Together
.
By : Arlian Lee
.
Byun Baekhyun (GS) and Jung Daehyun
...other cast find by yourself...
.
DaeBaek Fict! Daehyun x Baekhyun
.
Standard disclaimmer was applied
.
Don't Like don't read, don't do other bad thing.
.
Happy reading anyway ^^,
.
Suasana kamar ini terasa begitu sunyi. Bukan berarti kamar ini tidak berpenghuni, tidak. Ada dua orang yang sedang berselonjor dengan kepala saling menyender. Mereka menikmati malam panjang bersama. Melewatinya dengan kasih sayang yang terus tumpah menyebar ke seluruh penjuru ruangan.
Memang kasih sayang dan hangatnya rasa cinta itu terasa kental bagi siapapun yang menjejak di ruangan ini. Tapi sayang, suasana ini entah mengapa tiba-tiba didominasi kesunyian yang tak tahu muncul darimana. Dua orang yang ada tampak tenggelam dalam kediamannya.
Biasanya salah satu diantara mereka akan banyak bicara. Banyak cerita yang menjuntai dari bibir tipisnya. Banyak sekali kisah yang ia bagi untuk kekasihnya. Tapi entah mengapa hari ini tidak. Dan Daehyun menyadarinya.
"Sesuatu mengganggumu? Kau seperti sedang ada masalah." Tangan Daehyun beralih memainkan poni Baekhyun dengan sayang. Ia menyibaknya guna memperjelas paras ayu Baekhyun. "Apa? Ceritalah."
Yang ditanya tak langsung menjawab. Ia malah sibuk mengulum bibirnya berulang. Seakan mengatakan memang ada yang sedang mengganggunya saat ini namun ia tak bisa mengungkapkannya. Beberapa detik berlalu, Baekhyun mendongak. Kedua sorot manikan cantik itu menelisik dalam sepasang kristal milik Daehyun.
"Apa? Kau bisa bercerita padaku, sayang." Lalu satu kecupan dibubuhkan pada kening Baekhyun.
Dan Baekhyun menggeleng.
"Kau tidak ingin bercerita?"
"Bukan begitu." Pada akhirnya Baekhyun bersuara. Ia mengubah posisinya menjadi duduk sejajar dengan Daehyun. "Aku hanya takut saja."
"Takut?"
"Ya, aku takut."
Untuk sejenak Daehyun terdiam. Binar teduh khas yang terpancar dari kristal kelamnya mengamati dengan seksama wajah ayu Baekhyun. Wajah itu menyiratkan banyak sekali kisah yang tak bisa Daehyun jamah saat ini. Ada beberapa tanya yang butuh jawaban namun Daehyun tak bisa mendapatkannya sekarang. Sesuatu seperti menghalangi Baekhyun untuk membuka itu.
"Apa yang kau takutkan?"
Dan ini yang disukai Baekhyun. Mungkin saat ini ia memang sedang menyembunyikan sesuatu dari Daehyun. Ia masih belum memiliki keberanian untuk berujar apa yang menggelayutinya. Namun suara selembut sutera milik Daehyun selalu bisa membuatnya nyaman kembali. Lelaki itu akan selalu bertanya dengan suara lembutnya.
"Aku takut kalau kau akan meninggalkanku." Lirih Baekhyun.
Seketika bibir tebal Daehyun melengkung simetris. Melengkung dalam bahkan kedua manikan itu pun ikut menyipit manis. Segera ia merangkul tubuh Baekhyun dari samping. Menyenderkan kembali kepala Baekhyun pada bahunya. Satu kecupan diberikan kembali untuk puncak kepala Baekhyun.
"Itu tidak mungkin." Daehyun mengusap surai lembut Baekhyun dengan penuh kasih sayang. "Aku tidak akan meninggalkanmu, Byun Baekhyun. Sama sekali tidak akan."
"Sungguh?"
"Eum." Lalu ia bergerak kecil untuk bisa menangkup wajah Baekhyun. Kedua pasang mata itu saling menyorot satu sama lain. Menyalurkan kasih sayang dari tatapan dalam penuh ketulusan. Baekhyun mengukir senyuman cantik begitu melihat tatapan meyakinkan dari Daehyun. "Kau bisa membunuhku jika aku berbohong!"
"Yaa!" Baekhyun mengerucut seketika. Lelucon yang kadang membuat Baekhyun langsung berubah kesal. "Kalau aku membunuhmu, aku hidup sama siapa?"
"Sama orangtuamu dong! Sama siapa lagi?"
"Yaaa! Jung Daehyun!"
Daehyun tertawa gemas. Melihat wajah Baekhyun saat ini benar-benar membuatnya ingin tertawa. Gemas sekali. Wajah manis yang selalu membuatnya jatuh cinta di setiap harinya. Wajah manis yang tak bisa membuat Daehyun marah dan wajah manis yang selalu bisa membuat Daehyun lupa akan segalanya.
"Aku bercanda." Tukasnya dengan mengecup kilat bibir tipis Baekhyun. "Aku akan hidup bersamamu. Selamanya."
Lalu tanpa menunggu balasan dari Baekhyun, Daehyun lebih dulu menangkup bibir mungil Baekhyun dengan bibirnya. Satu lumatan kecil menuntut Baekhyun untuk terpejam. Meresapi setiap tarian bibir tebal Daehyun di atas bibirnya. Menyambut kehangatan cinta yang tercipta dari kecipak kedua bibir itu. Baekhyun pun mengalungkan tangannya agar lebih dalam lagi mereka saling menikmatinya.
Untuk sekarang Baekhyun membiarkan malam ini berakhir seperti malam biasanya. Biarkan saja itu tersimpan rapi dalam otaknya. Jika nanti waktunya tiba, ia akan bercerita.
.
.
.
.
.
"Kau belum mengatakannya kepada kekasihmu kan? Sampai kapan kau akan berbohong?"
Genggaman Baekhyun mengerat pada garpunya. Tarikan nafasnya memberat dan rahangnya bergerak gelisah. Mendengar tanya itu menghempas kuat pertahanan yang ia buat di dalam dirinya. Dan dalam hitungan detik semuanya roboh. Lagi dan lagi ia harus mendengar pertanyaan itu. Sebuah tanya yang menamparnya dalam sekali waktu dan bisa membuatnya jatuh saat itu juga. Sebuah tanya yang membuatnya lemah dan tak bisa bangkit lagi.
Baekhyun masih enggan menjawab. Kepalanya perlahan menunduk dan pandangannya menghantam kakinya yang bergetar kecil.
"Apa perlu appa yang mengatakan kepada kekasihmu?"
Baekhyun memejam erat. Suara pelan namun menusuk itu memaksa bola mata Baekhyun memanas. Dalam hitungan detik ia bisa saja menangis. Tapi tidak. Baekhyun harus bisa menahan ini agar tak dianggap lemah oleh lelaki paruh baya itu.
"Kalian harus berpi—"
"Appaa!" Jerit suara Baekhyun menggema di ruang makan keluarga Byun. Gadis itu menarik cepat nafasnya yang seakan mengering beberapa detik. Tatapan nyalang mengikutinya kemudian. Ia menyorot tajam penuh ketidaksukaan pada sang ayah. "Kenapa appa harus melakukan ini? Kenapa appa harus merusak kebahagiaanku? Kenapa appa harus memisahkanku dengan Daehyun?"
Sebisa mungkin Baekhyun tidak menitikkan setetes air mata. Karena air mata itu hanya akan dianggap air mata pengemis oleh sang ayah.
"Appa tidak seharusnya mencampuri kebahagiaanku. Ini hidupku dan aku berhak menentukan mana yang terbaik untukku!"
Dan tawa menghina terdengar memekak telinga. Lelaki paruh baya itu membalas tatapan Baekhyun dengan tatapan remeh. Ia melepaskan kacamatanya dan kembali tertawa. Menggelikan.
"Kau bilang appa tidak berhak? Tidak berhak?" Kembali satu tawa besar menggelegar. "Kau gadis tidak tahu apa-apa! Kau itu anakku. Appa berhak melakukan apapun atas hidupmu, Byun Baekhyun."
Baekhyun mencelos. Hatinya benar-benar sakit mendengar penuturan dari sang ayah.
"Tapi Baekhyun berhak bahagia dengan jalan Baekhyun sendiri."
"Dengan menikahi lelaki miskin itu?" Satu tawa miring itu menghiasi akhir kalimat tanya Tuan Byun. "Lelaki itu tidak akan bisa membahagiakanmu. Sudahlah! Kau ikuti keinginan appa dan kau pasti akan bahagia."
"Aku tidak akan bahagia dengan pilihan appa!"
"Tapi kau tidak bisa menolak pilihan appa."
"Appaa!"
Tuan Byun tersenyum lebih lembut. "Percayalah! Ini yang terbaik untukmu, Byun Baekhyun." Lalu Tuan Byun mengenakan kembali kacamatanya kemudian bangkit. "Kalau masih tidak bisa mengatakan kepada Daehyun, biar appa yang melakukannya untukmu."
Baekhyun tak bisa melawan ucapan sang ayah. Bibirnya terlalu keluh untuk sekedar mengeluarkan sepatah kata. Tenggorokannya tercekat dan gemuruh yang muncul di dalam hati semakin memperparah keadaan. Otaknya berpikir keras dan kelopak matanya terpejam kemudian. Tak butuh waktu lama, setetes air turun dari sudut mata indahnya. Mengalir pelan membentuk jalur bening di kedua pipi.
Inilah yang tak ia sukai dari hidupnya. Ketika kuasa berkata, ia tak akan bisa melawan. Dirinya kecil dan lemah. Setiap lontaran kata yang ia ungkapkan bak sampah yang teronggok tak berguna. Kuasa memang berperan penting dalam hidup. Kuasa akan mengambil segalanya. Dan tak ada yang bisa mengalahkan ketika kuasa berbicara.
.
.
.
.
Dan prasangka Daehyun masih tetap sama untuk kekasihnya. Ada sesuatu yang menghilang dari dalam diri sang kekasih. Sifat ceria juga cerewet yang melebihi kadar miliknya itu tak tampak pada diri Baekhyun beberapa hari ini. Sudah Daehyun menerka-nerka apa penyebabnya namun sampai sekarang masih belum tahu apa.
Bisa saja ia bersikap marah dan kecewa dengan Baekhyun yang menyembunyikan masalah darinya. Tapi ia bukan lelaki yang suka mencampuri urusan pribadi orang lain. Sekalipun itu kekasihnya. Daehyun menjunjung tinggi privasi kekasihnya. Toh jika Baekhyun mau, gadis itu sendiri yang akan bercerita padanya.
Saat ini ia sedang memperhatikan Baekhyun yang sedang bermain dengan anak-anak. Baekhyun adalah seorang guru TK sedangkan Daehyun hanyalah penyanyi kafe yang bekerja pada sore hari dan pulang saat malam datang menjelang. Sehingga Daehyun pasti memiliki waktu luang untuk menyaksikan senyum dan tawa bahagia yang diumbar Baekhyun karena tingkah lucu murid-muridnya. Memang saat ini Baekhyun tampak bahagia, tapi Daehyun tahu kekasihnya tidak benar-benar bahagia.
Baekyun menyukai anak kecil, ngomong-ngomong.
"Kau sudah lama berdiri disana?" Tanya Baekhyun seraya berjalan menuju Daehyun yang berdiri di dekat jendela. Pemuda itu menggeleng kecil. "Kau berbohong!" Ungkapnya dengan tangan menyodorkan kotak makanan.
Daehyun mengambil alih kotak makanan itu diiringi senyuman manis yang terulas. "Aku tidak berbohong! Apa ini? Kimbap atau bibimbap?" Tanyanya mengalihkan kecurigaan Baekhyun.
"Galbi. Kesukaanmu."
"Kau memang yang terbaik!" Serunya sembari mencubit pipi gembil Baekhyun. Tak peduli jika sang empunya meringis kesakitan dan mengaduh kesal.
Lalu Daehyun duduk di salah satu bangku yang tak jauh darisana. Tangannya segera membuka kotak makanan dari Baekhyun. Sudah menjadi kebiasaan Baekhyun membuatkan makan siang untuk kekasihnya. Itu bukan suatu hal yang sulit. Baekhyun sangat senang ketika melihat Daehyun begitu lahap memakan masakannya. Seketika ucapan sang ayah melintas di otak Baekhyun. Kata siapa Baekhyun tidak akan bahagia dengan Daehyun?
Benar Daehyun bukan anak orang kaya seperti dirinya. Tapi kebaikan hati dan cinta Daehyun melebihi kekayaan yang ia punya. Baekhyun merasakan itu. Sangat merasakan itu. Tanpa sadar Daehyun memperhatikan Baekhyun yang tersenyum.
"Wae? Kenapa melihatku seperti itu?" Tanya Baekhyun bingung setelah sadar jika Daehyun menghentikan kegiatan makannya.
Daehyun meletakkan kotak makanan itu. "Kau yang kenapa. Tersenyum aneh seperti itu. Ada yang lucu? Atau ada yang aneh dengan caraku makan?" Balasnya.
"Tidak. Lanjutkan makanmu."
Daehyun menghela nafasnya. Sedetik kemudian ia mengambil minuman dan meneguknya pelan.
"Sesuatu masih menganggumu? Kau kehilangan semangat akhir-akhir ini. Kenapa?"
"Aku baik-baik saja." Elak Baekhyun.
Daehyun menggeleng tak setuju. "Aku mengenal baik Byun Baekhyun, loh! Kau tidak dalam keadaan yang baik. Ada apa? Ceritakan padaku, sayang." Pinta Daehyun sembari menggenggam tangan Baekhyun.
Jika sudah ditanya demikian, Baekhyun akan luluh. Biasanya ia akan langsung menjawab. Tapi kali ini tidak. Egonya masih besar untuk menutupinya semantara waktu. Baekhyun tidak ingin merusak apa yang ada.
"Sungguh, aku baik-baik saja Daehyunnie sayang!" Sahut Baekhyun dengan suara manja khas miliknya.
"Oke, baiklah!"
Lagi-lagi Daehyun kalah. Mungkin memang masih butuh waktu untuk bisa membuat Baekhyun mengatakan hal sebenarnya. Mengenal Baekhyun lebih dari empat tahun cukup membantu Daehyun untuk bisa membaca situasi Baekhyun. Lelaki itu sangat tahu jika saat ini kekasihnya berbohong. Dan ia tak bisa berbuat apa-apa untuk kesekian kalinya.
.
.
.
.
Jika Daehyun akan menunggu Baekhyun bermain dengan anak-anak kecil, maka Baekhyun akan menunggu Daehyun di balik salah satu meja kafe dengan wajah penuh binar bahagia. Sesekali senyum bangga menguar percuma dari bibir merah muda Baekhyun. Tangannya pun ikut menepuk berulang ketika satu sesi suara Daehyun menghangatkan kafe itu.
Ya, Baekhyun biasanya akan ikut menemani Daehyun bekerja. Menikmati lantunan lagu yang mengalun dari bibir Daehyun. Suara lembut bak sutera itu selalu bisa menghipnotis siapa saja yang mendengarnya. Baekhyun tak pernah bosan mendengar alunan lembut suara Daehyun setiap hari. Malah ia merasa ketagihan dengan suara itu.
Tepuk tangan dan sorak sorai bergemuruh selepas Daehyun menyelesaikan satu lagu ballad. Baekhyun tersenyum ke arah Daehyun yang melambai padanya. Cukup dengan momen seperti ini saja Baekhyun bisa dikategorikan bahagia.
Sayang, momen ini harus terputus saat dering ponsel terdengar mendengung di antara riuh tepuk tangan untuk Daehyun.
Bola mata Baekhyun membulat ketika membaca deretan huruf yang terpampang di layar kaca.
"Apa? Kenapa kau menelponku?"
"..."
"Aku tidak mau! Jangan memaksaku! Aku sedang sibuk!"
"..."
"Terserah! Aku sama sekali tidak mau!"
Lalu dengan paksa Baekhyun menutup sambungan telepon itu. Dalam hitungan detik raut bahagia yang sempat tersebar dari wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat. Ia tak menyukainya. Cukup desakan dari sang ayah telah menyakitinya kenapa juga harus ditambah dengan lelaki itu? Sudah bilang juga kan kalau Baekhyun menolak.
Ia pun kembali mengalihkan pandangan pada Daehyun yang melanjutkan penampilannya. Satu lagu milik Park Hyoshin menyelimuti kafe yang beranjak dingin. Langit perlahan menggelap dan suasana kafe semakin semarak. Daehyun tampak begitu larut dalam lagu yang ia bawakan.
Dan lagi Baekhyun harus menahan rasa sakit dan terlukanya. Satu pesan ancaman masuk ke dalam kotak pesan ponselnya. Baekhyun menggigit bibir bawahnya pedih. Kecamuk itu senang menggodanya sekarang. Hati Baekhyun kehilangan ketenangan dan berganti dengan luka juga rasa takut. Bagaimana jika yang dikatakan itu benar? Apa yang harus ia lakukan?
Tuhan..
Baekhyun hanya ingin bahagia. Kenapa tidak bisa?
.
.
.
.
"Dae! Ada yang ingin aku katakan padamu." Baekhyun duduk dengan sedikit gerak gelisah di sebelah Daehyun.
"Apa?" Sahut Daehyun masih sibuk dengan apa yang ia kerjakan. Berlatih menyusun tangga nada menjadi satu lagu yang nikmat untuk didengar. Sedang menggeluti satu hobi yang ia adopsi dari Yongguk sejak beberapa minggu yang lalu. Siapa tahu statusnya bukan hanya sebagai seorang penyanyi kafe saja. Siapa tahu statusnya akan bertambah menjadi seorang komposer sekaligus produser.
Baekhyun terdiam untuk beberapa jenak. Manikan sipit yang terbalur eyeliner itu mengarah pada wajah serius Daehyun. Ada sedikit keraguan ketika ia ingin mengungkapkannya. Terlalu banyak pertanyaan 'bagaimana' menjadi benteng bagi Baekhyun untuk berucap.
"Aku..."
Daehyun lantas menoleh. Mendapati sang kekasih tak kunjung bicara dan tampak ragu menjawab menarik minatnya untuk menaruh perhatian lebih pada wajah bimbang itu.
"Apa Baek?"
"Aku.. aku dijodohkan. Appa ingin aku menikah dengan lelaki lain."
Reflek bola mata Daehyun membesar dengan mulut yang terbuka kaget. Namun itu tak berlangsung lama. Nyatanya ia malah tersenyum dan menjawab.
"Aku tahu."
"Kau tahu?" Pekik Baekhyun. Gadis itu meneleng dengan kerutan dalam di keningnya. "Kau tahu aku dijodohkan?"
Hanya anggukan kecil diberikan Daehyun sebagai jawaban.
"Kau tahu dari siapa?" Suara Baekhyun melirih. Sedikit bergetar diujungnya. Tiba-tiba ia merasa tersengat dan tertohok dalam satu waktu. "Siapa? Appa? Apakah appa-ku yang mengatakan itu padanya? Katakan!" Kali ini Baekhyun bertanya dengan getar yang mulai kentara.
Daehyun seketika memegang bahu Baekhyun yang bergerak halus. Sesenggukan muncul seiring dengan bulir bening di kedua mata sipitnya. Tangan Baekhyun menutup sebagian wajah dan membiarkan suara halus khas orang menangis menyertai.
"Baek!"
Lalu ia melepaskan tangan dari wajahnya. "Kenapa kau seperti ini! Kenapa kau berlagak seakan tidak terjadi apa-apa? Kenapa kau diam saja?" Masih dengan tangisan yang membuntuti, suara Baekhyun terdengar kecewa. Ia sakit hati dengan sikap Daehyun. Seharusnya Daehyun yang sakit tapi Baekhyun merasa kalau kekasihnya ini terlalu menganggap enteng apa yang sedang terjadi pada mereka.
"Baek! Ya, aku tahu dari appa-mu!" Daehyun mencoba untuk memeluk Baekhyun yang menangis. "Aku tidak mengatakan ini karena aku ingin tahu sendiri dari dirimu." Daehyun mengeratkan pelukannya. "Aku juga baru tahu beberapa hari yang lalu."
Meski ia tak langsung menghentikan tangisannya, Baekhyun merenggangkan pelukan Daehyun. Tatapan berkabut itu menyorot penuh tanya pada Daehyun.
"Kenapa kau bersikap seakan ini bukan hal penting? Kenapa kau bersikap seakan tidak terjadi apa-apa? Kenapa?"
"Baek!" Sekali lagi Daehyun mendekap tubuh Baekhyun untuk dibawa ke pelukannya. "Dengarkan alasanku! Aku melakukan ini karena aku tidak ingin merusak kebahagiaanmu. Aku melakukan ini karena aku memikirkanmu. Awalnya aku ingin membahas ini, tapi melihat kau tampak nyaman dengan keadaan ini membuatku urung. Aku mungkin awalnya tidak tahu kalau kau sedikit diam akhir-akhir ini karena masalah perjodohanmu. Kau sama sekali tidak berniat untuk mengatakannya padaku." Baekhyun diam menyimak. Sementara Daehyun melanjutkan penjelasannya. "Setelah aku tahu tentang berita itu dan aku teringat dengan perubahan sikapmu. Oh, aku sadar. Mungkin karena perjodohanmu kau menjadi lebih banyak diam. Sejak saat aku itu aku tidak ingin mengungkit ini dan aku berharap kau sendiri yang mengatakannya padaku."
Penjelasan panjang lebar dari Daehyun itu menggerogoti pikiran Baekhyun. Dadanya menghangat karena ucapan Daehyun. Kenapa Daehyun harus memendam itu sendirian? Bukankah sangat menyakitkan harus berpura-pura baik-baik saja padahal sebenarnya ia terluka parah? Bahkan dalam situasi seperti ini Daehyun masih menomorsatukan dirinya. Ia tak membesarkan egonya dan memilih terluka demi kenyamanan Baekhyun.
"Ma-maaf!" Gumam Baekhyun bersalah. Ia sadar jika ini juga salahnya. Seharusnya ia lebih dulu mengatakannya dari sang ayah. Baekhyun tahu pasti sang ayah akan menggunakan kata-kata kasar pada Daehyun. "Ma-maaf!"
Dan Baekhyun semaki teriris manakala manikan cantiknya menangkap refleksi lengkungan dalam dari bibir penuh Daehyun.
"Sudahlah! Kau tidak perlu minta maaf." Tanggapnya dengan kecupan kilat di kening Baekhyun. "Lalu sekarang bagaimana? Apa yang harus aku lakukan?"
"Maksudmu apa?"
"Apa aku harus meninggalkanmu? Apa aku harus pergi darimu seperti yang diinginkan appa-mu?"
"Tidak!" Gelengan berulang muncul dari kepala Baekhyun. "Kau tidak boleh meninggalkanku! Jangan! Jangan pernah meninggalkanku!"
Daehyun memeluk tubuh Baekhyun dengan segera. Ia mengusap punggung sang kekasih dengan lembut.
"Lalu kita harus bagaimana? Appa-mu—"
"Kita pergi dari sini! Kita harus pergi dari sini! Aku ingin kau membawaku pergi dari sini Dae! Aku ingin sekali pergi dari sini."
"Tapi Baek!"
Wajah Baekhyun mendongak. Manikan mereka bertemu. Daehyun bisa merasakan tatapan memohon dengan sangat dari sorot iris kecil itu. Daehyun pun menghembuskan nafasnya pasrah. Ia tak tahu apakah ini adalah pilihan yang tepat atau tidak. Tapi melihat bagaimana Baekhyun saat ini menuntun hatinya untuk mengikuti keinginan Baekhyun.
Ia hanya berharap semoga ini yang terbaik. Walaupun pada akhirnya ia harus menelan ancaman itu mentah-mentah. Mencoba melawan dan mengabaikannya.
"Baiklah, kita pergi dari sini."
.
.
.
.
.
Pada akhirnya mereka ada disini. Sebuah rumah dua tingkat yang berada jauh dari Ibukota Seoul. Rumah ini sederhana. Jauh lebih sederhana daripada rumah mewah Baekhyun namun tak berbeda jauh dengan kediaman Daehyun di Seoul. Bagi Baekhyun ia tak masalah harus berada di tempat sesederhana ini. Asal itu bersama Daehyun ia tak masalah.
Ya, mereka memutuskan untuk pergi dari Seoul tanpa memberitahu siapapun. Terutama Baekhyun. Ia kabur tanpa membawa banyak barang. Malah bisa dikatakan ia hanya membawa barang-barang yang sengaja ia tinggal di tempat Daehyun sebelumnya. Baekyun benar-benar tidak bisa untuk menuruti keinginan dari sang ayah.
Langkah kakinya menyusuri setiap lantai kayu di rumah itu. Bibir Baekhyun melengkung puas. Setidaknya rumah ini terasa nyaman saat pertama kali ia datang. Pasti nanti akan sangat nyaman ketika mereka melewatinya bersama.
"Aku lapar!" Keluh Baekhyun selepas ia melihat isi kamar yang masih kosong itu.
Daehyun yang sedang membuka tas untuk mencari sesuatu segera menoleh ke arah Baekhyun. Ia paham betul paras ayu milik Baekhyun yang diselimuti ekspresi kelaparan. Jelas saja, sejak mereka pergi dari Seoul keduanya belum menyentuh nasi sama sekali. Mungkin beberapa potong roti saat perjalanan.
"Mau makan?"
"Eung!" Angguk Baekhyun antusias. Gadis itu duduk di sebelah Daehyun dan ikut memainkan tas bawaannya. "Apa Daehyunnie akan memasakan untukku?" Tanyanya dengan nada menggemaskan.
Daehyun mencuri kecup bibir tipis Baekhyun. "Tentu! Untuk Tuan Putri apa yang tidak." Lalu ia bangkit dari duduknya. "Tunggu sebentar eum? Aku akan membeli bahan makanan dulu."
"Sendiri?"
"Ya, kau tunggu saja di rumah."
Setelahnya, Daehyun pun keluar dari rumah. Ia sempat melihat ada mini market yang tak jauh dari kediaman baru mereka. Mungkin saja disana ia bisa mendapatkan bahan makanan yang bisa dinikmati oleh Baekhyun sebagai makan malam.
.
Dan Daehyun siap untuk memilih menu makan malam apa yang akan ia masak untuk kekasihnya. Untuk beberapa saat, ia membiarkan mata teduhnya memperhatikan satu persatu makanan yang ada disana. Ramnyun, mandu dingin, daging dan beberapa makanan yang bisa diolah. Pada akhirnya ia memilih ramnyun, mandu dan juga daging untuk tambahan makan malam mereka. Ia juga tak lupa memilih beberapa makanan ringan untuk Baekhyun. Daehyun tahu betul kalau kekasihnya itu suka sekali ngemil.
"Terima kasih!" Ucap Daehyun sopan setelah menerima bungkusan belanjaan miliknya. Ia juga menyodorkan uang pembayaran.
Selesai berbelanja Daehyun segera pulang. Ia tak ingin membuat Baekhyun menunggu lama. Namun saat ia akan berbelok di gang arah rumahnya sekarang, seseorang menarik jaket Daehyun. Ia akan melawan, tapi Daehyun bisa merasakan bahwa orang tersebut meletakkan pistol di kepala. Seketika nafas Daehyun memberat dan tubuhnya sedikit menegang. Siapa orang ini? Kenapa ia akan mencelakai Daehyun?
"Kau tidak melupakan janjimu kan, Jung Daehyun-sshi?"
Daehyun memejam. Tarikan dalam ia lakukan saat itu juga. Daehyun kenal betul suara siapa itu. Tanpa harus menoleh, ia bisa mengenalinya.
"Tentu. Aku tidak lupa." Jawabnya.
"Tapi kenapa kau malah lari ke desa ini?" Tubuh Daehyun sedikit terjingkat kecil manakala pistol itu menekan kepalanya. "Kenapa? Itu sudah bagian dari penghianatan, Daehyun-sshi!"
Daehyun menghela nafasnya pelan. "Aku tahu! Aku akan membawa Baekhyun kembali." Ucapnya pelan.
Dan tawa menghina menyakiti pendengaran Daehyun. Tawa yang seakan meremehkan Daehyun saat itu juga. Daehyun tidak bisa apa-apa selain mengepalkan genggamannya. Mana mungkin ia melawan jika orang tersebut saja membawa senjata tajam?
"Kau bersungguh-sungguh?"
"Yaa!"
"Oke, aku akan percaya padamu. Bawa Baekhyun kembali atau aku yang akan memaksanya."
Lima detik berlalu, pistol yang mengarah pada kepala Daehyun terlepas. Daehyun bisa mendengar derap langkah yang menjauh dari tubuhnya. Lantas kakinya melemah. Ia berjongkok dengan tangan menumpu pada lutut. Kepalanya pusing dan dadanya berkecamuk tak menentu.
Bagaimana bisa? Bagaimana bisa orang-orang itu tahu kalau ia dan Baekhyun ada di sini? Bagaimana bisa? Daehyun memejam merasakan sakit yang luar biasa menyiksa. Siapapun yang berada dalam situasi seperti Daehyun akan merasakan hal yang sama. Kenapa hidupnya begitu sulit? Kenapa ia harus dikendalikan oleh sebuah keserakahan dan kekuasaan? Kenapa ia hidup begitu lemah tanpa bisa melawan?
Daehyun hanya bisa berharap garis Tuhan tak akan menghianatinya.
.
.
.
Baekhyun bergetar. Nafasnya memburu dan tenggorokannya tercekat. Ponsel yang semula ia genggam harus terlepas dari genggamannya. Sekujur tubuhnya menegang dengan ketakutan yang merangkak naik. Baru saja ia mendapatkan kiriman pesan. Pesan yang ia dapat bukan sembarangan pesan. Melainkan sebuah ancaman.
Ancaman dari orang-orang yang sangat Baekhyun hindari sekarang.
Mungkin Baekhyun biasanya akan mengabaikan pesan itu. Tapi entah mengapa sekarang dirinya jadi ketakutan dan gelisah. Ia ingin sekali keluar dari rumah itu dan mencari Daehyun. Ia ingin sekali memeluk Daehyun sekarang dan tak akan melepaskannya. Ia ingin sekali bersama Daehyun sekarang juga.
Tapi tidak. Ada satu sisi Baekhyun yang mencegahnya. Sisi lain Baekhyun ingin Baekhyun untuk tetap tinggal dan menunggu Daehyun pulang. Meyakinkan Baekhyun untuk tetap berpikir positif.
"Baek.. Aku—"
"DAE!"
Segera Baekhyun beranjak dan memeluk Daehyun dengan erat. Tubuh Daehyun nyaris terjungkal. Ia menjatuhkan barang belanjaannya dan beralih membalas pelukan Baekhyun. Daehyun sangat terkejut dengan keadaan Baekhyun yang tiba-tiba menangis. Ada apa dengan Baekhyun? Kenapa tiba-tiba seperti ini?
"Jangan meninggalkanku Dae!" Lirihannya teredam tangisan yang tampak lebih mendominasi.
Daehyun mengerutkan keningnya sejenak. "Aku disini Baek! Aku tidak meninggalkanmu." Sahutnya menenangkan Baekhyun yang bergetar menangis di dada bidang Daehyun. Apa yang sudah terjadi pada Baekhyun?
Masih dengan isakan yang mengiringi, Baekhyun mencengkeram kemeja Daehyun dengan kuat. Seolah ia tak akan melepaskan cengkraman itu. Daehyun mengusap punggung Baekhyun dengan lembut. Berharap jika kekasihnya itu bisa lebih tenang dan nyaman.
"Appa.. appa, Dae!"
Alis Daehyun saling bertautan. "Appa? Kenapa dengan appa-mu?" Tanyanya.
"A-appa! Appa tahu dimana kita sekarang!" Jawabnya dengan nada bergetar.
Daehyun terkesiap. Ia terkejut untuk beberapa saat sebelum menyadari sesuatu. Ah, kenapa ia bodoh sekali. Jelas saja kalau Tuan Byun bisa tahu. Daehyun memutar otaknya. Kejadian yang baru saja ia alami kembali muncul. Apa ia harus menceritakan kepada Baekhyun?
Tidak! Itu tidak bisa.
Lalu ia harus apa?
"Tenanglah, Baek! Kita harus tenang lebih dulu!"
"Aku takut Dae! Aku takut." Dada bidang Daehyun semakin basah. Tangisan Baekhyun semakin lama semakin menjadi. "A-appa mengancam akan membunuhmu! Aku takut."
Dada Daehyun mencelos perih. Sesak dan pedih dalam satu waktu. Ancaman itu. Ancaman itu pasti akan keluar kapan pun. Bagaimana ia harus menyikapinya? Apa perlu ia mengajak Baekhyun menyerah sekarang?
"Baek! Tuan Byun tidak akan membunuhku." Meski Daehyun tak yakin dengan ucapannya, ia berusaha untuk meyakinkan Baekhyun. "Kita harus memikirkan bagaimana selanjutnya."
Baekhyun meremas kemeja Daehyun dengan kuat. Daehyun bisa merasakan jika saat ini sang kekasih begitu putus asa dan butuh kekuatan untuk melawannya.
"Kita tidak bisa pergi sekarang. Terlalu berbahaya. Lebih baik kita istirahat dulu. Kau pasti sangat lelah, kan? Besok kita pikirkan lagi apa yang harus kita lakukan."
Beberapa detik, Baekhyun mendongak dan menatap wajah manis Daehyun yang terbalut ketenangan maupun kegelisahan. Gadis itu tahu jika saat ini Daehyun pura-pura kuat dan menutupi semua kegelisahan yang ia miliki. Ini yang membuat Baekhyun tak mau berpisah dengan Daehyun. Lelaki itu begitu mencintainya dan siap berkorban untuknya. Tapi kenapa ia malah harus menyakitinya?
Lalu ia mengangguk. Setuju dengan saran Daehyun.
"Tenanglah! Aku tidak akan meninggalkanmu!"
Mungkin itu yang bisa ia katakan sebelum kenyataan kembali menariknya. Apa mungkin ia bisa bersama dengan Baekhyun selamanya?
.
.
.
TBC
.
Hay, para Daebaek shipper, Hyun Falimy shipper juga..
Ini kali pertama saya membuat FF dengan cast DaeBaek. Gak tahu kenapa tiba-tiba tergugah untuk membuat FF dengan cast mereka. Jadi bagaimana? Boleh dong setelah baca review.. ^^,
Ini twoshots, jadi tunggu part selanjutnya yaaa..
Terima kasih.. ^^,
.
.
Salam Hangat
.
.
~Arlian Lee~
