya pernah familiar... Pernah dengar dimana gitu...

Daripada kena apes lagi, ia memutuskan untuk menggeleng kepalanya; yang berakhir dengan teriakan panik dan syok dari si narsis itu. Si spike itu buru-buru menenangkan si rambut cokelat narsis itu, dan kemudian balik seraya menyeret si panik tersebut. Kemudian ia mencoba menenangkan si 'amnesia' Shimano ini, "Ja-Jangan khawatir! Kami yang akan mengajarimu... Dan juga... Kelasmu... Kau harus bisa melakoni itu semua..."

Hmm... Jadi ini sekolahkah...? Begitu...

"Data?"

"Huh?"

"Data Kunimi-dono yang kalian bicarakan."

"O-Oh, bentar... Oikawa, oi! Yang tenang, woi! Mana datanya Kunimi?!" Si spike itu mengguncang si narsis yang disebutnya Oikawa dengan berandalkan kerah yang digenggam dengan kokoh.

Oikawa dengan mulut berbusa akibat terlalu syok, lalu memberikan clipboard berisi data anak-anak yang berada di gymnasium tersebut. Si spike itu langsung merebut dan memberikannya kepada si Shimano; memastikan bahwa ia harus sudah siap melakoninya daripada repot-repot. Interogasi bisa belakangan; toh mereka sedang tegang-tegangnya karena Interhigh. Nggak ada yang mengurusi soal masa lalunya; mereka sudah betul-betul panas.

Shimano lalu membacanya bagai membaca puisi; terlalu enteng baginya untuk menghafal semua databasenya.

Hm, hm, sudah jelas.

Hanya kurang dari semenit, ia lalu mengembalikan clipboard dan menguji ingatannya, "Kunimi Akira, kelas 1-6, posisi wing spiker, umur lima belas tahun, lahir tanggal 25 Maret, dulunya Kitagawa Daiichi, sekarang Aobajousai. Power, jumping, stamina, technique, speed, semuanya 3/5 kecuali game sense yang mendapat nilai penuh. Kelebihannya adalah efisiensi dalam menghemat energi dalam bermain volleyball, dan berkepala dingin. Bintangnya Aries, lalu makanan favoritnya karamel bergaram. Kebiasaan buruknya adalah gampang tertidur di kelas."

Whoa... Baik si spike maupun Oikawa terperangah mendengar si Shimano ini menguji ingatannya. A-Apa nggak terlalu berlebihan?!

"Oh, ada hubungan cukup buruk dengan yang namanya Kageyama Tobio... Dan juga anak sini, namanya Yuutarou Kindaichi." tambah Shimano seraya menyelidik siapa gerangan Yuutarou yang dimaksud.

ANJIR DIA INI INGATAN FOTOGRAFIS YA?! Baik Oikawa maupun seluruh anak-anak di gymnasium itu, mau tidak mau, memuji kemampuan ingatan Shimano. Jelas, mana ada anak yang bisa menghafal segepok data itu, kurang dari semenit?! Kalau itu monster, mereka bisa memakluminya. Lah, ini lho, 'Kunimi' alias Shimano, lho! Kunimi yang aslinya berprestasi rata-rata, tiba-tiba jadi jago menghafal seperti itu?!

"... Oh ya, tanggal...?" tanya Shimano, mengernyitkan dahi.

"Oh, tunggu... 12 Februari tahun 20XX." jawab Oikawa membuka dan mengecek smartphonenya.

EH WANJIR ITU APAAN YANG DITANGAN OIKAWA ITU?! Dari lubuk hati, Shimano terkesiap kaget melihat yang namanya smartphone pada tangan si Oikawa tersebut.

"12 Februari tahun 20XX..." Shimano mengulangnya dengan lirih.

Si spike ini lalu berjongkok di dekat Shimano dan bertanya dengan heran, "Amnesia total ya? Lebih ke... Orang lain... Kau benar-benar nggak papa 'kan?"

"O-Oh, tidak apa-apa kok. Sungguh... Errr..."

"Iwaizumi Hajime. Panggil Iwaizumi-san saja."

"Oke, salam kenal, Iwaizumi-dono."

Ebuset ini anak, batin Iwaizumi facepalm. Jaman semodern ini, dan masih saja ada anak yang dengan anehnya memakai honorific jaman dulu seperti itu. Yah, mereka juga tak bisa protes; mereka juga baru tahu belakangan jika 'Kunimi' yang di depan mereka itu justru bukan Kunimi; melainkan orang yang sangat-sangat mirip dengannya. Meski ia punya sejuta pertanyaan interogatif mengenainya, bukan saatnya untuk memaksakannya. Bisa-bisa ia makin tak mau terbuka padanya.

Oikawa lalu mengumpulkan sisa anak-anak lain dan memutuskan untuk meneruskan latihannya; Iwaizumi sengaja dibiarkan istirahat bersama si 'amnesia' Kunimi ini. Setelah bertukar informasi dan diskusi, Iwaizumi akhirnya memilih untuk mengajak Shimano mengganti baju jadulnya di ruang ganti.

Oh iya, Iwaizumi, Shimano itu sudah om-om, lho.

[xXx]

...

"... Kutukanmu, Kaminaga-."

"SUER AKU NGGAK MELAKUKANNYA! SUER, AKU BERANI BERSUMPAH DEMI APAPUN!"

... Berisik sekali.

Remaja malang itu lalu mengerjapkan sesekali matanya; menyadari lingkungan yang sangat aneh. Bau seprei yang sangat tak biasa... Lalu bau khas antik... Dan gerombolan laki-laki yang tampak berusia sangat matang. Ia seketika terbangun dengan kesadaran meningkat penuh; ia sungguh ketakutan mengira dirinya telah diculik om-om pedo! Sungguh, dia masih ingin hidup lebih lama; tidak mau kalau dirinya berakhir di koran merah dan berujung jadi korban perkosaan! Tidak!

Sembari mengatur napasnya yang sangat fluktuaktif, ia mencoba untuk mengumpulkan informasi. Oke... Oke... Delapan pria asing. Dan suasananya sangat jadul; tidak seperti apa yang biasa dilihatnya. Meski hari itu sudah larut malam, tapi ia masih bisa melihatnya; seprei plus ranjang jadul. Piyama aneh yang tak biasa. Serta om-om aneh dengan kemeja putih dan vest yang cukup beragam warnanya. Belum lagi kesan vintage yang kentara sekali di ruangannya.

... Da-Dan ada sembilan ranjang... Apakah itu artinya...?

"Kau bego sih, Kaminaga! Pakai ngutuk orang lagi! Lihat ini, ulahmu!" bisik pria belah tengah serta tegap, kesal seraya menunjuk dirinya.

"Sumpah, aku nggak melakukan apa-apa! Kemarin cuma main rutuk, taunya jadi gini! Mana gitu aku abis dapat tugas lagi!" kilah Kaminaga kesal.

... Asli, aku nggak ngerti apa yang mereka bicarakan...

Seorang pria dengan wajah babyface, menatap dalam-dalam remaja tersebut, lalu bertanya dengan heran, "... Wajahmu tampak sangat muda... Mirip, mirip banget sama dia sih, tetapi... Masa iya, kau kelihatan sepantaran dengan kami? Muda banget..."

"... I-Iya, memangnya kenapa?"

JLEGAR.

Jawaban yang terlontar dari bibir remaja itu sontak mengundang rasa penasaran dan syok dari seluruh om-om tersebut. Jelas. Ada yang salah dengan si remaja itu. Biasanya si Hatano, teman sejawatan mereka, pasti hanya berbekal diam saja ketika diinterogasi seperti itu. Lah, anak ini? Dia malah seperti mengonfirmasinya. Masa dia nggak tahu kode etik mata-mata? Kalau kode etik saja tidak tahu, apakah dia bakalan selamat dari semua tugasnya?!

Si babyface ini segera menginterogasimu, "Katakan codenamemu!"

"... A-Aku tidak punya codename... Aneh sih, kalian. Masa' kenalan pakai codename pula?" Remaja ini justru bertanya balik.

... Orang sipil!

Kini, mereka punya tanggungan yang sangat besar. Seorang rakyat sipil tak berdosa telah terseret masuk ke lingkungan setan mereka! Kalau sampai atasannya tahu... Wah... Tidak terperikan! Bisa-bisa mereka dipenggal satu-per-satu! Lagian, salah siapa, sih, sampai membuat orang tak berdosa macam remaja ini terjerumus dalam kubangan dosa para mata-mata?! Belum lagi mereka harus menjelaskan asal-usul kejadian janggal ini... Walah, nasibnya!

"Wah... Wah... Kaminaga..." Seketika semua om-om auto melirik Kaminaga.

"BAJINGAN KALIAN! AKU NGGAK SALAH APA-APA!" rutuk Kaminaga, si om dengan rambut mirip kapten klub yang remaja kenal itu, mengacak-acak rambut dengan panik.

"Kau apakan Hatano... Hayoloh... Kau kudu bertanggungjawab dengan anak ini!" tagih si babyface dengan wajah horor sehoror-horornya.

"AMPUNI GUE, JITSUI!"

Dan remaja itu melihat dengan wajah menganga; Kaminaga yang disebut-sebutnya om yang bertanggungjawab atas keberadaan dirinya, bersimpuh tepat di depan om bermuka babyface itu! Setelah Kaminaga diinjak-injak dengan sukarela oleh om-om disekitarnya, om babyface ini lalu berbalik dan mencoba menenangkannya, "Maaf... Aku tak menyangka kau benar-benar hanya rakyat sipil di sini. Kami menemukanmu terkapar pingsan di tangga depan kantor D-Agensi. Dan tahu-tahu... Kau sudah ada di sini."

Jadi begitu... Remaja ini lalu memijat pelipisnya; mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum ini.

... Susah banget mengingatnya... Aduh...

"Jadi, mau kita apakan dia? Lagian, dia juga aneh. Pakai celana nggak tahu sopan itu." protes si jenong sambil melirik pahanya.

Remaja itu lalu melihat kondisinya; ia masih mengenakan baju latihan berupa celana pendek sport berwarna biru, dengan kaus sporty berwarna putih berlogo Seijou Aobajousai. Bahkan smartphonenya masih tersangkut di saku celananya! Sayang beribu sayang, tampaknya remaja itu cukup paham situasi; mereka mungkin orang-orang yang asing dengan yang namanya smartphone... Ah elah... Kesan vintagenya saja sudah kental, mana dia mau percaya kalau ia masih satu era di saat ini.

Ah elah... Halusinasiku hebat banget ya Tuhan...

"Gini deh. Kita sembunyikan dia dari Yuuki-."

"Kalian ngapain?"

Diskusi itu berhenti seketika ketika seorang pria paruh baya serta memakai tongkat, kedapatan memergoki para om-om yang sedang berdebat kusir tentang keberadaannya. Remaja itu bisa merasakan bahwa pria itu jelas bukan pria sembarangan. Lebih ke... Ke membunuh? Rasanya bukan juga... Errr... Jenius? Barangkali. Ia merasakan bahwa aura laki-laki paruh baya itu seolah mengatakan bahwa ia sudah melakukan lebih dari pekerjaan kotornya secara profesional.

Apa-apaan pria paruh baya itu... Diam-diam remaja itu menggigil ngeri.

Si sipit lalu mengadunya seraya menunjuk remaja tersebut, "Kaminaga tanpa sadar telah membuat kesalahan besar; tampaknya Hatano telah tertukar dengan rakyat sipil ini..."

"Hm." Si pria paruh baya ini lalu menatap tajam bak elang ke arahnya.

DEG!

A-Apa-apaan lelaki ini...?! Mengerikan...!

"Kelihatannya kau tidak bohong, Tazaki." ujarnya pasrah.

Pria paruh baya itu lalu berbalik, seraya memberi perintah, "Kalian semua yang menanggung masalah akan keberadaan makhluk yang tak diinginkan tersebut. Selesaikan itu dengan manusiawi; aku bertaruh dia bahkan bukan dari era kita. Perlakukan dia dengan baik, dan tanyakanlah identitas serta sembunyikan informasi tersebut."

"Ba-Baik."

Begitu si pria paruh baya itu pergi, lalu semua om-om di sana menoleh kepada remaja itu; meminta verifikasinya tanpa kontak verbal. Seolah memahami keinginan mereka, remaja itu lalu menjelaskannya, "... Kakek berwajah dan beraura mengerikan itu benar. Tampaknya aku bukan dari era ini; aku berasal dari era yang jauh, jauh dari zaman ini. Aku tidak ingat kalau lingkunganku tidak sekumuh seperti ini. Sungguh, kakek itu benar."

Benarkah... Para ossan ini masih tampak ragu dengan perkataannya. Remaja itu sampai harus mengeluarkan smartphone dan memperlihatkan kepada mereka; yang berakibat mereka rebutan smartphone dan melihatnya dengan wajah terkagum-kagum. Untung saja, smartphone itu tak berujung kerusakan berat apapun, kecuali Miyoshi tanpa sengaja melempar benda modern itu ketika mencoba menekan tombol hijau (yang merupakan tombol memanggil) saking takutnya.

("Hei, itu barang mahal lho? Satu smartphone itu harganya sekitar 70 ribu yen." cegah remaja itu. Miyoshi seketika pingsan; bayangkan, uang segitu sudah cukup untuk makannya selama dua tahun penuh...!)

"Whoa... Jadi kau betul-betul dari masa depan..." gumam Kaminaga sedikit-sedikit gementar berhadapan dengan remaja ini.

"Be-Begitulah..." Kunimi diam-diam menangisi smartphonenya yang retak layarnya.

"A-Anoo... Errr, maaf untuk benda aneh tapi keren itu..." pinta Amari memasang pose puppy eyes plus merapatkan kedua telapak tangan. Hape sudah ditangan Kunimi; dan betapa anggota agensi itu sangat menyesali rusaknya barang yang aneh tapi sangat berharga tersebut.

Tazaki, si maniak burung merpati, lalu menanyainya, "Um... Err, namamu?"

"Kunimi... Akira Kunimi." jawab remaja itu inosen.

"... Kanjinya gimana?" tanya Fukumoto akhirnya nimbrung

"Errrr... Gimana ya... Seperti ini." jelas Kunimi seraya memperagakan cara menulis kanji nama lengkapnya.

Para ossan gagap teknologi itu akhirnya menggangguk bagai burung beo menanggapi kanjinya Kunimi. Kunimi lalu bangkit dari kasur tempatnya berbaring... Dan betapa kagetnya mereka. Rupanya oh rupanya, tinggi Kunimi, si remaja yang mengaku kelas satu SMA, ternyata sudah mengalahkan tinggi seluruh ossan di sana. Kaminaga menelan ludah, Jitsui terperangah syok, Miyoshi seketika berlindung dibelakang Sakuma, Amari hanya bisa berkeringat dingin, Fukumoto seketika terdiam, Odagiri makin memojok, burung-burungnya Tazaki segera bubar, dan Gamou hanya bisa mingkem.

ASTAGANAGA, INI BOCAH YANG DISINYALIR LEBIH MUDA DARI KITA, KOK LEBIH TINGGI DARI KITA-KITA INI?

Kunimi lalu ikut mingkem; betapa bocah unyu ini jauh lebih tinggi dari mereka.

Sungguh awkward.

"..."

"..."

"Umurmu berapa sih, Kunimi...?"

"Baru saja ke 15 tahun, 25 Maret lalu."

Semua ossan kembali dibungkam oleh fakta tak terelakkan bocah baru masuk SMA ini.

Masa iya, bocah baru umur 15 tahun tingginya sudah seperti jerapah ini?

Kunimi lalu menambahkannya, "Oh, ada juga yang tingginya 194 senti. Jangan heran, di masa depan anak laki-laki itu tinggi terpendeknya hanya sekitar 175-an senti kok."

"..."

Sekarang mereka memahami betapa ngerinya masa depan. Ketika semua anak laki-laki Jepang sudah menjelma menjadi titan; tinggi mereka juga sudah melampaui tinggi rata-rata para ossan di agensi tersebut. Sesosok bocah berusia semuda itulah yang mereka takuti; tingginya saja sudah mampu menggertak, apalagi kalau dipadu dengan kekuatan dan intelegensi mengerikan. Bisa-bisa mereka yang duluan kelelep sama musuh.

Dan hari-hari ajaib mereka pun dimulai...

.

.

.

[To be co, u cannot say to be co without to be cooo cooo. *wink wonk*]