L-elf aku bermimpi.
Kakumeiki Valvarve © Ichiro Oukochi
Kakumeiki Valvrave © Sunrise
a fanfic by sugirusetsuna
thank you
.
.
.
Ketika aku membuka kedua mataku, hal pertama yang kulihat adalah pelangi berwarna merah. Semerah darah. Lalu aku lupa mengapa ia disebut pelangi jikalau yang ada hanyalah corak kemerahan. Namun aku yakin itu adalah pelangi. Pelangi merah atau darah?
Darah? Ketika jemariku berusaha untuk menggapai lekuk sang pelangi tiba-tiba kemerahan itu berubah mencair dan menetes mengenai tubuhku. Tunggu, ini hujan? Hujan darah? Tapi tadi yang kulihat adalah pelangi. Pelangi merahku berubah menjadi darah. Darah. Pipiku terasa basah dan pupilku seakan memanas. Aku menangis. Tangis merah yang membaur bersama pelangi darah.
Aku ketakutan. Pemandangan yang terpatri pada kedua bola mataku berubah menjadi warna merah. Tidak. Aku tidak ingat kalau aku mengenakan baju berwarna merah dan kenapa kini warna kulitku berubah menjadi merah? Di mana pelangi indahku? Oh tunggu, ia juga berwarna merah. Merah. Perutku mulai bergejolak. Ini memuakan. Aku berlari dan terus berlari, namun merah terus mengikutiku. Aku ketakutan, sangat takut, semakin takut.
Tolong. Tolong aku. Kupejamkan kedua bola mataku. Tak ingin kulihat merah. Tak kupeduli keram yang mulai menggerogoti tungkaiku. Hingga kurasakan telapak kakiku menyentuh permukaan yang berbeda dari sebelumnya. Aku merasakan kehangatan. Kemudian tubuhkan seakan melayang dan terlempar. Tak kurasakan sakit, yang kutahu hanya kenyamanan yang membinasakan api ketakutan yang sempat menjalar di tubuhku. Sesuatu mendekapku dengan erat. Kuberanikan diri untuk membuka manikku perlahan, dan kudapati sosok yang kukenal mematriku lekat-lekat.
Papa.
"Selamat tidur Shoko-chan, mimpi indah sayang."
Ia memberiku sebuah kecupan dikening sebelum beranjak pergi. Aku terdiam. Masih terdiam. Lalu menangis.
Umurku masih lima tahun, aku mengenakan piyama bergambar kelinci dan memeluk boneka beruang berwarna putih.
Aku menangis. Papa bacakan dongeng lain, aku masih belum mengantuk. Papa jangan tinggalkan aku, aku bermipi buruk. Aku bermimpi umurku tujuh belas tahun, kota tempatku tinggal hancur, sekolahku berubah fungsi menjadi tempat perlindungan, perang bergejolak, teman-temanku meninggal di hadapanku. Papa aku takut, takut sekali.
Dengan tangis yang tak kunjung berhenti aku beranjak dari tempat tidurku dan berlari menuju pintu.
"Papa! Papa jangan tinggalkan Shoko!"
Suaraku serak. Tanganku mencoba untuk menggapai gagang pintu yang entah mengapa seakan bergerak menjauh. Sekuat tenaga kaki kecilku berlari, karena aku takut sendirian. Aku takut kehangatan ini menghilang.
Akhirnya aku dapat menjangkau pintu, lalu secepat kilat membukanya.
Dan sedetik kemudian aku merasa seakan jatuh ke dalam jurang.
Papa, aku melihat merah.
.
.
.
"Shashinami?"
Aku mendengar suara seseorang memanggil namaku. Namun aku tak mempu menjawab, kelopak mataku juga terasa berat hanya untuk sekedar mengerjap.
"Shashinami,"
Lagi. Suara sesosok pria kembali menyuarakan namaku. Seakan menarikku untuk kembali ke permukaan.
Tunggu, apa aku sedang terbang? Hanya saja aku merasa ringan.
"Shashinami sadarlah!"
Kemudian kelopak mataku terbuka seketika dan hal pertama yang kurasakan dikala diriku sudah menyentuh ruang realis adalah pupilku yang memanas.
Tanpa kusadari buliran bening kembali mengalir.
Aku tak lagi melihat merah di mana-mana, aku tak lagi berlari dan berlari, namun mengapa aku merasa kosong?
"L-elf, aku bemimpi. Aku melihat pelangi berwarna me-"
Tanpa sepatah katapun kau menarik tubuhku ke dalam dekapanmu. Aku tak melawan dan menampikknya. Karena tanpa perlu kukakatan nyatanya yang kubutuhkan saat ini adalah sebuah pelukan
Tangisku pecah dan semakin menjadi namun kau tetap membisu.
"Terima kasih."
...karena telah mencoba untuk mengerti.
end.
