ChenMin
.
.
.
Warning! It's genderswitch area. Bahasa belum baku, cerita abal-abal, alur berantakan, cerita garing, banyak typo, dan masih banyak lagi kesalahan yang terdapat di dalam fanfiction ini.
.
.
.
Enjoy this fanfiction~
.
.
.
Jduar!
"Ya ampun, Jongdae. Mengagetkan sekali."
"Hehe, selamat sore."
Laki-laki yang dipanggil Jongdae melangkahkan kakinya duduk tepat di belakang perempuan berambut karamel. Jongdae sedikit menyapa, namun dibalas gumaman oleh si perempuan.
"Ada apa, Minseok?"
"Tidak apa-apa," jawab Minseok, si perempuan, sambil berkutat dengan alat tulisnya.
Jongdae duduk di tempat duduk pilihannya. Tas berwarna hitam miliknya ia letakkan di belakang punggungnya.
"Belum ada guru?" tanya Jongdae entah pada siapa.
Semua terlihat sibuk dengan kegitannya masing-masing. "Belum," ujar perempuan di samping Minseok dengan handphone di tangannya.
"Kalau begitu, Minseok sedang mengerjakan apa? Kan, belum ada guru," tanya Jongdae lagi.
"Hanya baca buku dan menggaris bagian yang penting," Minseok mulai bersuara.
"Ah, aku suka perempuan rajin," tambah Jongdae tanpa melihat keadaan wajah Minseok di depannya.
Sudah bukan rahasia lagi bagi teman satu bimbel kalau Jongdae menyukai Minseok. Semua tahu, kecuali Minseok.
Memang dasarnya Minseok tidak peka atau Minseok pura-pura tidak peka? Teman-temannya tak ada yang tahu.
.
.
.
Jam dinding di kelas sudah menunjukkan pukul 16.00. Bel mata pelajaran pertama bimbel baru saja dibunyikan.
Dari dalam kelas, terdengar suara seseorang berjalan di koridor. Seseorang terlihat seiring pintu kelas dibuka.
"Selamat sore, semuanya," ucap seseorang yang baru masuk.
Semua orang yang tadinya sibuk sendiri mulai merapikan mejanya untuk belajar. "Sore, pak," jawab semua bersamaan.
"Hari ini kita akan melanjutkan materi minggu kemarin."
"Hari ini kita akan belajar tentang lembaga ekonomi di bawah naungan PBB. Semua sudah tahu, kan, apa itu PBB?"
"Tau, pak."
"Ok, kita mulai bahasannya. Kalian perhatikan papan tulis dulu. Lalu setelah selesai saya terangkan, kalian baru mencatat seperti biasa."
Lalu, orang tersebut membalikkan badannya dan mulai menggoreskan garis-garis yang membentuk huruf di papan tulis putih. Sesekali ia sedikit berbalik ke arah muridnya untuk menerangkan apa yang ia sudah tulis.
Saat papan tulis hampir penuh, barulah ia benar-benar berbalik. "Jadi, WTO itu bertugas untuk menata dan memfasilitasi lalu lintas perdagangan antarnegara serta mengatasi perselisihan perdagangan antarnegara." Ia sapukan pandangannya ke seluruh penjuru kelas didikannya.
"Ada yang ingin bertanya seputar ekonomi?"
Perempuan berambut karamel bernama Minseok mengangkat tangannya dengan cepat. Saat dipersilahkan bertanya, ia meletakkan pulpen yang sedari tadi dipegangnya. "Pak, saya mau nilai jual barang itu tidak digenapkan? Contohnya sesuatu itu berharga 11.350 ribu. Mengapa tidak dibulatkan menjadi 11.500?"
"Pertanyaan bagus. Apa ada yang bisa menjawab?" Bukannya menjawab, ia balik bertanya kepada murid-muridnya yang sekarang baru aktif menyalin tulisan.
Alis guru itu naik sebelah, "Ya, Jongdae. Silahkan jawab." Minseok yang penasaran dengan jawaban dari pertanyaannya menghadap belakang.
"Ehem, begini. Pertanyaannya adalah mengapa harga suatu barang tidak dibulatkan. Jawabanku adalah membulatkan hati saja susah. Bagaimana mau membulatkan harga—"
Jongdad tersenyum, "Tapi kalau membulatkan hati untuk Minseok, sih, aku bisa."
.
.
.
UHUK
.
.
.
Serius, ini absurd banget. Lagi kangen ChenMin aja.
Maafkan aku yang membuat ff absurd ini.
RnR?
