Joker Game milik Yanagi Kouji. Saya hanya meminjam karakter dan tidak memperoleh keuntungan materi dari penulisan fanfiksi ini.
.
High School AU - Friendship - Fluff - Slight Romance
genderbend - female!Johan Bauer
[untuk #FlashFicFest]
.
.
Mereka dipertemukan oleh jarak berwujud dua jendela.
Abaikan Kaminaga dengan siulan-siulan menggodanya yang menjengkelkan itu. Miyoshi bergeming memandang jendela ruang ekskul yang terbuka. Di seberang adalah gedung perpustakaan yang bertempat di lantai dua. Miyoshi melongok. Koridor di bawahnya ramai oleh murid-murid yang berlalu lalang.
Dari informasi (tidak gratis) yang dibagikan Kaminaga, gadis pindahan Jerman berparas cantik itu bernama Johanna.
Gadis berambut secerah mentari pagi itu kerap duduk di balik jendela kaca, dilingkupi rak menjulang yang berjejal buku. Menghadap meja, ia tenggelam dalam buku, mengembara dalam dunianya sendiri.
Miyoshi dihinggapi rasa penasaran. Semenjak menit-menit pertama aktifitas klub bermula, hingga menjelang senja, Johanna jarang sekali bangkit dari tempat duduknya. Apa yang membuat Johanna seserius itu menatap lembar demi lembar kertas tak berkesudahan? Ataukah pesona untaian kata di dalam sana lebih menarik dari gambar dan lukisan?
Ketika langit biru berpadu dengan gradasi violet dan jingga, dan mentari tergelincir di ujung cakrawala, Miyoshi menemukan kesempatan emasnya. Ia memutuskan untuk sejenak meletakkan kuas, dan bepaling dari kanvas. Miyoshi melongok lagi. Setelah memastikan pintu ruangan klub terkunci, kepalanya dijulurkan ke luar jendela. Di bawahnya, koridor sekolah sepi.
Miyoshi ingin mengikis jarak yang membentang di antara mereka. Akan tetapi, harapan supaya keajaiban muncul dalam wujud jembatan pelangi, yang akan menghubungkan kedua jendela itu, dirasa terlalu dini.
Miyoshi mengetuk-ngetuk kusen jendela dengan penggaris besi, berharap aksinya menarik perhatian Johanna. Suara ketukan ini pasti terdengar. Jendela di seberang sana terbuka lebar. Lampu neon membuat ruangan bersinar.
Johanna masih bergeming.
Miyoshi enggan menyerah. Ia berseru: "hei!" hingga dua kali, namun tetap nihil respon.
"Johanna!"
Setelah diseru dengan namanya, Johanna tersentak pelan. Ia mendongak dari buku bacaan, dan lekas mengalihkan perhatian. Tanpa diduga, ia tersenyum hangat. Bangkit dari kursi, ia menghampiri jendela.
"Kau memanggilku?"
Miyoshi mengangguk. "Sedang baca apa?"
"Sejarah perang dunia."
Johanna mengangkat bukunya tinggi-tinggi, memperlihatkan buku dengan sampul bergambar Panzer dan siluet kota porak-poranda. Miyoshi mengernyit. Dugaannya meleset. Selama ini ia mengira gadis itu penggemar buku romansa.
.
Berikutnya, melalui cara demikian, mereka sering bertukar percakapan, dan lantas bersama-sama pulang.
Johanna mengungkapkan ketertarikannya pada tema sejarah dan peperangan. Tentang betapa ia mengagumi kisah-kisah kepahlawanan yang terselip bersama sepak terjang manusia (yang gila).
Miyoshi membalas dengan menceritakan impiannya. Bahwa para seniman seperti da Vinci, Picasso, dan Rembrandt-lah pahlawannya.
Johanna bilang bahwa ia ingin menjadi penulis; menulis fiksi sejarah. "bukankah itu keren?" ungkap Johanna ketika mereka sedang berjalan pulang menyusuri trotoar.
"Keren? Jadi kau menulis cuma biar dibilang keren?"
"Tentu bukan hanya itu. Tapi aku suka mengkhayalkan diriku berada di masa itu: menolong tentara yang terluka, atau berpura-pura menyamar dan menyusup ke markas musuh. Jadi, kenapa tidak coba tuangkan sendiri dalam bentuk tulisan?"
"Idemu menarik. Orang jarang yang berminat mengupas tema itu. Kau harus banyak-banyak belajar, Johanna."
"Sudah pasti, Miyoshi-san. Kau sendiri, apa mimpimu?"
"Sudah kubilang tadi, jadi pelukis terkenal."
"Itu... Kau juga melukis supaya terkenal?"
"Bukan begitu. Ini kan hanya satu dari sekian banyak tujuan."
"Memang apa tujuanmu?"
"Melestarikan seni, dan mengikuti jejak da Vinci."
Lalu mereka terkekeh bersama, menyelami mimpi yang terlukis di bawah langit musim semi.
A/N: Dalam bahasa Jerman, huruf J bisa dibaca sebagai Y. Johanna bisa dibaca jadi Yohanna.
