A/N :

Halo! Ini adalah fic KnB pertama yang saya post disini, jadi mohon kritik dan sarannya, ya.

Selamat membaca! :)

-Chie


Satsuki's POV

Satsuki Momoi, siswi kelas 2 SMP Teikou. Kuakui, aku adalah orang yang cukup beruntung. Selain bisa bersekolah di sekolah yang terbilang elit, aku juga seorang manajer klub basket yang bisa dibilang terkuat di seluruh Jepang. Takdir, memang. Aku seangkatan dengan "Generasi Keajaiban"—5 orang jagoan basket SMP Teikou yang konon muncul 10 tahun sekali, dan aku diberi kepercayaan untuk membantu mereka di klub basket ini. Belum lagi, teman masa kecilku, Daiki Aomine, juga salah satu dari Generasi Keajaiban itu. Benar-benar suatu kebanggaan buatku.

Bicara soal klub basket.. Ya, disitulah aku menemukan cinta pertamaku. Sang pemain ke-6 "bayangan" Generasi Keajaiban, Tetsuya Kuroko.


"Yang benar saja, Satsuki-chan! Kau menolak kapten klub voli yang asal kau tahu, orang-orang rela terluka demi mendapatkan hatinya!"

Aku menghela nafas, "memangnya kenapa? Ada orang lain yang kusuka."

"Wah?! Akhirnyaaa~! Seperti apa orangnya?"

"Kalau kau menolak orang keren sekalipun, aku jadi penasaran seperti apa orang yang kamu suka itu!"

"Hey, hey, kapan-kapan aku ingin melihatnya, dong!"
Begitulah reaksi teman-temanku ketika aku menolak kapten klub voli yang katanya "fenomenal" itu. Teman-temanku memang cerewet dan antusias soal kisah cintaku. Karena, kuulangi, aku memang beruntung. Bukannya bersikap sombong, tetapi aku cukup popiler di kalangan lelaki. Tidak sedikit lelaki populer nan tampan yang menembakku—meski berakhir kutolak.

Entah kenapa, dari sekian banyak lelaki, rasanya tak ada yang se-gentle dan sesempurna Tetsu-kun. Wajah tampan, mata biru safir yang berkilauan, dan rambut baby bluenya yang tertiup angin ketika sedang membaca di taman atau balkon sekolah adalah kelemahanku. Benar-benar cool! Kau tahu, dibalik penampilannya yang datar nan dingin serta hawa keberadaannya yang tipis, Tetsu-kun sebenarnya orang yang hangat dan sangat perhatian. Orang lain mungkin beranggapan bahwa kemampuan Tetsu-kun dalam hal basket itu payah dan dia hanyalah "pemeran pembantu", tetapi menurutku justru itulah yang membuatnya unik!

Tapi, ya.. Aku masih belum berani untuk mengungkapkan cintaku padanya. Entahlah, padahal aku tak pernah mengalami kesulitan sedikit pun soal berbicara pada lawan jenis. Kurasa masalahnya hanya satu.

Tetsu-kun kurang peka.

Berbagai "modus" sudah kulakukan demi menarik perhatian dan kesadarannya, tetapi hasilnya selalu nihil! Entah sudah berapa "pakar cinta" yang kumintai saran, tetapi tak ada satu pun yang berhasil. Bicara soal "pakar", sebenarnya ada satu orang lagi yang belum pernah kumintai saran. Kapten klub basket SMP Teikou sekaligus anggota Generasi Keajaiban—Seijuurou Akashi. Faktanya, Akashi-kun lah yang merekrut Tetsu-kun kembali ke klub saat dia berniat mengundurkan diri dan yang menemukan gaya bermain pemuda yang kusukai itu. Jadi, bisa dibilang, tanpa Akashi-kun, mungkin aku takkan mengenal Tetsu-kun. Akashi-kun adalah orang yang sempurna bak seorang pangeran. Dia adalah putra salah satu pengusaha tersukses di Jepang yang kaya raya dengan paras tampan, otak encer, pokoknya sempurna dalam hal apapun. Sebenarnya, di balik sosoknya yang berkarisma itu, dia tergolong misterius dan dingin. Tetapi, aku yang kerap berinteraksi dengannya selaku manajer klub basket, tak bisa berkata demikian. Akashi-kun baik dan mau mendengarkan semua orang.

Ah, mungkin aku akan memberanikan diri untuk meminta pendapatnya.

...

"... Akashi-kun?" Tanyaku pelan di sela-sela latihan. Kami menyaksikan para anggota yang sedang berlatih dari sisi gedung olahraga.

"Ada apa, Momoi?"

Aku memeluk buku yang berisikan data-data klub erat-erat saking gugupnya. "Bolehkah aku bertanya sesuatu? ... T-tetapi ini diluar hal basket! Tak apa kalau kau tak mau!"

"Ah, silakan," Akashi-kun mengiyakan.

"M-menurutmu, apa orang yang kurang peka terhadap sekitar bisa paka? Dan apa yang bisa dilakukan supaya mereka peka?" Tanyaku setengah berbisik.

Aku bisa melihat tepi bibir Akashi-kun agak terangkat—dia tersenyum samar. Ia pun menjawab, "Itu tergantung orangnya. Kau tinggal menariknya to the point saja."

Aku hanya bisa diam di tempat, tetapi aku yakin pipiku pasti memerah. Jawaban itu memang sesuai yang diharapkan dari seorang pro. "Ah, begitu rupanya. Terima kasih banyak, Akashi-kun!"

Yosh, aku sudah membulatkan tekadku sekarang.


Nobody's POV

'Tetsu-kun, kenapa lama sekali?' Batin Satsuki

"Halo, Momoi-san."

Sontak, gadis berambut merah muda itu terperanjat. "Kyaa! Tetsu-kum, kau mengagetkanku!"

Tetsuya sedikit membungkukkan badannya, "Ah, maaf. Ngomong-ngomong ada perlu apa kau memanggilku kesini?"

"A-ano.. E-etto—Tetsu-kun! Sebenarnya, selama ini.. Aku memendam rasa cinta kepadamu!"
Tetsuya terdia, namun tetap menatap Satsuki dengan seksama.

"... Aku mencintaimu, Tetsu-kun! Karena itu, terimalah perasaanku!"

Manik merah muda yang berkaca-kaca dan biru safir yang terbelalak itu sempat bertemu untuk beberapa saat. Sunyi senyap. Namun tak lama kemudian, suara si pemuda berperawakan sedang itu memecah suasana yang sunyi nan tegang.

"Aku hargai dan terima perasaanmu. Sebenarnya, aku juga mencintaimu, Momoi-san."

Mata Satsuki terbelalak kaget, bahkan ia nyaris berteriak bahagia. 'Ya Tuhan, apakah ini mimpi?'

"Aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai teman se-timku," lanjutnya.

Satsuki diam mematung. Ekspresinya benar-benar berubah 360 derajat. Dia terjebak di teamzone, rupanya. Pandangannya mulai buram karena air mata yang mulai menggenang, ia pun bertanya lagi, "Benarkah itu, Tetsu-kun? Kalau begitu, maukah kau menjadi pacarku?"

"Bukannya selama ini aku selalu ada disisimu?" Tetsuya sedikit memiringkan kepalanya, bingung. "Tidak, terima kasih, Momoi-san. Tanpa menjadi seorang "pacar" pun, aku akan selalu ada disisimu. Momoi-san 'kan salah satu temanku yang paling berharga."

Satsuki menampar pipinya sendiri dengan kedua tangannya. Habis teamzone, terbitlah friendzone. "B-begitu ya. Ah sudahlah! Pokoknya, terimalah perasaanku, ya, Tetsu-kun!"

Sang gadis yang patah hati itu berlalu, meninggalkan Tetsuya yang masih kebingungan.

Setidaknya, setelah sekian lama, perasaan Satsuki akhirnya tersampaikan—walaupun tak terbalas, atau lebih tepatnya ditolak secara tak langsung.

Ironisnya, sejak saat itu, pemikiran seorang Satsuki Momoi yang percaya akan kisah cinta di shoujo manga berubah drastis.


Decitan sepatu yang bergesekan dengan lantai, juga suara pantulan bola basket memenuhi gedung olahraga SMP Teikou. Ya, seusai jam pelajaran, 2 hari pasca insiden "itu," saat para anggota Generasi Keajaiban sedang berlatih. Sang gadis bersurai merah muda yang masih galau itu terduduk di bangku pinggir lapangan, sambil memeriksa menu latihan dan data kemampuan anggota-anggota klub. Tanpa sadar, tangannya membuka halaman tempat foto Tetsuya tertempel.

'Ya Tuhan, aku masih belum bisa melupakannya.' Tersadar akan apa yang dilakukannya, Satsuki langsung menutup halaman tersebut. 'Apa yang kupikirkan? Aku bukanlah orang yang obsesif!'

Lagi-lagi, mata Satsuki tertuju kepada Tetsuya yang sedang mengoper bola ke arah Seijuurou, yang langsung menerimanya.

"Masih kurang kuat, Kuroko. Coba lagi," komentar Seijuurou sembari melempar bola basket itu ke arah acak.

Tetsuya segera berlari menghampiri bola itu, dan berhasil mengoper bolanya kembali ke Seijuurou. Tetapi sebagai gantinya, Tetsuya yang posisi tubuhnya terlalu miring menyebabkan salah satu kakinya menumpu seluruh berat badannya. Dia pun ambruk karenanya.

"Ya ampun, Tetsu. Kau tak apa?" Seru Daiki Aomine—teman masa kecil Satsuki.

Dengan sigap, sang kapten berurai merah itu segera membungkuk. "Biar kulihat," katanya seraya memriksa pergelangan kaki Tetsuya.

"Tak apa, Akashi-kun. Biarkan aku bermain," ujar Tetsuya.

Dari jauh, Satsuki terus memperhatikan mereka. Sebenarnya, dia juga ingin ikut menolong Tetsuya, tetapi sepertinya tak ada masalah sama sekali.

'Kalau dibandingkan dengan yang lainnya, Tetsu-kun memang lemah, ya,' pikir Satsuki sambil tertawa kecil. 'Tapi dia memang sempurna. Baik tampak depan, samping—ah, tampaknya tak bisa kumiliki.'

Di TKP, Ryouta Kise—yang paling periang di antara Generasi Keajaiban, merengek. "Tak adil~! Akashicchi menerima operan dari Kurokocchi dan juga memeriksa kakinya!"

Tetsuya menghela nafas, "hentikan itu, Kise-kun."

Shintarou Midorima—bersurai hijau dan berkacamata, menyodorkan sebuah gantungan kunci pinguin kepada Tetsuya. "Zodiakmu berada di peringkat terakhir di Oha-asa hari ini. Kau boleh menyimpan lucky item ini untuk mencegah kesialan. Dan ini bukan berarti aku peduli padamu-nodayo!"

"Hmm.. aku juga ingin membantu Kuro-chin," sahut sang pemuda bersurai ungu dengan tinggi 2,08 meter—Atsushi Murasakibara, dengan nada malasnya yang khas.

'Ah, mereka semua sangat perhatian terhadap sesama, ya..' Satsuki agak terbawa lamunan. 'Entah kenapa, Tetsu-kun jadi terlihat seperti heroine anime reverse harem yang dikelilingi oleh lelaki-lelaki tampan.'

'EH?!'

'Tidak! Ya ampun, pergilah kau, sisi imajinatifku yang aneh!' Satsuki menggelengkan kepalanya dan menutupi sebagian wajahnya dengan buku menu latihan yang ia pegang. 'Eh? Kalaupun aku membayangkan demikian, dengan adanya Akashi-kun di kelompok yang memperebutkan Tetsu-kun itu.. Kok bisa, ya, orang sesempurna Akashi-kun..'

"Baiklah kalau kau ingin bermain, Kuroko. Pastikan kau lebih berhati-hati," tukas Seijuurou tegas.

'Akashi-kun, ya..? Meski di mataku Tetsu-kun sempurna, tetapi kesempurnaan Akashi-kun adalah mutlak.' Sang manajer mengernyitkan matanya, 'Hey, bukankah ini bagus? Dua orang yang paling sempurna—bersama..?'

Kaget akan lamunannya. Satsuki langsung menggeleng-gelengkan kepalanya dan menampar pipinya sendiri. 'Tidak. Tidak! TIDAK! Aku tak boleh berpikir demikian! Ayolah, Satsuki! Mereka berdua itu lelaki! Mereka tak mungkin bersama!'

Melihat sikap Satsuki yang kerap menampar pipinya, Atsushi tergerak untuk bertanya. "Hey, Sa-chin.. Ada apa?"

"A-ah, Mukkun! Tidak, aku tak apa-apa kok. Kau berlatih dengan tenang saja, ya. Jangan pikirkan aku!" Satsuki tertawa kecil, sedikit dipaksakan.

Setelah yakin semuanya sudah fokus kembali latihan, Satsuki melanjutkan untuk berpikir. 'Dipikir-pikir, kenapa aku terus memikirkan mereka bersama, ya? Padahal aku jelas-jelas benci cinta antar lelaki. Tapi kenapa? Kalaupun kegalauanku menyebabkanku berubah, memangnya salah, ya? Memangnya salah jika aku terus memikirkan apa yang tak bisa kugapai?'

'Apa boleh buat. Tetsu-kun tak bisa kugapai. Dan juga, sepertinya aku tak cukup sempurna untuknya. Tetapi, aku tak mau Tetsu-kun menjadi milik perempuan yang lebih sempurna dariku! Aaaah! Ini sangat sulit! Aku tahu ini egois, tetapi jika aku tak bisa bersama Tetsu-kun, setidaknya aku ingin dia bersama orang yang sempurna juga—HARUS! ... Tunggu, sebenarnya soal Akashi-kun juga serupa dengan Tetsu-kun. Akashi-kun justru tak akan pernah bisa kugapai meskipun itu mimpi!'

'Benar juga. Dua orang yang kusuka—yang tak bisa kugapai.. Lagipula, aku juga menyukai Akashi-kun. Itu dia! Daripada perempuan lain yang bersama Tetsu-kun, lebih baik Akashi-kun yang jelas-jelas kusukai!'

Satsuki menghela nafas panjang. Akhirnya ia mencapai kesimpulan dilemanya itu.

'Wahai dua orang sempurna yang kucintai tetapi tak bisa kugapai.. Aku ingin kalian bersama!'

Kegalauan itu membuat Satsuki Momoi banting stir dari shoujo manga ke yaoi manga.

Hari itu, sang manajer klub basket SMP Teikou pun resmi menjadi seorang fujoshi—lebih tepatnya, AkaKuro shipper.