Awalnya, aku menyukainya. Tapi, seiring dengan berjalannya waktu, hatiku berkata lain. Jauh berbeda dengan apa yang aku harapkan.
Lovely Days
Naruto © Masashi Kishimoto
Lovely Days / Sakura Zensen © Oobayashi Miyuki
#1 Day: Prolog
Krek. Hinata membuka pintu apartemennya, melangkah keluar, selayaknya gadis normal lainnya, bangun pagi dan pergi ke sekolah.
Krek. Disaat yang sama, tetangga sebelah juga membuka pintu apartemennya. Sesosok laki-laki berambut biru yang mencuat ke atas, melirik Hinata dengan agak ragu.
"Pa.. pagi," sapa Hinata.
"…Pagi." Ujar Sasuke setelah ragu sejenak. Tampangnya memperlihatkan kalau dia merasa risih. Ya, itulah Sasuke, tetangga Hinata. Awalnya, mereka selalu bermain bersama. Tapi, sejak memasuki SMP, hubungan mereka menjadi kaku. Mereka selalu berangkat ke sekolah bersama—atau lebih tepat dikatakan, kebetulan bersama.
Rambutnya yang halus... Sikapnya yang selalu cuek... Sosok yang membuat semua orang ingin melihatnya... 'Aku tahu kalau dia sangat cuek padaku. Tapi, dialah orang yang kusukai.'
.L.D.
'…Saat bertemu Sasuke, aku merasa senang sekaligus sedih.'
"Hei, Hinata!" Sapa Tenten dengan cepolnya yang biasa diandalkannya untuk menjadikannya berbeda.
"Ng? Apa, Tenten?" Tanya Hinata sambil menggigiti ujung pulpennya.
"Anu, punya pulpen hijau, 'kan?" Tanya Tenten sambil mengulurkan tangannya.
"Iya, untuk apa?" Tanya Hinata sambil mengeluarkan pulpen hijau dari tempat pensilnya.
"Aa.. aku nggak bisa bilang," ujar Tenten berusaha merebut pulpen hijau itu dari tangan Hinata. Hinata menangkis tangan Tenten, "kalau gitu nggak boleh pinjam," ujar Hinata sambil memainkan pulpen hijau itu.
Tenten yang tidak bisa merebutnya dari Hinata, "iya deh, aku bilang!", Hinata pun mulai semangat, "iya, apa?"
"Ramalan ini lagi nge-tren belakangan ini. Tulis nama orang yang kita sukai di penghapus, lalu tutup dengan bungkusannya. Katanya kalau memakai ini tanpa diketahui orang lain, cintanya bisa tersampaikan..." Ujar Tenten, bercerita dengan antusias. Hinata yang mendengar hanya terkagum.
"Aku suka sama Naruto, jadi, tolong, dong!", bisik Tenten dengan memohon, yang dijawab OK oleh Hinata. Naruto itu cowok pendek yang duduk sebangku dengan Hinata.
"Tapi kok kau suka sama Naruto, sih...? Walau wajahnya manis, tapi 'kan sifatnya buruk!" Keluh Hinata.
"Mungkin Hinata nggak tahu, tapi Naruto itu sebenarnya keren...! Saat ini sedang banyak dibicarakan antara Sasuke dan Narutp, siapa yang diangkat menjadi anggota reguler di klub basket putra." Jelas Tenten.
"Akh! Dia bertanding dengan Sasuke? Yang setinggi itu?!" Ujar Hinata tak percaya.
"Akh! Kayaknya aku dengar suara yang menyebalkan..." DUGH!
"Kenapa sih kau ribut terus soal tinggi badan, dasar cewek raksasa!" Salah satu cowok yang sedang dibicarakan, muncul, Naruto.
Sambil menatap sinis, Hinata menggaruk-garuk kepalanya yang baru saja ditendang, "Kau bisa ya menendang gadis cantik begini..."
"Yang lebih tinggi dari aku nggak kuanggap cewek, tahu!" Ujar Naruto sambil mengambil posisi duduk di sebelah Hinata.
"Tinggiku 'kan 165 cm. Kau saja yang pendek!" Elak Hinata.
"Hah? Padahal di dunia ini banyak cewek yang imut seperti Tenten. Tapi, kenapa di sebelahku cewek raksasa ini? Jangan ngedeketin aku terus, dong! Risih!"
'Cowok ini...! Aku tidak mengerti dengan selera Tenten...'
.L.D.
"Karena itu X sama dengan 7... Maka Y akan..." ucap-ucap Sang Guru di depan kelas. Hinata membuka tutup pulpen hijaunya, 'Oh iya... Ramalan penghapus itu, ya. Aku tidak percaya...' Walaupun tidak percaya, Hinata tetap melakukan apa yang tadi dikatakan Tenten tentang ramalan itu. Spontan, nama yang ditulis di penghapus itu adalah... Uchiha Sasuke.
Merasa tidak percaya dengan apa yang telah dilakukannya, Hinata menggenggam penghapusnya erat-erat.
"Hei, cewek raksasa, pinjam penghapus dong!" Bisik Naruto sambil mengulurkan tangannya ke arah Hinata. Hinata kaget seketika.
"Eng… Gimana, ya, mau kupakai," ujar Hinata gugup.
"Bodoh, nggak usah begitu, cepat pinjam!" Penghapus itu dirampas oleh Naruto, Hinata hanya kaget, takut, dan pasrah. Lalu, Naruto membuka bungkus penghapusnya…
"Ini… Ramalan yang belakangan ini lagi nge-tren, 'kan?" Ujar Naruto tersenyum sinis sambil menunjukkan penghapus yang terdapat nama Uchiha Sasuke.
.L.D.
'Aduh… Aku benar-benar sial!''
"Kumohon, jangan bilang siapa-siapa!" Mohon Hinata di atap sekolah.
"Eeh, gimana, ya... Begini saja, deh, aku saja yang menyampaikan perasaanmu, aku 'kan dekat dengan Sasuke." Ujar Naruto dengan senyum sinis.
"Hentikan! Kumohon jangan seenaknya menyampaikan perasaanku!" Teriak Hinata sambil menggenggam erat lengan baju Naruto.
"Jangan bilang... Aku tahu dia sedang menghindariku..." Mata Hinata mulai berair, salah satu jurus ampuh untuk menyentuh hati seseorang. Tapi ini bukan disengaja, Hinata benar-benar menangis, Hinata benar-benar takut.
"Karena itu... Kumohon, kumohon... Akan kulakukan segala keinginanmu, tapi..." Ucap Hinata yang berhenti karena isak tangisnya.
Naruto hanya termenung sesaat, "benar nih, semauku?"
'Ukh. Salah ngomong!''
.L.D.
Semuanya Hinata. Setiap Naruto berbicara, pasti ada Hinata. Membelikan roti, menyontek PR, semuanya, Naruto selalu memerintah Hinata sejak itu.
"Selesai klub, bawakan aku manisan lemon, ya!" Satu lagi perintah dari Naruto.
"Ma.. manisan lemon itu apa...?"
"Haah?! Kau nggak tahu?!"
.L.D.
Malamnya, "hmm. Ini dibelah?" Ujar Hinata pelan sambil membelah lemon.
"Nggak bisa memotong dengan bagus. Kumpulkan jadi satu... Taburi gula, dan simpan di kulkan semalaman."
"Bukannya yang begini biasa dilakukan pacar? Kenapa harus aku yang begadang untuk melakukannya?" Keluh Hinata.
'Aku harus tahu kelemahan Naruto, nih. Harus mengubah kedudukan. Aku tidak tahu sampai sejauh mana dia memanfaatkanku...'
.L.D.
Hari berikutnya, Hinata membawa manisan lemon yang diminta, ke Aula Basket.
"Ba.. banyak sekali pendukungnya...", gumam Hinata, terkagum.
"Naruto!" Teriak para penonton bersorak-sorai. Naruto tengah membawa bola, keringat sudah bercucuran banyak.
"Sasuke!" Oper Naruto serius memandang ke depan, tanpa melirik Sasuke terlebih dahulu.
"Nice, Naruto!" Teriak Sasuke.
'Mustahil. Dia mengoper tanpa melihat orangnya?', batin Hinata.
Sasuke melompat, dan melakukan shoot, dan masuk, disusul dengan tepuk tangan meriah dari para penonton. Sasuke menghampiri Naruto dan mereka toast bersama.
'Hebat! Ternyata benar, yang dikatakan Tenten waktu itu. Sasuke dan Naruto benar-benar jago!'' Benak Hinata sambil termangu, menatap keduanya.
"Tapi, sayang sekali, ya. Harus memilih salah satu diantara mereka untuk dijadikan anggota tim reguler," ujar seorang siswi yang tengah menonton. Hinata yang kebetulan mendengarnya, hanya terkejut.
'Sejago itu hanya ada satu orang yang bisa masuk tim inti?'
"Latihan hari ini selesai!" Ujar Sang Pelatih.
Naruto berlari, menghampiri Hinata, "hei, Hinata, kau sudah bawa itu, 'kan?!" Otomatis, semua perhatian para siswi, mengarah ke Hinata dengan tatapan sinis.
"I... Iya. Ini..." Ujar Hinata pelan, agak takut dengan pandangan sinis dari sekelilingnya. "Mana? Mana?" Tanya Naruto penasaran.
Setelah menerima kotak makanan yang dibawa Hinata, Naruto langsung membukanya dengan tidak sabaran. "Uwa...! Apa ini...?! Motongnya saja nggak benar. Kulit lemonnya nggak usah dikupas!" Komentar Naruto sambil mencicipi manisan lemon itu.
"Eh? Yang benar...?" Tanya Hinata, agak kesal.
Setelah beberapa saat Naruto mencicipi, "a…Asam! Ini sih kurang gula!"
"Ka… Kayaknya aku sudah masukin lumayan banyak, deh!" Elak Hinata.
"Dasar! Semudah ini nggak bisa bikin dengan benar? Kelebihannya cuma badan besarnya saja!" Itulah dua kalimat yang menusuk-nusuk Hinata.
'Padahal aku sudah susah payah membuatnya…' Komentar Hinata dalam hati, yang sedang melirik Sasuke. 'Sasuke melihat ke arah sini... Apa dia kesal, ya?' Sesaat kemudian, Sasuke yang menyadari kalau Hinata tengah meliriknya, membuang muka. 'Sasuke...', benak Hinata dengan tampang kusut.
"Hei, Hinata dengar nggak, sih? Mungkin gulanya harus dibuat lebih meresap lagi!" Ujar Naruto sambil mengembalikan tempat makanan Hinata.
"I... Iya, maaf. Lain kali nggak gitu lagi. Yang sekarang nggak usah dipaksa habisin. Lho?" Hinata melirik tempat makanannya, yang sudah bersih tanpa pemandangan lemon yang berantakan. "Kau makan semuanya?!" Tanya Hinata terkejut.
"Lemon 'kan dimakan mentah juga bisa." Ujar Naruto dengan wajah memerah.
'Tidak menyangka... Dia akan memakan semuanya...'
.L.D.
"Lemonnya tidak usah dikupas, gulanya lebih banyak..." Hinata kembali mempraktekan memasak manisan lemon di dapurnya. "Yup! Dengan begini, dia tidak perlu berkomentar lagi!" Ujar Hinata dengan senyum kemenangan.
Ting tong. "Hinata, Ibu sedang mandi, tolong bukakan pintunya!" Teriak Ibu Hinata dari kamar mandi.
"Baik, Bu!" Segera, Hinata keluar dan membukakan pintu, "siapa, yaa..." Ujar Hinata, tapi seseorang mengejutkannya.
"Ini, papan edaran," ujar Sasuke.
"Makasih," ujar Hinata sambil menerima papan edaran tersebut dengan agak gugup.
"Dagh..." Setelah mendengar kata itu, Hinata tahu, Sasuke akan kembali pulang. 'Dia selalu berbicara seperlunya saja...' Tapi, tiba-tiba Sasuke berhenti melangkah, berdiam terpaku di depan pintu apartemen Keluarga Hyuuga. 'Lho?'
"Anu... Hari ini kau datang ke klub basket, 'kan?" Ujar Sasuke sambil membelakangi Hinata.
"Eh? Iya…"
"Kau pacaran dengan Naruto, ya?" Sasuke mulai berbalik, walaupun bertanya pada Hinata, entah kenapa matanya tidak bisa melihat Hinata. 'Akh!'
"Ng.. nggak." Ujar Hinata gugup sambil menutup bibirnya dengan papan edaran. "Itu hanya berupa hukuman saja... Sekarang aku selalu diperintah sama dia," ujar Hinata menutupi suasana yang tidak enak itu dengan tawa kecil.
"...Begitu, ya. Dagh." Sasuke pergi, dan Hinata pun menutup pintu.
Sambil membelakangi pintu, Hinata menghela nafas, dan lalu wajahnya memerah, "bohong..."
'Hebat. Hebat! Sudah lama sekali... Aku berbicara dengannya!', benak Hinata yang masih gugup. 'Mungkin, ini berkat Naruto.'
CUPLIKAN #2 Day: Bimbang.
"...Meski kalah tinggi, aku nggak mau kalah dari Sasuke!" Lelaki pendek itu berusaha.
"...Kalau bisa, apa kau mau jadi pendukungku?" Tapi, teman semasa kecilnya itu tidak bisa hilang dari hatinya.
'Benar! Aku tidak peduli pada Naruto! Yang kusuka, 'kan Sasuke...!' Ada pertentangan antara hati nuraninya, dan dirinya.
'Sebenarnya aku dukung siapa...?' Bimbang.
"Dan yang perlu kau tahu soal Sasuke... Katanya, cewek tetangganya akhir-akhir ini bertambah manis, dia jadi susah ngajak bicara." Walaupun begitu, Sang Lelaki Pendek itu tetap kalah.
"Na... Na... Naruto bodoh!" Terkadang, hati nurani lebih tahu, lebih benar, dan lebih tepat.
Fic baru! XD
Padahal belum update The Nightmare... :o
Yah, ini crossover, sama Lovely Days / Sakura Zensen karangan Oobayashi Miyuki. Baca deh! Nggak akan nyesel! Tamat di jilid 6, tapi ecchan baru baca sampe 4... :'(
Oke, saya nyadar kalo di fic ini cara penulisan saya agak berubah. Maklum, nulis sambil nyontek ke komiknya. #dihajar#. Masalah pairing? Erm... Terima sajalah apa adanya. Kalo kalian kenal saya, mungkin kalian bakalan ngerti alurnya. :D
Ehiyaa! Promosi! Promosi! Dearest sama The Nightmare! Oke? :)
Ayoo! Review lah kalian semuaa! XD
