Pukul tujuh pagi saat pintu kamarku diketuk.
Aku melangkah turun dari tempat tidur, membuka tirai jendela sebentar, membiarkan cahaya pagi melewati kaca. Hamparan kota Tokyo langsung menyambutku melalui jendela kamar. Pagi yang mendung, dengan awan hitam menggelayut di langit. Tadi malam, sepulang dari makan malam bersama ketua dari Divisi Pertahanan, aku meluncur ke salah satu hotel bintang lima untuk bermalam.
Aku membuka pintu. Seseorang dengan seragam pelayan menyerahkan sebuah amplop surat berstempel aksara Jepang, berwarna merah. Disana tertulis 'Lin' yang merupakan simbol keluarga Lin, penguasa serikat ekonomi di Jepang. Aku menerima amplop tersebut tanpa bicara. Pelayan membungkuk, balik kanan.
Aku merobek ujung amplop lalu mengeluarkan surat di dalamnya. Logo 'Lin' kembali terlihat pada sudut kertas. Itu surat undangan resmi, isinya pendek hanya untuk memintaku datang kemarkas besar mereka, di gedung Casino lantai empat puluh, malam ini pukul sembilan. Pertemuan antar dua puluh keluarga seperti perintah ketua Divisi Pertahanan Tokyo.
Aku meletakkan surat itu sembarang di atas tempat tidur. Berdiri di depan jendela, menatap kesibukan Kota Tokyo di bawa sana. Terlihat jalanan yang padat, kereta melesat di atas relnya, dan kapal-kapal yang memenuhi teluk. Aku mengusap rambut. Seperti yang kuduga, mereka terlalu pengecut untuk bertemu di tempat lain. Benteng Casino adalah satunya pilihan teraman bagi mereka. Tidak masalah, aku tidak perlu mengubah rencanaku apalagi menyiapkan cadangannya. Aku melirik jam di atas meja. Masih lima jam lagi, aku punya waktu lebih dari cukup.
Saatnya beraksi…
~••~
Kedalaman Matamu
.
.
.
Genre :
Adventure, Romance, Mystery, Supranatural, etc
.
.
.
Rating:
M
.
.
.
Pair :
[Naruto x Shinobu]
.
.
.
Warning:
Newbie, typo(s), abal, Semi!Evil, OOC, OC, Strong!Naru, Smart!Naru, Melenceng dari alur, etc
.
.
.
Summary:
Ini hanyalah sebuah kisah tentang perjalanan hidup, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit. Mata ini, menjadi saksi atas hembusan angin yang tertawa dan juga sinar hampa matahari yang bahkan tak mampu menembus… kedalaman mata ini.
.
.
.
Notification:
"Blablabla" = perkataan yang diucapkan langsung.
'Blablabla' = perkataan dalam hati.
[Blablabla] = perkataan asing
"Blablabla" = perkataan kemampuan
.
.
Desclaimer: This is just fiction, purely to entertain the reader and justify the way my writing is difficult to understand. And I do not mind anyone who wants to read.
Selamat membaca!
~••~
'When the Vampire tries to help his family'
Reunion of Family
Chapter 1
.
.
.
Start!
Pukul delapan malam, aku turun ke lobi hotel mengenakan pakaian kasual, memakai kacamata hitam dengan dasi berwarna merah yang memeluk kerah dengan erat, seraya membawa sebuah koper besar. Seperti hal nya para turis yang datang, menyetop taksi, memintanya mengantar ke Gedung Casino.
Membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk sampai disana. Dan ketika aku melangkahkan kaki, para Yakuza tiba-tiba saja membentuk sebuah barisan dengan kedua tangan memegang pedang yang di acungkan ke langit-langit. Dan dari kedua mataku yang memandang kejauhan, nampak seorang pria gemuk dengan satu cangkir bir di tangan kanannya.
Mungkin aku tidak akan pernah memaafkan pria itu, mungkin dia memanglah baik dalam pengawasan politik namun perasaannya telah ditelan ke dalam hati. Dia hidup hanya untuk kepentingannya sendiri, tinggal dan menghabiskan hartanya. Tanpa mempedulikan rakyatnya sendiri.
"Halo. Pemandangan yang indah, bukan?"
Aku hanya mengangguk diam. Itulah keputusan yang kuharapkan. Aku tidak berharap lebih hanya sekedar bicara dengan para sampah ini, karena mulut ini begitu mahal untuk mengeluarkan suara meski hanya gumaman.
Pria gemuk itu hanya tersenyum sambil memutar tubuhnya untuk masuk kedalam gedung Casino. Dan kami berdua pun sudah disambut oleh perwakilan dua puluh keluarga. Satu-dua ah ada tiga kursi yang kosong, sepertinya aku sudah mengetahui siapakah yang tidak datang. Dan… aku pun menyadari kalau keluarga Lin menatapku marah dengan kedua tangan terkepal erat. Aku balas menatapnya tanpa ekspresi.
"Baiklah, terimakasih telah hadir di jamuan makan malam ini. Semoga kesejahteraan selalu bersama kalian" Pria gemuk itu berdiri lebih dulu, menatap satu per satu dari perwakilan keluarga. "Baiklah, aku tak suka berbasa-basi dengan pembicaraan yang membosankan. Aku hanya ingin bertanya kepada satu per satu dari kalian, apakah ada dari kalian yang berhubungan dengan kaum Tiga Fraksi?"
Tak ada yang menjawab satu pun, dan itu malah memperburuk keadaan.
"Jawab! Aku tak mungkin mengadakan pertemuan ini hanya untuk melihat wajah bodoh kalian…" Namun keheningan tetap menyelimuti tempat ini. Pria gemuk itu pun yang sudah tak kuat dengan semua ini lantas menggebrak meja. "Katakan! Aku mendapatkan informasi bahwa salah satu dari kalian mengadakan pertemuan ilegal dan membeberkan tentang Bangsa Vampir. Apakah kalian tahu apa yang akan terjadi jika mereka tahu? Kita akan di ambang kemusnahan!"
Kuacungkan tanganku ke atas, menjadikan diriku sebagai pusat dari pasang mata disana. "Tauke, aku minta maaf jika memotong sekaligus berbeda pendapat. Aku hanya ingin mengutarakan beberapa hal yang kudapat dari wajah-wajah perwakilan keluarga"
Tauke mengangguk, mendudukkan tubuhnya kembali di kursi mewahnya dan membiarkanku untuk melanjutkan pembicaraan.
Dengan satu deheman singkat, aku mulai berbicara. "Baiklah, aku dan Alucard mendapatkan beberapa informasi tentang siapa yang menjadi dalang dari semua in-"
"Mengakulah!" Tauke yang sepertinya tak bisa menjaga emosinya menyela perkataanku.
Brak!
Aku menghempaskan satu tinju yang kuat pada meja mewah yang tak bersalah ini sehingga hancur berkeping-keping. Menatap tajam kearah Tauke yang mengambil satu langkah mundur, seperti rasa takutnya.
"Tak bisakah kau diam sebentar? Tunjukkan kalau kau itu memanglah Ketua dari perwakilan keluarga!" Perwakilan keluarga yang awalnya memasang posisi siaga pun melenturkan kesiagaan mereka saat mengetahui alasan aku melakukan itu, kini mereka menatap kearah Tauke seperti yang kulakukan. "Seharusnya kau tahu kalau yang dilanda kemusnahan itu bukan kau saja, tetapi kami juga. Apakah kau lupa insiden seribu tahun yang lalu?"
Seribu tahun lalu.
Suatu hal yang membuat Ras Vampire menjelang kepunahan, dengan kegagalan mereka yang bertahan di peperangan selama satu tahun lamanya. Lantas bagaimana akhirnya? Yah… Vampire hanyalah ras yang dipenuhi oleh ego karena kesombongan mereka sendiri, memiliki sebuah keabadian yang membuat mereka jauh-jauh lebih sampah dari bangsa iblis. Pada dasarnya Vampire adalah ras yang sangat kuat karena kekuatan mereka, tapi karena merasa mereka yang terkuat maka satu per satu mereka terjun ke medan perang tanpa memikirkan strategi yang akan dilakukan.
Namun mereka melupakan beberapa fakta bahwa musuh yang dilawan sangatlah kuat. Aku pun masih mengingat siapa saja orang kuat yang kulawan… Mereka kuat, tidak.. sangat kuat bahkan mampu membinasakan ras kami dengan satu serangan kuat.
Tapi…
Aku tidak takut.
Jika setiap manusia memiliki lima emosi, yaitu bahagia, sedih, takut, jijik, dan kemarahan. Aku hanya satu emosi. Aku tidak punya rasa takut.
Kalian kira itu omong kosong? Gurauan? Tidak. Lihatlah wajahku, lihat bola mataku. Kalian tidak akan menemukan walau semili rasa takut itu.
Malam itu, di tengah hujan lebat, sesosok monster mengerikan telah mengambil rasa takutku. Tatapan matanya yang merah, dengus napasnya yang memburu, dan taringnya yang kemilau saat ditimpa cahaya petir telah membelah dadaku, mengeluarkan rasa gentar. Sejak saat itu, seribu tahun berlalu, aku tidak mengenal lagi definisi rasa takut.
Akan kuceritakan semuanya agar kalian mengerti. Inilah hidupku, dan aku pun tidak peduli apa pun penilaian kalian. Lantas apa peranku dalam cerita ini?
Aku hanyalah seorang saksi hidup.
Kisah ini dimulai seribu tahun silam, saat usiaku lima ratus tiga puluh dua tahun.
Dahulu kala… terjadi sebuah armageddon yang akan memicu pada sebuah kehancuran dan kepunahan, mereka berperang, mereka berebut kekuasaan. Mereka saling membenci dan membunuh sesama mereka demi kepentingan sendiri. Tidak ada yang mengenal.. siapakah dia? Apakah dia temanku? Haruskah aku bertarung bersamanya? Tidak… Semuanya hanyalah realita semu yang takkan pernah terjadi.
Naga, Malaikat, Malaikat Jatuh, Iblis, Youkai dan… Vampire.
Hanya satu kesimpulan ketika menjelang akhir dari semua itu…
Kepunahan.
Jika Fraksi Malaikat kehilangan banyak sekali ras mereka, Malaikat Jatuh yang kehilangan ¾ pasukan, Iblis yang harus kehilangan pemimpin terkuat mereka, Youkai harus kehilangan pemimpin dan pasukannya dan begitu juga dengan Bangsa Vampire yang awalnya memiliki 1472 keluarga kini hanya tersisa 20 keluarga utama.
Diantara berjuta-juta makhluk tersebut, hanya sebagian yang selamat. Terdiam. Menyesal. Menunduk. Penuh akan emosi keputusasaan.
Serasa kosong… itulah yang mereka rasakan. Yah…
Aku tahu itu.
.
(Naruto End Point of View)
"Naruto…" Tiba-tiba Tauke menundukkan kepalanya dalam-dalam, berbagai emosi tercampur aduk menjadi satu dalam ruangan yang hening dalam waktu sekejap. Ada beberapa anggota keluarga yang sedang berkumpul di pinggir dinding. Saat melihatnya, mereka hanya mengangguk dalam-dalam, dan memberikan hormat.
"Bagaimana pandanganmu terhadap kami? Kau yang merupakan satu-satunya Vampire termuda dan memiliki wawasan luas pasti memiliki berbagai kesimpulan selama ini…" Tauke menatap Naruto dengan sebuah senyuman kecut. "Bukankah kami itu buruk di matamu? Saat keluargamu bertarung, kami hanya bisa bertekuk dalam ketakutan dan pada akhirnya menjadi sampah…"
"Tidak ada yang bilang begitu, Tauke" Naruto berkata dengan suara lebih lembut, duduk kembali di kursi. "Meskipun aku membencimu karena tidak mempedulikan rakyatmu sendiri… Tapi apapun pandangan orang lain terhadapmu, aku tetap tidak memiliki keinginan untuk diutarakan… aku tak memiliki amarah untuk dilampiaskan.. Tidak ada"
Naruto menghembuskan napas perlahan. Sepertinya hari ini sudah cukup, biasanya ia takkan berbicara selama ini. Namun karena demi masa depan bagi Bangsa Vampire, Naruto akan melakukan apapun.
"Aku akan mengawasi pergerakan para iblis, kalian fokuslah untuk tetap tidak menonjol. Karena hawa negatif kalian akan mudah di rasakan oleh Youkai di sekitar sini"
Tauke akhirnya mengangguk. Ia terkekeh.
"Anggap saja kalian itu adalah harta terkutuk di dunia, yang tidak bisa di cari ataupun ditemukan kecuali dengan kutukan itu sendiri" Naruto berseru dengan lantang, bukan semata karena ia ingin diperhatikan, tapi sebagian karena nostalgia. "Carilah sesuatu yang sulit seperti kalian sedang berjalan di tengah kegelapan meraba diantara kesunyian dan akan melihat kematian"
"Huh… kau seperti orang tua saja"
Naruto pun nyengir sambil memajukan tinjunya ke tengah, ruangan ini lengang sejenak sebelum suara ketukan antara tinju itu memecah kesunyian.
"Aku akan mulai melangkah dari sini… Jika ada sesuatu yang terjadi, aku takkan melibatkan kalian. Teruslah hidup… hanya itulah yang aku harapkan dari kalian. Tak perlu mengirimkan beberapa pasukan untuk menjagaku, karena itu hanya akan menambah rasio kepunahan kita"
Ruangan ini kembali dipenuhi oleh tawa.
"Tidak kusangka, Naruto, anak yang dulu selalu gagal dalam berubah wujud dan tidak bisa terbang, hari ini menjadi sangat bijak dan menceramahi kita" Beberapa pelayan pun berjalan memberikan segelas wine kearah mereka, salah satu dari keluarga pun mengacungkan gelasnya. "Mari kita bersulang untuk Naruto!"
Seluruh keluarga pun menghabiskan isi gelas sekali tenggak.
Dan acara ini di lanjutkan dengan pesta yang berlangsung sangat meriah. Sementara itu, Naruto yang sedang berada di luar gedung menatap kearah Tauke dengan satu alis tertaut. "Ada apa? Seharusnya kau ikut dengan mereka"
"Ahh tidak tidak, aku hanya ingin menyampaikan beberapa permintaan kepadamu"
Naruto yang mendengar itu pun mendengus. "Sudah kukatakan, aku tak membutuhkan penjagaan."
"Bukan.. bukan itu" Tauke menatap langit yang luas. "Aku hanya ingin meminta tolong kepadamu, bawalah anakku."
"…Shinobu kah?"
Tauke mengangguk. "Dia… entah kenapa menjadi dingin kepadaku, aku berusaha untuk mendekatinya dan berbicara baik-baik dengannya. Tapi.. dia tetap menjauh. Terakhir kali aku membawanya ke dunia manusia, dia sempat jatuh hati kepada seorang manusia"
"Kau bilang Shinobu yang dingin itu suka kepada seorang manusia? Oh Tuhan, jangan membuatku tertawa" Naruto terbahak-bahak sambil memegang perutnya. "Dia itu gadis tsund-"
Tuk!
Naruto menghentikan ucapannya ketika sebuah batu kerikil menyentuh kepalanya, menatap kearah kerikil yang sedang gelinding sampai terantuk oleh batu lainnya sebelum pandangannya kearah pelaku.
"S-shinobu?!"
Gadis itu pun tersenyum amat manis kearahnya dengan kedua tangan berkacak pinggang. Mata kuning nya telah berubah menjadi merah vertical. "Hmph! Bisa kau lanjutkan ucapanmu itu, Na-Ru-To-Kunh~"
Mungkin Naruto harus berterimakasih kepada Tuhan saat ini, karena telah memberikannya kembali apa itu rasa takut. Takut kepada sosok yang amat mengerikan di matanya… yah, perempuan.
Tiga puluh detik hening sejenak, sebelum Shinobu buka suara.
"Bawa aku"
Naruto yang mendengar itu pun mengerutkan dahinya. "Kenapa tiba-tiba kau mengatakan hal itu? Apakah kau tidak tahu kalau ada banyak manusia yang berbahaya disana?"
"Kau terlalu takut dengan itu" Shinobu mengambil nafas dalam dan menahan sejenak sebelum dia keluarkan. Tatapan matanya teralih menatap wajah Vampire yang seumuran dengannya itu sekali lagi. Mencoba membaca raut wajah yang dia keluarkan, mencoba untuk menelusuri kedalaman matanya. Sedikit saja, mencoba mencoba membaca pancaran emosi yang terluap… walau sedikit saja. Tapi kesempatan itu tidak pernah datang. Vampire di depannya tidak pernah menunjukkan celah seperti itu. Wajah itu tetap diam sebagaimana mereka bertemu untuk pertama kalinya.
"Aku tidak pernah takut"
"…?"
"Karena Lucifer berkata kepadaku, bahwa manusia akan saling membunuh. Dan membuat kerusakan atas tanah mereka sendiri."
"Kalau begitu, tidak ada alasan lain untukmu agar membawaku"
"Tidak, kau hanya akan merepotkanku!"
Tangan Shinobi bergerak cepat dan gesit, senyum jahat yang tersirat diwajahnya sebelum sebuah teriakan sakit terdengar dari laki-laki di depannya.
"Aduh-aduh, kenapa kau menjewerku sih?"
"Itu tanda cinta dariku, vampire bodoh!"
Tauke yang mendengar perbincangan itu pun mau tak mau tersenyum penuh kelegaan, dapat melihat kembali raut wajah anaknya yang seperti dulu. Vampire bermata sipit itu mengangguk. "Naruto-kun, tolong jaga Shinobu yah… aku berterimakasih penuh kepadamu"
Meskipun wajahnya terlihat akan penolakan, tetapi dia akan tetap melakukannya. Meski dia harus bertahan di suatu tempat selama beberapa tahun. Walaupun tempat itu penuh akan… penderitaan.
.
.
.
.
Jikalah tercipta satu kanvas,
Kan kulukis lukaku dengan tetes darah ini
Kan kutulis sedihku dengan tetes air mata ini.
Biar semua dapat melihat kepalsuan senyuman lelaki…
.
.
.
.
Hujan…
Adalah hal pertama yang ditemui saat tiba di tempat ini. Tempat yang dipenuhi oleh rasa putus asa dan kebencian yang mendalam. Dan hal itu membuat dirinya kembali bernostalgia, menatap dengan hampa dari balik mata hitam kelam yang tak memiliki cahaya dibaliknya. Dirinya pernah membenci, suatu perasaan yang tidak ia sukai ketika harus menjadi yang terlemah. Putus asa karena tidak bisa menjadi yang kuat dan hanya bisa menatap punggung mereka.
'Huh…' Naruto membuang napas singkat.
Lima menit yang lalu, awan hitam telah menggantung cukup pekat dan menenggelamkan Matahari. Ratusan tetes air langit yang berjatuhan… rasa dingin yang menusuk sampai ketulang. Dan sebuah suara nyanyian guntur yang menggelegar.
Naruto berjalan dengan langkah pelan, menghiraukan segala macam perkataan yang dilontarkan Shinobu kepadanya. Tidak mempedulikan tubuhnya yang basah dan beberapa manusia yang berlari melewatinya dengan benda di atas kepalanya. Rasa dingin adalah hal terakhir yang harus dia pikirkan untuk saat ini, tatapan matanya tetap sebagaimana dia dulu menginjak tanah Manusia, tatapan yang terlihat kosong yang menatap jauh kedepan. Tatapan yang berubah saat dia kembali merangkai kenangan.
Dan langkah kaki yang terus berjalan pelan… tatapan yang hanya melihat kekosongan. Hingga berhenti…
Dan suara petir menggema memecah langit, kilatan yang bersinar memperlihatkan cahaya yang mengakar. Tepat dihadapan Vampire itu, seorang wanita muda tergeletak lemah. Petir terus menyambar dan hujan semakin lebat, seiring dengan Naruto yang membungkukkan tubuhnya dan melihat kondisi menyedihkan wanita itu. Sedikit bau amis yang mulai mengabur karena terkena permata hujan, tatapan Naruto yang melebar melihat darah yang mengalir dari selangkangan wanita tersebut. Rambut pirang yang kotor oleh lumpur, tatapan yang kosong seperti mati. Air mata yang tidak pernah berhenti mengalir dari matanya.
Menyedihkan.
Meskipun Naruto mengetahu secara pasti apa yang terjadi padanya, namun Naruto tidak mengubah pandangan manusia. Tapi… ketika melihat wanita ini, entah kenapa ia seperti melihat kehidupan kejam yang pernah ia lalui. Dan pada akhirnya ia menyadari kalau kata-kata Lucifer itu benar, bahwa manusia akan terus berperang dan siapa yang lemah akan tertindas.
Tangan Naruto terulur.. mencoba menggapai puncak kepala wanita itu. Mengelus pelan dan tersenyum secara paksa, hingga tidak menunggu lama dia dan Shinobu bersama wanita itu menghilang seperti objek yang perlahan pudar dari kenyataan.
"Apa yang terjadi padamu?"
XxX…Zhanriyasha…XxX
Asia Argento.
Sebelum semua ini dimulai dia hanyalah anak biasa. Anak biasa yang berasal dari sebuah panti asuhan di salah satu sudut kota. Sebagaimana anak yang lain dia tumbuh dan berkembang dalam bimbingan suster yang mengurus panti kecil mereka.
"Kebebasan adalah milik kami"
Tulisan itulah yang ia lihat ketika pertama kali berada di panti asuhan. Tulisan yang tertulis rapi di dinding, meski ada beberapa coretan yang menenggelamkannya, tapi itu tetap tidak mengubah pandangan para pasang mata yang melihat tulisan tersebut.
Dan selama ia hidup, Asia di ajarkan untuk selalu bersikap sebagaimana selayaknya anak kecil seusianya. Menyadari kedepan bagaimana dia hidup dari apa yang dia pelajari hari ini.
Hingga pada usia yang cukup, Asia mulai berjalan dan melangkah untuk belajar lebih banyak. Hari-hari yang penuh dengan senyuman, canda tawa yang tak pernah hilang, meski air pasang yang berusaha untuk membawanya kedasar jurang yang curam.
Tapi, semua itu berubah… ketika sebuah titik hitam mulai mengambil jiwanya.
Rasa takut yang mendera tubuhnya ketika melihat beberapa orang membawa dan menyeretnya kedalam sebuah gang yang sempit. Dia yang ketakutan, memohon segala perlindungan kepada Tuhannya.. meminta sedikit saja agar yang ia takutkan tidak pernah terjadi. Tapi, jawaban yang ia tunggu itu tidak pernah datang.. air mata yang mengalir menjadi salah satu isyarat. Jiwa yang terasa kotor saat tangan-tangan itu mulai meraba tubuhnya, dan meronta keras… dan beberapa tamparan adalah apa yang dia terima.
Dan saat ada sebuah objek lain yang berganti dan memasukinya lebih dalam… terasa perih dibagian tertentu membuat dia berteriak keras meminta tolong. Hingga dia tidak mampu bersuara lagi, hanya diam saat orang-orang itu menyetubuhinya secara bergantian.
Saat itu, dia hanyalah Asia yang lugu dari panti asuhan. Mimpinya untuk berpendidikan tinggi dan bekerja sebagai seorang ilmuwan. Masih bersyukur memiliki seseorang yang mau mengurusnya. Puluhan kilometer ia tempuh untuk mencari tahu tentang dunia ini, tak pernah sekalipun mengeluh. Biarpun cemooh dan pandangan menyepelekan dari teman-teman yang kebanyakan menghujaninya.
Saat itu, dia hanyalah Asia yang lugu dari panti asuhan. Impian yang terus ia kejar dengan langkah kaki yang tak pernah henti-hentinya menapaki jalan terjal. Dan hanya kata-kata batin yang mampu terucap dalam hatinya.
Tuhan, jika aku berdiri di sebelah-Mu nanti. Apakah Kau akan memarah-marahi aku akan semua yang terjadi pada hari ini? Apakah aku bisa bersama-Mu di surga nanti? Apakah bisa? Dengan jiwa ini yang telah kotor oleh para serigala di luar sana…
Aku harap tidak, ya Tuhan…
Aku harap di surga nanti, aku tak perlu lagi mendengar kata 'Jangan' yang selama ini di dunia selalu diucapkan dengan suara lantang, mata melotot, dan muka merah padam sambil mengacungkan jari telunjuk. Aku harap di surga nanti, hak-hakku sebagai makhluk ciptaan-Mu bisa terpenuhi. Semoga Kau bisa menjawab semua pertanyaanku yang tidak bisa dijawab oleh para manusia di dunia.
Amin.
Dan kegelapan adalah setelah itu.
Namun…
Isakan itu berhenti ketika mendengar kecipak dari sebuah langkah kaki yang menghujami genangan air, seseorang yang berjalan. Mencoba melihat namun hanya sebuah kabut yang nampak, mencoba merasakan… namun hanya sunyi yang berbisik. Dan ketika Asia mampu membuka matanya meski hanya setengah, ia bisa merasakan tubuhnya mulai memudar bersamaan. Dan hal terakhir yang berada di benaknya hanyalah…
Kedalaman mata itu.
~•~
Tahun-tahun yang terlewati…
Pada saat semua kenangan yang pernah terucap dan terulang, semuanya hanya seperti sebuah butiran ingatan yang akan menghilang. Dia tahu bahwa manusia adalah makhluk yang dipenuhi oleh ego, hingga dia akan melupakan apa yang telah terjadi. Dia tahu bahwa Manusia memiliki potensi untuk melampaui segala apa yang mereka pikirkan. Dan kata melupakan adalah hal yang lumrah untuk mereka yang dilupakan.
Tapi kini anggapan itu semakin berbanding terbalik dari waktu kewaktu.
Dan pada akhirnya Naruto menyerah akan semua ini.
"Kenapa kau tidak melupakanku… Asia?"
Asia, wanita itu memberikan wajah bingung kepada Naruto.
"Sudah bertahun-tahun kita tidak pernah bertemu, kupikir kau akan melupakanku dan akan terus menggapai impianmu… lalu… kenapa kau berbeda..?"
Asia yang mengerti tentang pemikiran penyelamat di depannya pun menyulam sebuah senyuman tipis. "Aku berbeda karena Tuhan menjawab do'a ku" Asia mencoba untuk tidak menangis saat ini, menyeka air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya. "Tuhan memang tidak menolongku pada saat itu, sehingga aku kehilangan kegadisanku. Namun Tuhan menolongku setelah itu"
"Setelah itu?"
"Iya." Mantan biarawati itu tersenyum. "Tuhan telah mempertemukanku dengan kalian berdua. Naruto-san dan Shinobu-san, kalian adalah penyelamatku.. kalian adalah segalanya, meskipun aku bukanlah siapa-siapa untuk kalian. Mungkin.. kalian sudah kuanggap sebagai kakak sendiri, dan untuk alasan kenapa aku masih mengenalmu…"
Ya.. bahkan Asia masih mengenal Naruto, meski dia tahu bahwa Naruto itu bukanlah manusia.. dan bahkan Asia masih tahu alasan kenapa dia mengenal Naruto sampai saat ini.
"Karena… Kedalaman matamu yang membuatku mengetahui siapakah kamu, Naruto-niisan. Sejauh mataku memandang cakrawala, dan menatap berbagai ekspresi seseorang dari kedua matanya… hanya kamulah yang berbeda"
Naruto membeku.
…dan baru saja ia ingin menjawab ucapan tersebut, sebuah lingkaran sihir telah muncul di samping Asia.
"Siapa kau? Dan kenapa kau membawa Asia kemari?!" Sesosok gadis cantik dengan rambut merah yang tergerai sampai lutut sedang mengacungkan jari telunjuknya, seakan-akan menuduhnya karena telah melakukan tindakan pelecehan.
"B-b-buchou" Asia menggapai tangan gadis itu untuk menghentikan kesalah pahaman ini, sebelum pada akhirnya Asia menghela napas lelah sambil tersenyum. "Buchou, dia itu… kakakku"
"Sungguh?" Mata Rias membulat. "Dia ini… kakakmu? Dimana miripnya coba?"
Rias menatap penuh menyelidik kearah Naruto dari ujung kaki hingga ujung kepala dan kembali lagi ke kaki. Mungkin jika Rias bisa mengaproviasasikan penampilan Naruto, saat ini memanglah betul-betul berbeda. Rambut hitam yang terkesan berantakan namun pas untuk penampilannya, mata hitam onyx yang tidak memancarkan sedikit pun tanda-tanda kehidupan dan otot rahang yang mengeras menambahkan kesan… 'Tampan' batin Rias ketika menyadari hal tersebut.
Namun Rias tersadar dari lamunannya, mata blue-green nya menatap tajam kearah Naruto sembari kedua tangannya berkacak pinggang. "Apakah dia melakukan sesuatu yang senonoh kepadamu?" Rias bertanya lagi, dengan suara datar menunjuk kearah Naruto.
"Tidak, buchou" Asia tersenyum, mencoba meyakinkan. "Dia itu kakakku, tak mungkin kakak melakukan hal yang senonoh kepada adiknya sendiri kan?"
"Hehehe" Kini giliran Rias yang terkekeh malu. "Yah, aku kan tidak mau kamu hidup sendiri lagi… Asia. Lagipula kamu itu adalah pelayanku, dan aku tidak akan membiarkanmu terluka"
"Terimakasih banyak, Buchou"
Saat mereka ingin melanjutkan pembicaraan, tiba-tiba terdengar sebuah langkah kaki yang jauh di depannya. Dan ketika Rias menajamkan matanya, kedua iris matanya memandang dengan penuh menyelidik kearah siluet yang berada di balik pintu kaca buram itu.
"Siapa itu?"
"Dia…" kemudian Naruto diam sejenak. "Tunanganku…"
~•~
Tokyo pukul 23.45 PM
Di salah satu gedung tertinggi di kota itu, berdiri seorang pemuda berpakaian seba hitam. Dengan jubah bermotif awan merah yang berkibar di terpa angin malam, wajahnya tersembunyi dibalik kacamata hitam yang berada di kedua matanya dan bayangan malam semakin menambah kesan misteri padanya.
Setelah menuntaskan rasa penasaran tak tertahankan dari gadis iblis keluarga Gremory yang telah mendengar cerita tentangnya. Naruto akhirnya merasakan kembali apa itu ketenangan setelah mengetahui alasan kenapa sosok adiknya itu telah bergabung dengan Fraksi Iblis, rasa ingin tahu yang mungkin akan membuatnya memburu siapapun Iblis di kota ini karena ingin tahu apakah Asia telah dibunuh sehingga dia diubah menjadi iblis. Naruto pun tahu bahwa Asia memilih jalannya sendiri dengan harapan akan menemui kebahagiaannya. Akhirnya terpuaskan melalui cerita tentang kehidupan baru Asia yang ditemani oleh seorang laki-laki dari keluarga Hyoudou yang Naruto dengar adalah teman sekelasnya saat ini dan juga bagian dari kubu yang diikuti oleh Asia.
Namun sayang ketenangannya kembali terganggu. Ketika pendengarannya menangkap sebuah kepakan sayap yang begitu memekik telinga dan di ikuti oleh bulu-bulu hitam yang berjatuhan, seketika sebuah senyum miring terkembang diwajahnya ketika dia tahu siapa yang mendatanginya.
"Lama tak berjumpa… Azazel"
Dan sosok yang dimaksud tiba-tiba sudah berada di sebelahnya. Pria paruh baya dengan yukata hitam yang menunjukkan sedikit dada bidangnya dan satu-satunya ciri yang paling mencolok adalah poni yang ia miliki. Kemudian Azazel tertawa pelan, sebelum ia mendudukkan tubuhnya dengan tenang.
"Apa yang membuatmu kemari, Naruto? Apakah mungkin bangsa Vampire sudah menunjukkan eksistensinya"
"Jangan salah sangka, Azazel. Aku bukanlah makhluk yang menginginkan sebuah gelar ataupun menyandang nama besar." Naruto mengeluarkan sebungkus rokok dari kantung, menyodorkannya kearah Azazel. "Mau?"
"Ah, tidak-tidak.. aku tidak merokok"
"Souka" Naruto mengeluarkan pematik api dari saku bajunya, ketika sebatang nikotin itu terbakar pada bagian ujungnya, Naruto pun menyesap dan menghembuskan asap tebal ke depan. "Jadi… apa yang membuatmu mendatangiku malam-malam?"
"Apakah aku mengganggumu?"
"Tidak" kata Naruto sambil melemparkan putung rokok yang masih panjang tersebut dari atas gedung. "Jadi? Ada apa?"
"Tidak ada apa-apa… hanya sekedar bertemu denganmu, aku pikir kau akan lebih memilih untuk tinggal di istana bersama dengan pelayan-pelayanmu itu"
"Aku hanya bosan dengan kehidupan seperti itu, semuanya serba mewah dan itu membuatku… tidak nyaman"
Azazel mengangguk, melipat kedua tangannya di depan dada. "Jelas saja, karena kau bukan tipikal yang seperti itu. Tapi… entah kenapa ada yang janggal di sini" ujarnya begitu kata-kata terakhir terucap.
"Janggal?"
Seringai miring tersungging di wajah Azazel. "Setiap kali aku mengira sudah mengenalmu, kau mengatakan sesuatu yang sangat… aneh. Dan juga, bau ini" Azazel mengendus sekitarnya sebelum hidungnya mengarah kepada jubah yang dikenakan Naruto. "Mungkinkah, kau meniduri putri Tauke?"
"Ha?!" Naruto meninju lengannya. "Mana mungkin, dia hanya menggunakan jubahku untuk dijadikan selimut karena kedinginan"
"Menurutku kalian cocok"
"Kau sinting" Suara Naruto getir. "Dia itu keturunan darah asli Vampire terkuat dan juga satu-satunya vampire dengan kemampuan dan bakat luar biasa. Mana mungkin dia bisa menjadi pasanganku, lagipula aku ini tidak berbakat dalam pertarungan dan pastinya aku tak bisa menjaganya"
"Hoo" Azazel menyeringai. "Ucapan yang merendah, sangat khas untuk tipikal sepertimu. Mau sampai kapan kau terus bersikap rendah diri?"
"Sampai sayapmu berubah menjadi putih"
Azazel tertawa. "Hahaha, lelucon yang bagus sekali Naruto… jadi kau ingin terus bersikap merendah sampai mati? Oh Tuhan.. jangan katakan kau juga ingin menjadi perjaka seumur hidup.. hahaha"
"Tidak ada yang lucu, Azazel"
Azazel menghentikan tawanya, lantas tersenyum. Matanya melirik kebelakang, sebelum ia melambaikan tangan ke arah gadis yang memiliki surai kuning panjang yang tergerai sampai ke pinggangnya, iris kuning keemasan yang bersinar di balik gelapnya malam dan mengenakan sebuah gaun panjang berwarna putih membuatnya seperti seorang putri dari khayangan. Ditambah sebuah anggrek hitam yang tersemat di rambutnya itu sangat cantik, apalagi pipinya yang selalu merona membuat nilai plus tersendiri baginya.
"N-naru-kun"
Naruto menelan ludahnya. Jujur di dasar hatinya ada banyak bunga bermekaran. Siapa coba yang tidak terpesona oleh ciptaan Tuhan yang satu ini, gadis yang dikarunai wajah sangat cantik, tubuh yang begitu menggoda dan juga kakinya yang-
Plak!
"M-mesum!"
Shinobu menyilangkan kedua tangannya di depan dada sambil mendelikkan matanya, semburat merah tadi semakin menebal. Lalu ia memberikan kode agar Naruto mendekat.
"Ada apa?"
Shinobu menundukkan kepalanya sambil memainkan ujung kakinya, sesekali ia melirik kearah Naruto dengan malu-malu. "A-anu.."
"Hm?"
"Anu…"
"Hn?" Naruto mulai menampakkan raut kesal.
"A-"
"STOP!" Naruto menggenggam tangan Shinobu dengan erat, mata onyx nya menatap dalam-dalam iris kuning tersebut. Sebuah kegiatan yang menimbulkan rona merah di wajah gadis itu semakin menebal. Mengangkat tangan itu dan mengulas senyuman tipis. "Jadi…"
Dua pasangan itu saling tatap untuk sesaat sebelum Shinobu membuang mukanya. "…a-aku ingin sekolah"
Yang mendengar pernyataan itu hanya mengerutkan dahi. "Kau tahu kalau kita itu kaum berbahaya karena telah menghabisi kubu para Fraksi yang ikut serta dalam Great War kan? Bagaimana mungkin kalau kita sekolah di tempat yang penuh dengan iblis?"
"…Ah" Shinobu membuang mukanya ketika melihat pemuda itu mendekatkan wajahnya. Dia mencengkeram telapak tangan pemuda itu selama beberapa saat sebelum mengeraskan tubuhnya dan menurunkan genggamannya. "Aku tak peduli! Pokoknya aku mau sekolah!"
Naruto menghela nafas ketika mendapati sifat Shinobu yang satu ini, tak dapat dibantah. Kemudian ia mengumbang sambil mengetuk-ngetuk pipinya dengan jari telunjuk, jari yang kemudian ia pakai untuk menunjuk wajah Shinobu. "Oke, oke… aku akan mengurusnya untukmu nanti"
"Yeaayy!"
Shinobu yang mendengar itu pun melonjak kegirangan sampai ia melakukan tindakan yang membuat Azazel mimisan, bagaimana tidak? Shinobu mendorong tubuh Naruto hingga telentang dan menindihnya. Lalu mencium kedua pipi itu sambil sesekali memainkan kedua hidung mereka. Kegiatan itu mungkin akan terus berlanjut andai saja mereka tidak diganggu oleh suara Azazel.
"…oi anak muda, tak bisakah kau menahan diri di depan kakek tua ini?!" Naruto menoleh ke arah temannya yang entah bagaimana sudah menutup hidungnya dengan tisu. "Kau kira aku bisa diam saja melihat kalian seperti itu?"
"Ah" Naruto khilaf. "Maaf Azazel, kau tak perlu khawatir. Kami bisa mengurus diri kami masing-masing, atau dirimu yang perlu dicarikan seorang wanita? Mungkin saat ini kau sedang terkena zat perangsang dari alat yang kau buat, namun efeknya malah terkena pada dirimu sendiri"
"Vampire sialan!"
"Gomen Azazel, sepertinya sifat vampireku kambuh" Naruto mendorong tubuh Shinobu dan membawa keduanya duduk. Lalu menatap Azazel kebingungan. "Aku tahu kedatanganmu kemari pasti ada maksud lain seperti… pertolongan?"
"Oi jangan memasang muka seperti itu, kau membuatku merasa bersalah karena mengganggu kegiatan kalian" sahut Azazel dengan wajah sweatdrop.
"Pergi kau, Da-tenshi mesum!" Azazel mengarahkan pandangannya kepada Shinobu dengan wajah bergidig ngeri ketika melihat mata kuning itu telah berubah menjadi merah. Tapi ia lebih memilih untuk menatap kearah pemuda dengan rambut hitam itu untuk menjauhkan dirinya dengan konfrontasi dengan vampire legendaris tersebut.
"Kurang lebih" Azazel mengangkat bahu sambil berjalan ke arah yang berlawanan. "Aku hanya ingin mempercayakan masalah ini kepadamu, kebetulan kalian akan masuk kedalam Kuoh Akademy dengan begitu mungkin permintaanku akan lebih mudah"
Azazel menarik nafasnya dalam-dalam… dan menghembuskannya pelan.
"…mengawasi kubu Iblis Gremory dan Sitri." Tepat setelah mendengar kalimat Azazel, Naruto pun menaikkan satu alisnya. Tapi selama beberapa saat ia memilih untuk tetap diam ketika ia merasa Azazel akan melanjutkan ucapannya. "Dan… mencegah perang yang akan dilakukan oleh Kokabiel"
Untuk setidaknya satu detik, angin yang tadi semilir tiba-tiba saja berhenti bertiup dan alam di sekitar mereka menjadi sunyi senyap seakan-akan udara yang menjadi penghantar suara lenyap tak bersisa. Hanya untuk melihat hawa gelap yang melecut-lecut seperti kobaran api yang tengah mengamuk memancar dari tubuh sang vampire, melapisi tubuhnya dan menciptakan gelombang kejut yang membuat Azazel membungkuk sedikit karena tekanannya, sebuah bukti kekuatan yang tidak bisa dianggap remeh.
"Azazel…" Naruto berdiri dengan gerak lambat-lambat namun tidak mengurangi postur tubuhnya yang keras, sebuah tanda bahwa ia sedang marah. Emosi yang tersisa dalam tubuhnya, menggantikan rasa takut yang telah hilang dari dalam dirinya. "…haruskah aku membunuhnya?!"
To be Continued…
A/N: Kalau ada readers yang merasa bingung dengan cerita ini, maka saya cuma bisa pundung di pojokan. Membuatnya penuh dengan pengorbanan, memeriksa satu demi satu kata untuk mengurangi Typo. Membaca ulang untuk melihat apakan Fic ini pantas untuk dibaca oleh pembaca dan membuat asumsi negatif bahwa banyak kekurangan yang ada.
Shinobu, saya ambil dari Anime Bakemonogatari. Namun yang saya gunakan adalah versi Vampire atau Wujud Dewasa nya, yang merupakan Vampire Legendaris. Dari segi fisik dan penampilan tidak ada yang berubah, mungkin hanya sifatnya yang terlalu… agresif? Mungkin.
Penampilan Naruto berubah, Rambut dan Mata miliknya itu hitam. Kekuatannya belum terungkap, mungkin akan diketahui ketika melawan Kokabiel.
Untuk pair adalah Single!Pair, saya tidak mau di cap playboy karena membuat harem :3. Namun jika ada yang ingin usul ide cerita atau kekuatan Naruto, saya akan terima dan hargai itu. Saya akan mempertimbangkannya nanti, apakah pas untuk karakter Naruto atau tidak… untuk saat ini saya cuma memfokuskan pada kekuatan fisik yang di atas rata-rata seperti kekuatan Vampire pada umumnya.
.
Please give your review to motivate me.
Arigatou, and see you later…
Zhanr, out~
