Tittle : Nightmare

Rate : M

Genre : Yandere, Romance, Hurt, Family

Pairing : SasuSaku

Warn : AU, miss typo, OOC, weird, yandere chara

Attention! This story contains mature theme.

.

.

.

~Chap 1~

Midnight

.

.

Jam dinding menunjukkan dua belas malam.

Dalam keadaan setengah sadar Sakura bisa merasakan udara di sekitarnya panas dan sesak, perlahan tangan mungil gadis itu terangkat dan mencengkram sesuatu yang lebar dan bidang persis di depan dadanya, ia langsung mendorong sesuatu itu, tapi tubuhnya terlalu lemas untuk berhasil menjauh.

Ia tidak tahu apakah dirinya sedang halusinasi atau bermimpi. Tapi sapuan sebuah benda lunak dan basah menyelimuti daerah sekitar bibirnya, gerakan yang terkesan buru-buru sehingga Sakura makin sulit bernapas. Jantung Sakura berdegup kencang memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang sedang ia hadapi.

'Siapa dia?'

Sakura mengambil napas banyak-banyak ketika mulutnya bebas. Namun itu tak bertahan lama karena orang tersebut kembali mencuri ciuman darinya lagi. Ia melumat bibir merah alami Sakura dengan rakus dan sedikit kasar, memasukkan lidahnya dan menghisapnya lembut.

Ia menegaskan dalam hati ia tengah bermimpi, sekalipun terasa nyata.

Untuk sesaat Sakura merasa dirinya berada di jurang yang sangat dalam, kepalanya terasa pusing tapi ia berusaha membuka kelopak matanya.

Namun yang ia lihat terlalu buram. Sensasi asing yang dirasakannya sekarang membuat Sakura ingin tetap memejamkan mata.

Napas Sakura tercekat saat orang itu melepaskan bibirnya dan kini ia bisa melihat samar ada bayangan seorang lelaki memandangnya lekat-lekat. Tapi meskipun ia sudah memejam-melek matanya berulang kali gadis itu masih tidak dapat melihat jelas siapa orang di hadapannya.

"Nii-san? Apa yang kau lakukan?" suara Sakura sangat pelan hampir seperti bisikkan.

Orang itu mendadak menyemburkan tawa lembut, yang mengejutkan, Sakura tidak ingat dengan suara tawaan orang brengsek ini.

"Mengigau ya... Kau manis juga malam ini. Dengan hanya obat itu, kau sudah dalam keadaan seperti ini,"

Sakura tak mampu mengatakan apapun selain mengerutkan keningnya yang pening, dan ia sama sekali tidak bisa mendengar ucapan laki-laki itu. Suaranya seakan-akan berada jauh dari jangkauan pendengaran Sakura.

"Sakura," Dia langsung mendapat ciuman di seluruh bagian wajahnya yang merah padam.

Terakhir lelaki itu mendaratkan ciumannya di bibir Sakura, alih-alih menolak, Sakura semakin merasakan lelah sehingga ia tak bisa berbuat banyak. Otaknya tidak bisa diajak kerja sama.

"Ini cuma mimpi." Gumam Sakura pelan.

Dan akhirnya gadis musim semi itu terlelap kembali dalam tidurnya.

"Kau benar, Ini hanya mimpi. Mimpi dimana aku bisa melakukan apa pun padamu."

.

.

.

Sakura mondar-mandir di dalam kamarnya. Jam enam pagi ia langsung mandi dan bersiap-siap sekolah. Tapi mimpi sialan itu terus menghantuinya, banyak pertanyaan dalam kepalanya namun ia sendiri tak tahu harus bertanya pada siapa.

Kamar ini bercat hijau pastel yang lembut, dan memiliki balkon yang luas dengan tatanan pot bunga, perabotan sederhana di dalamnya sangat Sakura sukai. Tapi ia lebih mencintai kamarnya yang dulu.

"SAKURA! KAU SUDAH BANGUN?"

Teriakan dari luar pintu mengagetkan Sakura, ia mengelus dadanya sendiri sambil merapikan penampilannya. "Iya sebentar Itachi-nii."

Seragam sekolah Konoha High School terdiri dari kemeja putih lengan panjang dan blazer cokelat pastel yang terdapat lambang KHS, serta rok lipit two line sewarna dengan blazernya sepanjang sepuluh centi di atas lutut.

Gadis itu memasangkan dasi pita berpola kotak-kotak cokelat hitam yang besar dengan malas, selanjutnya memoleskan lip tint merah muda ke bibirnya. Ia merapikan rambutnya, mengepang rendah di pundak kanan. Lalu bergegas mengambil tas dan keluar.

Itachi langsung menariknya untuk sarapan bersama sebelum ia sempat melancarkan protesan.

Sakura melamun di ruang makan. Matanya tak lepas dari kedua orang yang duduk bersamanya secara bergantian, sikapnya tadi agak canggung saat menyapa mereka. Tapi ia sadar diri ia hanya anak angkat yang numpang di rumah orang setelah orang tuanya meninggal karena kecelakaan pesawat.

Dengan berbaik hati keluarga Uchiha mengadopsinya dan menerima Sakura sebagai bagian dari mereka. Sasuke dan Itachi adalah Kakak Sakura, yang dulunya merupakan teman bermain Sakura.

Mimpi semalam terkesan memalukan, terlebih bagaimana bisa ia menganggap pemuda dalam mimpinya adalah Uchiha Sasuke. Orang yang diam-diam disukainya, tapi dia Kakaknya, kenapa bukan orang lain saja?

Penghuni di rumah hari ini ada Itachi, serta Sasuke. Orang tua mereka sedang menjenguk Kakek yang bernama Madara.

Kalau orang di mimpinya ternyata orang dalam, siapa kira-kira di antara kedua lelaki itu?

Wajah Sakura memanas teringat kecupan orang itu, lalu mengumpat dalam hati, dengan tidak tahu malu dirinya justru menuduh salah satu dari mereka.

"Kau kenapa Sakura? Apa kau sakit?" Sasuke yang melihat keanehan Sakura pun bertanya. Merasa khawatir dengan keadaan Adik bungsunya.

Itachi langsung melempar pandang ke Sakura.

"Wajahmu merah Sakura," komen Sasuke datar sambil menaruh telapak tangan ke dahi Sakura. Muka gadis itu sontak semakin memerah, reflek ia menepis pelan tangan Sasuke.

Sakura membuka mulutnya kikuk, "Ti-tidak apa-apa. Aku tidak sakit," Jantungnya berdebar kala merasakan sentuhan hangat Sasuke di kulitnya.

"Kalau sakit bilang saja, nanti aku yang akan minta ijin agar kau bisa istirahat di rumah." bujuk Itachi yang juga khawatir. Walau bagaimana pun Sakura adalah Adik kesayangannya.

Sejujurnya Sakura merasa lebih dekat dengan Sasuke dibandingkan Itachi, tapi Itachi punya cara tersendiri untuk menyayanginya.

Sakura segera menggeleng, "Aku tidak apa-apa, sungguh..." balasnya meyakinkan mereka.

Dengan senyum canggung Sakura kembali fokus pada sepotong roti yang tinggal setengah, diam-diam menghela napas lelah saat mimpi itu teringat lagi.

Hal itu tak luput dari seseorang yang memperhatikan tingkahnya. Seringaian tipis terpatri di wajah lelaki itu yang sama-sama menunduk menatap makanannya.

'Aku tahu kau berbohong. Itu sangat mudah bagiku untuk mengetahui bahwa kau sedang memikirkan sesuatu. Mungkin kejadian semalam membuatmu terus memikirkan hal itu. Tapi aku sedikit lega karena kau tidak tahu apa pun tentang mimpi yang kau alami.'

.

.

.

Pukul setengah delapan pagi. Semakin banyak anak-anak yang sudah datang ke sekolah. Suasana kelas XI C ramai dan sangat berisik karena bel masuk belum berbunyi.

"JIDAT!" seru Ino, mendekati Sakura dan Hinata yang sedang mengobrol seru. Hyuuga Hinata dan Yamanaka Ino merupakan sahabat Sakura sejak SMP.

Kedua gadis cantik itu menoleh ke arah Ino yang baru datang, "Ada apa Babi?" dan mereka saling melemparkan panggilan 'sayang',

Hinata terkekeh pelan, kedengarannya seakan mereka pacaran saja.

Gadis Yamanaka itu tersenyum misterius, "Kalian tahu aku baru saja diajak kencan buta sama seseorang, tapi dia memintaku untuk mengajak kalian berdua karena yang ikut ada tiga orang. Jadi kita bisa berpasang-pasangan."

"Gōkon? Tiga orang?" tanya Sakura penasaran.

Dengan bersemangat Ino mencengkram bahu Sakura, "Kumohon Jidat, kalau kau tidak ikut masa aku dan Hinata yang pergi? Nanti Sai-kun kecewa padaku, terus dia bakalan benci, aku mohon Sakura-kyun, ya ya ya ya...?" paksa Ino penuh penekanan.

Sakura merinding sendiri Ino memanggilnya begitu. "Sai itu siapamu? Lagipula bukannya ada orang yang Hinata sukai? Kalau dia kencan sama laki-laki lain bagaimana nasib Naruto?" ia menepis tangan Ino, tatapannya beralih ke Hinata yang sedang menunduk.

Dasar Ino culas.

"Tenang Sakura. Sai-kun sudah bilang padaku siapa saja yang diajaknya, yang sangat mengejutkan adalah Naruto juga Ikut Gōkon." Ino setengah berteriak di akhir kalimatnya, berhasil menarik perhatian seisi kelas.

Hinata mengangkat kepalanya antusias, "Aku mau, aku mau ikut." Ia nyaris menjerit jika saja tak ingat dengan image sendiri.

"Perkembangan hubungan kalian pasti meningkat drastis, siapa tahu Naruto menembak Hinata. Jidat, kesempatan belum tentu datang lagi. Hinata sudah menyukai Naruto dari dulu jadi ayo kita beri dukungan!" putus Ino seenak jidat.

Sekali dayung dua pulau terlampaui.

Sakura mendesah malas, "Memang siapa orang yang satu lagi?"

"Namanya Toneri. Dia berasal dari Kōta High School, sekolah khusus cowok yang paling terkenal di kota ini. Pasti orangnya keren, ditambah lagi dia akan berpasangan denganmu, Jidat. Ayolah kita harus pergi, sesekali bersenang-senang tak ada salahnya."

Sakura memalingkan wajahnya. Sebenarnya perasaan sukanya terhadap Sasuke tidak ada yang tahu. Tentu saja, bakal dikira sinting ia jika ada yang menyadari itu.

Sekali lagi ia pertimbangkan kira-kira apakah tidak apa dia kencan buta dengan orang lain. Hanya saja bagaimana dengan Sasuke? Kalau Sasuke tahu bagaimana cara menjelaskannya?

Ia menghela napas berat. Habis pulang sekolah ia memang tidak ada rencana, lagipula jangan lupakan mimpi aneh yang ia alami, ia tak punya keberanian untuk sekadar bertanya siapa orang dalam mimpinya. Suara berat lelaki misterius itu terdengar familiar di telinganya, tapi siapa?

Ketakutan mencelos dalam hati Sakura ketika ia menduga seseorang yang mungkin pelaku mesum itu.

'Bagaimana kalau dia adalah Sasuke-nii atau Itachi-nii?'

Sakura segera mengenyahkan pemikiran bodohnya. Mana mungkin Kakak angkatnya sendiri melakukan hal semacam itu.

Itu bukan menjadi perkara yang mudah, terutama ia menetap di rumah keluarga Uchiha yang sekarang berisi dua orang laki-laki. Lalu lebih jauh lagi, keterlibatan Sasuke sebagai Kakaknya, jika saja pelaku itu Sasuke sendiri, sekalipun Sakura menyukai pemuda tampan itu tetap saja Sasuke Kakaknya.

Secara pribadi Sakura meresahkan dirinya sendiri, ia tak siap mengetahui siapa yang menciumnya semalam, tapi ia bersikeras bahwa kejadian itu cuma mimpi. Terlebih saat itu ia tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi.

'Itu hanya mimpi. Ya, hanya mimpi.'

Sekalipun hatinya menyangkal.

Segudang pertanyaan tentang pria itu seakan-akan mengelilingi benak Sakura, tapi teman perempuan Sakura tak berhenti meraung-raung bak anak kecil yang minta permen.

"Jadi bagaimana Sakura? Kau ikut?" tanya Hinata, menyadarkan Sakura dari lamunannya.

"Baiklah," Sakura menyahut pelan, tak yakin dirinya mengambil keputusan yang tepat. "Aku akan bilang sedang ada kerja kelompok pada Nii-san."

Kedua temannya bersorak kegirangan, sedangkan gadis itu bersikeras menutupi gelombang tak nyaman yang mengocok perutnya.

.

.

.

"Tadaima,"

Pulang dari kencan buta, Sakura segera masuk ke kamar, ingin berendam di bath tub yang diisi sabun aroma terapi yang bisa menenangkan pikirannya.

Ruang tamu terlihat sepi dan senyap, sepertinya orang rumah sedang tidak ada atau mungkin beristirahat di kamar masing-masing.

Namun ketika berbalik dan menutup pintu, ia menarik napas kala mendapati Sasuke tersenyum tipis dan berdiri tegap di tengah kamarnya, walau semburat kemarahan jelas terlihat dari pancaran mata Kakaknya.

"Kenapa baru pulang? Sudah selesai dengan tugasnya?" Intonasi suara Sasuke sangat datar dan mengintimidasi membuat Sakura menelan ludah.

Jantungnya berdegup kencang saat suara dingin Sasuke seakan menusuk indera pendengarannya. Mulutnya terasa kelu untuk sekadar mengatakan sesuatu. Tenggorokannya kering, Sasuke tidak pernah terlihat semarah ini. Sebaliknya ia selalu disayangi oleh Sasuke.

"Hari ini ada kejadian konyol. Apa kau mau mendengarnya?" tanya Sasuke yang langsung membuat tubuh Sakura menegang.

Melihat reaksi Sakura, pria itu mengusap rambutnya yang biru seolah-olah mencari kesabaran.

Kekhawatiran Sakura semakin membumbung tatkala Sasuke berjalan mendekatinya. Setiap senti dari dirinya mengeluarkan aura gelap yang seketika membuat bulu kuduk Sakura merinding.

Memakai kemeja hitam yang lengannya dilipat sampai sikut, serta celana jeans, rambut biru navynya terlihat kusut dan ia bisa menangkap bekas remasan di sana. Apa mungkin Sasuke mengetahui acara Gōkon Sakura?

Sasuke berhenti tepat di hadapannya.

Cemas atas sikap Sasuke dan tatapan matanya yang penuh kemarahan, ia langsung menundukkan kepalanya. Membuat Sasuke semakin marah.

"Tatap aku Sakura."

Sasuke mengejutkannya ketika ia menyentuh dagunya dengan lembut. Sakura menahan napas saat Sasuke menarik kepalanya dan melihat ke kedua matanya.

Bola mata Sakura bergetar karena sentuhan ringan tapi tegas dari ujung jari pemuda itu yang menyentuh kulitnya.

"Aku menunggumu di sekolah hari ini, bermaksud pulang bersama, dan bertemu Tenten di sana, temanmu. Dia bilang kau, Yamanaka, dan Hyuuga sedang mengadakan kencan buta. Dan kau pasti baru saja pulang dari acara itu, kan? Lalu kenapa kau berbohong padaku?"

Ya Tuhan.

Sejenak kemudian, ia merasa seakan terjun bebas dari ketinggian. Sambil menormalkan napasnya yang tiba-tiba saja sesak, Sakura sedikit mengintip Sasuke dari balik bulu matanya yang lentik.

Sasuke terlalu protective dan baru kali ini dia ketahuan berbohong. Begitu mengetahui Sasori berteman dengan Sakura saja pria itu terlihat menyeramkan, meskipun ledakan kemarahannya bukan ditujukkan untuk Sakura, melainkan Sasori.

Berusaha mengenyahkan dorongan kuat untuk mengelak, Sakura memaksa dirinya balas memandang pemuda itu, mencoba mengira-ira apa yang selanjutnya ia katakan.

"GŌKON! BUKANKAH AKU SUDAH BILANG UNTUK JANGAN PERNAH MACAM-MACAM DENGAN LAKI-LAKI LAIN? Kau tidak bisa memilih mana yang baik bagimu, terlebih kau masih kelas sebelas SMA. Main-main dengan lelaki asing, AKU TIDAK AKAN MENGIJINKANMU!"

Bola mata emerald Sakura membulat, untuk pertama kalinya ia dibentak seperti itu. Sasuke tidak pernah semarah ini sebelumnya. Terlebih oleh Sasuke yang notabene sangat menyayanginya. Kendati ia tahu bahwa hal ini cepat atau lambat pasti akan ketahuan.

Gadis itu menundukkan kepalanya, selain karena merasa bersalah, ia juga terlalu takut menghadapi Sasuke yang sedang marah.

"Aku tidak percaya kau melakukan ini pada kami." ujar Sasuke sambil menggertakkan gigi. "Itulah sebabnya aku selalu memberitahumu agar tidak pernah bergaul dengan orang-orang yang akan mempengaruhi dirimu menjadi anak nakal di luar sana."

Sebagai seorang Kakak yang penyayang dan tegas, Sakura mengakui kalau dirinya telah melakukan kesalahan yang besar. Tapi ia juga tidak terima diperlakukan seperti ini. Sakura pergi kencan demi menghilangkan kegundahan yang mengusik hatinya.

Jawaban atas pertanyaan yang nyaris merenggut akal sehatnya belum ia ketahui. Dan Sakura putus asa. Apa sebenarnya yang terjadi waktu itu?

"Aku minta maaf Sasuke-nii." air mata keluar dari mata Sakura. "Aku janji tidak akan mengulanginya lagi."

Isakan Sakura mengembalikan kewarasan Sasuke, dengan cepat ia menarik Sakura ke dalam dekapan hangatnya, meminta maaf telah meneriaki gadis itu. Jemari panjang Sasuke menghapus air mata Sakura, tapi Sakura menolaknya tanpa kata-kata.

Hati Sasuke gemetar dan jiwanya terluka atas keputusasaan yang menyelimuti Adiknya.

"Aku hanya memikirkan tentang kebaikanmu, aku ingin menjauhkanmu dari ancaman yang berbahaya. Maka dari itu, aku ingin kau mengerti, Sakura."

Suara pemuda itu melemah, terdengar menyesal telah membuatnya sedih.

"Kau tahu aku lemah sekali kalau melihatmu menangis."

Berbicara jujur tentang mimpi yang mengusik Sakura, justru akan memperburuk masalah. Apa yang terlihat mencurigakan baginya, tak bisa dipungkiri lagi akan menjadi sesuatu yang amat memalukan jika perkiraannya salah. Terlebih Sakura tidak bisa main tuduh tanpa bukti.

Memilih di antara pilihan, alih alih Sakura menghela napas berat.

Pria itu mengusap rambut merah muda Adiknya, "Sebagai permintaan maaf. Bagaimana kalau aku membuatkanmu sesuatu?."

Sakura menghapus wajahnya yang basah, melemparkan senyum manis, "Baiklah Sasuke-nii."

"Itu baru Cherry yang kukenal. Kemarilah, berikan aku sebuah ciuman." Menunjuk pipinya sendiri dengan jari telunjuk.

Sakura hanya mendengus geli saat lelaki itu mencoba menggodanya. Ekspresi Sasuke yang dingin kini kembali seperti biasa. Dan Sakura merasa lega.

"Kau harus berjanji padaku satu hal."

Perempuan itu mengerutkan keningnya bingung, "Apa itu?"

"Berjanjilah kau akan tetap tersenyum seperti ini. Aku senang jika kaupun senang."

Tiba-tiba Sasuke mendekatinya, ia bisa melihat wajah tampan pria itu persis di hadapannya. Sedetik kemudian, Sasuke memeluk Sakura.

Sakura mengerjap tak siap menerima pelukan mengejutkan Kakaknya. Terlebih pernyataan Sasuke barusan. Apakah mungkin itu artinya Sasuke menganggap Sakura seperti Adik kandungnya sendiri?

Sayangnya ia tidak terlalu menyukai ide itu.

"Aku juga, Sasuke-nii." bisik Sakura.

'Ciumannya semalam. Terasa sangat lembut dan manis.'

Sakura melepaskan pelukan sepihak itu dengan gelagapan, seketika muka Sakura bersemu merah saat melihat wajah Sasuke yang maskulin dari dekat. Apalagi kini pria itu sedikit menundukkan kepalanya supaya sejajar dengan tinggi Sakura yang nyaris mencapai pundaknya.

Sakura merasakan ketidakseimbangan yang membuatnya linglung. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana di hadapan Kakaknya sendiri.

"Sakura,"

Alih-alih menyahut, gadis berusia tujuh belas tahun itu menunduk hingga rambut panjangnya menutupi wajahnya.

Helaan napas keluar dari mulut Sasuke, tapi pria itu segera memperlihatkan senyuman tenang.

"Sakura, sebaiknya kau ganti pakaianmu. Aku akan ke bawah dan membuatkanmu milk tea." perintah Sasuke tanpa mengalihkan pandangannya dari Sakura. Berusaha sebaik mungkin agar kekecewaan tidak tergambar dari suaranya yang datar.

Saat pintu telah ditutup, Sakura memutuskan bahwa satu-satunya cara agar hubungan mereka tidak merenggang dan canggung adalah dengan bersikap seakan tak ada yang terjadi. Ia akan mencoba melupakan orang asing dalam mimpi erotisnya.

Selesai mandi, ia segera mengenakan kaos abu-abu pastel yang dipadankan dengan tennis skirt baby pink, kemudian menyisir rambut merah muda Sakura yang keriting gantung, selanjutnya merapikan see through bangs yang mulai memanjang.

Ragu-ragu, gadis itu berjalan ke ruang makan. Saat melewati kamar Itachi yang kebetulan berada dekat tangga, Uchiha Sakura melambatkan langkah kakinya, melalui celah pintu yang sedikit terbuka, samar-samar ia mendengar Itachi sedang bicara dengan seseorang. Mendadak Sakura merasa cemas jika saja ada orang lain mendengarkan percakapannya bersama Sasuke.

Apa Itachi sejak tadi ada di kamarnya?

"Entahlah. Lagipula itu bukan urusanmu."

...

"Hmm. Sampai nanti."

Dan akhirnya suara Itachi tidak terdengar lagi, Sakura menyimpan rasa penasarannya sebelum memutuskan pergi.

Tanpa diketahui bahwa laki-laki itu sempat menyadari keberadaannya.

Sasuke meletakkan secangkir milk tea yang masih panas. Sakura meniupnya sebentar sebelum meminumnya dan Sasuke mengambil tempat di sebelah gadis itu.

"Bagaimana? Kau suka?"

Sakura mengangguk senang layaknya anak kecil. "Tentu. Teh susu buatan Nii-chan memang selalu enak."

Mendengar pujian dari Adik kesayangannya lantas membuat Sasuke bangga.

"Kau manis sekali Imouto. Dengan senang hati aku akan membuatkanmu apa saja." goda pemuda itu, onixnya memperhatikan Sakura lekat-lekat.

Mengenang masa lalu. Sakura datang ke rumah Uchiha saat usianya tujuh tahun. Gadis kecil itu sering bermain dengan Uchiha Brothers, kedua orang tua mereka bersahabat dekat sejak masuk Senior High School. Kecelakaan pesawat yang menimpa orang tua Sakura merupakan titik dimana dunianya hancur.

Bocah merah muda yang hanya bisa menangisi kepergian orang tercintanya. Ia mengalami perubahan kepribadian dan cenderung pendiam saat Sasuke ataupun Itachi mengajaknya bermain. Tertekan oleh ketiadaan Ibu dan Ayahnya, akhirnya Sakura jatuh sakit.

Sasuke sering dilanda kecemasan jika dia tidak mengawasi Sakura yang mengalami depresi.

"Maafkan aku, Onii-san. Aku tidak bermaksud untuk merepotkan kalian semua,"

"Hn." Pria itu hanya tersenyum santai. Mengatakan kalau itu tak masalah baginya.

Dengan Mikoto dan Fugaku, mereka setuju untuk mengadopsi Sakura. Selain karena Kizashi dan Mebuki sahabat keduanya, mereka juga tidak ingin hak asuh Sakura diserahkan kepada Pamannya yang sering bermain judi.

Orang tua Uchiha bersaudara terlalu sibuk sekadar mengurus anak-anaknya. Tapi Sakura lega ada Itachi maupun Sasuke yang selalu menemaninya, membantu gadis itu supaya pulih kembali.

Sakura menyembunyikan hatinya yang menghangat dengan merapatkan kedua tangan di dada. "Aku bahagia bisa bersama Sasuke-nii dan Itachi-nii."

Mendengar hal itu tak ayal membuat Sasuke merona. Menggunakan sebelah tangan, dia menutup wajahnya.

Angin sepoi-sepoi yang bertiup dari jendela yang terbuka di sebelah Sakura duduk, melambaikan kain gorden putih tipis. Sinar matahari sore menembus sela-sela jendela yang dibiarkan terbuka, cahayanya yang indah menyirami wajah putih Sakura, hingga terlihat berkilauan.

Tanpa sadar Sasuke memandang kagum, ia tak bisa tidak memuji kecantikan Sakura. Di dalam hati, tentu saja.

Sakura menaruh cangkir dalam genggamannya di atas meja, lidah gadis itu perlahan membersihkan sisa minuman di sudut bibirnya.

Dan hal sekecil itu tak luput dari perhatian Sasuke.

Ya ampun. Pikirnya.

Pria itu tersenyum kecil, mati-matian menahan sesuatu dalam dirinya, mengabaikan hasrat terpendamnya.

Ia sibuk memandangi wajah Sakura dari samping tanpa berkedip sedetikpun, ingin rasanya Sasuke menelusuri setiap lekuk wajahnya yang sempurna. Jidat lebar gadis itu tersembunyi oleh poni tipis yang mencapai kelopak mata gandanya, bulu matanya yang lentik memperindah kedua bola mata bulat emerald yang sejernih air, hidung mancung Sakura, bibir tipisnya yang merah dengan bagian bawah lebih tebal dari bagian atasnya juga terkesan seksi. Ia memiliki tubuh yang indah untuk remaja seumurannya. Ia sudah lama menyadari sahabat lamanya akan seindah ini untuk dipandangi.

Merasa diperhatikan, Sakura reflek berbalik menatap Nii-channya penuh tanya. "Kenapa Sasuke-nii terus menatapku begitu? Apa ada yang mau kau katakan?"

Sasuke tertangkap basah, memerah, seketika itu juga langsung memalingkan wajahnya. "Bu-bukan apa-apa."

Sakura memiringkan kepalanya bingung, melempar senyuman manis sampai matanya menyipit, lantas kembali menikmati milk teanya, tak ada niat untuk bertanya lagi.

Kembali, Sasuke memuaskan dirinya dengan memaku tatapannya pada Uchiha Sakura, gadis itu memejamkan mata saat semilir angin menerpa rambutnya yang halus.

Seseorang memperhatikan keduanya dengan keheningan misterius.

Sakura memainkan jemari di pangkuannya seraya memutar otak mencari bahan pembicaraan. "Ano..."

Saat tatapan Sakura seolah-olah ingin mengintip lebih banyak tentang dirinya, Sasuke berpikir sekarang waktu yang tepat untuk menceritakan beberapa hal tentang dirinya.

Melipat tangan di depan dada, lelaki itu tersenyum dan berkata pelan kepadanya. "Sebelum kau jadi bagian dari Uchiha, aku adalah anak nakal yang menyebabkan kerusakan. Karena orang tuaku tidak sering datang, aku membuat masalah bagi semua orang." Sasuke mulai bercerita.

Sakura mengerutkan alisnya namun Sang pendengar enggan membuka mulut.

"Kadang Itachi-nii bergabung denganku, kau tidak bisa membayangkan seorang pria baik sepertinya menjadi pembuat onar sebelumnya."

Sakura memandang Sasuke terkejut, ia tak menyangka kedua Kakak laki-lakinya bisa berbuat nakal juga. Apa mungkin itu terjadi sebelum ia diangkat anak oleh orang tua mereka?

Karena pada saat itu Sakura tidak berkunjung ke rumah Sasuke. Usianya menginjak lima belas tahun pada masa itu.

Semburan kekehan pelan terdengar dari Kakaknya, tapi gelombang keterkejutan memagari Sakura untuk tertawa.

Jauh sebelum Sakura masuk dalam lingkaran kehidupan keluarganya yang monoton, Sasuke paham betul sebesar apa kekuasaan Uchiha, terlebih Itachi anak yang paling dibanggakan kedua orang tuanya.

Itu fakta, sebenarnya. Orang-orang menyayangi dan menghormati Uchiha bersaudara, mereka sama-sama ahli dalam bidang olahraga dan akademis, sampai pada suatu titik dimana Sasuke merasa sia-sia baginya untuk berusaha keras menjadi yang terbaik.

Sasuke memiringkan kepalanya, sementara Sakura tidak menangkap sekilas seringaian yang pemuda itu tunjukkan. "Mengapa semua orang harus terburu-buru dan putus asa bekerja terlalu keras? Hidup itu terlalu mudah." Dia terkekeh pelan.

Sakura duduk bergeming, sejak awal gadis itu menjadi pendengar yang baik, sekaligus merasa lega karena akhirnya Sasuke mulai bersikap terbuka padanya.

"Sejujurnya, ketika kau diadopsi oleh Ibu, aku tidak menyukai gagasan memungut orang lain dalam keluarga. Menurutku Adik perempuan itu menyusahkan!" Ucap Sasuke, berpura-pura tak sedikit pun merasa bersalah.

Sepasang mata Sakura membulat tatkala mendengar kata-kata Sasuke yang terbilang kasar, wajah Sakura sungguh pucat. Mendadak ia merasa khawatir. Takut kalau-kalau Kakaknya selama ini membenci kehadirannya.

'Apa sekarang masih seperti itu?'

"Sasuke-nii," Dengan pelan akhirnya Sakura membuka mulut. Tapi Sasuke segera menambahkan.

"Tapi ketika aku jatuh sakit, yang memegang tanganku adalah Adik angkat yang pernah tak kusukai. Kau juga alasan aku kembali menjadi diriku sendiri dan memiliki alasan kuat untuk hidup." Sasuke meyakinkannya dengan tenang, santai, dan bahkan dengan tatapan hangat. "Kau teman masa kecil yang sangat berharga bagiku."

Pipi Sakura merona merah seketika itu juga. Saking bahagianya telah membuat Sasuke berubah pikiran mengenai dirinya.

Sedangkan Sasuke menyembunyikan kenyataan bahwa dirinya tidak menyesal sama sekali telah membongkar beberapa fakta tentang masa lalunya kepada Sakura.

Ia akan menjadi yang pertama untuk tempat Sakura bercerita karena gadis itu memang berhak memilikinya.

Pria itu memandang Sakura dengan saksama. Nada suaranya tiba-tiba melemah, "Ah, aku ulangi lagi bahwa kau adalah bagian dari keluarga Uchiha, dan soal pasangan masa depanmu, akan dipilih oleh kami berdua. Kau hanya perlu diam dan menunggu. Jika kau benar-benar ingin mencoba bawa orangnya ke rumah, aku dan Itachi-nii akan menilai orang itu."

Sakura mengerutkan alisnya, kalimat Sasuke sedikit sukar dipahami. Tapi ia hanya mengangguk tanpa banyak tanya.

"Sakura, tidurlah. Ini sudah malam. Jangan sampai kau terlambat masuk sekolah." Perintah Sasuke.

Baru saja ia akan membantah, Sasuke sudah memperingati Sakura lewat tatapan matanya yang tajam.

Sakura menghela napas, "Baiklah, tapi aku bukan anak kecil lagi Nii-chan." rengeknya cemberut. Walaupun begitu ia tetap menuruti Sasuke.

Sebelum menaiki tangga menuju kamar, ia berhenti sejenak, melirik Sasuke dari balik bahunya, bibirnya menyunggingkan senyum manis. "Aku mencintai Nii-san."

Sasuke tersentak, memalingkan mukanya ke arah lain. Sambil menutupi wajahnya yang memerah dengan lengan, "Hn. Aku juga mencintaimu..." ia menjadi berseri-seri. Bergelut dengan hasratnya sendiri yang ingin merengkuh Sakura masuk ke dalam dekapannya. Setidaknya bukan dalam artian seperti yang orang lain pikirkan.

Ketika melihat tatapan lembut dari raut muka Sasuke, Sakura membalikkan badan dan berjalan dengan terburu-buru, ia tidak ingin wajahnya yang merona ketahuan Sasuke.

"...Dan aku mencintaimu lebih dari yang kau bayangkan."

Laki-laki itu berbicara namun nyaris tak terdengar.

To be continued...

A/N :

Hello everybody! Saya ingin membawa berita buruk, emm..sebenarnya agak sulit mengatakan ini tp bagi yg sedang nunggu kelanjutan fict saya yg lain (TF sm SB), sepertinya tidak akan dilanjutkan dalam waktu dekat. Mohon maaf *bungkukin badan*

Akhir-akhir ini saya merasa kurangnya ide nulis lanjutannya, cerita inipun ada karena saya lg ingin buat karakter yandere, ditambah imajinasi di kepala mulai yg aneh-aneh :''v

Terima kasih bagi yg sudah rnr XD

By,

Karen