CALL ME B.I.T.C.H., MY EX..

Disclaimer : Masahi Kishimotto

Rated : M for Safe

Warning!

AU, BadFic, Typo, kata-kata non baku, Gaje, etc.. The pic isn't mine

Sakura centric

Author baru, harap maklum..

Mohon review, kritik n sarannya.. Arigato Senpai… #ngebungkukin badan

Special thanks to MeiChan sista.. ^_^

UtaSaku SasuSaku

.

.

.

Sumarry

Sakura harus bertemu dengan orang yang paling ia hindari. Apakah Kisah masalalu mereka akan berulang kembali? Kembali menjadi jalang yang terus mempermainkan hatinya.

.

.

.

Dari sekian banyak sekolah, kenapa aku harus bertemu dengannya di sini. Sosok yang paling aku hindari, sosok yang tak ingin ku temui sampai akhir hidupku. Hari ini adalah upacara pembukaan tahun ajaran baru. Hari pertama aku akan mengajar di Konoha High School. Mati-matian aku mencoba menghindar dari radius jangkauan mata emasnya hingga upacara selesai, berharap aku masih bisa menyiapkan diri hingga esok hari untuk berhadapan dengannya. Errrr- setidaknya aku bisa berlatih 1 x 12 jam di depan kaca untuk menyapanya senormal mungkin.

Yosshh.. Aku sudah sampai di mejaku, secepatnya aku ingin menyiapkan beberapa literatur atau bahan yang akan ku bawa ke kelas dan akan langsung pergi ke perpustakaan saat jam istirahat. Tapi sialnya aku belum sempat sarapan pagi karena harus cepat-cepat berangkat untuk menghadiri upacara penerimaan yang dimulai 30 menit lebih cepat dari jam masuk sekolah biasanya, atau mungkin aku akan keluar kelas lebih cepat lalu ke kantin sebelum para guru mengakhiri kelasnya dan buru-buru ke perpustakaan setelah itu. Terlalu larut memikirkan rencana-rencanaku untuk menghindarinya membuatku melamun dan tak peka akan kehadiran seseorang di samping mejaku.

"Sakura… kau tak apa-apa?" Ku lihat bayangan jari-jari tangan bergerak tepat di depan wajahku. Aku kaget dan menolehkan kepalaku mencari sumber suara. Jantungku berdegub kencang, seperti akan meloncat dari dadaku (maaf over hiperbolis #plakkk) atau mungkin rasanya seperti seorang murid yang ketahuan mencontek oleh guru terkiller di sekolah. Ayolah Sakura, kuasai dirimu.. Senyum… Berikan senyuman termanismu yang selama ini membuat para pria mengalihkan dunia mereka.

"Wah aku tak menyangka, kita akan bertemu di sini Utakata-senpai!" Entahlah aku bingung kenapa sangat buruk dalam memilih kalimat yang terlontar dari mulutku setelah 5 tahun terakhir kali berbicara dengannya. Aku mencoba memaksakan diriku untuk tersenyum, pasti terlihat aneh dan aku akan terlihat jelek dengan ekspresi bodoh ini. Arrgghhhh baka Sakura, kenapa harus mempermasalahkan kecantikanmu yang sudah teruji secara klinis diajang kontes kecantikan miss kampus.

"Bagaimana kabarmu?" Ia tersenyum ramah, bahkan terlihat sangat tulus. Oh, kalau saja aku bukan wanita jalang yang tak tahu diri, mungkin aku akan meleleh dalam pesonanya. Kenapa ia masih saja bersikap baik padaku, seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu yang buruk di antara kami.

"Seperti yang kau lihat senpai, tentu saja aku selalu sehat dan energik seperti biasanya!" Aku tertawa kecil dan mulai bisa mengendalikan diri. "Dan selalu cantik!" desisnya membuat mataku melotot. "Biasanya bukankah itu kelanjutannya?" Ia melanjutkan kalimatnya dan tertawa meledekku. Aku menghela napas panjang. "Selera humor yang buruk senpai, aku bukan lagi remaja SMA yang kelewat narsis, tak perlu ku mengatakannya, orang-orang sudah pasti mengakui pesona kecantikanku!" Tanpa ku sadari sepertinya kenarsisanku yang akut itu telah kambuh lagi. Ia hanya terkekeh melihat ekspresi wajahku yang terlihat kesal memajukan bibirku.

"Aaaaa, baiklah sensei cantik sepertinya kita harus segera masuk kelas, kasihan murid-murid di kelas pasti sudah tak sabar untuk berkenalan denganmu!" Tanpa menunggu jawabanku, ia berdiri lalu berjalan mendahuluiku. Tanpa berkata-kata lagi aku mengikutinya dari belakang.

Langkah kaki kami terhenti di depan kelas yang bertuliskan XI/2. "Pelajaran matematika kelas XI/2, di sini kelasmu, ganbatte Sakura sensei!" Ia menyemangatiku dan ia tahu jadwalku mengajar. "Arigato senpai, kau mengajar di kelas berapa?" Melihatnya hendak berbalik aku penasaran apakah ia memang benar mengantarku atau hanya tak sengaja searah jalan saja. "Kelas XII/3! Di gedung sebelah! Aku mengantarmu karena takut kau akan lama menemukan kelasmu!" Seakan dia bisa membaca apa yang ada di otakku dan ia masih ingat kalau aku memang selalu buta arah di tempat baru. "Sekali lagi, arigato senpai!" ia tersenyum dan berlalu dari hadapanku.

.

.

Hari pertama yang indah, murid-murid yang bersemangat dan memperhatikan selama jam pelajaran, berkenalan dengan sensei-sensei lain saat jam istirahat. Hari ini segalanya nyaris sesuai dengan imaginasiku, kecuali pertemuan tak terduga dengan mantan pacarku tadi pagi. Tapi semua itu tak masalah, berkat dirinya si ice breaker, aku tak merasa kikuk lagi saat berhadapan dengannya. Mungkin karena pengalamannya sebagai guru yang telah terbiasa me-manage orang.

Sepertinya ku lihat semua sensei telah pulang, hanya aku yang tertinggal di kantor. Hari yang cukup melelahkan bagi seorang guru baru sepertiku. Sesuai agenda di hari pertama ini langsung diadakan presentasi metode pengajaran oleh masing-masing sensei yang memakan waktu tidak sebentar. Ku lirik arloji di tangan kiriku, beruntunglah sebelum jam 7 malam sudah selesai. Aku tersenyum simpul mengingat acara yang ku rencanakan setelah ini. Ku lirik ponselku, pesanku yang ku kirim siang tadi kepada Sasuke belum dibalas, mungkin dia sedang sibuk. Tapi kemarin malam ia sudah berjanji padaku untuk merayakan hari pertama ku kerja. Jadi ku yakin ia pasti akan menepatinya.

"Sakura, kau tak pulang?" Tiba-tiba sosok Utakata-senpai ada di sampingku, mengagetkanku saja. "Ku kira kau sudah pulang duluan senpai..! Sebentar lagi aku pulang, aku sedang menunggu jemputan!" Hari ini aku sengaja tak membawa mobil agar bisa pulang bareng dengan Sasuke dan makan malam bersamanya.

"Kekasihmu?" Aku hanya tersenyum seolah dia mengerti jawaban atas pertanyaannya. "Baiklah ku temani sampai jemputanmu datang!" Utakata-senpai duduk di sampingku. "Tak usah senpai, aku tak ingin merepotkanmu!" Ku merasa tidak enak dengan sikapnya yang terlalu baik padaku sehingga aku berusaha menolaknya secara halus, setidaknya berusaha untuk tidak menyakitinya lagi. Apalagi orang yang ku tunggu adalah alasanku menjadi jalang yang tega menghancurkan hati dan mimpinya. "Baiklah, aku memang sedang ingin duduk di sini, jadi kau tak merepotkanku!" Seolah ia menegaskan bahwa aku tak boleh menolak niat baiknya.

Sudah 1 jam aku menunggu Sasuke, tapi nihil tak kunjung datang dan tak ada kabar. Puluhan pesan ku kirim lewat semua aplikasi chat yang ku miliki, tak ada balasan. 33 kali aku menelepon hpnya dan dijawab oleh mesin perekam suara. Kemana kau Sasuke, apa kau lupa janjimu akan menjemput dan mengajakku makan malam. Ku lirikkan mataku kearah Utakata-senpai, ku lihat ia sedang sibuk dengan handphone dan sesekali tersenyum menatap layar gadgetnya. Senyum yang membuatku tenang dan damai setiap kali aku melihatnya. Senyum yang membuatku dulu menerima pernyataan cintanya. Senyum yang menemani 364 hariku bersamanya. Senyum yang tetap ada saat aku memutuskannya dengan sepihak.

"Sakura, sepertinya sudah larut! Penjaga sekolah akan segera mengunci gerbang sekolah, sebaiknya aku mengantarkanmu pulang!" Ia melirik ke jam yang ada di tangannya. Bolehkah aku ge-er, itu adalah jam tangan yang ku belikan sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke 17 dan ia masih menggunakannya. Mungkin ia menghargai jerih payahku yang harus kerja part time 2 bulan demi hadiah tersebut.

Ia meraih tas jinjingku yang berisi berkas-berkas materi dan tugas pertama murid didikku yang akan ku koreksi di rumah. "Tak usah senpai, biar aku saja yang membawanya!" Ku raih kembali tas jinjing itu. Ia memegang tanganku, membuatku sedikit berjingkat kaget, ku diam terpaku seolah menunggu perlakuannya selanjutnya. "Biar aku saja yang membawanya, tanganmu terlalu lembut untuk membawa tas seberat ini!" Sontak kalimatnya itu membuat wajahku blushing. Oh sangat tidak elit sekali mungkin orang yang melihatnya akan memilih membelikan kami tas jinjing serupa agar kami tidak berebutan lagi. Ia menggeser tanganku menjauh dari tas jinjing yang sedang kami perebutkan. Dan akhirnya aku sedikit kecewa ketika tahu tujuannya merengkuh tanganku tadi hanya untuk menjauhkan tanganku dari benda berat sialan itu. Memangnya apa yang kau harapkan Sakura?

Aku mengikuti langkah kakinya sampai di samping mobil sedan putih, warna kesukaannya pasti, yang terparkir manis di pojok halaman sekolah. So gentle… bahkan ia membukakan pintu mobil untukku. Entah sudah berapa kali hari ini ia membuat wajahku merona dan jantungku yang berdegub kencang seolah aku adalah remaja sma yang sedang kasmaran. What the hell? Apa aku sedang kasmaran? Dengan pria lain selain Sasuke kun, orang yang ku anggap sebagai cinta matiku sejak kecil. Impossible, batinku yakin.

"Hm, kau pasti lapar Sakura, bagaimana kalau kita mampir sebentar di kafe baru milik sahabatku?" Ia sangat peka ketika mendengar alarm dari dalam perutku yang berbunyi beberapa kali. Sungguh memalukan, batinku. Aku hanya mengiyakan, memangnya aku bisa apa, mengatakan kalau aku tidak lapar? Ketahuan sekali bohongnya. Ia melanjutkan mengemudikan mobil dan berbelok ke arah bangunan klasik di sudut kota yang ku yakin itu adalah kafe milik sahabatnya yang ia katakan tadi.

Utakata-senpai memilih lahan parkir yang cukup jauh dari pintu masuk kafe, karena area parkir di bagian depan sudah terisi penuh oleh mobil pengunjung lain. "Suasananya sangat romantis!" Spontan kalimat itu meluncur dari bibirku. "Ettooo… Mungkin karena efek pencahayaannya, sepertinya pemiliknya sangat romantis!" Aku segera meralat kalimatku. "Ya, seperti aku!" Oh tidak, sepertinya pendengaranku sedang bermasalah.

"Sejak kapan senpai bisa se-narsis itu?" Utakata-senpai hanya terkekeh. "Apakah hanya tuan putri yang cantik ini saja yang boleh narsis?" Wow dan ia sudah pintar membalikkan kalimatku. "Sudah pintar menggombal, eh?" Ia hanya membalas dengan senyuman mautnya. "Ayo kita ke dalam, biar ku bukakan pintu untukmu hime!" Ia beranjak dari duduknya keluar dari mobil dan segera berada di sampingku membukakan pintu. Aku hanya bisa tersenyum dan mau tidak mau harus menerima perlakuan manisnya ini.

Kakiku sangat berat untuk digerakkan, mataku terbelalak dari kejauhan ku melihat sosok yang sangat aku kenal melintas ke arah mobilku. Ia tak sendiri, tangannya memeluk erat pinggang wanita yang berjalan disampingnya, bercengkrama dan sesekali bibir mereka bertemu. Pasti aku salah lihat, tidak mungkin itu dia, pasti hanya mirip saja. Semakin dekat, semakin jelas, tubuh tegapnya, rambut ravennya, mata onixnya, dia… Sasuke ku..

Tanpa ku sadari air mataku mulai menetes dan sudah tak bisa terbendung lagi. Utakata mengikuti arah pandangan mataku dan mengerti alasan air mataku ini mengalir deras. Ia mendongakkan tubuhnya ke dalam mobil, merengkuh tubuhku dan membiarkanku menangis dalam dadanya yang bidang. Pelukan yang sangat nyaman, sangat hangat, dan menenangkan. seolah dejavu.

Utakata meregangkan pelukannya, aku menengadahkan kepalaku menatapnya. Hanya ketulusan yang aku temukan di matanya yang membuatku semakin tersiksa. Aku menundukkan wajahku, ia menarik daguku, dan setelah itu yang ku rasakan sesuatu yang lembut dan basah menyentuh bibirku. Seketika sentuhan itu berubah menjadi lumatan dan ciuman yang panas. Aku menikmatinya dan menginginkannya lagi dan lagi.

Mendadak aku takut kejadian 6 tahun yang lalu terulang kembali. Aku takut mengulang kesalahanku di masa lalu. "Aku tak ingin melihatmu menangis! Aku tak pernah bisa membiarkanmu menangis" Utakata memelukku semakin erat seolah tak ingin melepaskanku. "Biarkan aku menjadi pelarianmu lagi..!"

.

.

.

Tbc

Akhirnya kelar juga fic keduaku.. Demi bisa pake judul yang agak vulgar itu terpaksa ku buat rate M..

Yosh.. please review, kritik n sarannya.. Flame pun ku terima sebagai kritik yang ngebangun..

Arigato.. #ngebungkukin badan

Meichan-sista tengkyu.. jgn bosen pm nya penuh ma kiriman fic gajeku :D