My Romantic Days
Drarry
Disclaimer : JK. Rowling
Warning : YAOI AND THEIR STUFF :P
Summary : Malfoy. Menjadi satu-satunya keluarga yang dimiliki Harry Potter setelah kehilangan semua yang disayanginya. Memang ia masih memiliki banyak sahabat. Tapi keluarga adalah yang paling dibutuhkannya. Dan dari semua yang telah ia lalui. Cerita baru tentang kelanjutan hidupnya pun menanti untuk di perdengarkan kepada khalayak penikmat kisahnya.
Fic berisikan sejumput lika liku kehidupan baru yang dilalui Harry dan Draco sebagai sepasang kekasih sekaligus keluarga.
Bukan pasangan perferc tapi penuh cinta.
Bukan keluarga sempurna tapi penuh kasih sayang.
.
.
~ My Lover's Egoistic~
.
.
.
Populer, kaya, tampan, arogan. Siapa yang tak tahu sosok blonde pirang satu ini?.
Dikenal sebagai mantan pengikut dark lord.
Punya kekasih bermarga Potter, yang tak lain dan tak bukan adalah seorang pemuda berkacamata dengan sebutan legendarisnya –'dia yang bertahan hidup' dan 'dia yang mengalahkan dark lord' Yups Draco, Draco Malfoy–Jangan lupa kalau cerita ini bergendre yaoi.
Dalam hari-hari bahagianya bersama sang kekasih tercinta melewati waktu bersama sebagai penyihir muda, jauh setelah menyelesaikan tahun ke tujuh mereka di Hogwarts.
Memulai kisah baru demi memenuhi sisa umur mereka.
.
"Malfoy!" panggil Harry Potter geram dengan hiasan tiga tikungan urat kemarahan di dahinya.
"Ada apa sweety?" jawab Draco lebay.
"Ssshhhh... Drac, berapa kali aku harus memperingatkan mu?" ujar Harry memelas pasrah bercampur kesal.
"Ha-Ah... aku hanya melakukan eksperimen" sanggah Draco.
"Tapi kau tak perlu mengubah seluruh peralatan menjadi benda hidup yang mengerikan bukan?!" teriak Harry emosi.
Kedua emerlad hijau Harry membulat. Astaga. Draco tahu ini. Hal ini takan bagus untuknya. Setiap kali Harry menunjukan mimik wajah seperti itu Draco tak pernah bisa melawan. Rasanya Harry benar-benar ngambek kali ini.
"Harry..." Draco merajuk.
"Drac, berapa kali aku harus membersihkan semua ulah mu?" ujar Harry menggagalkan rayuan Draco. Draco mengedip-ngedipkan matanya. Berusaha mencairkan suasana. Tai tak berhasil, Harry sudah menjungjungkan tongkatnya siap menyerang kapan saja. Nampaknya kali ini Draco tak bisa menyelamatkan jatah malamnya dari kemarahan sang kekasih.
"Harry.. akan ku bereskan semua.. ya..ya...ya?" ujarnya ambigu antara meminta dan merayu.
"Tsk!.. berapa kali kau ucapkan itu? Dan berapa kali kau langgar?" sanggah Harry.
"Kumohon Harry.. akan ku bereskan.. jadi taruh tongkat mu, oke.." Draco berusaha meraih tongkat sihir Harry. Tapi tak berhasil.
"No way..." ucap harry seraya menyilangkan kedua tangan di dada dan memalingkan wajahnya dari Draco.
"Harry..." rayu Draco.
"Berhenti main main, Drac!" Mata Harry menyipit tajam.
Draco mematung. Keduanya adu pandang dengan serius.
.
Hanya ada dua hal yang akan dilakukan Harry jika sudah seperti ini. Marah dan menyerangnya dengan tongkat sihir atau berapparate ke tempat sahabatnya –Weasley. Dan Draco tak suka keduanya. Sangat.
Terutama hal yang kedua.
.
"Harry.." panggil Draco tajam.
"Kau yang salah, Malfoy.." Harry tak kalah emosi
"Kau terlalu membesar-besarkan masalah, Potter"
"Kau yang tak tahu aturan, Malfoy"
"Kau keterlaluan, dulu kau biasa-biasa saja saat aku menggunakan sihir, tapi kenapa sejak kau ketemu teman mu itu kau jadi selalu mencari masalah sih, Potter"
"Kau yang cari masalah, Malfoy.. jelas Ron ataupun Harmonie tak ada hubungannya dengan ini" desis Harry tak kalah tajam.
"Dengar. Jika ada yang harus disalahkan dan mengerti keadaan, itu kau Malfoy " lanjut Harry membuat Draco makin menyipit tajam.
Draco kesal. Dalam seminggu ini sudah empat kali dia dimarahi sang kekasih. Padahal dulu ia biasa-biasa saja. Nah mungkin sama saja sih. Tapi kalau saja seminggu yang lalu Harry tak kembali ke Hogwarst dan bertemu (Baca : Reunian seluruh angkatan Harry) kawan lamanya –Ron. Ia takan sekesal ini.
Harry is mine and no body get first except me. Begitulah prinsip Draco.
Tapi sejak bertemu Ron lagi, Harry banyak bertukar pesan dengan si rambut merah itu lewat burung hantunya. Dan lagi dalam keadaan tak tentu Harry selalu berapparate ke kediaman Weasley tanpa pikir panjang atau ijin padanya, terutama jika dia selesai membuat sesuatu yang baru atau punya berita bagus dari Hogwarts atau bahkan setiap ada tugas dari kementrian sihir. Tak pernah ia ijin pada Draco terlebih dahulu. Yah memang tak harus ijin sih, tapi hey, sudah lima tahun mereka hidup bersama. Foto pernikahan mereka malah masih sangat jelas terpampang di setiap dinding ruagan.
Oh tunggu... apakah author pikun ini belum menjelaskan bahwa Harry Potter sudah dinikahi oleh Malfoy muda a.k.a Draco Malfoy?.
Oh maaf~.
Tentusaja tak mungkinkan Harry Potter yang sebatang kara memiliki keluarga, bukan?. (Garis bawahi kata keluarga itu. Dan jangan bawa keluarga Dudley-Dusley, karena demi apapun Harry tak mau –tak pernah mau kembali kekeluarga itu lagi, ya memang meskipun begitu, Harry juga tak lupa jasa baik keluarga Dusley, yang membesarkannya. Sebagai ganti hal itu ia mengirimi keluarga Dusley, harta peninggalan ayahnya yang sudah ia tukar dengan uang muggle tentunya. Singkatnya, Dusley bukanlah keluarganya.)
Tentu cara satu-satunya Harry bisa benar-benar mendapatkan keluarga adalah dengan menikah. Catat itu.
MENIKAH.
Dan setelah sekelumit cerita cinta Harry di tahun-tahun terakhirnya di Hogwarts. Pria blonde bermarga Malfoy ini lah yang berhasil memenangkan hatinya. Memang tabu. Tapi apa sih yang tidak untuk cinta?.
.
Namun saat ini hati Draco sedang sangat terbakar api cemburu –Sejak Ron Weasley merebut semua perhatian Harry dari nya. Itulah yang ada di pikiran blonde mantan pengikut dark Lord ini.
.
Lama Draco dan Harry adu pandang dengan sangat tajam. Menyiratkan kemarahan masing-masing.
"Fine.. so why not you just say it, Harry?" sindir Draco akhirnya.
"W-What?" Harry terpekik binggung.
"Kau marah-marah karena mau pergi ke tempat si Weasley lagi kan?!" Draco memicing tajam.
"A-apa maksud mu?. Aku marah karena kau salah Drac," Harry mengap-mengap tak mengerti jalan pikiran Draco.
"Shht.. tak usah banyak alasan" Draco kali ini terlihat lebih marah.
Draco berjalan keluar ruang tamu. Tadinya ia sangat ingin membuat Harry tetap dirumah dan tetap memonopolinya. Tapi sudah cukup ia berusaha. Pikirnya. Harry tak bisa ia pertahankan. Jantungnya sangat sakit saat ia berpikir begitu.
"Drac..!" panggil Harry.
"..."
"Drac.." Harry mengekori. Tapi terlambat. Draco sudah dalam posisinya untuk ber apparate di dekat perapian setelah membawa koper hijau kecil yang biasa dibawanya bekerja di kementrian sihir.
"Aku akan ketempat mum and dad" ucap Draco pelan.
Splash!
Draco menghilang dari pandangan Harry seiring debu-debu hijau bertebaran. Menggantikan tubuh Draco Malfoy yang menghilang dari pandangan Harry.
"Tsk!..Drac... yang harusnya marah itu aku..." ujar Harry parau. Terlambat Harry, Draco sudah pergi.
Harry terduduk lesu mulai sesengukan menangis. Sudah berapa lama sejak terakhir kali hal ini terjadi.
Tiga tahun?. Empat tahun? Entahlah.
Seingatnya sejak trakhir kalinya ia bertengkar seperti ini dengan Draco ia tak pernah lagi bertemu teman-temannya.
Lebih memilih mempertahankan keluarga impiannya ketimbang hari-hari bahagianya bersama sahabat-sahabatnya.
Berharap sahabatnya itu mengeti keadaannya dan ia bisa mewujudkan impiannya untuk memiliki sebuah keluarga.
.
.
.
"hiks... hikss..."
"Harry..." panggil sahabat lamanya lembut seraya tangan milik surai pirang coklat panjang bergelombangnya –Harmonie – itu mengusap pelan pundak sahabat lamanya prihatin.
"Seminggu.. dia... seminggu tak pulang..hiks..hiks.." curhat Harry pada kedua sahabatnya.
"Astaga mate, kau benar-benar seperti perempuan sekarang" ujar Ron seraya menepuk dahinya sendiri.
Harmoni melotot kearah Ron. Membuat pria berambut merah itu bergidik ngeri dan tak berkomentar lagi.
"Kenapa tak kau datangi saja Malfoy manor?" saran Harmonie.
"Hiks.. entahlah.. sudah dua kali.. dan selalu bilang dia sibuk.." jawab Harry kesal sendiri sambil masih sesengukan.
"Apa aku salah?. Aku hanya kangen kalian.. hiks!" Tanya Harry pilu.
"Aku hanya ingin punya keluarga.. tapi aku juga tak mau kehilangan sahabat ku.. hiks!" lanjut Harry.
"Sudahlah.. Harry, tenangkan pikiran mu.." Harmonie berusaha menghibur.
"aku .. hiks! Hiks!" Harry tak sanggup bicara.
"Harry, aku akan minta maaf padanya. Lagi pula ini salah ku juga karena terlalu sering memanggil mu kesini. Apa kau mau aku memanggilnya?" tanya Harmonie.
"Tidak, tidak perlu Mion, maafkan aku.. aku akan pulang sekarang.." Harry bangun dari duduknya. Ia menggambil posisi untuk ber apparate lalu sepersekian detik kemudian menghilang dari hadapan Harmonie dan Ron dengan wajah yang ia tutupi dengan kedua tangannya. Untunglah Ron dan Harmonie yang sudah memiliki satu Putri –Rose Weasley (3 thn)–itu tak tinggal bersama keluarganya. Harry takperlu terlalu malu untuk menumpahkan kesedihannya. Walaupun saat ini saja ia sudah sangat malu.
"Apa dia akan baik-baik saja?" tanya Ron.
"Ku harap.." jawab Harmonie prihatin.
.
.
.
Draco berdiri di balkon. Angin malam rasanya sangat dingin.
'Seminggu' gumamnya dalam hati.
"Draco, kau yakin tak mau pulang ke tempat mu?" tanya Narcissa Malfoy –ibu Draco seraya menyentuh pundak sang anak lembut.
"No Mum, kurasa ini lebih baik" jawab Draco setengah gelisah, setengah kesal.
"Apanya yang baik? Kau setiap hari tak nafsu makan, kerjaan mu tak ada yang benar. dan lihat dirimu my love.." ujar sang bunda seraya memegang wajah Draco dengan kedua tangannya.
"Kau hawatir kan?" lanjutnya.
"Pulang lah, kasihan Harry, tak ada yang menemaninya" Draco menggeram mendengar kata-kata ibunya itu. Mendadak kekesalannya muncul lagi.
"Dia punya si Weasley mum" bantah Draco kesal.
"Drac, kau harusnya tahu lebih dari siapapun. Mereka berteman. Bahkan kudengar ia sudah menikah dengan Granger muda" Narcissa mengingat lagi undangan yang ia terima beberapa tahun lalu.
"Bukan itu masalahnya hari hanya Weasley-Weasley dan Weasley yang diucapnya"
"Draco!" panggil Lucius Malfoy –ayah Draco keras.
"Berhenti mempermalukan nama Malfoy, Drac" tegur sang ayah.
"Hadapi masalah mu. Jangan buat masalah tambah runyam dengan kabur kemari" lanjutnya merasa tindakan anaknya sangat pengecut. Sekalipun dulu Lucius Malfoy adalah yang paling menentang hubungan Harry dan Draco, Lucius adalah orang yang paling tak mentolerir ketidak bertanggung jawab-an. Terutama jika itu datang dari anaknya sendiri.
"Baik, dad" ucap Draco pelan. Ia tak mampu melawan sang ayah. Ia tahu ia takan bisa menyela ayahnya bagaimanapun yang ia lakukan. Jika ada orang yang sangat ia takuti di dunia ini Lucius lah orangnya.
"Pulanglah Drac.." saran sang ibu.
Draco mengayunkan tongkat sihirnya lalu berapparate kembali ke rumahnya. Tempat dimana ia meninggalkan Harry.
.
.
Tap! Tap! Tap!
Draco menaiki setiap anak tangga menuju kamarnya. Pukul 08.00 pm. Harry mungkin ada di tempat weasley. Dua hari lalu juga begitu. Saat ia kembali karena hawatir, Harry tak ada di rumah. Berjam-jam menunggu dan ia akhirnya memutuskan kembali ke Malfoy manor. Apa kali ini juga?. Pertanyaan itu terulang setiap kali ia melangkahkan kakinya.
Cklek!
Draco membuka pintu kamarnya lemas. Wajahnya masih muram.
Tanpa menyadari sekeliling. Draco langsung memasuki kamar mandi. Lima belas menit kemudian ia keluar dengan boxer biru tuanya dan handuk yang ia gunakan untuk mengeringkan rambutnya.
'Ah, aku malas ganti baju. Aku mau langsung ti-' rencana Draco terpotong. Matanya membulat. Tubuhnya mematung. dan mulutnya sedikit terbuka -kaget.
Dilihat diranjangnya Harry tertidur dengan memeluk kemeja putih polos miliknya yang terakhir dipakainya seminggu yang lalu –sebelum ia pergi ke kediaman orang tuanya.
'astaga' pekik Draco dalam hati.
Draco mendudukan tubuhnya diranjang. Ia mendekati Harry yang tertidur pulas. Ini masih terlalu awal untuk tidur. Harry tak pernah tidur di jam ini.
Tangannya terulur mengusap wajah sang kekasih pelan.
'Astaga, Harry.. Mata mu membengkak.. Kau menangis? Astaga.. Apa yang sudah ku lakukan?' batinnya merasa bersalah.
"Nnn...Drac..jangan sihir panci nya.." gumam Harry dalam tidurnya.
'Pfft..eh? Memimpikan ku? Hahaha.. lucu juga jika ulah ku terus menghantui mu' Draco membatin senang. Sulas senyum tipis terpampang di wajahnya.
"Drac.." panggil Harry. Masih mengingau. Harry memeluk kemeja putih draco yang tadi dibawanya tidur lebih keras, seakan kemeja itu akan pergi juga dari pelukannya. Wajah Harry terlihat sangat sedih sekalipun sang empunya wajah sedang tertidur.
"Pulang.." ujar Harry selanjutnya. Draco mematung untuk sesaat. Serasa kilat menyambar jantungnya.
'...Bahkan dalam mimpi...?' Draco membatin lagi.
Draco mendekatkan wajahnya pada Harry. Mencium lembut bibir Harry cukup lama.
Ta ada reaksi.
Harry masih tertidur.
"Harry.." panggil Draco pelan.
"..."
"Hey sweety.." panggilnya lagi pelan. Draco memang memanggil Harry, tapi sungguh ia tak ingin sang kekasih terbangun. Jadi suaranya benar-benar sangat pelan.
Jari-jari Draco mengusap pelan lingkaran hitam di mata Harry.
Ia menyesal pergi begitu lama. Meninggalkan Harry sendirian.
Pikirnya Harry akan ada di tempat Weasley seperti dua hari lalu, atau mungkin lari ke dunia para muggle atau bahkan lari ke Hogwarts menemui sahabat raksasanya -Hagrid.
Tapi Harry disini. Di rumah mereka.
Sendirian.
Draco benar-benar menyesal.
.
Lama ia menatap sang kekasih yang tertidur pulas. Hingga takterasa matanya begitu berat. Ia tertidur disamping Harry dengannyamannya.
"Aku pulang.." gumam Draco sebelum matanya tertutup sepenuhnya.
.
.
.
Sekelumit cahaya menyelip diantara celah gorden yang tak menutupi seluruh jendela menerpa kulit putih pucat Harry tepat di wajahnya. Harry menghalangi sinar itu dengan tangannya. Bergumam pelan ia berbalik ke samping. Tak ingin bangun.
Tuk!
"Uwwaaa…." Harry berteriak kaget sambil terduduk memojok dari ranjang setelah tangannya menyentuh tubuh lain disampingnya.
"Harry, jangan teriak-teriak.." ujar Draco seraya terduduk dan menguap dan memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing –masih mengantuk.
Harry membulatkan matanya. Masih shock.
"Ka..ka..kapan..kau..pu-lang?" Tanya Harry tergagap.
"Semalam, dad mengusir ku" jawab Draco santai. Seakan tak terjadi apa-apa sebelumnya.
"Uh.." harry langsung menunduk lemas. Ia tak tahu harus apa. Hatinya sangat kesal atas tingkah Draco. Tapi ia juga senang Draco pulang. perasaan seperti ini selalu membuatnya kesal sendiri.
'Marah atau senang?' Tanya Harry pada dirinya.
"Hey sweety.. aku masih mau tidur" terang Draco sambil kembali ke posisinya tadi dan menyelimuti tubuhnya sendiri.
"Hem.." Harry meng-iakan.
Harry bangun dan bergegas ke kamar mandi. Tak mau berlama-lama berkutat dengan perasaannya. Bisa-bisa ia jadi bertingkah aneh jika lama-lama se ruangan dengan Draco sekarang.
.
.
Draco memang berbaring. Tapi ia tak tidur. Matanya menatap lurus pintu kamar mandi. Pikirannya masih penuh tentang sang kekasih tercinta.
"Marah?" Tanya Draco ambigu entah pada siapa, karena tak ada siapaun selain ia di ruangan itu.
"Ha-ah.. rasanya tak mau tidur lagi" ujarnya seraya bangun dan menyusul Harry ke kamar mandi.
.
.
.
"Hey, mum bilang kau harus main ke manor" Draco berkata pada harry yang membelakanginya. Berusaha memecah keheningan selama lima menit setelah ia masuk ke kamar mandi.
"Hem" tanggap Harry.
"Kau tahu…..umm…maaf" Draco mengambil sikat giginya. Mengunakannya seraya memperhatikan punggung Harry dari cermin.
"Hem" Harry bergumam lagi. Ia sedang ada di bathub saat Draco masuk menyusulnya. Jadi ia bingung sendiri. Mau keluar tapi ia lupa handuknya ada disamping Draco. Maun tetap berendam di bathub, tubuhnya sudah cukup menggigil. Dilemma.
Sibuk dengan pikirannya, Harry bahkan tak benar-benar mendengarkan perkataan Draco.
"Jawab yang benar Harry" pinta Draco.
"Hem"
Urat kesal bertengger di dahi Draco. Disimpannya sikat giginya dan segra berkumur.
Splash!
Draco menarik tangan Harry cukup keras.
"Harry.." panggil Draco ambigu. Antara kesal dan meminta.
"...Aku ..minta maaf.." Draco kembali menegaskan.
Harry membuang muka. Masih tak mau bertatapan dengan Draco.
"Harry.." tangan Draco memegang wajah Harry. Memaksa Harry menatapnya.
"Katakana kau memaafkan ku.. jangan lupa aku begini juga karena kau" tegas Draco.
"huh?.." Harry nampak kesal.
"Ayolah, setiap hari Weasley. Saat makan Weasley. Saat santai Weasley.. kapan kau akan peduli hanya pada ku?"
"Ron dan Harmonie sahabat ku Drac, apa kau lupa?"
"Selalu ada batas untuk bertemu sahabat, Harry"
"Aku dirumah, tak setiap hari aku bertemu mereka. Lagipula, sudah lima tahun sejak kami tak bertemu"
"Harry, setiap waktu kau berapparate ke tempat Weasley.. bahkan setelah selesai masak atau punya berita bagus.. selalu Weasley yang kau cari lebih dulu" Draco mencengram tangan Harry kesal.
"Kau meributkan hal yang tak perlu, Drac"
"Aku tak meributkan, aku mengingatkan mu"
"Drac.." kekesalan Harry memuncak. Ia menepis tangan Draco yang mencengkram pergelangan tangannya. Berdiri dan mengambil handuknya.
"Aku belum selesai Potter" Draco menggeram kesal.
Harry memejamkan matanya menahan emosi.
Membuang nafas pelan, Harry lalu memegang gagang pintu.
"Aku bosan bertengkar, lakukan semau mu. Aku akan pergi" ujar Harry seraya kembali ke kamarnya.
"Tak ada yang akan pergi kemanapun, Harry" sanggah Draco mengekori Harry.
"...Drac….. Cukup.." Harry memanggil pelan.
"…Aku menyerah..oke" lanjutnya seraya tertunduk.
Draco mendekat. Mengangkat wajah Harry untuk menatapnya. Buliran air mata membasahi pipi Harry. Draco agak kaget melihatnya. Tapi ia segera menghapus air mata Harry dan menempelkan dahi mereka.
"Ha-ah.." hela Draco.
"Kau tahu aku lebih dari siapapun Harry.." ujar Draco seraya menghapus air mata Harry lagi. Puas bertarung dengan pikirannya Draco menarik Harry lebih dalam ke pelukannya. Jelas bukan hal yang mudah mengakui kesalahan diri sendiri. Tapi ia juga tahu ia tak bisa terus-terusan marah tanpa membahas pokok masalah yang sebenarnya mengganggu perasaannya.
"Aku egois.." tegas Draco tak merasa hal itu salah.
"Kau milik ku sweety" Draco menarik Harry ke pelukannya.
"Milik ku" tegasnya lagi.
Harry menatap pria yang lebih tinggi darinya itu. Ha-ah bagai mana ia lupa sifat paling menyebalkan milik Draco. Egois. Mungkin benar ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan Ron dan Harmonie, dan lupa bahwa Draco tak bisa disamakan dengan pria lainnya yang bisa memaklumi yang namanya kerinduan dan kebahagiaan bersama sahabat lama.
Draco... Egois. Bagaimana bisa Harry melupakan hal itu.
.
Tangan kanan Draco menarik dagu Harry dan ciuman panas pun tak bisa Harry hindari.
"...Nnh..." desah Harry diantara lumatan Draco.
Draco menekan kepala Harry agar dapat menciumnya lebih dalam. Harry sendiri sedang sangat sibuk untuk menghindar. Tangannya menahan handuk yang hampir copot meninggalkan tubuhnya. Dan yangsatunya menahan Draco untuk tidak menekannya terlalu dalam.
"..Ha..nhn"
.
Hanya sepersekian detik Draco mengijinkan Harry bernafas. Setelahnya lidahnya langsung melesat mengabsen segala isi mulut Harry.
"hnnnh.." desah Harry.
"Ha..ha..ha" Harry buru-buru mengisi pasokan udara untuk paru-parunya setelah Draco merasa cukup puas dan melepas ciumannya. Benang saliva menjuntai diantara keduanya.
"Mau berendam sebentar Harry?. Mum bemberi ku sesuatu yang bagus untuk kesehatan pikiran kita, kurasa kau butuh rilex kan?" ajak Draco seraya berjalan kembali ke kamar mandi.
"Mungkin aku butuh itu.." jawab Harry mengekor.
.
.
.
"Hi mate!" panggil Ron bahagia melihat harry datang dengan senyumannya yang cukup lama tak Ron lihat.
"Hi Ron, keberatan aku mengajaknya?" Harry memperhatikan raut aneh Ron.
"Nah, tidak... , kurasa.." jawab Ron.
"Dan untuk mengingatkan, rumah ku tak semewah rumah para Malfoy, so please no coment, Malfoy" singgung Ron saat Draco memperhatikan sekeliling rumahnya.
"Harus ku akui, rumah mu lebih bersih dari yang kubayangkan" Draco berkomentar pelan. Setidaknya itu hal baik yang bisa ia ucapkan saat ini.
"Tsk, sudah masuklah Harry" Ron tak mau mempedulikan Draco.
"Mana mione?" Tanya Harry.
"Di dapur, mempelajari ilmu yang kau ajarkan seminggu yang lalu" terang ron.
"Ilmu?" Draco membeo.
"Hem, cake berry saus vanila" terang Ron lagi menyindir kelakuan Draco yang membuat sahabat berkacamata nya itu menangis sesengukan dua-ah tiga hari yang lalu.
"Oh.." draco ber-oh ria.
'Salah satu Cake Experiment Harry di dapur' Draco membatin.
'Tak salah, itu sangat enak' akunya dalam hati.
"Aku akan melihat nya dulu" Harry berseru sambil berlalu ke dapur. Meninggalkan Draco dan Ron di ruang tamu.
Ron aga kikuk. Dari sejak masih di Hogwarts ia tak pernah suka pada orang dihadapannya. Tapi sekarang Draco adalah pasangan hidup Harry –sahabatnya. Tak bisa ia pungkiri kenyataan bahwa Malfoy adalah keluarga satu-satunya yang ada bagi Harry.
"Emm.. mau minum?" Tanya Ron memecah keheningan.
"Yah, apa saja boleh.." jawab Draco.
"Kau suka jus berry? Harmonie membawa banyak –tentusaja untuk latihannya. Tapi separuhnya ku buat jus" terang Ron.
"Tak buruk" balas Draco pelan seraya menerima gelas yang diberikan Ron padanya.
"Eh.. kurasa Harry membawa pengaruh baik untuk mu" ujar ron seraya menuangkan jus berry dari botol.
"Hem" jawab Draco separuh tak mengerti, separuh acuh.
"Hanya saja kau membawa pengaruh buruk untuknya" terang Ron.
"..Uh apa maksud mu?" Tanya Draco agak tersinggung.
"Dia jadi cengeng" jawab Ron. Sesaat Draco merasa kesal karena yang mengatakan itu adalah seorang Weasley, tapi kemudian ia ber'hn' ria membenarkan pernyataan Ron.
"Yah, kurasa kalian sudah baikan" ujar Ron mengingat tadi wajah Harry kembali ceria.
"Hem, kurasa begitu.." Draco menikmati minuman di gelasnya. Setelah percakapan mereka keadaaan menjadi sangat hening. Ron tentu saja masih agak kesal pada orang dihadapannya. Biar bagai manapun Harry sudah memilih draco sebagai pasangan Hidupnya. Jadi sudah sewajarnya Draco ersikap lebih baik pada Harry. Bukan malah melukainya seperti kemarin.
Lain Ron lain juga Draco. Pria keturunan satu-satunya keluarga Malfoy ini masih sibuk memikirkan kekasihnya. Apa saja yang dilakukan Harry saat ia tak ada, Harry makan dengan siapa, Hary tidur jam berapa. Begitulah isi pikiran Draco saat ini.
Tap! Tap! Tap! Tap!
Terdengar dua orang berjalan menghampiri ruang tamu dengan semangat.
"Tada!" sorak Harry dan Harmonie berbarengan.
"waw.. monie, nampaknya enak.." komentar Ron saat sepotong kue serba ping putih dengan hiasan bolu cran berry di setiap lapisannya berselingan dengan white cream juga chery dan saus stawberry sebagai topingnya disodorkan Harmonie padanya.
Sementara draco diam seribu bahasa karena terkejut Harry juga membawakan satu untuknya. Tapi beda dengan milik Ron.
"kau tahu aku, sweety" puji draco seraya memotong kecil cake di piringnya dan melahapnya dengan suka cita.
"black cake dengan coklat dan mulberry dan cream coklat tentunya" jelas harry.
"sweety.." panggil draco seraya menyodorkan potongan kedua di garpunya pada harry. Harry pun menerimanya dengan senang hati.
"uuuuuu~" goda harmonie melihat kemesraan sepasang kekasih dihadapannya.
"Ngomong-ngomong kenapa cakenya beda?, apa tidak repot?" Tanya Ron heran.
"No, aku buat sepotong ini khusus untuk Drac, well he is egoist after all, so it would be a trouble if im not make it different" jelas Harry seraya tersenyum memandang Draco yang masih menikmati cakenya.
.
.
.
~TOBICONTINUED~
Hyahhhhh, fic pertama ku di fandom harry potter... :D
Banyak typo kah? Banyak salahnya kah?
Penasaran cerita selanjutnya kah?
Nah hanya ada satu masalah yang pasti aku tahu sangat salah.. istilah berpindah tempat dengan sihir itu apa sih yang bener?. Karena gatau dan udah kucari tapi ga ketmu maka ku tulis aja "apparate" nyehehe, buat readers yang tau tolong kasih tau aku yah.. sankyuu :D
Mind give me some review?
Thankyou so much for all who read my fic.
Please leave me some review :D
And~ see you nex chapter :)
