Chapter 1: Pengorbanan

Disclaimed. Naruto belongs to M. Kishimoto

This fict belongs to reign of tears

Part 1/6


"Untold sufferings seldom so"

Chapter 1: Pengorbanan

Hidup tidak pernah tak bermasalah untuknya.

Mungkin itu adalah suatu alasan mengapa ketika Tuhan melimpahkan semua nasib buruk di seluruh dunia, dia pasti sudah menjadi orang bodoh yang bertahan, dengan kepala dan tangannya yang terangkat ke langit, menerima semuanya seperti orang bodoh yang memang adalah dirinya. Seperti dia memang seharusnya menerima setiap sekecil apapun nasib buruk yang terdapat di dunia. Dan walaupun hidupnya untuk tujuh belas tahun terakhir belum berubah, dia tetap penuh harap. Dia berharap bahwa mungkin suatu hari segala sesuatunya akan sedikit berbeda. Hidup akan lebih mudah dan kurang menyakitkan.

Dari waktu ke waktu, dia seharusnya sudah mengerti. Dia seharusnya berhenti untuk terus menggenggam mimpi-mimpi naïf ini. Dia seharusnya tahu mana yang lebih baik.

"Aku sudah katakan padamu Uzumaki."

Dia seharusnya memang sudah tahu mana yang lebih baik.

"Dia akan memperhatikan kita. Mulailah mainkan bagianmu, tidak bisakah?" Naruto tidak terlalu merekam bisikan lembut yang memenuhi gendang telinganya ketika nafas hangat menggelitik belakang lehernya. Suara itu begitu pelan namun nada dinginnya tidak bisa dipungkiri sama sekali. Berat dan dingin seperti suara itu memang selalu berada di ingatannya.

Mereka adalah teman. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Naruto diam-diam mengutuk. Dia merapatkan kedua matanya, tanpa sadar mengeratkan genggamannya pada kain satin bersih dan terlihat mahal yang menutupi kasur. Berbaring terlentang, dia berusaha menukar posisinya untuk memandang seorang yang lain, tetapi hal tersebut tidak berguna ketika tubuh yang berada di atasnya mendekat, berusaha untuk tetap membuat tubuhnya berada di bawah.

"Neji." Naruto bergumam, membiarkan pipinya beristirahat pada seprai di bawah, menghentikan seluruh perlawanannya. "Segera selesaikan ini, sialan kau."

"Hmm." pemuda berkulit pucat itu menarik nafas panjang, kemudian mendekat. "Jangan kurang ajar Uzumaki. Semuanya akan menjadi sia-sia jika kita melewati foreplaynya."

"Apa yang kau-!"

"Kau harus menikmati ini." jawabnya kasar. Sepertinya pemuda berkulit pucat tu sudah menduga bahwa si pirang akan membalas dendam. Bagian yang paling parah adalah, Naruto terlalu mengerti apa semua arti kalimat itu.

"Hal yang paling penting dari perjanjian, kau harus menunjukkan padanya bahwa kau juga menikmati ini…

Jika kau menolak, menurutmu apa yang akan terjadi? Reputasi keluarga tercintanya yang terkenal akan terancam, dan aku berat untuk mengatakan apa yang akan terjadi jika semua orang tahu ini. Perbuatan tercela ini… akan menghancurkan segalanya.

Dia akan menderita, Naruto.

Dunianya yang sempurna, akan hancur berkeping-keping.

Dan semua yang akan terjadi adalah kesalahanmu.

Naruto merapatkan giginya dan berusaha menelan.

Kesalahanmu, Uzumaki…"

Dua tahun lalu, tidak ada satupun dari hal tersebut yang bermakna untuknya. Dia bisa saja tidak perduli atau masa bodoh dengan reputasi keluarga Uchiha. Kenyataannya, dia sama sekali tidak mengenal mereka. Hidupnya, untuk lima belas tahun pertama, hanya memperdulikan satu hal—dan itu adalah bertahan hidup. Menjadi seorang yatim piatu, dia telah ditinggalkan sendirian untuk bertahan hidup di tengah kota Tokyo yang kejam. Semua kepolosannya sudah terambil pada usia yang sangat muda. Dia sudah menyerahkan semuanya, mengorbankan semuanya hanya untuk bertahan hidup, karena tidak ada lagi hal yang terpenting di hidupnya. Tak ada gunanya menghibur. Melindungi. Tubuh kotor dan tercelanya. Mimpi naïf, dan sia-sia miliknya. Bahkan hidupnya yang menyedihkan, dan tidak dicintai.

Uzumaki Naruto tidak pernah seberharga itu.

Tapi semua ini berubah sejak dua tahun yang lalu. Dua tahun lalu, dia bertemu dengan Uchiha Sasuke. Dan hal itu telah merubah hidupnya.

Waktu itu seharusnya hanya menjadi pertemuan untuk sekali saja. Naruto hanya berencana untuk melawan keparat berwajah sok yang sedang berkeliaran di "wilayahnya". Tetapi pada suatu waktu, dia gagal. Naruto segera tertangkap basah, yang berakhir dengan dia mendapat hidung patah dan bibir yang berdarah. Sambil membenarkan tubuhnya, dan sama sekali tidak ada luka di wajahnya, dia menatap Naruto sebentar sebelum menariknya dengan kasar, berteriak dan menendang(sejenak), ke pusat bangunan terdekat. Waktu itu adalah ketika Naruto tahu bahwa si brengsek itu adalah salah satu orang mengontrol kegiatan amal di daerah mereka, bagian yang menjadi program pengembangan dari pemerintah.

Waktu itu adalah ketika dia bertemu dengan Iruka dan anak yatim piatu lainnya, dan tentu saja, Sasuke.

Orang pertama yang menyelamatkannya.

Orang pertama yang pernah mengakui keberadaannya.

Orang pertama yang pernah dicintainya.

Dan orang pertama yang juga membalas cintanya…

Dua tahun lalu… adalah moment-moment paling indah dalam hidupnya.

Tetapi semuanya adalah sebuah kesalahan. Hal itu tidak seharusnya pernah terjadi.

"Uzumaki." suara dingin membawanya kembali ke kenyataan yang kejam. "kita sudah membuat sebuah perjanjian."

Pintu terbuka. Uchiha Sasuke yang masih mengenakan seragam sekolahnya, dan tanda pemimpin para siswa di lengan kirinya, melangkah ke dalam ruangan. Naruto menatap cepat ke arah Sasuke sebelum membasahi bibir bergetarnya. Dia tersenyum, menutup kedua matanya dan mendekatkan bibirnya ke bibir Neji.

"Na…"

Tanpa melepaskan pandangan matanya dari Uchiha yang sedang terkejut, Neji merespon dan mendorong tubuh Naruto dengan kasar ke kasur, untuk membalas ciuman itu. Tangan Neji meraba dada telanjang milik Naruto, menuju ke bagian bawah perut si pirang. Naruto memaksa mengerang.

"Apa yang-!"

Naruto tidak terlalu mendengar kalimat keterkejutan Sasuke ketika dia merasa seseorang yang berada di atas tubuhnya ditarik secara tiba-tiba darinya. Terdengar suara pelan ketika Sasuke melempar tubuh Neji dengan kasar ke dinding.

"Senang bertemu denganmu, Uchiha."

"Diam, Hyuuga."

Neji mendengus, tak perduli dengan aura kebencian yang tajam dari pemuda pucat itu. Sasuke sedang bernafas dengan berat, bahunya menegang, dan wajahnya menyiratkan kebencian yang amat sangat.

"Apa yang menjadi permasalahannya, Sasuke?"

Sang Uchiha mendelik, sebelum genggaman tangannya mengenai rahang Neji. Terdengar suara pelan ketika Neji terlempar ke samping akibat tindakan tesebut.

"Pergi dari hadapanku, Hyuuga sebelum aku membunuhmu di sini." kalimat itu dikatakan dengan penuh kebencian dan ancaman yang membuat senyum mengejek Neji terhenti untuk sesaat. Kemudian Neji berdiri, mengambil kaos putih dan blazernya yang berserakan dan mendatangi Naruto. Sasuke kembali merasa kuku-kukunya melukai telapak tangannya saat Neji mendekati wajah Naruto.

"Selamat tinggal, Naruto. Kita benar-benar memiliki hari yang indah." Naruto menahan untuk tidak mundur ke belakang. Neji melihat gerakan tersebut dan tersenyum. Kemudian dia menatap Sasuke untuk terakhir kali dan berjalan keluar, meninggalkan kedua pemuda itu di dalam situasi yang tidak nyaman.

Untuk semenit penuh, keheningan tertinggal di dalam ruangan itu. Tidak ada seorangpun yang berani untuk berbicara maupun bergerak.

"Sasuke…" Naruto memulai, tidak bisa terus berdiam diri.

"Keluar dari rumahku, Naruto. Rapikan barang-barangmu dan pergi." kedua mata si pirang melebar. Rumah ini telah menjadi rumahnya semenjak dia diadopsi oleh keluarga Uchiha. Dan sekarang, dia diusir. Naruto tidak punya tempat lain lagi untuk pergi. Dia menutup kedua matanya. Tentu saja hal ini akan terjadi. Dia sudah melakukan hal yang benar-benar mengerikan, walaupun itu adalah untuk kebaikan keluarga yang telah menerimanya.

Secara perlahan dan tenang, Naruto berdiri. Dia memungut seragam dan tasnya dan berjalan menuju pintu.

"Selamat tinggal, Sasuke."

Dan kemudian dia pergi.

(TBC)

Part 1/6

Sorry for my bad translate.