Heirs milik Kim Eun Sook.


"Hei, boleh pinjam pena?"

Sebuah ketukan di pundak Bo Na membuat gadis itu mengernyit. Gadis itu melepas penyumbat telinganya dan menghela napas ketika mendapati seorang lelaki berpostur tinggi berdiri tak jauh dari kursinya sambil menyeringai tipis.

Bo Na menatap lelaki itu dengan alis berkerut, namun tangannya bergerak menuju kotak pensilnya dan mengeluarkan pena biru, lalu mengangsurkannya ke lelaki itu. "Ini," gumamnya setengah hati.

Lelaki itu mengambilnya dan berbalik, berjalan menuju pintu dan keluar tanpa mengucapkan terima kasih. Bo Na memiringkan kepalanya, lalu berdecak. Sambil menggerutu, gadis itu menutup risleting kotak pensilnya dengan berisik dan kembali memasang penyumbat telinganya dan menyalakan musik.

Belum ada satu menit sejak lagu diputar, gadis itu kembali merasakan sebuah ketukan—meskipun ketukan itu lebih terasa seperti tepukan keras—di pundaknya. Gadis itu mengangkat kepalanya dan mendesah. Namun desahannya berubah menjadi dengusan saat mendapati lelaki yang tadi meminjam penanya kini muncul lagi tepat di depan hidungnya.

Sebelum protes dan pertanyaan Bo Na sempat mengudara, lelaki itu buka suara, "Pinjam kertas," ujarnya sambil menadahkan telapak tangannya tanpa raut wajah bersalah.

"Apa?" tanya Bo Na sambil mengernyit.

"Pinjam kertas."

"Ha?"

"Kau tidak dengar?" tuntut lelaki itu sambil mengetuk-ketukkan jemarinya di meja Bo Na. "Aku. Pinjam. Kertas."

Bo Na tetap mengernyit. Gadis itu menyilangkan tangannya di depan dada sambil menatap lelaki itu dengan pandangan curiga. Matanya menatap tepat ke mata laki-laki itu dengan tatapan menantang.

Lelaki itu balas menatapnya dengan alis terangkat. "Kenapa? Kenapa kau menatapku seperti itu?"

Bo Na memiringkan kepalanya.

"Hei ..." Lelaki itu mendengus sambil memasang raut pura-pura tersinggung.

"Aku tidak percaya padamu," gerutu Bo Na sambil mengambil secarik kertas dari buku tulisnya. Gadis itu mengangsurkannya dengan tatapan bosan. "Ini. Jangan ganggu aku lagi."

Lelaki itu menyeringai sambil menyambar kertas itu dari tangan Bo Na dan mencium pipinya. "Aku tidak janji."

Mata Bo Na melebar. Belum sempat ia menyahut, lelaki itu segera berlari meninggalkan kelas sambil meniupkan ciuman jarak jauh yang membuat beberapa pasang mata menatap mereka dengan pandangan ingin tahu.

Ponsel genggamnya masih menyala, dan penyumbat telinganya masih mengeluarkan musik yang mengentak-entak. Tapi Bo Na tidak peduli lagi, karena perhatiannya sudah teralihkan pada sosok yang menghilang dari balik pintu kelas.

Seulas rengutan hadir menghiasi wajah Bo Na, kontras dengan pipinya yang bersemu merah. Merasa dirinya seperti orang idiot, Bo Na menutupi pipinya dengan telapak tangan sambil memutuskan kontak dengan pintu kelas.

"Kim Tan sialan," makinya sambil menggelengkan kepala, mencoba mengusir panas yang merambat di pipinya. "Sebal, sebal! Akan kulaporkan kau pada Chan Young!"

Gadis itu menggembungkan pipinya dan berjalan mengentak-entak menuju kursinya. Dengan gemas, Bo Na menampar pipinya yang bersemu merah sambil memekik gemas. "Siapa yang gila sebenarnya, sih? Kenapa aku jadi ikut-ikutan begini?"