[FanFic] I For You –new habit–
Title : I For You
Chapter : 1 of 3
Author : Ai Natha
Fandom : Kuroko no Basuke
Pairings : Kise/Akashi, Akashi/Kise
Rating : PG-15
Genre : School Life | Romance | Fluff
Length : 1734 words
Warning : boy's love, 1st POV, maybe OOC X3
Disclaimer : The all characters are own by Fujimaki Tadatoshi Sensei .. But, the storyline belongs to me :D
Summary : "Maaf~ Bawa saja dulu gantunganku, begitu terlepas, baru kau kembalikan. Aku lupa belum mengerjakan pe'erku."
"Namamu?"
"Ryouta. Kise Ryouta. Dari kelas 2.3."`
Comments : Don't like, don't read. *got slapped* XD
No, this is my first FanFic on this fandom .. Yoroshiku !
Saa, enjoy~
I For You
Terik mentari masih menyengat kala sore itu. Semilir angin musim gugur terasa begitu menusuk tulang. Aku, diseberang halte yang sedikit tertutup pohon besar di pinggir jalan utama ini, mendapatinya tengah duduk santai membaca novel ditangannya sembari menunggu bus pulang yang tak kunjung menghampirinya.
Keesokan harinya pun sama. Aku kembali terduduk di atas sepedaku, diseberang jalan yang sedikit tertutup pohon. Masih memperhatikannya. Ia selalu naik dan turun bus yang sama untuk sampai ke sekolah.
Ia, sesosok pemuda berambut merah yang terlihat pendiam dan err~ sedikit tak peduli sekitar, sepertinya. Usai bel pulang sekolah berbunyi, kadang aku melihatnya masih berada di kelas, sibuk dengan pion-pion shogi-nya dalam diam. Pada jam istirahat pun aku sering mendapatinya duduk menopang dagu di perpustakaan. Bergelut dengan tulisan-tulisan berukuran mini pada novelnya. Kadang aku ingin tahu novel apa yang lebih menarik perhatiannya daripada dunia sekitarnya itu.
Hari terus berlalu hingga tak terasa musim dingin –musim yang amat kusukai– datang menyapa. Selama itu pula aku memperhatikannya. Pemuda dari kelas sebelah yang disukai para siswi-siswi. Ia begitu pintar, nilainya selalu tinggi dan masuk 3 besar dalam juara paralel. Ia juga sering memenangkan perlombaan shogi antar sekolah. Wajar saja ia menjadi seorang idola sekolah, ia pantas mendapatkannya.
Namun, teriakan para siswi-siswi yang berebut mengucapkan 'selamat pagi' padanya itupun tak menarik perhatiannya. Sedikitpun. Dengan tenang ia hanya melewati koridor dengan santai, menghiraukan para gadis-gadis cantik itu, kemudian mengambil duduk pada bangkunya disisi jendela.
Aku masih tak mengerti dengan pola pikirnya.
*55*
Natal dan tahun baru datang menyambut, sekolah kami mengadakan acara akhir tahun. Keramaian inilah yang selalu aku tunggu-tunggu. Acara dimana semua penghuni sekolah berkumpul, bermain, bersenda gurau bersama, mengenal lebih dekat kakak dan adik kelas yang lain, pertunjukan kecil-kecilan dari masing-masing klub, hal yang begitu menyenangkan bukan?
Namun, kurasa ia tak begitu menyukainya. Terlihat dari wajahnya yang biasa-biasa saja –tanpa ekspresi seperti biasanya– dalam menyambut pemberitahuan acara yang diadakan tepat akhir tahun nanti. Ada apa? Apa yang membuatnya begitu tak menyukai keramaian? Apa alasan yang tepat untuk memilih sendirian dan tak menghiraukan orang lain?
Akashi Seijuuro,
Aku penasaran dengan sosoknya.
#*#
Aku terbiasa bersepeda ke sekolah. Menurutku asyik sekali mengayuh, menikmati siraman mentari pagi yang hangat dengan semilir angin musim dingin yang menggelitik lembut kulitku dibalik mantel. Mengakukan pipiku yang tengah tersenyum menikmati pagi. Seolah ingin membuatku terus tersenyum.
Tak jarang aku sengaja memacu kecepatan sepedaku agar tak terlambat sampai di sekolah hanya karena aku sering terlalu asyik menikmati langit pagi hari dan tanpa terasa, jam sudah menunjukkan beberapa menit sebelum pelajaran di mulai.
Namun tidak untuk hari ini. Ban sepedaku kudapati kempes tak berangin saat aku hendak mengeluarkannya dari garasi. Akhirnya dengan malas aku menuntunnya dan membawanya ke bengkel yang tak jauh dari rumah. Kemudian aku berjalan ke halte, menunggu bus disana.
*55*
Yang tak kusukai dari naik bus adalah, aku tak bisa melihat langit dengan leluasa seperti beberapa saat yang lalu, sekalipun aku duduk disamping jendela bus. Sekarang, di halte bus dekat sekolah, aku tengah menikmati segarnya udara pagi dengan siraman mentari yang sama hangatnya dengan mantel yang kukenakan.
Tanpa sadar, saat aku membuka mata, salju kembali turun perlahan-lahan, menambah dinginnya suhu pagi ini. "Eh? Salju?" Aku mengulurkan tanganku menyambutnya. Namun sepertinya tanganku yang menjulur kedepan ini menghalangi langkah seseorang. "Ah, maaf~" Ujarku menarik lengan kiriku dan menoleh.
Aku mendapati sosoknya, Akashi Seijuuro berdiri tegap disampingku. Dengan wajah datarnya seperti biasa. Mantel coklat gelap itu menutupi stelan seragam musim dingin yang dikenakannya. Juga selembar syal melilit leher putihnya. Menghiraukan ucapan maafku ia berjalan melewatiku. Ternyata ia tak lebih tinggi dariku, ia begitu mungil–
*brusk*
"Aww!"
*brukk!*
Dan tas itu terlepas begitu saja dari bahuku lalu beradu bunyi dengan lantai halte. Sontak aku menoleh dan mendapati ia setengah menunduk dengan tasnya yang hampir terjatuh dan bergelayut di siku kanannya. Ia mendengus.
Aku langsung membungkuk berniat mengambil tasku, namun ternyata gantungan kunci tasku tersangkut dengan gantungan tasnya. Aku pun berjongkok berusaha melepaskan kaitannya segera karena sepertinya ia terusik dengan kehadiranku, tapi sialnya gantungan tas kami tak kunjung lepas hingga aku mengumpat. "Sial!"
Pemuda berambut merah itu kemudian sedikit membungkuk, hendak berbisik namun reflek membuatku menoleh dan aku terkejut melihat wajahnya yang begitu dekat. Pipinya sedikit memerah, mungkin karena suhu yang menurun karena salju yang kembali turun. Entahlah~
Menarik dirinya kembali berdiri dan memalingkan wajahnya, ia menyuarakan apa yang hendak ia bisikkan tadi. "Di sekolah saja, kita hampir terlambat."
Kami kemudian berjalan beriringan menuju sekolah selama hampir sepuluh menit dengan menjinjing tas di samping kami. Ia dengan tas ditangan kanannya dan aku membawanya dengan tangan kiriku. Hening, tanpa pembicaraan.
Ia beberapa kali sedikit membenahi posisi syalnya dengan tangan kirinya saat angin berhembus menghantarkan nuansa dingin yang menyayat hingga tulang. Sementara itu, aku sibuk dengan acara bersin-bersinku karena aku lupa tak memakai syal. Aku mendapati mata heterochromenya beberapa kali melirikku. "Maaf~" Kata itu kembali terlontar dari bibirku, aku tak mau ia terganggu dengan acara bersin-bersinku yang dengan kurang-ajarnya tak kunjung berhenti.
"Kau mau pakai syalku?" Tawarnya dengan nada datar, namun berhasil mengejutkanku. Setahuku, ia jarang membuka mulutnya dan melontarkan kata-kata yang tak penting. Apalagi hanya soal– syal. "Hey."
Aku kemudian tersadar dari pemikiranku, "Ah, tidak perlu, terima kasih." Ujarku menghargai niat baiknya. Dan acara pagiku ini benar-benar tak mau berakhir. "Hattcchiii~"
Namun sepintas, kulihat ia tersenyum kecil.
*55*
Pelajaran jam keempat berakhir dengan berderingnya bel istirahat siang. Aku melangkahkan kakiku ke lapangan outdoor di lantai satu. Terlihat teman-teman tengah bermain lempar-tangkap bola di sana, ya, karena salju yang turun tadi pagi menumpuk menutupi lapangan tempat kami biasa menghabiskan waktu istirahat.
Akhirnya kami memutuskan untuk menyingkirkan tumpukan salju itu ke pinggir lapangan agar kami bisa bermain. Saat tengah menyuruk salju sembari tertawa dengan gurauan yang lain, pandanganku menangkap sosoknya, di lantai dua. Akashi Seijuuro tengah melangkahkan kakinya ke tempat favoritnya, perpustakaan. Tanpa sadar aku mengulaskan senyum dan kembali teringat kejadian tadi pagi.
Tadi, begitu sampai di sekolah, di dekat loker, setelah menepuk-nepuk mantel yag penuh dengan serpihan salju, ia berusaha melepaskan gantungan tas kami yang tak sengaja saling tersangkut. Tapi nihil.
"Maaf~" Ujarku lagi. Kemudian aku memutuskan untuk melepaskan gantungan itu dari tasku. Ia mengernyit heran. "Bawa saja dulu gantunganku, begitu terlepas, baru kau kembalikan. Aku lupa belum mengerjakan pe'erku." Aku menyengir menjelaskan sembari beranjak pergi.
"Namamu?" Tanyanya yang membuatku menghentikan langkah panjangku menuju kelas.
"Ryouta. Kise Ryouta. Dari kelas 2.3." Aku mengulaskan senyum kemudian pergi. Entahlah, aku senang ia mengetahui– ah bukan, ia menanyakan namaku lebih tepatnya.
#*#
Sehari setelah ia mencariku ke kelas –aku tak menyangka ia benar-benar menghampiri bangkuku– untuk mengembalikan gantungan kunci milikku, setiap berpapasan dengannya di koridor atau di dekat halte, aku menyapanya. Awalnya ia hanya menjawab sambil lalu. Namun lama-kelamaan ia membalas senyumku, setelah aku memboncengnya ke sekolah saat bus yang ia tumpangi kesiangan dan kami hampir terlambat.
#*#
"Hey, mau kubonceng pulang?" Tawarku begitu menghampirinya yang berjalan di dekat pintu gerbang.
Ia menghentikan langkahnya. "Eh Kise? Tidak perlu." Jawabnya ramah.
"Kalau sampai halte saja bagaimana?" Sedikit memutar bola matanya, ia hendak menolak lagi tapi aku menyela. "Ayolah Akashicchi~ ya?" Aku mengulaskan senyum lebar.
Sejenak menatapku, ia kemudian mengangguk. Naik ke pijakan di belakang sepedaku, ia kemudian memegang kedua bahuku erat. Aku mengayuh sepedaku santai.
Sesampainya di halte, aku kembali menawarkan untuk mengantarnya pulang, tapi ia menolak. "Tidak usah, terima kasih~"
Aku masih duduk di sepeda, bermaksud menungguinya hingga busnya datang. Namun ia kembali membuka mulutnya, "Kau tidak pulang?"
"Eh? Aku menunggu sampai busnya datang menjemputmu." Ujarku masih dengan cengiranku. Tapi– entah kenapa aku merasa ia seperti tidak nyaman dengan kehadiranku.
"Aku bisa menunggu sendiri, kau pulang saja." Nah, kan? Ia tidak nyaman. Padahal kukira menunggu sambil mengobrol itu lebih menyenangkan, tapi– mungkin tidak untuknya.
Masih berusaha mengulaskan senyumku, aku pun pamit. "Baiklah~ Aku duluan, maaf sudah membuatmu tak nyaman, Akashicchi." Kata-kata terakhir itu meluncur dengan sendirinya sebelum aku melambai dan mengayuh sepedaku pergi.
Setelah memutar, aku kembali berada di depan halte, diseberang jalan, sedikit tertutup pohon. Kulihat ia berdiri tertunduk diseberang sana. Aku menungguinya sampai bus itu datang, berhenti sebentar untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, kemudian pergi. Melihat sosoknya yang sudah tak tampak lagi di halte itu, aku kembali mengayuh sepedaku, pulang.
#*#
Saat aku mengayuh sepedaku melewati gerbang, terdengar seruan yang tidak asing, "Kise, tidak mau memboncengku pulang?"
Mengerem laju sepedaku hingga berhenti, aku kemudian menoleh, mendapatinya tengah melangkah menghampiriku. Akashi Seijuuro mengulaskan senyumnya. Manis sekali.
"Eh? Err~" Aku ragu. Sebenarnya aku ingin segera pulang, berbelanja di mini market dekat rumah dan membuat coklat untuk besok. Ya, besok adalah hari valentine.
"Mau mengantar tidak?" Tanyanya lagi yang sudah berdiri di sampingku.
Akhirnya aku memutuskan. "Ehm~ sampai halte saja bagaimana?" Tawarku.
Memutar bola matanya sejenak, ia mengangguk. "Boleh saja."
Ia naik ke sepedaku dan aku kemudian memboncengnya sampai halte. Memang, aku pernah mengantarnya sampai rumah sebelumnya, itupun aku yang memaksa. Namun, tidak biasanya ia memintaku untuk memboncengnya, ke halte sekalipun tak pernah.
Aku menurunkannya tepat di depan halte. Aku tersenyum membalas ucapan terima kasihnya, dan membuat gesture hendak mengayuh sepedaku.
"Kau mau menemaniku menunggu dulu?" Tanyanya.
"Eh? Ah, aku–" Aku tergagap menjawab pertanyaan yang tidak biasa ini. Biasanya ia malah akan menyuruhku pulang duluan, tapi kenapa–
"Mau menungguiku tidak?"
"Ah, maaf~ Akashicchi, I-ibu menyuruhku mampir ke mini market sepulang sekolah, jadi aku harus segera pulang." Dustaku. Memang benar aku akan mampir ke mini market, tapi bukan ibu yang menyuruhnya, melainkan keinginanku sendiri. Aku takut besok pagi coklat buatanku belum jadi jika aku menungguinya sekarang, belum lagi memilih bahan di mini market juga akan makan waktu.
"Kise? Hey? Katanya kau harus cepat pulang? Tapi kau malah menghabiskan satu menitmu untuk menungguiku disini." Ujarnya mengembalikan perhatianku.
"Maaf Akashicchi, aku tak bisa menemanimu–"
"Tidak apa~ sudah, ibumu pasti sudah menunggu."
Akupun mengayuh sepedaku pulang setelah membalas senyum dan melambaikan tangan padanya. Di seberang jalan, di dekat pohon besar tempat aku biasa menungguinya, kali ini hanya kulewati dengan menoleh kearah halte, melihatnya yang terduduk menunggu busnya.
*55*
Aku tengah mengaduk adonan coklat dengan adikku saat telpon rumah berbunyi. Aku berniat menghiraukannya, tapi sesaat kemudian adikku angkat bicara, "Niichan, kau yang angkat telponnya, ya?"
"Eh? Kau saja! Memang ibu dimana?"
"Aaah~ Niichan saja, Ibu di toko, barusan membawa cake coklat yang baru matang."
Menghela nafas tak rela meninggalkan adonan coklatku, aku pun baranjak dan sedikit merengut mengangkat telpon di dekat meja makan. "Halo, dengan kediaman Kise."
.."Ah, halo. Bisa saya berbicara dengan Kise? Ah– Kise Ryouta." Ralat suara pemuda di seberang line.
"Ya, ini Ryouta. Saya berbicara dengan siapa?"
.."Owh, hey Kise, ini Seijuuro."
"Seijuuro–?"
#つ*づ*く#
A/N : Fanfic pertama di dunia[?] anime XDD dan ku pakai saja fandom kurobasu, 'cz saya amat sangat cinta dengan chara-charanya. :D
Buat permulaan kali ini, saya bikin dengan #yabaipairing yang mungkin jarang~ tapi karakternya emang cocok buat Kise, sementara Akashi, karena saya cinta ama Akashi, jadi kubuatlah FanFic pertama ini dengan chara dia. *plaaakk*
Ne, buat siapa aja yang menemukan FanFic ini, mohon reviewnya~ sankyuu :D
_Natha_
