Malaikat yang terusir dari surga

Menyerahkan dirinya pada perjanjian dengan iblis

Di masa lalu mereka saling mencintai

Ia mengakhiri segalanya dengan tangannya sendiri

Di tengah kota yang ramai dan penduduk yang sibuk berlalu lalang dengan berbagai kegiatan, seorang malaikat duduk bersandar di sebuah dinding bangunan yang berada di tepi jalan. Ia mengamati aktifitas manusia-manusia itu dengan ekspresi datar. Dia teringat saat diusir dari surga karena mencintai seorang manusia yang ternyata tidak membalas cintanya dan memilih orang lain. Namun apakah ia menyesal akan hal itu?

'tentu saja' pikirnya sambil mendengus.

Tapi hal itu tidak cukup membuatnya merendahkan harga diri dan memohon kepada para archangel agar mengampuninya dan mengijinkannya kembali ke surga. Lagipula ia masih penasaran akan dunia manusia yang sesungguhnya selain dari yang sering ia amati dari atas sana.

Dia tidak menyadari bahwa ia sedang melamun cukup lama sampai ia melihat seseorang berdiri di hadapannya. Ia mendongak, dan menemui seorang pemuda dengan rambut coklat pendek yang tidak teratur dan mata hijau besarnya yang membungkuk sambil menatapnya dengan khawatir.

"Hey, kau baik-baik saja?" tanya pemuda itu cemas.

"Wajahmu merah, apa kau sakit?" saat itu sang malaikat baru menyadari bahwa ia terlalu lama menatap pemuda itu karena kagum. Spontan ia mengalihkan wajahnya karena malu dan mengangguk, "aku baik-baik saja" ia menjawab lirih.

Pemuda itu tersenyum lega mendengar jawaban pemuda berambut hitam di depannya. "Aku belum pernah melihatmu di sekitar sini, apakah kau – whoa! I-itu sayap?" sang malaikat terkejut dengan pertanyaan pemuda itu dan sedikit panik, namun berusaha tidak memperlihatkannya, "Kau bisa melihatnya? Aku pikir manusia biasa tidak akan bisa melihat sayapku." Jawabnya tenang sambil mengangkat sebelah alisnya. Pemuda itu terlihat syok dan tanpa sadar membuka mulutnya sedikit, "b-berati k-kau itu – "

"yups. Kau ternyata lebih pintar daripada kelihatannya." Sela sang malaikat setengah menyindir. "aku adalah malaikat. Tidak ada manusia yang bisa melihat sayapku, kecuali kau bukan manusia biasa, dan ya aku baru saja tiba disini beberapa hari lalu. Lagipula apa kau menghapal satu-persatu wajah penduduk disini?" lanjutnya datar.

Mendengar jawaban sang malaikat, pemuda itu berkata, "umm, y-ya aku bisa melihatnya. Kalau kau mau tahu sebenarnya aku bisa melihat hal-hal seperti itu. Dan aku bekerja sepgai pengantar barang jadi sedikit banyak aku mengenal hampir semua penduduk disini." Jawabnya sambil nyengir dan menggaruk bagian belakang lehernya. Malaikat itu hanya mengangguk sebagai respon.

Kemudian angin dingin bertiup dan ia melihat sang malaikat menarik kedua lutut dan mendekapkan ke dadanya seperti bola. Ia terlihat kedinginan. Hal itu membuat si pemuda menyadari bahwa hari mulai gelap dan langit biru telah berubah menjadi kemerahan. Di musim gugur seperti ini, udara pastinya menjadi lebih dingin.

"Bagaimana kalau kau ikut tinggal denganku? Rumahku tidak terlalu jauh dari sini dan aku tinggal sendirian."

Hal itu membuat sang malaikat sekali lagi mendongak ke arah pemuda tersebut, kali ini dengan heran. Si pemuda itu tidak berkata apa-apa lagi dan hanya mengulurkan tangan kepada sang malaikat. Dengan ragu ia meraih tangan si pemuda itu, membuatnya tersenyum. "aku belum tahu siapa namamu." Mata hijaunya menatap dengan lembut, membuat sang malaikat sekali lagi memalingkan wajah, dan menunduk.

"...Levi" jawabnya lirih. Si pemuda tersenyum lebar saat mendengar namanya, dan membalas, "Aku Eren." Kemudian ia menggandeng tangan Levi dan mereka besama-sama berjalan melewati kota yang sekarang sudah agak sepi karena hari sudah gelap. Levi hanya menatap tangan mereka yang bergandengan, dan tanpa sadar memulas senyum samar di bibirnya dan bergumam,

"...Eren..."


Rumah Eren tidak terlalu besar, hanya sebuah pondok kecil terbuat dari kayu yang terletak di pinggir hutan, tidak terlalu jauh dari pemukiman kota. Eren mempersilahkan Levi masuk ke dalam, kemudian ia pergi ke dapur untuk membuat makan malam. "aku akan segera memasak makanan untuk kita. Kau tunggulah disini." Katanya.

Dan begitulah, Levi duduk di sofa dekat perapian di ruang tamu, sementara Eren memasak. Meski Levi sebenarnya ingin membantu, tapi ia tidak tahu apa-apa soal memasak makanan, malaikat jarang sekali lapar. Jadi ia melihat sekeliling, mengamati ruangan di sekitarnya. Tidak terlalu banyak perabotan di rumah ini, ada 2 kamar tidur.

'mungkin yang satu untuk kamar tamu' pikirnya.

Satu ruang makan yang merangkap dapur, satu kamar mandi dan toilet, dan satu ruang santai dengan satu sofa di dekat perapian, tempat yang diduduki Levi sekarang. Eren menyalakan beberapa lilin yang ia letakkan di meja di setiap ruangan sebagai penerangan, sehingga tidak terlalu gelap. Setelah beberapa lama menunggu, Levi mulai bosan, dan ia memutuskan untuk ke dapur mengecek Eren.

Eren hanya menoleh sebentar dan tersenyum saat melihat Levi duduk di meja makan, kemudian ia melanjutkan memasak sambil sesekali bersenandung. Setelah beberapa saat dalam keheningan, Levi bertanya, "apa aku bisa membantu?" Eren menoleh dengan mengangkat sebelah alis, kemudian memasukan sayuran ke dalam panci dan mengaduknya.

"tak perlu, sudah hampir selesai." Eren menjawab dan tersenyum kepada Levi. Levi hanya mengangguk. Kemudian eren mengambil dua mangkuk dan mengisinya dengan sup hingga penuh, dan memberikan salah satu kepada Levi sambil menambahkan, "lagipula aku yakin kau tak pernah masak." godanya. Levi mengernyitkan alis dan mencibir mendengar komentar Eran yang terakhir, membuat Eren terkekeh melihat ekspresinya. Kemudian mereka segera menyantap sup yang masih hangat tersebut.


Selama beberapa bulan sejak tinggal di sana, Levi membantu Eren dalam pekerjaan rumah, karena Eren bekerja sebagai pengantar barang di kota dari pagi hingga sore, Levi berpikir bahwa ia ingin meringankan pekerjaan Eren sebagai rasa terima kasih. Setiap hari ia membersihkan rumah, mencuci pakaian dan piring kotor, juga memasak. Ia sudah pintar memasak setelah beberapa kali membantu Eren di dapur. Namun seiring berjalannya waktu, perasaan Levi yang semula hanya sebagai terima kasih karena Eren telah menolongnya dan memberikan tempat tinggal, berangsur-angsur meningkat menjadi ketertarikan dan cinta.

'tidak lagi' pikirnya. 'aku tidak ingin merasakan hal seperti itu lagi'

Namun semakin keras ia berusaha menepis, perasan itu bukannya menghilang, malah menjadi kuat dan membuatnya sesak.


Tidak terasa musim gugur telah berganti menjadi musim dingin, daun-daun yang berguguran tertutupi oleh salju, dan udara juga menjadi semakin dingin. Di tengah rutinitas sehari-hari Levi membersihkan rumah, terdengar ketukan pintu dari depan.

'apakah ia pulang lebih awal?' pikirnya.

Dia bergegas membukakan pintu dan melihat seseorang yang berdiri disana bukanlah Eren seperti yang ia kira, melainkan melainkan seorang gadis berambut hitam pendek sebahu dan mengenakan gaun putih sepanjang lutut dilapisi jaket berwarna pink. Di lehernya terbalut syal berwarna merah dan gadis itu juga terlihat terkejut karena orang yang membukakan pintu untuknya bukanlah Eren. Namun sedetik kemudian ekspresi terkejutnya tergantikan dengan wajah datar dan tenang.

Gadis itu menyipitkan matanya dengan curiga dan bertanya, "siapa kau? dimana Eren?" Levi meski merasa sama terkejutnya, tetap menggunakan topeng datarnya, "seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Siapa kau, tiba-tiba datang dan menanyakan hal seperti itu?" dia balik bertanya tanpa menyembunyikan kekesalannya, dan menyilangkan tangan. Tatapannya tajam seakan-akan sedang menginterogasi seseorang. Namun gadis itu sama sekali tidak terganggu dan malah membalasnya dengan tatapan yang sama.

Namun sebelum gadis itu menjawab pertanyaan Levi, Eren datang dan menghampiri mereka, "aku pulang!" kemudian ia melihat gadis yang berdiri di depan pintu rumahnya. Wajahnya langsung bercampur antara senang namun juga kaget, "Mikasa! Kau tidak bilang kalau kau akan kemari! Aku kan bisa menjemputmu di stasiun!" kemudian ia memeluk Mikasa, dan Mikasa membalasnya. "aku ingin membuat kejutan." gumamnya. Mereka melepaskan diri, lalu Mikasa mengecup kedua pipi Eren dengan tangannya dan memandang wajahnya dengan tatapan lembut yang membuat Levi cemburu dengan keakraban mereka.

"aku merindukanmu, Eren." ucap Mikasa

"aku juga."

Eren membalas senyuman Mikasa dan memegang kedua tangan yang berada di pipinya. Levi berdehem dan membuat pasangan tersebut memisahkan diri secara spontan. Mikasa dengan wajah yang tetap tenang sementara Eren wajahnya sudah mirip tomat. "umm, maaf tentang hal barusan, Levi. Aku lupa kau ada disini." Eren berkata sambil tersenyum malu-malu dan menggaruk leher belakangnya. Levi diam saja dan tanpa merubah ekspresinya, namun hatinya terasa perih. "siapa dia?" tanyanya tenang tidak menghiraukan permintaan maaf Eren. Dengan wajah ceria ia memperkenalkan Mikasa, "dia adalah Mikasa Ackerman. Sahabatku sejak kecil sekaligus tunanganku. Kami akan menikah 2 bulan lagi." Jawabnya sambil merangkul bahu Mikasa dan tersenyum lebar pada Levi. Mikasa hanya tersenyum tipis sambil tertunduk malu sementara Levi tanpa sadar melebarkan matanya karena syok.


Semenjak itu, hampir setiap malam Mikasa bergabung untuk makan malam di rumah Eren karena Mikasa hanya akan berada di sana selama seminggu sebelum ia kembali ke asrama tempat ia tinggal selama bersekolah di luar kota. Orang tua Mikasa tinggal di kota tempat Mikasa bersekolah, namun saat ini sedang musim liburan jadi Mikasa menyempatkan diri untuk mengunjungi Eren meski cuma sebentar, kemudian ia akan pulang dan menghabiskan liburan bersama keluarganya.

Mereka bertiga sedang makan malam di hari ketiga semenjak Mikasa tiba disana. Suasana makan malam menjadi lebih ramai dan hangat bagi Eren yang senang karena Mikasa mengunjunginya meski cuma seminggu. Sudah sekitar setengah tahun semenjak terakhir ia bertemu tunangannya, karena Mikasa tinggal di luar kota dan juga sekolah disana, jadi ia jarang berkunjung. Mereka bertemu tanpa sengaja saat musim panas. Saat ia melihat Mikasa yang sedang membaca buku di sebuah bangku taman, ia benar-benar kagum pada keanggunan gadis itu. Lalu, ia memberanikan diri mendekati Mikasa. Awalnya Mikasa tidak terlalu memperdulikannya, namun setelah beberapa kali bertemu, gadis itu mulai membuka diri dan mereka mulai mengobrol dengan akrab hingga saat Mikasa akan kembali ke kota asalnya, Eren menyatakan perasaannya pada Mikasa dan Mikasa pun menerimanya. Orang tua Mikasa juga tidak keberatan karena mereka melihat Eren sebagai pemuda yang baik meski dengan pekerjaan yang bisa dibilang tidak terlalu berpenghasilan, namun mereka melihat Mikasa sangat bahagia bersama dengan Eren.

Mereka tengah menyantap hidangan yang telah dimasak oleh Eren, namun Levi hanya cemberut sambil mengaduk makanannya yang mulai dingin. Ia tidak terlalu memiliki nafsu makan. Baginya, Mikasa adalah pengganggu. Sesungguhnya ia cemburu pada gadis berambut hitam itu, mungkin karena ia berhasil merebut hati pria yang ia sukai.

'jika aku adalah seorang wanita dan yang lebih dulu bertemu dengannya, mungkinkan ia juga akan menyukaiku?' pikirnya sambil menusuk-nusuk makanannya kemudian dengan enggan menggigitnya sedikit.

Mata abu-abu nya sesekali melirik ke seberang meja dimana Eren dan Mikasa duduk bersebelahan, menyantap hidangan dengan tenang dan sesekali bercanda atau membicarakan hal-hal ringan. Eren juga mengajak Levi ke dalam pembicaraan namun Levi bersikap dingin dan hanya menjawab atau berbicara seperlunya yang membuat Eren bertanya-tanya akan perubahan sikap Levi yang tiba-tiba.


"Aku tidak suka si pendek itu." Protes Mikasa saat ia dan Eren kencan beberapa hari kemudian. Hari ini adalah hari terakhir Mikasa berada di kota itu dan besok ia harus pulang ke kota asalnya. Jadi Eren mengajaknya jalan-jalan mengelilingi kota karena kebetulan hari ini dia libur. Mereka mengunjungi beberapa toko dan Eren membelikan beberapa pasang pakaian untuk tunangannya, kemudian mereka makan siang di cafe dekat taman.

"Mungkin ia hanya belum terbiasa bertemu orang asing." Jawab Eren enteng sambil mengendikkan bahu. Mereka sedang makan siang saat itu dan menunggu dessert diantar. Mikasa mengangkat sebelah alis mendengar jawaban Eren yang seakan menjelaskan bahwa Levi seperti kucing yang pemalu dan takut bertemu orang lain selain dirinya.

Melihat ekspresi Mikasa yang seperti itu, Eren mendesah kemudian dengan enggan menjelaskan, "aku menemukannya awal musim gugur yang lalu. Saat itu ia sedang duduk menyandar tembok salah satu bangunan di tepi jalan dan ia terlihat rapuh. Jadi aku mencoba menolongnya dan mengajaknya tinggal bersamaku. Dan ia bukan seperti manusia lain yang kau pikirkan. Ia sedikit...rumit...maaf Mikasa aku tidak bisa menjelaskan terlalu detail. Bukan hak ku untuk mengatakannya..." suaranya semakin lama semakin lirih saat menjelaskan bagian terakhir dari kalimatnya. Meski Mikasa tidak terlalu mengerti maksud perkataan tunangannya, namun ia menghormati privasi Eren kerana itu ia hanya mengangguk dan tidak bertanya lebih lanjut, membuat Eren lega. Ia menggenggam tangan Mikasa dan tersenyum sebagai ucapan terima kasih yang membuat Mikasa tersipu. Dan mereka melanjutkan makan siang sambil membicarakan hal lain.

Namun dalam hati sebenarnya Eren juga ingin tahu penyebab perubahan sikap dari sang malaikat tersebut. Semenjak Mikasa datang, Levi menjadi lebih dingin dan seakan menjaga jarak dengan dirinya.

'Mungkin aku akan menanyakan langsung padanya malam ini' pikir Eren.


"Apakah aku harus mengatakannya? Bagaimana kalau di membenciku gara-gara hal itu?!" Levi bergumam sambil jalan mondar-mandir di depan perapian. Pikirannya sedang berkecamuk hingga ia merasa ingin sekali mengacak-acak rambutnya. Ia ingin mengungapkan perasaannya kepada Eren, namun ia takut kalau pemuda itu jadi membencinya dan merasa jijik karena orang yang telah ia selamatkan ternyata diam-diam bernafsu padanya. Jika hal itu sampai terjadi lagi, ia tak akan mampu memulihkan hatinya untuk kedua kali.

'namun aku tidak ingin ia menikah dengan wanita itu.' Pikirnya dengan wajah masam.

Levi merasa seperti orang yang tak tahu terima kasih. Ia sangat menghargai kebaikan pemuda bermata hijau yang telah menyelamatkannya dan bahkan memberikannya tempat tinggal itu. Seharusnya ia puas dengan apa yang telah ia miliki sekarang dan ikut bahagia melihat orang yang ia sayangi bahagia. Namun hatinya berkata lain, dan ia sudah cukup lama menahan perasaan terlarangnya.

Laju pikirannya tertahan saat ia mendengar pintu depan terbuka dan samar-samar ucapan "aku pulang" terdengar dari seseorang yang barusan ia pikirkan. Levi langsung menyambut Eren di depan pintu, "aku pulang, Levi." Eren mengulang salamnya saat melihat Levi dan tersenyum. Levi hanya mengangguk dengan ekspresi tak terbaca. "ada apa?" Eren bertanya sambil mengerutkan dahi melihat wajah Levi yang terlihat gugup dan serius. Levi dengan sekuat tenaga menelan semua keraguan dan juga was-was kemudian memberanikan diri mencium bibir Eren. Eren yang kaget dengan hal yang tiba-tiba dilakukan Levi, mematung dengan mata terbelalak. Bibir Levi terasa dingin dan sedikit gemetar di bibirnya.

Begitu Eren menyadari apa yang sedang terjadi, sontak ia mendorong Levi menjauh dengan napas terengah-engah dan wajah terkhianati. Ia tidak menyangka Levi akan melakukan hal semacam itu. Ia bahkan tidak menyangka bahwa selama ini Levi menyimpan perasaan semacam itu untuknya. Mereka berdua kan laki-laki! Lebih dari itu, Levi adalah malaikat dan Eren adalah manusia.

Levi yang menyangka hal ini akan terjadi hanya menunduk dan tersenyum kecut. Sebelum Eren sempat mengatakan apapun, Levi berlari melewatinya keluar rumah. Saat Eren pulih dari syoknya, ia keluar rumah dan mencoba mengejar Levi. Namun sang malaikat telah menghilang dan hanya meninggalkan jejak sehelai bulu putih di halaman rumah Eren yang tertutup salju tipis. Ia memungut bulu itu dengan hati terluka dan tangan yang sedikit gemetar, "Levi...kenapa?"

Saat pertama kali mereka saling menatap

Malaikat yang malang jatuh cinta padanya

Seiring perasaan terlarang tumbuh dalam dirinya

Ia membuka kotak pandora

Yang ia inginkan adalah buah yang terlarang

Tersembunyi di balik senyuman

Agar cinta terlarangnya antara –manusia dan malaikat- terjadi

Dia harus menghancurkan segalanya


A/N:
hello, guys makasih udah mau baca fanfic pertamaku. aku bener-bener deg-deg an pas bikin fanfic ini soalnya ini baru pertama kalinya ku nulis cerita /

Special thanks buat Rahmi (pucchan) yang udah nyemangatin aku buat bikin ereri fanfic ini, dan buat sohini dan wilchel, sesama ereri fans yang ngasih aku inspirasi dan kepercayaan diri buat nulis (meski mereka gak sadar), dan buat kalian para Ereri fans yang udah mau baca ceritaku *deeps bows* love you all! :D

Mohon kritik dan sarannya yah biar ke depan aku bisa nulis lebih baik lagi ;D