Chapter 1 : Little Disaster
Disclaimer : All of Harry Potter franchise you knows is belongs to Joanne Kathleen Rowling.
Pair : Hermione Granger x Draco Malfoy | Hermione Granger x Harry Potter
Rating : T
Genre : Romace & Hurt/Comfort
Timeline : 7th years, after war
Warning : semi OOC (maybe), apapun yang kalian anggap aneh
-:|Little Disaster|:-
Dari kejauhaan lorong menuju asrama Ketua Murid, terlihat sesosok pemuda yang—dengan angkuh dan emosi yang terpancar dari tatapan matanya—sedang berjalan nyaris berlari menuju asramanya. Entah apa yang merasuki jiwa pemuda itu hari ini, seolah waktu berjalan mundur kembali ke jejak massa lalunya 6 tahun lalu saat predikat pria arogan nan sombong masih meekat di dirinya.
Draco Malfoy tampak sangat marah, penampilannya berantakan, tatapan membunuhnya siap diarahkan pada siapapun yang menatapnya. Untungnya lorong itu cukup sepi siang ini, hanya tampak beberapa hantu Hogwart yang bergentayangan dan seorang murid perempuan yang baru saja berbelok di ujung lorong satunya melangkahkan kakinya menuju asramanya, asrama yang sama yang dituju oleh Draco. Keduanya sama-sama tidak menyadari bahwa di ujung lorong yang berlawanan ada seseorang yang sedang berjalan. Sang gadis, Hermione Granger, tengah sibuk dengan tumpukan buku di tangannya yang mulai miring, sedangkan Draco, perhatiannya hanya fokus pada apa yang ada dalam pikirannya saat ini sampai-sampai tidak menghiraukan siapapun yang ada di sekitarnya, hingga keduanya hampir mendekati tempat yang mereka tuju.
Hermione mulai resah dengan tumpukan buku di tanganya yang sekarang sudah kehilangan keseimbangannya. Ia telah berada tepat di hadapan lukisan pintu masuk menuju asramanya dan bersiap menggumamkan kata kunci agar lukisan itu terbuka dan ia dapat segera masuk. Disaat yang bersamaan, Draco—yang masih tidak menyadari bahwa ada seseorang di depan asramanya—ikut menggumamkan kata kunci yang dapat membuat lukisan itu terbuka. Hermione yang telah sadar ada yang mengucapkan kata kunci yang sama berbarengan dengan dirinya, cukup dibuat kaget oleh kehadiran sang pemilik suara tersebut yang tak lain adalah partnernya sesama Ketua Murid.
"Draco!"
Masih tidak menyadari bahwa Hermione juga berada di tempat yang sama, Draco melangkahkan kakinya memasuki asramanya setelah lukisan itu terbuka. Namun, Draco berani bersumpah bahwa ia mendengar ada sebuah suara yang menyebut namanya. Masa bodoh dengan suara-suara tersebut, batinnya. Ia hanya ingin segera masuk ke dalam asramanya untuk sejenak mengistirahatkan pikirannya sejenak, meskipun tidak akan mungkin melenyapkan 'hal' itu dari benaknya sekarang.
Merasa bahwa ia telah menguasai asramanya, dan ia pikir tidak akan ada seorangpun yang dapat mengganggunya saat ini, dengan segera ia mendorong daun pintu asramanya dari dalam dengan dorongan yang sangat kuat seolah-olah daun pintu itu terbuat dari bongkahan besi ribuan kilo. Satu-satunya yang ada dalam pikirannya adalah ia ingin segera merebahkan diri di kasurnya. Pintu pun terturup—terbanting lebih tepatnya. Dan sebuah kesalahan fatal telah ia lakukan seiring dengan menutupnya pintu tersebut.
Hermione —yang masih berada di luar pintu asramanya— tidak mau ambil pusing dengan perubahan sikap Draco saat berada di depan asramanya, meskipun sebenarnya ia merasa sangat keheranan. Ia segera masuk ke dalam asrama setelah Draco terlebih dulu masuk. Tanpa ia sadari, alih-alih masuk ke dalam asrama, ia merasakan dirinya terhempas menjauhi luksan yang dirasanya mulai menutup. Dalam detik yang sama, yang dirasakannya hanyalah rasa sakit yang luar biasa dari ruas-ruas jarinya tangan kanannya. Dirasanya darah segar mengalir dari sela-sela kuku-kukunya. Tangan kanannya mati rasa setelah ia menyadari bahwa jari-jari tangannya terjepit diantara kayu penyangga pintu dan daun pintunya, yang ia jadikan pegangan saat hendak masuk ke dalam asramanya. Untung saja ia sempat menariknya keluar sebelum tangannya dengan sempurna menjadi pengganjal pintu. Tapi, keberuntungannya kali itu tidak diikuti keberuntungan lainnya. Lepas dari jeratan pintu, tubuhnya terpental seiring tarikan tangannya dan sontak membuat dirinya kehilangan keseimbangannya. Sedetik kemudian hanya gelap dan dingin yang dapat dirasakannya.
-:|:-
"Madam Pomprey, ada apa dengan Hermione? Apa yang terjadi padanya?" tanya Harry penasaran. Salah satu peri rumah Hogwarts menemuinya dan memberitahukan bahwa Profesor McGonagall menyuruhnya untuk datang ke Hospital Wings. Perasaannya mengatakan sesuatu yang buruk terjadi, Harry Potter segera berlari meninggalkan asramanya dan panik seketika begitu masuk ke Hospital Wings dan melihat seseorang yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit adalah sahabat baiknya sendiri.
"Miss Granger pingsan karena mengalami shock akibat benturan di kepalanya dan juga kehilangan cukup banyak darah. Menurut Profesor McGonagall, ia menemukan Miss Granger tergeletak dalam keadaan tak sadakan diri tertimpa buku-buku. Aku menduga kepalanya membentur lantai dan buku-buku yang ia bawa menimpanya saat terjatuh sehingga menyebabkan ia tidak sadarkan diri," jelas Madam Pomprey sambil merapikan selimut Hermione.
"Tangannya?" Harry menunjuk perban yang menutupi tangan kanan sahabatnya itu.
"Belum jelas apa yang sebenarnya terjadi padanya. Namun sekali lagi aku menduga tangannya terjepit pintu asramanya, sebab aku menemukan tanda-tanda yang mengarah kesana pada jari-jari tangannya. Sepertinya tangannya terjepit cukup keras hingga menyebabkan pendaharan yang cukup hebat dan ada sedikit keretakan pada ruas jarinya."
Profesor McGonagall yang masih terlihat sama cemasnya dengan Harry ikut memberi penjelasan. "Aku sendiri tidak mengetahui bagaimana kronologisnya. Aku kebetulan melewati lorong Asrama Ketua Murid dan melihat Miss Granger sudah dalam keadaan seperti itu di depan lukisan asramanya. Aku hanya sempat memantrainya agar menghentikan pendarahan di tangannya dan langsung membawanya ke rumah sakit."
"Tapi masa kritisnya sudah berlalu. Aku sudah memberinya beberapa ramuan untuk mengobati luka dalamnya dan memperbaiki tulangnya yang retak."
"Jika seperti itu, apakah ia akan tidak sadarkan diri dalam waktu yang lama?" tanya Harry lesu sambil mengambil tangan kiri Hermione yang tidak terbungkus perban.
"Sayangnya iya, dear. Paling tidak kita harus menunggu sedikitnya dua hari."
Profesor McGonagall yang menyadari kegundahan Harry berusaha menenangkannya. "Kau disini saja menemani Miss Granger. Aku akan ke Asrama Gryffindor untuk memberi tahu Mister Weasley."
"Terima kasih, Profesor."
"Aku tahu ini berat bagimu," Proesor McGonagall mengusap pundak Harry seraya pergi meninggalkan ruangan. Madam Pomprey menyihir sebuah kursi untuk Harry sebelum ia meninggalkan Harry sendiri menuju kantornya.
Tersadar sesuatu, Harry berbalik arah hendak mengejar Profesor McGonagall. "Profesor McGonagall!"
"Ya, Mister Potter?"
"Saat menemenukan Hermione, apakah Anda tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan? Misalnya seseorang?" tanya Harry hati-hati.
"Seingatku di lorong itu tidak ada siapa-siapa."
"Tidak ada tanda-tanda apapun yang mengarah ke kecelakaan itu, Profesor? Madam Pomprey mengatakan bahwa Hermione terjepit pintu. Tapi.. sepertinnya…" Emosi Harry tiba-tiba memuncak. Perasaannya mengatakan bahwa ini bukan semata-mata kecelakaan biasa. Ia tahu persis sahabatnya itu bukanlah orang yang ceroboh.
"Tenang, Mister Potter," Profesor McGonagall mencoba menenangkan.
"Maafkan saya, Profesor. Hanya saja saya merasaada yang janggal dengan ini. Maafkan saya, Profesor. Terima kasih Anda sudah menyelamatkan Hermione."
"Tidak apa, dear. Sebaiknya kau kembali lagi ke sana," matanya menunjuk ke tempat Hermione berada. "Dia membutuhanmu. Sebaiknya saya segera ke Asrama Gryffindor."
"Baik, Profesor. Sekali lagi terima kasih."
"Sama-sama."
-:|:-
Harry terduduk di samping tempat tidur. Memandangi sahabatnya. Bukan. Hermione lebih dari sekedar sahabat semata baginya. Ia menganggap Hermione sebagai seseorang yang sangat penting baginya. Keberadaanya lebih penting dari sekedar membantunya saat pencarian Horcrux. Jauh di lubuk hatinya, ia memendam rasa kepada Hermione. Rasa sayang yang lebih dari sekedar rasa sayang seorang sahabat. Hermione tahu itu? Oh, tentu saja tidak. Kecuali ia sendiri dan Merlin, tidak ada yang tahu rahasia terbesar The-Boys-Who-Lived-Twice.
Tangannya terulur mengelus punggung tangan Hermione. Mata emeraldnya tidak lepas memandangi wajah tenang di hadapannya. Wajah yang selalu dapat membuat hari-harinya menyenangkan, terutama setelah masa kejayaan The Dark Noseless Lord. Ia tdak habis fakir bagaimana kejadian —yang menurutnya aneh— ini dapat menimpah sahabatnya. Di tempat yang tidak semestinya pula.
Tunggu!
'Hermione. Pingsan. Asrama Ketua Murid. Terjepit pintu. Asrama Ketua Murid. Buku-buku.' Harry mencoba menyusun kata-kata yang berputar di kepalanya. 'Hermione. Ketua Murid. Ketua Murid!'
Mendapat pencerahan, tidak lantas wajahnya berseri-seri. Justru raut wajahnya menggambarkan sebaliknya. Di benaknya hanya satu yang ia fikirkan. Malfoy. Ya. Draco Malfoy!
"Harry! Mione.. ada apa?"
-:|to be continue|:-
A/N :
Finaly, terpublish juga. Give me your review, please.. *puppy eyes*
Saya menerima semuya saran dan kritik kalian. Apabila kalian menemukan typo, terutama typo yang sangat mengganggu, silakan masukkan di review kalian. Saya tidak ingin typo-typo tersebut mengganggu para pembaca sekalian dalam membaca fic saya yang agak annoying ini :D
Last, happy reading..
Love, CherryBee
