ADDICTED

By : Han Kang Woo

Cast : Byun Baekhyun, Park Chanyeol, Exo Member, etc.

Main Cast : ChanBaek

Genre : Romance, Family

Warning : BL (Boys Love), Banyak Typo, FF ini hanya pinjam nama saja

Rated : T - M

The Original Story from me, not plagiat.

DLDR

= Happy Reading =

O…O…O…O…O…O…O…O…O

o

o

o

o

"Kriiiinggg... Baling baling bambu..."

Jam weker bentuk Doraemon berdering kencang. Replika robot berbentuk kucing dari masa depan itu menunjukkan pukul sepuluh, bukan sepuluh pagi, tapi sepuluh malam.

Si pemilik weker lucu itu menggeliat pelan di kasurnya, tangannya bergerak untuk menghentikan bunyi weker tersebut.

"Ash, sudah jam sepuluh." gumamnya, sambil bangun dan meregangkan otot.

Namanya Byun Baekhyun, seorang namja yang hidup seorang diri di rumah peninggalan orang tuanya. Orang tuanya di kampung sudah lama meninggal, rumah yang ada di kampungpun sudah lama dijual. Dan yang tersisa saat ini hanyalah rumah kecil disudut kota Seoul, di rumah itulah kini namja itu bernaung.

Baru tiga hari Baekhyun menempati rumah tersebut. Sebenarnya dia masih mempunyai tante dan paman di kampung, namun dengan pertimbangan sendiri, Baekhyun kabur dan tidak berhubungan lagi dengan saudara mendiang ibunya itu. Salah satu pertimbangan utamanya adalah kemungkinan perebutan harta, padahal dia sudah tidak punya apa apa selain rumah kecil tempat tinggalnya sekarang.

"Mudah mudahan kali ini aku bisa mendapatkan uang." gumam namja bermata sipit itu.

Baekhyun kemudian mandi, lalu memakai pakaian yang dianggapnya pantas. Sebuah kaos v neck yang dipadukan dengan jins robek, yaa itu menurutnya yang pantas digunakan. Tanpa buang buang waktu, namja itu keluar rumah, dan tidak lupa membawa beberapa botol Bacchus yang disimpannya di tas, menyampirkannya.

o

o

o

o

O...O...O...O

Jongmyo Park, sebuah kawasan tempat seks terselubung yang berada di dalam jantung kota Seoul. Kawasan itu nampak elit, dengan berbagai bangunan kokoh berderet deret, ada bar, pertokoan, dan juga tidak ketinggalan penginapan, motel dan juga hotel. Tinggal pilih saja.

Ditempat yang pastinya penuh lendir itulah Baekhyun berada. Namja imut itu berdiri didepan salah satu bar, dekat trotoar, sambil menjajakan minuman bacchus yang sangat disukai pria Korea Selatan. Cara Baekhyun menjajakannya bukan dengan berteriak teriak seperti penjual sayur di kompleks kompleks perumahan murah, tapi namja itu hanya berdiri sambil memegang botol bacchus itu, dan menunggu pembeli yang datang.

Tidak jauh dari posisi Baekhyun berdiri, ada segerombolan yeoja cantik yang berpakaian mini, sangat mini, jika roknya ditarik sedikit saja, maka celana dalam yeoja yeoja itu akan nampak, ya itupun kalau yeoja itu memakai celana dalam.

Yeoja yeoja itu berjumlah tiga orang.

"Hei lihat. Pemuda yang kemarin datang lagi." kata salah satu yeoja, namanya Irene, yeoja sangat cantik dan aduhai.

"Mana mana?" yeoja yang lain mencari cari, namanya Joy.

"Itu disana." Irene menunjuk sosok Baekhyun.

"Kenapa pemuda itu datang lagi. Apa dia mau cari pelanggan juga?" Joy bertanya.

"Entahlah. Tapi dia kan namja. Tidak mungkin namja mencari pelanggan yang namja juga. Ini kan tempat yang normal." Irene bergumam. Maksud kata 'normal' itu adalah pria yang datang biasanya mencari wanita, untuk bersenang senang dan ujungnya berhubungan seks.

"Mungkin dia hanya ingin menjual minuman saja. Namja itu cukup tampan juga, terutama senyumannya. Lebih baik kita goda dia... Bagaimana?" Joy menyarankan, dia senyum senyum sendiri.

"Percuma menggoda dia. Sepertinya dia tidak tertarik dengan yeoja cantik seperti kita. Lagipula dia sepertinya namja miskin. Dia pasti tidak punya cukup uang untuk membayar kita." jawab Irene, gamblang.

Dua yeoja itu terus bergosip mengenai Baekhyun, sementara satu yeoja yang lain nampak agak jengkel. Matanya melihat kesana kemari, namun tidak juga menemukan pelanggan yang pas.

"Aishh, kata kalian pemuda pemuda Korea itu tampan tampan dan tinggi. Mana? Aku tidak melihatnya." gadis itu mendesis seperti ular. Dia memang bukan warga asli Korea, tapi warga Jepang. Namanya Tamako. Penampilannya tidak kalah seksi dari Irene dan Joy.

Sontak saja Irene dan Joy menghentikan percakapan mereka. Joy menaikkan bola matanya, malas.

"Ya tentu saja tidak semua pemuda Korea itu tampan, ada juga yang jelek. Menurutku itu wajar saja. Semua negara seperti itu, ada yang tampan dan jelek." kata Irene, menjelaskan.

"Ya, jadi jangan berharap terlalu banyak menemukan pria tampan bak boy band Korea. Karena disini bukan kelas mereka." tambah Joy.

"Aku kecewa." Tamako merengut. Sejak tadi yang dilihatnya lewat adalah pria pria tua gemuk yang sudah bau tanah. Tidak satupun yang memenuhi seleranya.

"Tunggu saja. Pasti sebentar lagi ada pria tampan yang haus belaian dan memanggil kita." Irene dan Joy berujar hampir bersamaan. Yakin.

Baekhyun yang sejak tadi mendengar acara rumpi tiga yeoja itu tidak ambil pusing. Dia fokus pada pekerjaannya sekarang, yaitu menjual minuman bacchus yang beralkohol. Namun dia tidak bisa menampik jika ada 'seseorang' yang mengajaknya berkencan alias one night stand, maka dia tidak akan keberatan, yang penting orang itu mau membayarnya.

Aneh memang, tapi mau bagaimana lagi. Baekhyun juga butuh uang.

Belum juga satu botol minuman bacchus Baekhyun laku, tiba tiba saja ketiga yeoja itu menghampirinya.

"Hei namja. Aku bosan melihatmu disini." Irene yang berbicara, yeoja cantik itu menegur Baekhyun dengan nada sinis. Bibir merahnya 'monyong'.

Baekhyun diam, dia pura pura tidak mendengar teguran Irene.

"Woi. Kami berbicara padamu... Ihh, kau memakai eyeliner ya?" Joy ikut nimbrung, telunjuknya menunjuk mata Baekhyun yang memang tersapu eyeliner tipis.

"Apa kau sengaja, terlihat genit begitu." menurutnya yang cocok menggunakan eyeliner hanya yeoja saja, bukan namja.

"Jangan merayu pria pria disini. Kawasan ini bukan club gay. Kau salah sasaran." kata Joy lagi, bernada penghinaan yang sangat kejam, seakan akan Baekhyun sudah menjadi pelacur namja yang bisa dibooking.

"Maaf. Aku tidak ada urusan dengan kalian. Aku hanya berjualan minuman bacchus disini." akhirnya Baekhyun buka suara juga. Namja itu gerah. Botol minuman ditangannya dipegang kuat kuat.

"Jual minuman atau jual tubuh?" Irene dan Joy menyindir bersamaan.

Baekhyun ingin buka suara lagi, tapi disela oleh teriakan yeoja Jepang teman Irene dan Joy. Sepertinya yeoja Jepang itu mendapatkan pelanggan yang sesuai harapan. Akhirnya Irene dan Joy meninggalkan Baekhyun, setelah melontarkan ancaman untuk tidak menggoda pria pria berduit yang datang dikawasan mereka.

Baekhyun mendesah kasar sepeninggal Irene dan Joy. Sebenarnya dia tidak masalah dikatai pelacur atau sejenisnya, tapi masalahnya dia sama sekali belum melacur. Dia belum menjajakan tubuh dan belum dibayar. Apa pantas itu dikatakan sebagai pelacur?

Walau memang niat menjadi 'pelacur spesialis namja' itu ada. Ya, hanya sekedar niat. Belum eksekusi.

Udara malam yang cukup dingin menusuk tulang. Baekhyun mengusap usap tangannya untuk menimbulkan efek hangat, maklum saja, dia sama sekali tidak memakai jaket tebal. Ini adalah malam keduanya berjualan minuman bacchus, dimana pada hari kemarin tidak ada satupun minumannya yang laku terjual. Ah, dia tidak berbakat menjadi sales sepertinya.

Sebenarnya, jika mau lebih agresif, Baekhyun bisa saja mencegat pria pria yang kebetulan lewat, lalu memohon mohon agar minumannya dibeli, atau kalau tidak mau minuman, tubuh juga boleh sebagai gantinya. Tapi lagi lagi seorang Byun Baekhyun tidak bisa melakukan semua itu. Dia tidak berani.

Payah.

Uff, Baekhyun mendesah lagi. Mata bereyeliner tipisnya memandang kesegala arah, mungkin memang sebaiknya dia mencari pria pria penjaja seks yang lewat dan menawarkan secara langsung minuman bacchusnya.

'Kau bisa Baekhyun... Bisa.' namja itu menyemangati dirinya.

Dia memutuskan melangkah menuju pintu masuk sebuah bar yang tidak jauh dari posisinya. Langkahnya tegap, dengan botol bacchus ditangan kanannya. Namun belum juga namja itu mendapatkan pembeli, tiba tiba saja terdengar suara ribut ribut yang dibarengi dengan terlemparnya seseorang kearahnya.

Brugh. Prang.

Baekhyun terjengkang, dengan ditindih seorang namja yang baru saja dipukuli dan dilempar keluar bar oleh dua bodyguard.

"Jangan masuk kesini kalau tidak ada uang!" seru salah seorang bodyguard yang tubuhnya paling besar dan berotot. Setelah berseru, bodiguard garang itu masuk kembali ke bar, diikuti oleh bodyguard yang lain.

Baekhyun berusaha berdiri, bokong seksinya sukses mencium tanah. Hatinya mencelos ketika melihat botol bacchus ditangannya sudah terlempar dan pecah karena terkena batu. Dia merugi beberapa won.

Baekhyun agak kesulitan berdiri, karena orang yang menindihnya belum juga bangkit.

"Kau berat." kata Baekhyun.

"Ah maaf... Ashh.." suara bass dari orang itu seperti menggelitik telinga. Ternyata dia namja.

Setelah berusaha maksimal, akhirnya Baekhyun bisa berdiri juga. Ditatapnya lekat lekat namja yang baru kena gebuk bodyguard bar tersebut.

'Tampan juga namja ini.' Baekhyun membatin, sedikit tersenyum.

Si namja mengerang tertahan, dia memegang sudut bibirnya yang mengeluarkan sedikit darah segar. Sepertinya dia sulit bergerak dan berdiri.

"Mari kubantu." Baekhyun berinisiatif memberikan pertolongan pada namja yang menurutnya tampan itu.

"Terima kasih." si namja menurut. Mata besarnya sempat melihat serpihan kaca botol bacchus milik Baekhyun.

Baekhyun membantu namja itu berdiri, dia memapahnya dengan agak susah payah. Maklum saja, namja itu lumayan lebih tinggi darinya. Sejenak, ditatapnya agak lama namja itu.

"Bisa antarkan aku ke mobilku?" namja itu bergumam, nadanya penuh harap.

"Mobil?" Baekhyun balik bertanya. Dia tidak yakin dengan pendengarannya. Soalnya baru saja si namja dipukuli karena tidak memiliki uang membayar di bar tadi, entah karena tidak bisa membayar minuman atau tidak bisa membayar gadis kupu kupu malam yang aduhai dan bahenol.

"Ya, mobil. Disana." namja tersebut menunjuk area parkiran yang tidak jauh.

"Baiklah." Baekhyun mengangguk.

Lagi lagi dengan susah payah, Baekhyun memapah namja yang namanya belum diketahuinya itu. Beberapa wanita pekerja malam melintas dan memandangnya dengan mendelik, seperti pandangan iri. Namun yang jelas wanita wanita itu bukan Irene dan Joy. Karena kedua yeoja itu entah sedang 'menikmati apa' di dalam hotel disamping bar sana.

Beberapa saat kemudian, Baekhyun dan namja itu tiba di samping mobil berwarna hitam keluaran terbaru. Si namja mengeluarkan kunci mobilnya dan membuka mobil itu. Mata Baekhyun sedikit membulat, dia sempat mengira si namja hanya bohong memiliki mobil.

"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu..."

"Tunggu." si namja memotong ucapan Baekhyun.

"Eh?"

"Bisakah kau sekali lagi menolongku? Aku ingin kau menaruh obat di sudut bibirku. Aku punya obatnya disini." namja itu meminta dengan sangat.

Baekhyun nampak bimbang, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian mengangguk pelan. Si namja tersenyum melihat anggukan itu.

Dan begitulah, Baekhyun duduk disamping si namja. Namja asing itu menutup semua kaca mobil dan menyalakan AC. Bukan tanpa sebab, karena biasanya jika kaca mobil terbuka, ada ada saja yang datang, misalnya wanita penggoda yang sangat cantik atau malah lebih parah wanita jadi jadian ganjen yang menornya tidak ketulungan.

Hening sejenak,

"Ah, hampir lupa. Namaku Park Chanyeol. Kau bisa memanggilku Chanyeol. Namamu siapa?" si namja asing itu memperkenalkan diri. Senyuman lima jarinya begitu khas.

"Namaku Baekhyun." jawab Baekhyun, cukup singkat namun jelas. Akhirnya si namja asing yang tampan itu memperkenalkan diri juga padanya.

Mereka saling pandang, hanya sebentar saja, namun menyisakan kesan dalam pada diri mereka masing masing. Si namja yang bernama Chanyeol kemudian mencari kotak obatnya yang selalu sedia di mobilnya.

"Tolong oleskan salep ini di sudut bibirku." kata Chanyeol, setelah menemukan kotak obatnya. Namja itu mengelap sisa darah dibibirnya dengan cairan antiseptik yang dibasahi pada sebuah kapas kecil.

Baekhyun mengangguk, tangan kanannya bergerak pelan dan mengoleskan salep entah merk apa ke sudut bibir Chanyeol. Entah mengapa tangannya itu sedikit bergetar melakukannya. Uuff.

"Oleskan merata. Salep itu akan menyamarkan luka." gumam Chanyeol, matanya tidak lepas menatap mata sipit Baekhyun.

Baekhyun mengangguk lagi, mengoleskan dengan telaten dan rapi. Dia seperti calon istri yang memasangkan kondom ke calon suami sebelum hari H pernikahan. Eh?

"Ash... Sakit.. Pelan pelan."

"Tahan, kau seperti anak kecil saja."

"Tapi sakit."

"Tinggal sedikit."

"Asshh."

"Nah, selesai."

"Terima kasih." Chanyeol tersenyum, tulus.

Terjadi keheningan lagi setelahnya. Kedua namja itu nampak canggung dan kaku. Hawa dingin AC mobil seperti tidak bisa menghilangkan efek panas yang terjadi antara keduanya.

Chanyeol menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia mencoba mencari cari topik lain yang dirasanya tepat untuk dibicarakan.

"Hm... Apa kau pekerja di dalam sana?" Chanyeol memutuskan bertanya, jempol tangannya menunjuk kearah bar diujung.

"Tidak. Aku bukan pekerja disana." jawab Baekhyun, dibarengi dengan gelengan kecil.

"Lalu?"

"Ak..aku hanya menjual minuman bacchus saja. Aku bekerja mandiri, tanpa terikat perusahaan atau tempat kerja apapun." jelas Baekhyun, dia menggoyangkan pelan ranselnya yang masih terisi 9 botol bacchus yang belum laku laku.

"Oh, maaf. Aku akan mengganti bacchus yang pecah tadi." Chanyeol baru ingat.

"Tidak usah. Itu bukan salahmu." Baekhyun menggoyangkan telapak tangannya, menolak halus.

"Tentu saja itu salahku. Tapi aku tidak bisa membayarnya sekarang. Dompetku ketinggalan di rumah, semua alat pembayaranku ada di dompet itu." ujar Chanyeol, menjelaskan juga. Kalem.

Baekhyun berOh nyaris tidak terdengar. Itu mungkin penyebab namja tampan didepannya kena pukul karena lupa membawa dompet.

"Jadi, tadi itu... Kau..." Baekhyun ingin bertanya juga, namun agak ragu melanjutkan pertanyaannya.

"Aku? Kenapa?"

"Yang tadi itu... Kau dipukuli... Karena..."

"Ya?"

"Kau dipukuli karena kau tidak bisa membayar gadis yang baru saja kau pakai? Begitukan?" Baekhyun melanjutkan ucapannya, dia jadi tidak enak menanyakan hal yang sensitif begitu.

Hening.

Hanya sepersekian detik, tawa Park Chanyeol pecah. Tawa membahana yang berakhir dengan ringisan kecil karena sudut bibirnya mendadak sakit.

"Oh... Jadi kau memikirkan itu? Hahaha... Apa wajahku terlalu mesum ya?" Chanyeol berkata, masih sesekali tertawa yang ditahan tahan.

"Sepertinya. Wajahmu mendukung."

"Itu benar. Aku memang dipukuli oleh dua bodyguard tadi karena tidak bisa membayar. Tapi bukan membayar gadis atau yeoja pemuas nafsu, melainkan aku tidak bisa membayar segelas minuman beralkohol yang kuteguk." jelas Chanyeol, gamblang.

Baekhyun terdiam sejenak,

"Jadi kau bukannya datang untuk menyewa gadis gadis cantik disini?" tanyanya, sangat penasaran.

"Tentu saja tidak." tegas Chanyeol.

"Oh, syukurlah." lega Baekhyun.

"Apa? Kau bilang apa?" Chanyeol mengernyitkan dahinya, gumaman Baekhyun tidak terlalu jelas ditangkap oleh indra pendengarannya.

"Ah, ti...tidak apa apa." gagap Baekhyun, lalu tersenyum kaku.

"Tapi, kenapa kau datang ke tempat seperti ini?"

"Hanya coba coba saja. Aku penasaran saja." jawab Chanyeol, matanya belum lepas dari memandang mata Baekhyun.

"Tempat seperti ini tidak cocok untuk namja sepertimu. Kau sepertinya namja baik baik." sahut Baekhyun, disertai desahan halus.

"Benarkah? Lalu, kau sendiri, kenapa kau berjualan ditempat seperti ini?" Chanyeol berbalik yang bertanya.

"Ya...it..itu, karena aku sedang bekerja. Mencari uang."

"Omma dan appamu, mereka dimana?"

"Itu...anu..." Baekhyun tidak bisa melanjutkan kata katanya. Kesedihannya akan muncul kembali jika membicarakan mendiang kedua orang tuanya. Dia memalingkan wajah imutnya.

Chanyeol paham, namja itu tidak meneruskan menelisik kehidupan pribadi Baekhyun. Dipandangnya jam tangan yang ada dipergelangan tangannya, sudah pukul 23.27, hampir dini hari.

Ketika menoleh, Baekhyun sempat melihat beberapa berkas yang dilapisi plastik bening. Dia membaca judul yang membuat kepalanya pusing, namun dia masih bisa menduga status namja asing disampingnya itu. Ditambah lagi dengan jas berwarna putih yang diletakkan dijok belakang mobil.

"Apa kau seorang dokter?" tanya Baekhyun, penasaran tingkat rajanya dewa.

"Ah, kau berlebihan. Aku bukanlah dokter." jawab Chanyeol, renyah.

"Lalu? Ini semua?" Baekhyun menunjuk berkas dan barang barang medis dibelakang dan sekitarnya.

"Aku calon dokter. Saat ini aku baru menjalani semester enam di kampusku." Chanyeol menjelaskan lebih jauh, jujur.

"Oh." Baekhyun magut magut. Sosok yang sempurna pikirnya.

Chanyeol sudah tinggi, tampan, berkecukupan, dan calon dokter. Benar benar suami idaman dan menantu impian.

"Hm.. Bagaimana kalau aku mengantarmu pulang? Rumahmu dimana?" Chanyeol menawarkan tumpangan. Namja itu tersenyum lagi.

"Eh..." Baekhyun menggaruk kepalanya yang tidak gatal, bibirnya bergerak gerak, kaku. Sebenarnya dia mau melanjutkan berjualan Bacchus, tapi...

"Aku mau." katanya kemudian, setuju.

Chanyeol sumringah, dan tanpa buang buang waktu lagi, dia bergegas menyalakan mobilnya. Menarik gas, dan mobilpun melaju dengan tempo sedang, membelah jalan raya kota Seoul yang hiruk pikuk oleh kendaraan.

Dalam perjalanan, baik Chanyeol maupun Baekhyun tidak ada yang memulai percakapan lagi. Mereka sibuk dengan pikiran masing masing. Yang bisa terlihat hanyalah lirikan mereka yang kadang dilakukan sembunyi sembunyi secara bergantian. Kadang kadang mata mereka bertemu dan hal itu berakhir dengan salah tingkah. Benar benar pasangan yang lucu, ah... Maaf, mereka bukan pasangan. Setidaknya untuk sekarang.

"Turunkan aku disini. Rumahku masuk lorong sempit, tidak akan muat oleh mobilmu." kata Baekhyun tiba tiba.

"Apa rumahmu masih jauh?" sahut Chanyeol, matanya memandang keluar. Dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan utama yang banyak pertokoan kecil yang rata rata sudah tutup. Tidak jauh, terlihat lorong yang agak gelap.

"Tidak. Rumahku cukup dekat dari sini." jawab Baekhyun, kaku.

"Aku akan mengantarmu, kita berjalan kaki saja." tawar Chanyeol, lagi.

"Tidak usah. Kau pulanglah ini sudah larut malam." Baekhyun dengan enggan turun dari mobil Chanyeol.

"Eh.. Aku takut ada yang akan mengganggumu, disana terlalu gelap." Chanyeol menunjuk lorong dengan dagunya.

"Tidak apa apa. Aku sudah terbiasa." perasaan Baekhyun menghangat mendengar nada khawatir dari namja yang baru dikenalnya kurang dari dua jam itu.

"Baiklah, kalau begitu sampaikan salamku pada omma dan appamu." Chanyeol tersenyum lagi, entah senyuman keberapa kalinya.

"Y..ya, nanti aku sampaikan." Baekhyun balas tersenyum, matanya sedikit berkaca kaca.

"Aku pergi, bye." Chanyeol pamit. Hanya pamit dibibir saja, karena namja itu sama sekali belum melajukan mobilnya lagi. Matanya malah memperhatikan Baekhyun lekat lekat dari kaca mobil yang terbuka.

"Bye." balas Baekhyun, dia memberikan isyarat agar Chanyeol pergi. Tangannya melambai ria.

Namun yang ada, Chanyeol tidak juga pergi.

Baekhyun jadi pusing sendiri.

Mata mereka bertemu, beradu tatap. Seakan ada kilatan cahaya yang tidak kasat mata yang menghubungkan netra mereka.

"Sampai ketemu lagi." Chanyeol melambai, setelah terdiam cukup lama. Akhirnya namja tinggi bermarga Park itu melajukan mobil hitamnya, meninggalkan Baekhyun disisi jalan raya.

Senyap.

Baekhyun menarik nafas dalam dalam, lalu menghembusnya sangat pelan. Seperti ada yang terlupa.

"Akh, bodoh. Seharusnya aku meminta nomor ponselnya... Kau bodoh Byun Baekhyun... Bodoh bodoh." Baekhyun menjitak pelan kepalanya sendiri, merutuk.

Baekhyun hanya bisa berdiri, memandangi siluet mobil milik Chanyeol yang menghilang ditikungan jalan. Seperti ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Apa mereka bisa bertemu lagi?

o

o

o

o

O...O...O...O

Bangunan lumayan besar berdiri kokoh tidak jauh dari jantung kota Seoul. Rumah modern bercat dominan putih itu dimasuki sebuah mobil hitam yang melaju menuju garasi yang baru saja dibuka oleh penjaga disana. Mobil Park Chanyeol.

Chanyeol memarkirkan mobilnya di garasi, lalu kemudian turun dan masuk melalui pintu samping. Baru beberapa langkah, tiba tiba sebuah seruan mencegatnya.

"Dari mana saja kau?" itu adalah suara ibu Chanyeol. Ibu muda bak sosialita. Nyonya Park yang terhormat yang anti selingkuh.

"Dari mengerjakan tugas kuliah." jawab Chanyeol, berbohong.

"Jangan ke kamar dulu. Omma mau bicara. Duduklah." ibu Chanyeol menyuruh anaknya duduk.

Dan dengan terpaksa Chanyeol menghempaskan bokongnya kesalah satu sofa empuk diruang keluarga tersebut. Pikirannya bukan di rumah, tapi di tempat lain.

"Jujur pada omma. Kau dari mana?"

"Kan tadi kukatakan, dari mengerjakan tugas dari dosen." jawab Chanyeol, agak kesal.

"Jangan bohong pada omma, dan...itu... Kenapa sudut bibirmu bengkak?" Nyonya Park mulai sadar dengan bekas luka di wajah anak kesayangannya itu.

"Ini hanya bengkak biasa omma. Disengat induk tawon." Chanyeol memberikan jawaban yang mengarang bebas.

Nyonya Park memandang anaknya dengan tatapan tidak percaya.

"Jujur pada omma sekarang. Kau dari diskotik kan?" cecar Nyonya Park.

"Omma bicara apa? Mana mungkin aku kesana." Chanyeol mengelak.

"Bohong." Nyonya Park kemudian menunjukkan dua benda yang sedari tadi disembunyikannya di samping dudukan sofa, benda itu adalah dompet dan ponsel Chanyeol.

"Aish, tidak seharusnya omma membuka dan membaca isi ponselku. Itu privasi omma." Chanyeol dengan sigap mengambil dompet dan ponselnya. Dua benda itulah yang ketinggalan di kamarnya. Ibunya sekarang jadi tahu bahwa dia baru saja dari diskotik, info itu ada pada isi pesan singkatnya yang dikirim pada teman baiknya, Kim Jongin.

"Apa yang kau lakukan di diskotik?"

"Tidak melakukan apa apa."

"Jujur pada omma."

"Aku tidak melakukan apa apa. Hanya melihat lihat saja."

Nyonya Park menghela nafas panjang, ditatapnya anak laki lakinya itu. Bersiap siap memberikan wejangan dan nasehat khas orang tua.

"Chanyeol. Diskotik itu tempat yang tidak bagus. Bisa merusakmu. Bagaimana jika sampai ada gadis disana yang berhubungan badan denganmu, lalu hamil dan meminta pertanggungjawaban? Omma bisa mati jika itu terjadi."

"Kan bisa pakai kondom omma." Chanyeol ngeyel.

"Park Chanyeol, omma serius." bentak Nyonya Park, membahana.

Chanyeol merengut, diam.

Nyonya Park mengusap usap pelipisnya, dia terlihat begitu resah.

"Ingat Chanyeol. Kau itu calon dokter, keluarga kita berada. Secara fisik kau bisa dikatakan sempurna. Pasti banyak gadis diluar sana yang mengejarmu. Karena itulah kau juga harus mendapatkan pendamping yang sama dan pantas." jelas Ibu Chanyeol, secara tersirat mengatakan bahwa anaknya adalah 'paket lengkap plus plus'.

"Aku tahu itu omma."

"Jadi, omma harap kau hindari pergauan bebas. Jangan pacaran dulu. Kau paham?"

"Apa? Aku tidak boleh pacaran?" Chanyeol membeliak, seakan akan dia baru saja divonis menderita penyusutan ukuran penis secara berkala.

"Ya, jangan pacaran." tegas Ibu Chanyeol.

"Haloo omma. Di jaman modern yang penuh dengan pembajakan dan pembakaran hutan, masih ada orang tua yang melarang anaknya pacaran." Chanyeol geleng geleng, tidak habis pikir dengan pikiran kolot ibunya.

"Omma tidak ingin suatu saat kau pacaran dan pacarmu itu datang, mengatakan hamil dan merengek rengek minta menikah denganmu. No... Omma tidak mau."

"Tapi omma..."

"Tidak ada bantahan. Lagi pula omma sudah mempersiapkan calon yang sempurna untukmu. Sampai kau menjadi dokter, kau menikah dengannya." setelah mengucapkan itu, ibu Chanyeol berdiri dari duduknya dan berjalan anggun menuju kamarnya.

What? Calon? Gawat.

Chanyeol masih tidak terima dengan penindasan ibunya.

"Wanita wanita diluar sa..."

"Jangan pacaran dengan wanita sembarangan." potong ibu Chanyeol, kemudian menghilang dibalik tembok. Nyonya rumah itu tidak mau mendengar apa apa lagi. Keputusannya sudah bulat.

Chanyeol berdiri, lalu berteriak.

"Baiklah, aku tidak boleh pacaran dengan wanita sembarangan. Kalau begitu, aku boleh pacaran dengan pria sembarangan. Bolehkan omma?"

Hening, tidak ada jawaban.

Tentu saja, karena Nyonya Park sudah tidak mendengar teriakan anaknya.

"Diam berarti ya." Chanyeol berkata sendiri, senyuman menghiasi wajah tampannya.

Namja tinggi itu memasukkan dompetnya kesaku belakang dan ponsel digenggaman. Dia naik ke lantai dua, kamarnya. Semua kata kata dan nasehat ibunya coba dilupakannya, dia tidak ingin ambil pusing, nanti ujung ujungnya malah stress. Anggap saja angin lalu.

Cklek.

Pintu kamar dibuka, si empunya masuk dan mengunci pintunya. Chanyeol merebahkan diri diatas ranjang dengan posisi telentang dan wajah menghadap langit langit kamarnya. Dia mendadak tersenyum lagi. Namun senyumannya menghilang ketika mengingat sesuatu.

"Ah, aku lupa meminta nomor ponsel namja yang tadi. Sial, kenapa aku bisa begitu bodoh." Chanyeol menepuk jidatnya sendiri.

'Aku belum melihat rumahnya. Apa orang tuanya galak?'

'Apa dia tiap malam berjualan disana?'

'Apa yang dilakukannya sekarang?'

Pertanyaan demi pertanyaan muncul bertubi tubi dan memenuhi benak Chanyeol, si calon dokter yang tampan.

Chanyeol mencoba memejamkan matanya, namun cukup sulit. Bayangan namja manis sang penjual bacchus terbayang bayang memenuhi relung relung pikiran dan kalbunya. Apa ini cinta?

Ah, ajaib memang. Pertemuan pertama yang meninggalkan kesan mendalam dan tidak terlupakan. Pertemuan yang seakan menjadi candu untuk bertemu lagi, lagi dan lagi. Addicted.

"Apa aku bisa bertemu dengannya lagi?"

o

o

o

o

o

o

o

TBC

O...O...O...O...O...O...O

Ff Chanbaek, hehehehe... Sebenarnya aku rada pusing mau memberikan rated M atau T untuk ff ini. Tapi berhubungan rencananya ff ini kedepannya ada adegan 'ehem ehem' yang disukai pembaca, jadi yaa aku memutuskan rated M aja sekalian. Jika ff ini rated T takutnya ada pembaca yang belum cukup umur favoritkan ff ini, dan ujung ujungnya malah berubah rated jadi M. Bisa berabe hehehehe... Otak polos jadi ternistakan dehh.

Baiklah, ff ini rencananya akan panjang dan melibatkan emosi (apa ini) dan akan sedikit berbeda dengan ff chanbaek sebelum2nya. Jadi mohon reviewnya untuk kelanjutannya ya. Kan tidak mungkin melanjutkan ff yang tidak diminati hihihihihi. Terima kasih.

Chanbaek ship, semoga suka yaa.

Salam

Han Kang Woo

NB : Im back chingu, setelah hampir sebulan hilang... Maafkan aku kalau jadi labil begini. Dan terima kasih karena masih menginginkan aku kembali nulis ff lagi. Khamsamnida chingu yaa.