-Tentang seseorang dengan julukan Casanova yang kehilangan orientasi normalnya-
.
Giacomo Girolamo Casanova, siapa yang tidak mengenal dia dengan 132 kisah cintanya? Lahir di Venesia di tahun 1725, ketika kota itu masih menjadi pusat kejahatan, judi dan karnaval. Seorang pria nakal, ahli wanita dan petualang seks. Pria yang akan mengatakan apapun untuk merayu dan meniduri wanita. Seorang penikmat minuman dan makanan di Eropa Tengah sekitar abad ke-18, pensiun untuk menuliskan petualangan seksualnya secara grafis.
Pada jaman milenium, casanova identik dengan kehidupan seorang pria flamboyan dengan banyak wanita di sisinya. Lambang bagi seorang keparat petualang seks. Sebutan untuk seorang yang satu tingkat lebih tinggi dibanding player. Tokoh dalam kisah ini salah satunya. Seorang player unggul dengan sebutan casanova kelas kakap.
Pagi ini seorang lelaki terbangun dengan pening teramat terantuk pada kepala. Entah sudah berapa banyak botol vodka yang masuk kedalam kerongkongan, ia mendengus sebal ketika mendapati dada besar wanita bertempel lengket disamping. Tidak menyangka dirinya berakhir dengan meniduri wanita untuk kesekian kali.
Memilih beranjak dari kasur untuk kemudian membersihkan diri. Lelaki itu menanam fokus pada bayang dicermin, mengagumi wajah tampan karya tuhan. Ia tersenyum miring tatkala menyadari betapa rapihnya pahat pada wajah, betapa mempesona dirinya, betapa menggiurkannya wajah seorang Kim Jongin, seorang berumur awal 20an dengan harta melimpah ruah.
.
.
CASANOVA
-Biancadeo-
.
Chapter One
.
"hey boy kali ini apa lagi?" Itu adalah Juno, satu sahabat setia Jongin yang juga seorang bartender kaya disebuah club malam langganan mereka. Orang tuanya adalah pengusaha kaya di China, maka sudah dipastikan menjadi seorang bartender hanya semata-mata mencari kesenangan pribadi.
"pekerjaanku menumpuk, berikan aku satu gelas vodka" Jongin menjawab dengan asal. Semenjak insiden yang merenggut nyawa kedua orang tuanya, Jongin menjadi pewaris tunggal dari semua timbunan harta benda milik keluarga itu. Tentu saja dengan prasyarat untuk menjadi pimpinan perusahaan diumur yang belia.
"bukankah besok kau ada rapat penting? Jangan mencari terlalu banyak masalah Kim" Juno beranjak mengambil satu botol vodka dengan label mewah favorite Jongin. Menuang isinya memenuhi ruang gelas yang tersedia, menyodorkan pada si tampan dengan senyum sinis terpampang jelas. Pasalnya, Jongin terkadang lupa membayar minumannya, membuat Juno harus merogoh kocek dalam karena tentu saja semua minuman yang dikonsumsi Jongin tidak berharga rendah.
"Aku tau, hey— apa aku bisa menggoda wanita disudut sana?" Juno mengalihkan manik pada arah telunjuk Jongin, memutar bola mata lelah ketika manyadari seorang gadis berdada besar mengerling kearahnya.
"aku hendak bertanya satu hal penting, sudah berapa lubang yang berhasil kau masuki tuan keparat Kim?" Kali ini Juno mendudukan diri, berhadapan dengan Jongin dan sebelah tangan menyangga wajah pada meja.
"entahlah, aku hanya belum menemukan lubang yang pas untuk penisku" Si tampan itu mulai mengambil gelas, mengosongkan isinya dengan sekali teguk.
"Oh kau benar-benar bajingan unggul" tangan coklat Juno mulai memainkan gelasnya asal, tidak karuan dengan apa yang ada pada otak burung si tampan kaya ini. Ia telah mengenal baik Jongin sejak bangku sekolah, anak itu pintar juga mapan. Sudah berapa banyak vagina yang berhasil ia bobol dengan mudahnya.
"bajingan unggul yang kaya raya, jangan lupakan itu" sombong Jongin. Juno tersenyum tipis sebagai respon kilas. Ia menghela nafas panjang setelahnya.
"berhentilah menyandang gelar sebagai casanova Jongin, itu perbuatan tidak baik" katanya sebelum tangan itu kembali menuang sisa vodka kedalam gelas kosong Jongin.
"sudah kukatakan, aku akan berhenti setelah menemukan lubang yang pas sebagai sarang penis berhargaku" lelaki itu menjawab dengan enteng, senyum miring tersungging pada wajah itu. Juno selalu tau senyum andalan Jongin yang membuat para wanita rela menurunkan bawahan mereka cuma-cuma.
"mungkin dubur sapi cocok untuk penis nista milikmu" balas Juno dengan malas, lelaki itu mulai jengah dan beranjak dari duduknya. Memilih pergi dari pada harus menjaga Jongin yang sudah setengah mabuk.
"Ah apa mungkin harus kumasuki juga lubangmu? Siapa tau kita cocok" Jongin tertawa lepas setelah mendengar sumpah serapah dari si lawan bicara. Menggoda Juno sudah menjadi rutinitas Jongin setiap saat mereka bertemu muka dan ketahuilah, itu cukup menghibur.
Kali ini Jongin melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Mengingat besok ia masih harus menghadiri rapat penting mengenai kelanjutan hidup perusahaan maka dirinya cukup normal untuk tidak berakhir dihotel dengan tubuh telanjang dan dada besar wanita didepan wajah ketika kali pertama membuka mata. Lelaki itu cukup bangga dengan sebutan casanova tampan dan mapan. pertanda tidak akan ada wanita yang serius dekat dengannya. Jika boleh dikata, Jongin muak dengan orang baru, mereka akan sama saja, datang dan pergi.
Ketika melewati sebuah tikungan, Jongin melihat segerombolan anak sekolah sedang beradu. Alisnya mengernyit kemudian melirik pada jam digital mobil, ia terkejut menyadari ini bahkan mendekati dini hari dan yang benar saja untuk apa anak berseragam masih berkeluyuran diluar rumah?
Menuruti rasa penasarannya, Jongin memutuskan untuk berbalik, menghentikan mobil disisi jalan kemudian melangkah keluar. Ini adalah pemandangan yang buruk dan merusak penglihatannya. Mereka satu lawan tujuh, sungguh drama anak sekolah memang tidak adil. Jongin berdecih pelan sebelum setelahnya menyematkan satu puntung rokok kedalam sela bibir.
"coba kalian beradu satu lawan satu, kira-kira siapa yang akan menang? Salah satu dari kalian, atau anak itu?" perkataan Jongin cukup mengalihkan perhatian mereka.
Anak-anak yang berseragam menggeram kesal, hendak melawan perkataan yang lebih tua namun urung ketika melihat Jongin mengeluarkan benda kotak pintar, kemudian mengancam hendak melapor pada pihak berwajib bahwa terjadi perkelahian tidak seimbang. Serentak wajah takut mereka menyeruak kepermukaan, kemudian tubuh berseragam itu berlarian menjauh. Tinggal sendiri seorang anak yang masih tersungkur ditanah dengan banyak luka dilebam disekujur tubuh. Anak itu terus mengaduh ketika mencoba untuk mendudukan diri. Sebenarnya Jongin ingin langsung pergi namun sialnya, ia mendapati mengikuti kata hati untuk sedikit memberi bantuan. Maka lelaki tampan itu membantu si anak berdiri. Anak ini masih terlalu muda, tingginya sebatas alis Jongin dan ia bahkan berani keluyuran pada jam seperti ini? Ah anak jaman sekarang benar-benar.
Anak berseragam itu berdiri kepayahan. Setelah berhasil menegakkan lutut dengan sempurna, hidung runcingnya dengan lancang mengendus kemeja mahal Jongin, membuat si empunya menerjab keheranan. Jongin memutuskan untuk menjauhkan diri ketika si muda terus saja mengendus bajunya seperti anak anjing mencari sumber pakan.
"baumu seperti vodka, kau pasti orang kaya. Bisa aku meminta satu batang rokok?" katanya. Si kaya melotot tidak percaya. Bukannya sebuah ucapan terimakasih yang ia dapat namun oh tuhan, a fucking cigarette? Anak ini mungkin mengalami gegar otak atau semacamnya ketika sedari tadi kena pukul.
"jadi— seperti ini cara anak sekolah berterimakasih?" jongin melihat anak itu menerjab polos sebelum setelahnya memiringkan kepala, manik si bocah melebar seperti terlintas sesuatu dari dalam otak dungunya.
"Ah iya, terimakasih sudah menolongku" bocah itu membungkuk sebentar kemudian tegap kembali. Tangannya menengadah, kembali meminta satu batang rokok pada Jongin.
"kau tidak akan menjadi miskin jika memberiku satu batang rokokmu tuan" Jongin berdecih setelahnya. Anak itu tidak tahu malu, wajahnya bahkan terkesan menantang saat meminta satu rokok dari kantong Jongin. Si tampan kaya ini menatap manik lawan bicaranya dengan remeh, sedikit iba ketika menangkap banyak luka menganga pada beberapa bagian tubuh itu.
"baiklah, akan kuberikan satu bungkus jika kau ikut denganku"
Jongin tidak habis fikir dengan kadar otaknya saat ini. Mendudukan diri ditempat teduh dengan seorang anak nakal, bahkan si tampan itu tengah sibuk membersihkan semua luka menganga pada tubuh anak ini. Tidak ada alasan khusus, hanya memastikan sesekali dalam hidup dirinya pernah berbuat baik. Ya, sesederhana itu.
Tidak terasa Jongin terlalu banyak menaruh fokus pada sosok disamping, anak ini memiliki proporsi tubuh yang bagus. Kulit putihnya begitu halus ketika bersinggung dengan milik Jongin. Pipinya sedikit berisi dengan alis tebal berhias pada dahi. Belum lagi bokongnya, begitu terlihat gembil dengan dua gumbalan daging besar, Ugh sungguh membuat Jongin meneguk ludah bulat.
"apa kau sedang menilai berapa kira-kira hargaku?" fantasi Jongin mendadak kabur ketika bocah itu kembali berbicara. Jongin mengernyit sebagai jawaban.
"mereka bilang tubuhku bagus. Kau tau, aku bisa mengubah semua orientasi normal hanya dengan satu desah" lanjutnya ketika dianggap Jongin tidak akan menanggapi pertanyaan pertamanya.
"Oh yeah? Sayangnya, aku menyukai dada yang besar" Jongin akhirnya menanggapi. Sedikit menahan tawa karena anak ini sungguh terlalu percaya diri, meskipun Jongin harus akui tubuh itu sedikit menantang bagi Jongin. Catat, hanya sedikit.
Si bocah mengendikkan bahu sebagai jawaban. Ketika menyadari seluruh lukanya sudah berbalut perban, ia segera beranjak kemudian merebut satu kotak rokok dari kantong kemeja yang lebih tua. Jongin sedikit terkejut namun setelahnya dirinya kembali tenang, tentu saja itu hanya sebungkus rokok, sangat tidak sebanding dengan harta tumpah ruah miliknya.
"namaku Do Kyungsoo. Terimakasih untuk semuanya" setelahnya si bocah menunduk sekilas, kemudian merogoh saku sebelah kiri. Tangan putih itu mengeluarkan satu benda kotak pintar keluaran lama dan menyodorkannya pada Jongin.
"berikan nomor ponselmu, aku akan mengganti semuanya ketika sudah punya uang" mendengarnya Jongin berdecih keras. Ia bahkan tidak berharap bertemu dengan bocah ini lagi. Namun pada akhirnya Jongin mengalah dan mulai mengetikkan beberapa digit angka. Setelahnya si kaya menyerahkan kembali ponsel itu kepada pemilik. Manik Kyungsoo mengernyit melihat nama yang tertera pada kontaknya yang baru.
"baiklah Kim Jongin-ssi, aku pasti akan menghubungimu, aku pergi, selamat malam" dalam hitungan detik Jongin mendapati punggung Kyungsoo sudah berlari menjauh ditelan gelap.
"yaya, aku akan mengurus semua dokumennya hari ini, siapkan semua proposalku untuk meeting siang nanti" jongin mendengus lelah setelah menekan warna merah pada layar ponsel. Kepalanya pening dan tubuhnya pegal dibeberapa bagian. Nanti malam Jongin berfikir untuk bercinta dengan satu lagi wanita berbuah dada besar.
Baru saja Jongin hendak beranjak meregangkan otot, ponselnya kembali berdering. Lelaki tampan itu gusar dan amarah memuncak, padahal pertemuan sialan itu masih akan berlangsung beberapa jam lagi namun ponselnya terus berdering tanpa ampun. Ia menyambar benda pintar itu dengan kasar, maniknya mengernyit heran ketika nomor tidak dikenal tertera pada layar. Dengan malas Jongin menggeser tombol hijau kemudian berbicara dengan orang disebrang.
Terjebak dikantor polisi tidaklah masuk dalam daftar jadwal Jongin hari ini, entah bagaimana otak dungu itu menuntun Jongin untuk datang atas dasar satu laporan bahwa seorang anak bernama Do Kyungsoo terjebak dalam satu lagi perkelahian dan melibatkan polisi. Kembali Jongin melihat anak itu penuh dengan luka lebam, sekilas wajahnya tetap berseri walau banyak dipenuhi bercak merah. Bagaimana wajah Kyungsoo kelak jika tanpa luka sialan itu menuntun rasa penasaran Jongin.
Si tampan kaya raya telah berhasil menyelesaikan perkara. Sementara Kyungsoo, anak itu terus saja menunduk dalam tanpa mengucap sepatah kata pun sejak kali kedua mereka bertemu. Jongin membuang nafas kasar, bersyukur karena meeting siang ini dibatalkan sehingga masalah Kyungsoo selesai dengan mudah. Anak itu ternyata jago berkelahi, karena berdasar pada pernyataan saksi mata terbukti bahwa Kyungsoo si biang keladi kali ini. Jongin memutar otak untuk kejadian beberapa hari yang lalu dimana kali pertama mereka bertemu, kenapa Kyungsoo tidak melawan kala itu jika memang ia pandai berkelahi?
"kau sungguh merepotkan, untuk apa menelfonku ha?" sentak Jongin. Sebenarnya ia tersulut emosi sejak awal, karena siapa pula Kyungsoo sehingga ia bahkan harus mengurus masalah anak itu sebagai walinya, tidak masuk akal.
"karena aku hanya menyimpan nomormu dikontakku" jawaban Kyungsoo berhasil membuat Jongin menganga. Seakan mengerti dengan tanda tanya pada raut wajah lelaki yang lebih tua, Kyungsoo kembali berucap
"aku tidak punya siapa-siapa lagi, jadi untuk apa aku menyimpan banyak nomor didalam kontakku" Setelahnya Kyungsoo menghembus nafas pelan. Kembali menunduk dengan memainkan dua jari manis miliknya.
"lalu untuk apa hanya nomerku yang kau simpan?" Jongin masih tidak habis fikir, dirinya juga sebatang kara namun ada banyak nomer yang tertera dalam kontaknya.
"karena aku punya hutang budi padamu dan aku berjanji suatu saat akan mengembalikannya, karena kau punya banyak uang yang bisa membuat semua urusan menjadi mudah, karena hanya kau yang aku fikirkan bisa menolong, karena aku sungguh akan masuk penjara jika kau tidak datang" nafas Kyungsoo tersengal. Suaranya mulai parau dan tanganya meremas pada ujung seragam. Anak ini mengingatkan Jongin pada masa dimana ia ada pada titik terendah. Kedua orang tuanya meninggal sekaligus dan Jongin hampir tidak makan selama satu minggu penuh karena depresi.
"hey calm dude, kau hanya menambah hutangmu dengan menelfonku" Jongin memilih untuk mencairkan suasana.
"Cih— bilang saja kau tidak ikhlas membantu anak kecil sepertiku"
"Ya! Dimana bisa kau temukan anak kecil yang bisa menghajar tiga orang dewasa sampai bonyok begitu ha?"
"mereka mengambil rotiku, aku mendapatkannya dengan susah payah!"
"kau menghajar mereka sungguh karena sebuah roti?" sejujurnya Jongin tidak terlalu memperhatikan perkara mengenai Kyungsoo, dirinya terlalu malas untuk mencerna setiap untai kalimat si saksi mata kemudian memilih menyelesaikan masalah dengan jalan tercepat.
"sudah kubilang aku mendapatkannya dengan susah payah, jadi itu bukan sembarang roti" Kyungsoo membuang wajah setelahnya. Tidak seperti si tampan Jongin dengan hobynya membuang harta, maka Kyungsoo adalah seorang pemuda miskin yang harus siaga 24 jam penuh untuk sekedar mengais sejumput koin.
"roti tetaplah roti Kyungsoo, tidak seharusnya kau seperti itu. Hey— bukankah seharusnya kau memanggilku dengan sebutan hyung. Aku lebih tua darimu!"
"harusnya aku memanggilmu Ahjussi"
"Ya! aku tidaklah setua itu!" Jongin melirik jam tangan sebelum setelahnya dirinya mengajak Kyungsoo beranjak. Anak itu tetap diam mengikuti Jongin seperti anjing majikan, karena apa lagi yang akan Kyungsoo lakukan mengingat tidak mungkin juga ia berangkat sekolah pada waktu seterik ini.
Kembali Jongin dibuat menganga oleh cara makan Kyungsoo. Anak itu seperti baru kali pertama melihat makanan setelah berbulan-bulan lamanya. Ini sudah piring kelima namun nafsu makannya belum terhenti, bahkan Jongin belum menghabiskan satu mangkuk pun.
"kau akan menghabiskan makananmu atau tidak?" Jongin sadar oleh pertanyaan si muda. Anak ini berbicara tidak terlalu jelas karena mulutnya dipenuhi oleh sisa makan, bahkan beberapa serpih nasi ikut menyembur kemeja, benar-benar jorok.
"untukmu saja" si kaya mendorong mangkuk besarnya kearah Kyungsoo. Ia merasa penuh dengan sendirinya begitu melihat betapa Kyungsoo makan seperti orang kesetanan.
Kepala Jongin terasa sakit, maniknya mulai berkunang dan keseimbangannya melemah. Untuk kesekian kali Juno membuang nafas kasar, mengurus si mabuk Jongin sungguh menambah daftar pekerjaannya. Bartender kaya itu secepat kilat menyambar tubuh itu ketika dirasa hampir oleng terjun kelantai. Si kaya meracau asal kemudian Juno mendudukan pelan dikursi terdekat. Banyak wanita yang datang kearah mereka, memanfaatkan Jongin yang setengah sadar untuk menghabiskan malam panas bersama. Baru saja tangan nista para jalang hendak bersentuh kulit dengan Jongin, bartender itu menepis semuanya dengan kasar. Memberi peringatan untuk mundur menjauh dan dijawab dengan decih sinis oleh para pemuja si casanova Jongin. Juno memutuskan untuk menelfon supir agar bisa membawa anak ini pulang selamat. Sesekali lelaki kaya itu harus belajar mengurangi kadar birahinya, julukan casanova benar-benar julukan terburuk yang bisa tersemat diantara nama Jongin.
Jongin menerjabkan maniknya pelan, sungguh berat dan menyakitkan ketika memaksa untuk bangun. Tidak heran lagi untuk menyadari bagaimana ia bisa sampai dimobilnya sendiri, karena siapa lagi selain Juno yang berani melakukan hal senekat ini tehadapnya. Seketika kerongkongan Jongin serak, ia butuh sesuatu yang bisa menyejukkan seisi kerongkongannya. Maka mereka memutuskan untuk menjalankan mobil lebih lambat agar tidak melewatkan sebuah minimarket.
Ketika manik Jongin menyapu pemandangan sekitar jalan, irisnya menemukan satu punggung yang terlihat familiar. Sontak ia meminta supir untuk lebih memelankan laju kendaraan, bergerak dibelakang mengikuti si target. Punggung itu milik Kyungsoo. Si pemuda berjalan pelan lengkap dengan sebuah jaket tipis yang membungkus tubuh apiknya. Jongin baru sadar jika saja celana Kyungsoo benar-benar sempit, bahkan bongkahan daging itu terlihat begitu menggiurkan dari jarak yang ia ciptakan. Membayangkan Kyungsoo meliukkan tubuh dibawah kuasa Jongin dan mendesah membuat celananya menyempit. Mungkin benar anak itu memiliki sihir atau semacamnya, sehingga meleburkan segala batas antara orientasi wajar dan tidak. Sekelebat ide bersarang didahi Jongin ketika memastikan Kyungsoo ternyata masuk kedalam sebuah minimarket untuk bekerja sebagai penjaga mesin kasir.
"aku bisa membayarmu lebih dari ini" imbuh Jongin ketika selesai dengan semua barang belanjanya.
"apa maumu?" tak disangka jawaban Kyungsoo terlampau sinis. Mungkin saja anak ini sudah menebak dengan asal bahwasannya Jongin benar tertarik dengan tubuh molek itu.
"aku sedang berfikir, berapa harga yang bisa kutawar untuk tubuhmu" seringaian muncul diantara sungging si kaya. Kyungsoo terdiam, maniknya menatap Jongin tajam.
"kau bilang menyukai dada yang besar" Jongin tampak sedikit tertegun dengan jawaban si muda. Sejujurnya Jongin juga merasa aneh, maniknya selalu menjadi buta tatkala berhadapan dengan dada besar wanita, namun kali ini dua bongkahan daging besar milik Kyungsoo lebih menggiurkan.
"bokongmu lebih menggoda, sayang" kali ini jemari Jongin meraba pipi Kyungsoo sedikit seduktif. Tidak berlangsung lama karena setelahnya Kyungsoo menepis kasar.
"aku butuh banyak uang" katanya. Anak itu kemudian tersenyum remeh.
"aku bisa menanggung seluruh biaya sekolahmu sampai lulus. Bukankah itu menarik?" jongin tersenyum bangga ketika menyadari Kyungsoo sedikit menghentikan kegiatannya memasukan beberapa belanjaan Jongin kedalam sebuah kantong plastik. Manik itu balik menatap Jongin.
"itu tawaran yang menggiurkan, tapi aku tidak tertarik" diluar dugaan. Ini kali pertama ia ditolak, bahkan oleh seorang anak ingusan. Biasanya akan ada banyak wanita yang mengantri, menjatuhkan harga dirinya agar dapat disentuh oleh si tampan Jongin, namun kali ini ia bahkan ditolak oleh anak miskin seperti Kyungsoo, dan itu membuatnya geram.
"bagian mana yang tidak menarik dari tawaranku?" jongin mencoba lebih sabar. Keinginannya untuk menghapus jengkal antara bibirnya dengan bibir Kyungsoo begitu kuat. Maka ia harus mendapatkan laki-laki ini.
"tubuhku terlalu berharga untuk menjadi santapanmu tuan" jawab Kyungsoo enteng. Tanpa si muda ketahui, Jongin kini sedang menahan seluruh puncak amarahnya. Ia mengutuk Kyungsoo dalam hati. Namun senyum tetap terpancar pada kedua sungging itu, dirinya meyakini dalam hati bahwa cepat atau lambat Kyungsoo akan mengemis padanya, persis seperti jalang diluaran sana.
"kau tidak minum?" Juno duduk disebelah Jongin, meneguk minumannya dengan cepat. Kali ini keduanya hanya memanjakan diri. Menjadi pengamat liak-liuk tubuh diantara remang club malam. Sesekali Jongin berdecih jijik ketika beberapa mata mengarah centil padanya. Hari ini adalah yang terburuk, pekerjaannya terganggu dan itu membuat Jongin malas untuk sekedar menegak minuman atau semacamnya.
"aku sedang malas, adakah mainan lain yang bisa kumainkan kecuali jalang-jalang ini?" Jongin menegakkan punggung, mengusir beberapa wanita yang berhasil bersinggung kulit dengannya.
"Oh boy hentikan, apakah ibumu juga kau panggil dengan sebutan itu?" Jongin memilih tak menanggapi. Jemarinya lihai memainkan batang rokok sebelum setelahnya kembali menyelipkan benda laknat itu diantara bibir.
Beralih sibuk dengan rokoknya, si tampan mengedarkan pandangan pada sekeliling. Beberapa pelayan tampak sibuk dengan gelas kosong serta nampan ditangan. Manik Jongin tiba-tiba membulat, menyadari ada sosok yang diyakini adalah bocah nakal yang menolaknya beberapa hari lalu. Anak itu berbalut seragam pelayan dengan beberapa gelas kotor ditangan kanan.
Jongin meremas kaca gelas dengan erat ketika pemandangan yang buruk masuk pada indra penglihatannya. Kyungsoo berdiri disana dengan santai, berjalan kesana kemari diantara beberapa pandangan penuh birahi. Sesekali langkahnya dihadang oleh para pemuda yang haus akan seks, manik mereka terlihat jelas terus memandang area bawah Kyungsoo bahkan tanpa rela berkedip. Jongin geram, kemarin anak itu menolak mentah Jongin dengan segala sisa martabatnya, namun saat ini ia bahkan berani bekerja kemari dan menjajakan tubuh dengan murah diantara para sialan itu.
Kyungsoo hendak membersihkan meja selanjutnya ketika beberapa lelaki dengan raut menggoda menghadang jalannya. Anak itu tidak bodoh untuk mengetahui beberapa pasang mata yang sedari awal menaruh fokus penuh pada setiap gerik tubuhnya, namun Kyungsoo tidak ingin terkecoh. Ini haru hari pertama bekerja dengan gaji yang dijanjikan setidaknya lebih dari cukup daripada pekerjaan paruh waktu. Jadi Kyungsoo harus bertahan. Menahan segala hasrat emosi walau batinnya benar ingin menghajar orang-orang ini sampai mati ketika bahkan mereka berani menggoda.
Anak itu tidak ingin menggubris beberapa tubuh yang menghadangnya, maka ia memilih jalan lain untuk melanjutkan langkah. Namun belum sempat kakinya terangkat, ada satu tangan besar yang mencekal. Tubuh mereka berdekatan dengan intim, Kyungsoo bahkan bisa merasakan hawa menjijikan dari orang itu. Si laki-laki menyerinai ketika mendengar Kyungsoo menggeram rendah merasakan sakit pada pergelangan tangan. Orang-orang ini mungkin saja akan menerkam Kyungsoo beramai-ramai, memasuki lubangnya bersamaan setelahnya membuang tubuh itu ke semak-semak. Kyungsoo bergidik memikirkan bagaimana nasibnya kelak, tidak memungkiri bahwa ia merasa takut. Sungguh, yang benar saja, mereka adalah enam orang dewasa berbadan besar. Mungkin beberapa diantaranya sudah beristri atau bahkan memiliki anak.
"hey bocah, berapapun hargamu akan kami bayar bagaimana?" salah satu dari mereka berucap seduktif mendekat pada lubang telinga.
"jauhkan tangan menjijikan ini dari tanganku" jawabnya. Walaupun nada bicara Kyungsoo terlihat ketus, namun sirat akan ketakutan itu tidak tersaring. Terdengar dengan jelas bagaimana aksen getar itu mendominasi suaranya. Lawan bicara Kyungsoo terkekeh, mungkin saja lelaki ini tengah mengejek seberapa tinggi martabat seorang pelayan club malam jika sudah berhadapan dengan lembaran won.
Belum sampai lelaki garang itu mendekatkan lagi bibirnya ketelinga si pelayan, Jongin menarik pergelangan tangan Kyungsoo menjauh. Sirat keterkejutan bernaung pada manik bulat yang lebih muda ketika berhasil bersitatap dengan Jongin. Mereka terdiam beberapa saat sebelum akhirnya Jongin membuang rokok kelantai, memberi tatap nyalang pada segerombolan pria yang bahkan sampai saat ini masih tak rela berkedip menatap semua lekuk tubuh Kyungsoo.
"dia milikku, cari milikmu yang lain" Jongin menggeram ditempat, memberi peringatan lawan bicaranya untuk mundur. Tentu saja orang-orang itu menurut, siapa yang berani melawan Kim Jongin beserta semua kuasanya.
Keduanya bersandar disisi mobil mewah si kaya. Kyungsoo masih diam sejak tadi, cengkraman tangan putih itu pada ujung kemeja Jongin masih bertaut. Lelaki yang lebih tua mendengus sebal, pasalnya tidak ada niatan sama sekali untuk menolong Kyungsoo, hanya saja ada sesuatu dari diri Jongin yang tidak menyukai pemandangan seperti Kyungsoo yang digoda dengan murah oleh orang-orang tua seperti tadi. Baginya Kyungsoo adalah anak sekolah yang hanya berteman dengan sepi. Siapa yang tahu anak manis ini memiliki tubuh yang seksi dan jago berkelahi.
"kau menolak tawaranku kemarin tapi menjajakan tubuhmu disini?"
"aku bekerja. Aku butuh uang" Jawab Kyungsoo terlampau cepat. Ia sudah menebak akan sesuatu bahwasannya Jongin akan bertanya hal seperti ini.
"aku bisa memberimu. Berhenti dari pekerjaan ini" Jongin menarik wajah Kyungsoo, sedikit tertegun karena manik itu begitu jernih bahkan Jongin bisa melihat bayang dirinya dari kedua iris Kyungsoo.
"aku hanya ingin mencari uang untuk hidup tanpa menjajakan tubuhku!" anak sekolah itu memberi tatap nyalang pada manik yang lebih tua. Tatap ini adalah yang pertama untuk Jongin, dua buah manik yang penuh dengan sirat benci berpadu luka. Lelaki kaya itu berusaha melembut, mungkin ini adalah bayang dirinya semasa dulu. Kyungsoo sama sepertinya, mereka sebatang kara. Hanya saja, Jongin lebih beruntung karena terlahir diantara timbunan harta. Sementara anak ini, tunggu— berapa pekerjaan yang dia punya ngomong-ngomong?
"cari pekerjaan lain kalau begitu" kembali si kaya menyebar asap rokoknya, mengalihkan fokus dari manik luka si muda.
"dimanapun aku bekerja, lambat laun kalian akan tetap berlomba menawar tubuhku"
"salahkan tubuhmu yang begitu menggoda!"
"kau tidak membantu sama sekali"
"aku bahkan tidak berniat membantu" Kyungsoo melengos ditempat mendengar kalimat terakhir Jongin. Dirinya baru akan melangkah pergi namun urung ketika kembali pergelangannya dicekal kasar oleh tangan besar pemuda disebelah.
"mau kemana kau?" Kyungsoo mengkerutkan alis sebelum akhirnya menjawab
"kembali bekerja tentu saja"
"tidak, kau pulang denganku" kalimat Jongin mutlak masuk pada indra pendengaran si muda. Tanpa peringatan Jongin menarik pergelangan itu masuk kedalam mobil. Perlu tenaga untuk membuat anak ini menurut, pasalnya Kyungsoo meronta menolak mentah perintah mutlak si kaya.
"aku akan mengantarmu pulang" perintah kedua Jongin ketika keduanya sudah duduk didalam mobil. Kyungsoo membulatkan maniknya.
"kau gila?! Jika aku pulang, aku tidak dapat uang!"
Pada akhirnya semua berontak Kyungsoo berakhir, anak itu lelah dengan sendirinya. Memilih mengamati jalan sekitar dengan sesekali memberi petunjuk kepada Jongin arah rumahnya.
Mobil mewah itu tiba pada sebuah gang kecil diantara pertokoan padat penduduk. Kyungsoo mengatakan bahwa rumahnya masih jauh didalam gang, kendaraan tentu saja tidak bisa masuk kedalam sana. Namun Jongin memaksa untuk mengantar bocah itu sampai pada pintu rumah, dan Kyungsoo hanya mencibir sebagai respon. Setidaknya ia telah memperingati Jongin untuk tidak ikut masuk, dan benar saja Jongin sedikit menyesal setelahnya. Menaruh fokus penuh pada sepatu berlabel mewah yang kini ternoda dengan lumpur. Mulutnya berasap sembari mengutuk masih ada saja tempat seperti ini diantara gemerlap mewah kota indah Seoul.
"bagaimana jika kau tinggal dirumahku saja?" tawar Jongin ketika kali pertama ia mendudukan bokong pada lantai rumah itu. Bangunan tempat tinggal Kyungsoo teramat sederhana. Hanya sebuah ruang kosong dengan sedikit perabotan kumal. Retak dinding tercetak dibeberapa bagian, juga catnya bahkan rontok mengelupas. Jongin tidak membayangkan bagaimana nasib Kyungsoo ketika musim dingin tiba, karena asal kalian ketahui tidak ada pemanas ruangan didalam rumah ini.
"agar kau benar-benar bisa mencicipi tubuhku?" ujar si muda sebelum setelahnya ikut duduk disamping Jongin.
"tidak, hey kita buat kesepakatan"
"apa maksudmu dengan kesepakatan?" manik Kyungsoo menyipit. Tersirat banyak keraguan dari kedua iris itu. Kyungsoo tidak lagi memiliki siapapun, dan percaya pada orang asing seperti Jongin bukanlah pilihan yang tepat.
"begini, kau tinggalkan tempat ini dan semua pekerjaanmu, kau akan mendapat pekerjaan dan tinggal dirumahku bagaimana?" Jongin berujar. Ia sendiri bahkan tidak mengerti air apa yang sedang mengalir pada kepala, menawarkan anak ini tempat tinggal juga pekerjaan membuatnya merasa sudah melakukan hal yang tepat.
"pekerjaan macam apa itu?"
"bekerja denganku tentu saja, kau bisa mengerjakan semua pekerjaan kantor, membantuku menyusun bahan untuk presentasi, mengetikan beberapa file penting yang kubutuhkan. Tunggu— kau perlu belajar giat, lulus dengan nilai baik dan kuliah ditempat yang bagus, kau bisa mengabdikan dirimu diperusahaanku sebagai gantinya. Bagaimana?"
"itu semua pekerjaanmu. Kau hanya malas mengerjakan dan menyuruhku, itu sama saja dengan pembantu!" Kyungsoo berdecih setelahnya.
"yasudah jika kau menolak, aku tidak keberatan sama sekali" Jongin kembali menyelipkan satu batang rokok, menegakkan lututnya beranjak untuk pergi.
"hey, aku tidak bilang akan menolak" Kyungsoo ikut berdiri, menghadang langkah si kaya. Lelaki muda itu bersiap untuk kembali melontarkan satu kalimat
"kau tau, itu tawaran yang benar-benar bagus. Hanya saja—" Belum sempat Kyungsoo melanjutkan untai kalimatnya, Jongin menginterupsi
"hanya saja apa? Kau masih berfikir aku akan tertarik padamu?"
"Cih, kau memang tertarik padaku" anak itu menarik ujung kemeja Jongin, memaksa si lelaki kaya untuk kembali duduk sebelum kembali berbicara
"hanya saja, untuk apa kau melakukan itu? maksudku— aku bukanlah siapa-siapa. Aku tahu kau sebenarnya tidak membutuhkan asisten, kau hanya ingin menolong. Jadi— untuk apa?"
Jongin menerjabkan maniknya lambat. Asal anak ini ketahui, ia sendiri juga tidak tahu menahu perkara isi otaknya. Namun sungguh, Jongin butuh seorang asisten. Seseorang yang dapat mengatur semua pekerjaan ketika dirumah, karena melelahkan menjadi seorang pimpinan dengan seonggok kertas tugas yang terus menumpuk setiap jamnya.
"tidak ada alasan khusus, hanya— karena kita sama. Kita sebatang kara dan sejujurnya aku seperti melihat diriku sendiri ketika sedang berhadapan denganmu" orang kaya itu menjawab tanpa menaruh fokus pada manik lawan bicara.
Kyungsoo menaikan sebelah alis sebagai respon, ia tidak ingin ambil pusing dengan segalanya. Berharap dalam hati bahwa menerima tawaran orang ini tidak akan menjadi sebuah perkara.
Ini baru hari keempat Jongin memutuskan untuk membawa bocah miskin itu tinggal di rumahnya, namun siapa yang tau penyesalan telah tertimbun didalam hati. Pasalnya Jongin menyukai keteraturan, ia selalu rapih dalam melakukan berbagai hal. Tapi Kyungsoo tidak. Anak itu tetaplah anak sekolah yang selalu bangun siang, terlambat setiap kali berangkat dan jorok terhadap beberapa hal.
Jongin bisa akui bahwasannya Kyungsoo anak yang pintar, ia bahkan bisa cepat mengerti semua pekerjaan Jongin dalam satu malam. Mengerjakan sisa bahan presentasi sampai menyusun semua proposal, bahkan tulisan tangannya lebih rapih dari pada sekretaris Jongin dikantor.
"hey kyungsoo aku tidak pulang malam ini" Jongin berkata acuh sembari menggulung lengan kemejanya keatas. Anak itu tetap sibuk dengan layar ditelevisi, maka Jongin memutar bola mata malas, ia berjalan dan menekan tombol off pada remote, membuat si muda menyemburkan protes.
"aku tidak pulang malam ini, dimana kau letakkan berkasku kemarin?"
"ada dikamar, carilah sendiri! Hey— kemarikan benda itu!" Kyungsoo melengking ketika Jongin menyeret langkahnya menuju kamar si muda tanpa mengembalikan remote itu kembali.
Ini bahkan baru kali pertama Jongin masuk kedalam kamar Kyungsoo, seperti dugaannya ruangan ini begitu berantakan. Lihat saja, buku dan pakaian berserakan dimana-mana. Ketika Jongin menemukan apa yang dicari, si kaya itu mengalihkan fokus pada selembar kertas yang terselip diantara selimut. Mengikuti hasratnya untuk menarik selebaran kemudian meniti keseluruhan yang tertera.
Ini adalah harinya, hari dimana Kyungsoo akan menyanyi diantara pandang manik penonton pada acara tahunan sekolah. Ajang bakat yang diadakan secara rutin guna menunjukan beberapa potensi anak didik, melibatkan beberapa tamu penting serta wali setiap murid. Kyungsoo tidak pernah mempunyai seseorang yang akan datang sebagai walinya, karena tentu saja ia sebatang kara dan siapa yang mau menjadi wali seorang anak badung yang hanya terlambat setiap hari seperti dirinya. Kyungsoo selalu sendirian, hidupnya hanya untuk bekerja dan belajar. Akademiknya bagus, namun ia tergolong anak nakal yang selalu mencari perkara.
Setiap perayaan ajang bakat, anak itu kerap menjadi sorotan karena pita suaranya memproduksi alunan seidah pelangi sore, semerdu kicau burung pagi hari serta meleleh bak senja yang menyimpan segudang bias. Namun miris, tidak pernah ada seorang yang menyambutnya ketika turun dari panggung. Ia selalu sendirian dan menarik pandang beberapa orang yang menatapnya iba. Hari ini terjadi lagi, sebuah ajang bakat yang lambat laun membuat Kyungsoo muak. Sekolah akan tetap menjadikannya sebagai penyanyi puncak, dan Kyungsoo tentu akan melihat lagi kursi walinya yang selalu kosong.
Kaki putih itu melangkah menaiki tangga menuju panggung, berbalut rapih kemeja biru tua dengan jas hitam gelap sebagai luaran. Diatas panggung, anak itu disambut oleh suara nyaring para teman wanitanya, Kyungsoo jelas tampan tentu saja. Ketika manik itu mencoba untuk berani menyapu kearah penonton, irisnya membola. Kursi itu tidak lagi kosong. Ada seseorang disana. Seorang lelaki tampan lengkap dengan seluruh kemewahannya. Orang itu adalah si tuan kaya raya Kim Jongin, duduk manis dengan satu bucket bunga ditangan kanan. Bibir itu menciptakan lengkung sempurna. Mata elangnya mengerling kearah Kyungsoo.
Baru kali ini Jongin melihat senyum rekah Kyungsoo. Anak miskin itu tersenyum begitu cerah setelah melihat Jongin duduk disana. Ketika si kaya mendengar setiap alunan nada milik Kyungsoo, tidak memungkiri apapun bahwa amazing adalah satu kata yang paling pas terucap saat ini.
"Cih— lihat dia, begitu sombong dengan suara itu" Jongin bermonolog kemudian terkekeh setelahnya.
"Hyung!" bocah berumur belasan tahun itu berlari kearah Tuan kaya raya Kim. Tangannya terlentang melayang diudara, bersiap untuk menghamburkan tubuh pada sosok disebrang. Kyungsoo memeluk Jongin erat, menanamkan wajah pada belikat si kaya.
"kau datang! Aku tidak percaya kali ini ada yang datang untukku! Aku senang sekali!" suara Kyungsoo teredam pundak Jongin. Lelaki kaya itu tertegun sejenak, menyadari betapa menyedihkan nasib Kyungsoo.
Sejujurnya Jongin ragu ketika kertas edaran itu ada dihadapnya. Disana tertera satu undangan ajang bakat untuk wali murid milik Kyungsoo. Tentu saja anak itu hanya menyimpannya, siapa yang akan datang jika tidak memiliki siapapun. Pada akhirnya, Jongin memilih mengikuti kata hati.
Disinilah ia sekarang, berpelukan dengan Kyungsoo diantara anak lain yang juga sibuk bergurau dengan keluarga masing-masing. Otak Jongin kembali berisikan Kyungsoo, bagaimana anak itu bertahan diantara kesendirian bertahun-tahun lamanya. Bukankah itu sungguh menyakitkan?
"hey hey aku akan mati karena sesak bernafas, lepaskan anak bodoh"
"tidak mau! Ini kali pertama aku berpelukan setelah ajang bakat, kau tahu hyung biasanya aku hanya melihat mereka yang memiliki keluarga lengkap" rengek si muda. Jongin memilih mengalah, membiarkan anak itu bersarang diantara pelukan mereka. Kyungsoo bukanlah anak yang akan bermanja ria seperti saat ini, sekilas Jongin mampu menerka bahwa si muda adalah seorang tertutup. Membangun batasan berdinding tebal dengan banyak sekat.
"ngomong-ngomong sejak kapan kau memanggilku Hyung?"
"sejak sekarang. Mulai saat ini aku akan memanggilmu hyung— atau bagaimana jika ahjussi? Atau Samchon?" Kyungsoo tergelak setelahnya, membiarkan umpatan Jongin memenuhi gendang telinga.
Ini adalah awal mula dimana seorang casanova kelas kakap jatuh dalam pesona seorang anak lelaki miskin. Berulang kali menawar harga tubuh si anak badung namun tak diindahkan sama sekali. Si casanova tampan berusaha untuk tetap menyukai dada besar wanita sebagai peralihan, namun sekuat apapun batinnya mengelak, dua bongkahan besar milik si miskin tetap mengubah arah orientasinya.
.
.
.
To be Continue..
.
.
Haloo, sebelumnya terimakasih kalau-kalau dari kalian banyak yang mau menyembatkan diri membaca cerita ini, semoga banyak review kritik dan saran hehe:)
See youu!
