When Whitypearl-san informed me about this challenge yesterday, I was like, "Count me in!"
And, here it is, the broken home themed fic, rather based on true story, added with some part of imaginations
Well, it's just a simple story from the eyes of a children
Anyway, I don't really like babbling here, just read if you like, and leave if you don't
Disclaimer: Hunter x Hunter and all of its characters respectively belongs to Yoshihiro Togashi sensei
Genre: Drama, Family, Angst, Hurt/Comfort, etc
Rate: K+, well, just for safety even this chapter could also be read by younger children,
Pairing(s): no real pairing in this chapter, might change in the next story
Warning: Female IC, OC, OOC-ness, typo(s), perhaps, Gloomy scenery, AU, etc
I accept no silent reader, you read, you review
Alluka menghela nafas berat, lalu menghapus airmata disudut matanya dengan punggung tangannya, sungguh, ia tidak pernah menyangka bahwa semuanya akan menjadi seperti ini,
"Papa..mama..seandainya aku bisa mengatakan apa yang sebenarnya kurasakan, apakah kalian akan mendengarnya..", bisik gadis itu dalam isakkannya.
Behind a Girl's Favorite Song
Story 1: Down to Earth
H. Kaoru
2012
"Aku pulang!", seru gadis itu riang, ia baru saja tiba di rumahnya, meskipun hari telah menunjukkan sore hari,
"Alluka, selamat datang", sebuah suara terdengar dari dapur, namun pikiran gadis itu sedikit terusik, itu suara sang mama, dan ia dapat memastikan bahwa suara itu terdengar sedikit parau, gadis itu pun menghampirinya,
"Mama?", ia bertanya perlahan, ia melihat wanita itu menghela nafas berat, lalu sepertinya menghapus airmata yang terjatuh di pipinya dengan lengan bajunya sebelum ia berbalik dan menghadap kearah gadis itu,
"Ya, sayang?", sahut wanita itu lembut, ia tersenyum, seakan ingin menunjukkan pada putrinya yang baru berusia 11 tahun itu, bahwa ia baik-baik saja, dan gadis itu membalas senyumannya, merasa bahwa sang mama mungkin hanya terisak karena bawang bombay yang diirisnya didapur itu,
"Kau sudah makan siang?", tanya Kikyo dengan nada biasa,
"Ya, tentu", jawab Alluka tanpa melepaskan senyuman itu dari wajahnya.
"Hei, kau pasti Alluka ya?", sapa seorang wanita yang duduk di ruang tamu, Alluka menatapnya heran, rasa-rasanya ia belum pernah kenal dengan wanita ini,
"Hmm..perkenalkan, aku Anna, teman mamamu", wanita itu berujar lagi, kali ini sambil mengulurkan tangan kanannya pada gadis itu, Alluka menatapnya heran, ada yang aneh pada wanita ini, dan ia berusaha keras memahaminya melalui penglihatan seorang anak berusia 11 tahun, yang jelas saja tidak mendapatkan apa-apa karena ia masih terlalu muda, dan polos.
Suara-suara ribut terdengar dari lantai bawah, Alluka membuka matanya perlahan, kemudian meraba-raba sekitarnya, sampai tangannya berhasil menggapai sebuah ponsel yang berada didekat tembok, sepertinya ponsel yang berfungsi sebagai alarm itu bergetar terlalu lama, hingga ia sekarang sudah ada didekat tembok, jauh dari sisi bantal gadis itu, tempat ia meletakkannya semalam.
Alluka membuka matanya, lalu melihat Kalluto yang sudah duduk diatas tempat tidur, sepertinya ia menunggu gadis itu bangun sejak tadi,
"Kalluto, pagi", sapa gadis itu dengan suara yang terdengar masih mengantuk,
"Pagi", balas anak itu singkat, ia masih saja duduk diam disamping Alluka yang sedang merenggangkan tubuhnya,
"Kalian sudah bangun? Ayo turun", tiba-tiba Illumi berkata dibalik pintu yang terbuka sebagian itu, Alluka masih bingung karena ia baru saja bangun, tapi kemudian ia memutuskan untuk ikut dengan saudara-saudaranya turun ke lantai bawah.
Dilantai bawah rumah itu, didalam sebuah kamar milik kedua orangtua mereka, terlihat sang ayah sedang duduk ditepi ranjang yang menghadap kearah pintu yang terbuka lebar, sementara seorang wanita berambut hitam duduk membelakanginya disudut lain ranjang itu, melihat anak-anaknya turun dari lantai atas, pria itu masih diam, sepertinya ia berusaha menahan amarahnya,
"Papa, mama, ada apa?", tanya gadis berambut hitam itu polos, sambil berjalan kearah kamar itu, ia berada paling depan (entah kenapa) dari barisan anak-anak itu,
"Ah, tidak Alluka, ibumu..yah, kau tahu lah", jawab Silva dingin, dalam nada itu terasa sebuah emosi, yang sepertinya dirasakan oleh gadis kecil itu, membuat sebuah getaran yang tidak menyenangkan dalam batinnya, ia tetap melanjutkan langkahnya kedalam kamar itu,
"Papa, kenapa mama menangis?", tanya gadis itu polos, ia duduk didekat sang ayah, sementara saudara-saudaranya yang lain duduk di sisi tempat tidur yang lain, kecuali Illumi yang duduk didekat sang mama,
"Tidak, tidak ada apa-apa", ujar pria itu dingin lagi, Alluka memeluk sang ayah, namun matanya menangkap sebuah bukan, beberapa buah botol berdiri di sebuah sudut didekat meja rias,
"Papa, siapa yang meminum itu semua?", ia bertanya sambil menunjuk pada botol-botol yang ia tahu berisi minuman keras itu,
"Entahlah", jawab Silva datar,
"Anak-anak, kakek dari mama kalian, ingin kami berpisah", Silva berujar lagi, kelima anak itu hanya terdiam, dan sepertinya belum mengerti apapun.
Sender: Mom
Alluka sayang, nanti kamu dijemput sama Tante Anna ya, pulang sekolah, kalau ada urusan, bilang sama mama, nanti mama yang sampaikan.
Love you
Alluka menatap layar ponselnya dengan sorot bingung terpancar dari kedua bola mata hitamnya, lalu gadis itu menyimpan kembali ponsel itu di dalam sakunya, dan menghela nafas,
"Kamu kenapa?", tanya Kisa, nadanya terdengar khawatir,
"Ah, tidak, aku tidak apa-apa", balas Alluka ringan, sambil tersenyum tipis, ia sendiri belum tahu apa yang membuat perasaannya tiba-tiba terasa berkabut seperti ini, rasanya ada yang aneh, dan ia ingin sekali menepis rasa itu, tapi entah kenapa rasanya sulit sekali.
"Hai, sayang, bagaimana sekolahmu?", tanya Anna dengan nada biasa, Alluka mengerjapkan matanya beberapa kali sambil duduk didalam mobil itu, perasaan tidak enak tadi muncul lagi, dan ia berusaha mati-matian menepisnya, sebab ia terlalu lelah untuk itu semua, hari ini sudah cukup membuatnya lelah dengan semua kegiatan sekolah dan lainnya, sungguh, ia sama sekali tidak ingin ditanyai apapun, tapi sekadar untuk menunjukkan respek, iapun menyahut,
"Baik", jawabnya datar, ia semakin merasa ada yang tidak beres, dan ia ingin sekali mengetahui masalahnya.
Gadis itu sampai dirumah, dan wanita itu menurunkannya,
"Terima kasih, Tante", ujar gadis itu sambil melambaikan tangannya dengan polos,
"Kakak, kok kakak begitu sih sama Tante Anna, dia kan musuhnya mama", ujar Kalluto tiba-tiba dari arah beranda, Alluka terkejut mendengarnya, ia sama sekali tidak tahu, dan ia tidak mengerti kalau selama ini itulah yang terjadi, ya, hari itu, ia baru saja mengetahui, siapakah sosok Anna itu.
Alluka memasuki rumah dengan perasaan bingung setengah mati, bayangkan, ia baru saja diantar pulang oleh orang yang disebut Kalluto sebagai "musuh mama", jelas sekali bahwa anak itu mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya, dan sedikitnya ia merasa, apakah dirumah ini hanya ia sendiri yang tidak tahu?
"Kalluto, kenapa kamu bilang begitu soal tante Anna?", tanya Alluka sambil menempatkan diri untuk duduk disamping Kalluto, yang sedang belajar, anak itu menghela nafas dan memutar bola matanya kesal,
"Duh, masa Kakak tidak tahu?", sahut bocah itu ketus, Alluka hanya menatapnya dengan pandangan yang memang menunjukkan ketidaktahuannya,
"Ikh, memangnya Kakak tidak tahu kalau papa sama mama sering bertengkar, bahkan untuk urusan kecil, karena dia?", balas Kalluto dengan nada keras, Alluka jelas tersentak dengan semua itu, dan seketika semua terasa masuk akal, kenapa ia merasa aneh dengan tante Anna, kenapa wanita itu selalu datang, dan kenapa...mamanya selalu menangis dimalam hari,
"Kenapa begitu? Bukankah Tante Anna itu temannya mama?", Alluka kembali bicara, ia ingin bisa meyakini kalau semua masih baik-baik saja, bahwa keluarganya tidak retak seperti yang ada dalam film-film itu, tidak, ia tidak ingin menerima itu,
"Temannya mama? Kau bercanda, Kak? Kamu pikir kenapa papa jarang pulang?", balas Kalluto setengah mencibir, seakan ia mengejek kepolosan gadis yang merupakan kakaknya itu, dan lagi-lagi Alluka merasa tersentak, airmata menggenang di seluruh bagian matanya, membuat mata gadis itu terlihat berkaca-kaca, nanar,
"Bohong kan..?", tanya Alluka lagi, ia benar-benar tidak ingin percaya ini semua, bahwa keluarganya yang utuh dan bahagia telah berbayang, bahwa selama ini, tanpa ia sadari, keluarga bahagianya hanya tinggal topeng belaka, dan ia terlalu takut untuk membuka topeng itu sehingga ia terus membenamkan diri dalam ketidaktahuannya.
Alluka menatap dinding kamarnya hari itu, sebuah tulisan tertera diatas selembar kertas yang tertempel disana, ia memegangi dadanya sendiri, airmatanya jatuh menelusuri pipinya yang pucat, dan kali ini, ia membiarkannya. Gadis itu melangkah perlahan, menuju dinding itu dan kertas yang tertempel itu.
"My children, I will do everything to protect you, I will", itulah tulisannya disana, dan Alluka tahu benar bahwa semua ini terjadi setelah mamanya meninggalkan rumah, sang papa menjadi sangat protektif, terhadap mereka semua, dan itu sangat ironis, terutama bagi gadis ini, ia benar-benar sudah tidak bisa lagi memandang semua yang dilakukan ayahnya dengan sudut positif, karena itu semua dusta, dan mengetahuinya benar-benar hal yang menyesakkan, membuatnya nyaris sulit bernafas, hingga airmatanya terjatuh lagi, ke dagunya.
Ia melangkah menuju tulisan di dinding itu, merabanya, mengingat hari kemarin, saat semua masih baik-baik saja, ia sangat merindukan ibunya, tapi wanita itu harus pergi ke rumah orangtuanya, demi keselamatannya, ia mengerti, sebab di hari kepergiannya, ia melihat lebam-lebam, bekas airmata, dan kepedihan yang terlihat diwajahnya, sungguh sebuah pemandangan yang memilukan.
You tell me this is for the best
So tell me why am I in tears
Oh, So far away
And now I just need you here
Hari ini ia akan berkunjung ke rumah kakeknya, rumah orangtua ibunya, ah, sudah berapa lama sejak ia terakhir melihat wanita itu, dan ia begitu ingin memeluknya, sekali lagi, seperti dahulu.
"Mama!", seru gadis kecil itu, ia segera turun dari mobil dan memeluk wanita itu, mendekapnya erat, rasanya sudah terlalu lama mereka berpisah, dan ia benar-benar tidak ingin merasakan lagi rasa itu,
"Iya sayang, mama disini", sahut wanita itu lembut, ia terdengar sedih,
"Mama, papa bilang kalian mau bercerai, apa itu benar?", tanya gadis itu pendek,
"Iya sayang, itu benar, mungkin suatu hari nanti, dan mungkin saat itu, dia akan memenangkan kalian, dan kalian akan tinggal bersamanya, dan istrinya", ujar sang mama dengan suara parau, tidak ada lagi yang bisa ia sembunyikan, semua sudah tergambar dengan jelas bagi anak-anak itu, bagi gadis kecilnya yang polos ini,
"Tapi nanti, mama akan mencari pekerjaan, jadi kalau kalian datang, kita bisa jalan-jalan bersama, menghabiskan waktu-waktu yang ada, dan bersenang-senang", ia melanjutkan, sebuah mimpi yang indah, bagai oasis ditengah gurun pasir yang gersang, bagai setetes air di siang hari pada musim kemarau yang panas dan berdebu,
"Iya Ma, tapi..aku tidak mau tinggal sama papa dan tante Anna, aku mau tinggal sama mama saja", jawab gadis kecil itu tegas, ia tidak ingin merasakan lagi hari-hari penuh kesedihan yang ia rasakan tanpa kehadiran sang mama yang selalu bisa ia andalkan dan selalu bisa membuatnya tersenyum, bahkan disaat ia paling jatuh sekalipun.
"Tapi..kapan mama bisa pulang?", ia bertanya dengan nada penasaran, membayangkan hari-hari selanjutnya tanpa sang mama akan sangat menyakitkan untuk gadis itu,
"Entahlah, sepertinya tidak mungkin", jawab wanita itu lemah,
"Tidak mungkin", tiba-tiba terdengar suara kakeknya dari arah dalam rumah, Alluka terdiam sesaat,
"Kenapa, Kek? Kenapa mama tidak boleh pulang?", ia bertanya dengan nada polos, bagaimanapun ia ingin sekali sang mama bisa pulang ke rumah,
"Kau tahu, sebelum kesini, ibumu meminta diantarkan ke rumah kakaknya, dan saat mereka sedang jalan menuju kesana-", sang kakek menerangkan dengan nada penuh emosi terdengar disuaranya yang dahulu terdengar begitu bijak,
"Dia mau menurunkan ibumu di jalan tol", ia mengakhiri kalimat itu, gadis itu semakin merasa sesak didalam hatinya, ia tidak bisa membayangkan ayahnya dapat berbuat seperti itu pada ibunya, padahal dulu, saat mereka semua masih kecil, ia melihat betapa mereka saling mencintai, dan terbukti dari surat-surat cinta yang masih tersimpan di sebuah laci di rumahnya.
Gadis itu menangis sesegukan sepanjang malam, ia tidak ingin semua berakhir seperti ini, seperti sebuah cerita dalam film-film yang sering ditonton oleh pengasuhnya saat mereka masih bekerja untuk keluarganya, dan untuk itu ia selalu berdoa setiap malam, agar semua ini segera berakhir, agar keluarganya bisa kembali seperti dahulu, tapi, semua tidak mungkin sama lagi kan?
Ia ingin menceritakan semua ini, entah pada siapa, dan benar saja, tidak ada seorang pun yang bisa diajak bercerita, karena ini adalah sesuatu yang memalukan, kata Tante Hinata, adik Silva.
Untuk itu, Alluka memanfaatkan sebuah buku kosong yang ia punya, dan menuliskannya, cerita pahitnya, namun, suatu hari, ketika ia sedang menuliskan perasaannya didalam buku itu, ditengah-tengah jam pelajaran, salah seorang anak mengusilinya, anak itu mengambil bukunya dan membawanya pada wali kelas mereka, Alluka panik, sebab, ia tidak ingin siapapun mengetahui masalah keluarganya ini, tidak juga guru disekolahnya, tapi ternyata, tidak salah juga, sebab sepulang sekolah, sang guru menghampirinya, dan duduk disampingnya,
"Alluka, maaf kalau saya lancang membaca tulisanmu", kata guru itu,
"Hn..tidak apa-apa kok", jawab Alluka dengan kepala tertunduk, sungguh, ia begitu merasa malu,
"Dengar, nak, dalam kehidupan, tidak hanya orangtua saja yang boleh menasihati anak-anaknya, ada kalanya, seorang anak boleh menasihati kedua orangtuanya, seperti dalam masalah kamu ini", ujarnya pelan, gadis itu seketika merasa lega, ia tersenyum tipis,
"Iya Pak, mungkin nanti saya coba untuk melakukannya", jawab gadis itu,
"Hn, dan, Alluka..", guru itu tiba-tiba berujar ketika gadis itu beranjak keluar,
"Ya?", tanya Alluka sambil menoleh balik,
"Jangan sampai masalah ini mengganggu prestasimu disekolah, ya?", ujar sang guru, Alluka tersenyum lagi,
"Iya, saya usahakan, terima kasih", jawabnya sambil meninggalkan kelas.
Ia membenci Anna, ya, wanita itulah penyebab semua ini, kalau saja dia tidak ada, pasti saat ini mamanya masih disini, dan mereka masih tertawa ria bersama seperti dahulu kala.
Dan dari cerita yang ia kumpulkan bersama Kalluto, ia dapat mengetahui sedikit tentang wanita itu.
Ya, wanita itu entah berprofesi sebagai apa ketika itu, tapi ia bertemu dengan papa ketika mereka sedang sama-sama berada di sebuah perusahaan, dan bekerja.
Lalu mereka menjadi serius, dan sempat ada isu kalau dia hamil, tapi, semua keluarga besar papa membencinya, termasuk kakek Zeno dan tante Hinata, adik papa, yah, soal tante Hinata, itu sangat jelas, mengingat mereka pernah tanpa sengaja mendengar wanita itu memanggil Anna dengan sebutan "Perempuan jalang!", keras-keras, hampir seperti meneriaki wanita itu, dan...memang, itu benar.
Lalu suatu hari, Kalluto pernah melihat-lihat isi ponselnya, dan menemukan foto seorang bayi perempuan, dan sebuah makam, menurut cerita Anna, itu sih, keponakannya, tapi..masa iya keponakannya dimakamkan, di pemakaman keluarga, yang benar saja.
Oh, lalu, kedua anak itu semakin membencinya sejak melihat nomornya tertera di ponsel milik Silva dengan nama Honey, Ya Tuhan, Honey? Bukankah itu jelas sekali, dan sangat menyakitkan.
Ya, sejak melihat itu, baik Alluka maupun Kalluto sama-sama semakin membenci Anna, dan bagi Alluka, ia merasa bersyukur, karena pernah suatu kali ia begitu sibuk, hingga harus langsung dijemput oleh Silva, dan tidak kebagian dijemput oleh Anna, lalu mereka sama-sama menjemput Kalluto yang menunggu di rumah Anna, hn..itu beruntung kan?
Alluka menghela nafas ringan, entah sejak kapan semua ini terjadi tapi ia merasa keadaan keluarganya sudah membaik, yah, meskipun selamanya ia tahu semua tak akan sama lagi, tapi sepertinya ia sudah mulai bisa bersikap bijak, mungkin semua ini adalah salah satu cara pendewasaan diri yang terjadi untuknya, dan untuk keluarganya.
Sekarang ia sudah bisa menerima keberadaan wanita itu sebagai istri kedua papanya, dan sepertinya ibunya juga demikian.
Ia tidak bisa menyesali apapun, semua sudah terjadi, tapi sedikitnya, ia bisa merasa senang, karena perceraian kedua orangtuanya, hn...hanya wacana saja.
Daddy, daddy
Don't asked too much
Because this is not a looking glass
And I know you betrayed us
A/N: Dear readers, reviewers, anyone out there who read this story
I believe you all going to say, "That's it?", but...yeah, that's it.
This was all I can remember from those days, yeah, this is my true story
Though I just simplified it, well, some of you from the HxH Community Indo, would know
what have I skipped from this story.
But actually, this is not a broken home one, just almost
And it's truly from a child's eyes, even now I still don't really get it
well, up next is a "Real" broken home, hope you won't missed it
tschus~
