MONSTER

(SASUKE VERSION)

.

.

Disclaimer : Tokoh-tokoh yang muncul dalam fanfiction ini original by mr. Masashi Kishimoto sementara ceritanya sendiri murni dari hasil pemikiran autor.

Warning : Typo, AU, Sasuke/Sakura/Sai/Itachi, Rated M, OOC, Mengandung unsur sex.

.

.

CHAPTER 1.

.

.

Seorang pria berambut hitam mencuat tengah memperhatikan kertas-kertas yang berhamburan dihadapannya. Kertas-kertas yang dipenuhi oleh gambar peta sebuah bangunan. Pria itu memperhatikan kertas-kertas itu dengan sangat seksama, seolah kertas itu adalah hal terakhir yang akan dia lihat. Dalam keadaan ruangan yang temaram kulit pucatnya masih dapat terlihat dengan jelas. Mata hitam kelamnya tidak pernah sedetikpun meninggalkan kertas-kertas itu. Badannya yang tinggi tegap membungkuk memperhatikan kertas-kertas.

Tangan kekarnya menopang tubuh atletisnya pada pinggiran meja. Bibir tipisnya sesekali melafalkan huruf-huruf yang tertera di atas kertas. Ia tengah menghapal jalur-jalur yang nantinya akan ia gunakan untuk menyimpan bom ditempat itu. Sebagai orang kepercayaan organisasi ia tidak ingin ada celah sedikitpun yang mungkin akan menggagalkan rencana mereka.

"Sasuke, ketua ingin bertemu denganmu." Pria yang dipanggil Sasuke itu memandang pada orang yang masuk kedalam ruangannya. Pria dengan tato tiga garis dikedua belah pipinya.

"Aku akan segera kesana." Sasuke segera melangkahkan kakinya melewati pria bernama Kiba itu. Dibelakangnya kiba terlihat kembali menutup pintu yang masih dipegangnya dan bergerak mengikuti langkah Sasuke.

Langkah kakinya terhenti pada sebuah pintu kayu di hadapannya. Ia mengangkat tangan berniat mengetuk pintu saat seseorang keluar dari dalam ruangan. Saat seorang lelaki berambut pirang keluar dari ruangan itu, pria itu memandang Sasuke yang berdiri tepat dihadapannya. Mata Aquamerinenya memandang Sasuke dengan seksama. Gaya pakaiannya yang nyentrik begitu kontras dengan pakaian Sasuke yang serba hitam.

"Tuan, mobil anda sudah siap dibawah." Pria berambut pirang itu memandang Sasuke sekilas lalu tersenyum angkuh sebelum berlalu dari tempat itu melewati tubuh Sasuke yang lebih tinggi beberapa senti darinya.

Sasuke memandangi kepergiannya dengan pandangan tak acuh. Namun, tak ayal ia juga merasa heran. Siapa laki-laki barusan dan untuk apa dia datang ke markas Black Rose.

"Sasuke, masuklah." Seorang lelaki yang berwajah sama persih dengan Sasuke memanggilnya yang masih berdiri terdiam ditempatnya berdiri. Sasuke memandang lelaki yang sebenarnya kakak kandungnya itu sekilas sebelum melangkah masuk dan menutup pintu yang ada di belakangnya.

"Siapa laki-laki itu?" Sasuke bertanya pada Itachi, kakaknya yang juga ketua dari organisasi tampatnya bernaung.

"Dia adalah Naruto, ketua kelompok mafia bernama paling menggelikan yang pernah kudengar." Itachi mendengus geli sementara Sasuke memandanginya dengan bingung.

"Dia ketua mafia Bubblegum." Alis mata Sasuke menaut begitu mendengar nama Bubblegum.

"Bukankah itu adalah organisasi mafia terbesar di Konoha saat ini?" Sasuke memandang Itachi yang hanya mengangguk menanggapi pertanyaan adiknya.

"Ada urusan apa pria itu datang kesini?"

"Dia meminta kita menunda rencana penyerangan di kawasan Konoha pusat." Itachi mengambil sebuah rokok yang kemudian ia nyalakan.

"Bom Konoha? Kita tidak bisa menundanya. Kita sudah menyiapkan ini dari jauh-jauh hari." Itachi mendengus mendengar jawaban Sasuke.

"Kau pikir aku sebodoh itu sampai mau merusak rencana yang sudah kita rancang dari jauh hari?" Itachi memandang wajah Sasuke yang juga balas menatapnya.

"Kita akan tetap pada rencana kita. Aku tidak peduli apa yang akan dilakukan pria permen karet itu. Kita harus membersihkan kota konoha dari orang-orang tidak berguna yang hanya tahu tentang bersenang-senang. Tidak peduli jika kita harus disebut sebagai seorang penghianat bangsa atau bahkan teroris. Konoha harus benar-benar bersih dari orang-orang tidak berguna seperti itu. Dan tugas kitalah untuk melakukannya." Itachi memadamkan rokoknya ke dalam sebuah asbak diatas meja kerja.

"Lalu, ada apa kau memanggilku?"

"Aku ingin kau memantau secara langsung tempat dimana kita akan menyimpan bom itu." Itachi memandang wajah Sasuke sekilas sebelum melanjutkan.

"Mungkin akan memakan waktu beberapa hari karena kau akan membutuhkan banyak waktu untuk benar-benar mengetahui jadwal para pegawai dan sudut-sudut strategis disana."

"Tidak masalah. Apa hanya itu?" Itachi melemparkan sebuah tanda pengenal, paspor dan sebuah foto.

"Identitas palsu? Untuk apa?" Sasuke masih belum menyentuh barang-barang yang Itachi berikan.

"Aku ingin kau menyusup ke sana sebagai salah satu dokter. Bukankah kau seorang mahasiswa kedokteran sebelum bergabung bersamaku?"

"Lalu, siapa wanita yang ada dalam foto ini?" mengacuhkan pertanyaan kakaknya Sasuke justru mengambil selembar foto seorang wanita bersurai merah muda, ia terlihat sedang tersenyum dalam foto itu. Mata emerald wanita itu entah kenapa menjadi perhatian Sasuke.

"Dia Haruno sakura. Seorang dokter anak sekaligus anak didik langsung dari pemimpin Rumah sakit tempat kita akan menyimpan bom itu. Dan aku yakin dia akan banyak membantumu lebih cepat menyelesaikan tugasmu." Tak ada jawaban dari Sasuke. Ia hanya berdiri memandangi foto wanita yang ada ditanganya. Entah kenapa ia begitu senang memandang wajah wanita dalam foto itu.

"Kau boleh pergi sekarang. Ah, kau bisa mulai bekerja besok pagi." Sasuke mengangguk sebelum berlalu dari ruangan. Tangannya masih memegangi barang-barang yang Itachi berikan. Ia membaca sekilas tanda pengenalnya yang baru. Bibirnya mengulas senyum penuh ejekan.

"Sasuke Hatake. Dokter anak." Ia mendengus. "Aku bahkan baru saja menghancurkan sebuah taman kanak-kanak yang dipenuhi oleh mahluk-mahluk berisik itu." Ia lantas memasukkan barang-barang itu kedalam saku jasnya.

...

Sasuke melangkahkan kakinya dengan mantap kedalam lobi rumah sakit terbesar di pusat Konoha. Ia menghampiri seorang wanita di meja resepsionis.

"Dimana aku bisa menemui Dr. Haruno?" wanita dibalik meja resepsionis itu sempat tertegun memandangi wajah Sasuke. Ia terlihat begitu terpesona olehnya. Namun, beberapa saat kemudian ia terlihat mencoba menguasai dirinya lagi.

"Anda siapa?" Sasuke menyodorkan kartu tanda pengenalnya dan juga surat rekomendasi yang kemarin diberikan oleh Itachi. Wanita itu membaca kedua benda yang diberikan Sasuke dengan seksama.

"Ah, jadi anda Dr. Sasuke yang dijadwalkan untuk membantu dirumah sakit ini ya? Aku tidak mengenali anda maaf, anda terlihat sangat berbeda." Wanita itu lalu tersenyum ke arah Sasuke, tangannya terulur menyerahkan kedua benda miliknya.

"Mari ikuti saya." Sasuke mengikuti Suster itu tanpa mengatakan apa-apa.

"Apakah anda melakukan operasi plastik? Anda jadi sangat tampat dan.." suster itu menghentikan langkahnya dan memandang pada Sasuke, memperhatikan setiap inci tubuhnya.

"Anda terlihat sangat sexy." Suster itu terlihat hendak menyentuh dada bidang Sasuke namun ia segera mengurungkan niatnya. Kemudian segera berbalik dan mengetuk sebuah pintu yang bertuliskan 'Dr. Haruno sakura'

"Masuklah." Terdengar suara seorang wanita dari dalam ruangan. Sasuke mengikuti Suster itu memasuki ruangan.

"Dr. Haruno, dokter baru yang telah di jadwalkan itu telah datang." Sasuke dapat melihat seorang wanita bersurai merah muda memandang kearahnya. Mata itu. Sasuke masih mengingat dengan jelas mata emerald yang sejak kemarin mencuri perhatiannya.

"Saya permisi dulu dokter." Suster yang mengantarkan Sasuke berjalan hendak keluar ruangan.

Namun saat ia berpapasan dengan Sasuke suster itu berbisik ditelinganya 'aku suka pria-pria tampan dengan otot dan bokong yang menggairahkan' seraya menepuk bokong Sasuke. Membuat sang empunya mendecis tak suka. Tak lupa delikan tajam ia lontarkan pada suster itu yang malah dibalas kerlingan nakal sebelum ia keluar dari ruangan.

"Jangan terlalu dihiraukan. Dia memang seperti itu." Sakura tersenyum ramah dan sedikit geli padanya.

Wanita yang memiliki postur lebih pendek dari Sasuke itu mesti mendongak untuk menatap wajahnya. Namun, entah kenapa Sasuke menyukainya saat ia mendongak. Ia bisa melihat wajah terutama mata wanita itu lebih jelas saat ia mendongak.

"Namanya suster Anko." Sakura mengangguk perlahan. Sedikit menggoda Sasuke. Sementara Sasuke hanya mendengus kesal.

"Selamat datang di rumah sakit kami, Dr. Sasuke." Sakura sedikit terkekeh sebelum ia mengulurkan tangannya pada Sasuke yang segera disambut olehnya.

Wajahnya masih belum menunjukkan banyak ekspresi. Ia hanya tersenyum tipis. Bukan tersenyum untuk uluran tangan Sakura, tapi karena ia pikir pekerjaannya akan segera tersesaikan dengan mudah mulai dari sekarang.

...

Sasuke memasuki sebuah kamar disalah satu apartemen dipusat kota Konoha. Sasuke menghampiri sebuah jendela besar diruang santai apartemen barunya. Ia menyukai pemandangan dari sini. Rasanya ia bisa melihat seluruh kota Konoha dari sini. Juga rumah sakit tempatnya bekerja. Mengingat bahwa ia sekarang adalah seorang dokter anak membuat Sasuke tersenyum sinis.

Dokter. Dulu ia sangat memimpikan untuk menjadi seorang dokter, sebelum akhirnya kedua orang tuanya dibunuh secara keji oleh para pembunuh bayaran berdarah dingin hanya karena ayahnya adalah satu-satunya orang jujur diperusahaan tempatnya bekerja. Hingga akhirnya Sasuke memutuskan untuk mengikuti jejak kakaknya untuk bergabung dengan salah satu gembong teroris paling besar didunia. Menjadi salah satu alat pembunuh paling handal, Orang kepercayaan organisasi, dan segala tektek bengek lainnya.

Sasuke mengeluarkan laptopnya. Ia terlihat mulai berkutat dengan ide-ide gilanya tentang bom. Menciptakan banyak bom untuk membumi hanguskan orang-orang tidak berguna terasa begitu menyenangkan.

Ia merancang bom berukuran mini namun memiliki daya ledak yang tinggi. Ia yakin ciptaannya kali ini akan mampu membumi hanguskan rumah sakit besar tempatnya menyamar sekarang.

Saat memikirkan tentang rumah sakit entah mengapa ingatannya justru tertuju pada mata hijau menyejukkan milik seorang wanita cantik bernama Haruno sakura. Dokter anak baik hati yang selalu memamerkan senyum lembutnya pada siapapun. Jangan lupakan lekukan tubuh indahnya yang bahkan tidak bisa ia tutupi dengan jubah dokter putih yang sedikit kedodoran itu. Justru itu membuat fantasi liar para pria semakin menjadi. Membayangkannya hanya mengenakan jubah kedodoran tanpa kain lain menempel pada tubuh indahnya.

Sasuke menggelengkan kepalanya dengan cepat. Mengusir khayalannya yang semakin melenceng. Ia merasa bingung kenapa ia malah mengkhayalkan dokter itu dengan cara yang jelas-jelas salah. Sepertinya suster cabul sialan itu sudah menularinya dengan virus miliknya. Ia bersiap kembali menyelesaikan bom ciptaannya saat ia mendengar suara bel apartemennya berbunyi.

Sasuke melangkahkan kakinya mendekati pintu apartemen, melihat pada layar keamanan sebelum akhirnya membuka pintu.

"Ah, ini kau? Aku tidak tahu kalau tetangga baruku adalah kau." Seorang wanita berambut merah muda dengan mata yang baru saja menjadi objek fantasi liarnya kini tengah berdiri dihadapannya dengan wajah terkejut.

"Apa anda juga tinggal diapartemen ini?" Sasuke berusaha terlihat wajar. Ia harus menenangkan diri karena sepertinya adrenalinnya telah menempati tempat yang salah saat melihat Sakura hanya mengenakan kaos besar dan hot pans yang tertutupi kaosnya yang besar. Terlihat sedikit mirip dengan fantasinya.

"Iya, aku tinggal tepat didepan kamarmu. Ah, bisakah kau tidak memanggilku dengan anda? Rasanya terlalu formal. Bukankah kau bahkan lebih tua dariku?" Sasuke tersenyum simpul menanggapi perkataan Sakura. Ia tahu, lebih dari tahu bahwa Sakura tinggal diapartemen ini. Itulah kenapa ia memilih apartemen ini.

Mencoba bersikap sopan, ia sedikit menyingkir dari pintu, memberi ruang agar wanita itu bisa masuk. Dan mengisi kekosongan ranjang miliknya? Tentu saja bukan.

Sakura melangkahkan kakinya memasuki apartemen Sasuke. Tepat ditengah ruangan ia berhenti, berbalik memandang Sasuke dan menyerahkan kue yang dari tadi dipegangnya.

"Ini hadiah untuk penghuni baru. Aku biasa melakukannya." Sakura tersenyum.

Sasuke menerima kue yang disodorkan Sakura dan menaruhnya diatas meja makan.

"Kau ingin minum sesuatu?" Dapat Sakura dengar suara Sasuke dari arah dapur.

"Terserah." Ia tak terlalu merasa haus sebenarnya. Hanya untuk sedikit berbasa-basi dengan seorang dokter tampan rasanya tidak buruk.

Saat melihat-lihat apartemen Sasuke, matanya menangkap sebuah sketsa dalam laptop milik Sasuke. Dengan penasaran ia menghampiri lebih dekat agar terlihat lebih jelas. Namun belum sempat ia melihatnya dengan jelas sebuah tangan kekar telah menutup laptop itu dengan sedikit agak keras hingga membuatnya sedikit terlonjak kaget.

"Maaf aku hanya penasaran. Aku tidak tahu kalau itu rahasia." Sakura menerima kopi pemberian Sasuke.

"Tidak apa-apa. Hanya sedikit masalah pribadiku." Sasuke memberikan senyuman manis padanya. Baru kali ini ia melihat pria itu tersenyum. Sangat tampan. Sungguh.

"Kopi panas untuk malam yang dingin di Konoha. Kau baik sekali." Sakura menyesap kopinya seteguk sebelum tersenyum pada Sasuke. Well, andai saja Sakura tahu bahwa yang diinginkan Sasuke untuk menghangatkan malam dinginnya justru adalah dirinya.

"Tidak masalah." Sasuke kembali memandangi pemandangan kota Konoha dari arah jendela besar didalam apartmen. Sasuke mulai menggerutu kesal dalam hati. Ia bingung, kenapa wanita itu bisa membuatnya berpikiran sekotor itu terus menerus tanpa jeda. Sementara di belakangnya Sakura hanya memandangi dalam diam. Tak tahu apa-apa soal pikiran mesumnya.

"Apakah ada tempat dirumah sakit yang bisa digunakan sebagai tempat bersembunyi?" Sasuke kembali mencoba menfokuskan pikirannya pada tugas. Ia harus mulai mencari tempat yang bisa ia gunakan untuk menyembunyikan bom. Bisa ia lihat Sakura mengernyitkan alis mendengar perkataannya.

"Bukankah seringkali pasien bersembunyi dari para dokter dengan berbagai alasan? Takut disuntik misalnya untuk kasus anak-anak." Sasuke memandang Sakura dari tempatnya berdiri. Mencoba memberikan alasan masuk akal. Tidak sulit, ia sudah terbiasa.

"Aku rasa aku harus tahu tempat-tempat itu, agar aku tahu kemana harus mencari mereka saat mereka hilang." Sakura mengangguk mengerti. Ia terlihat sedang mengingat-ingat.

"Ada banyak sekali tempatnya. Akan kutunjukan besok." Lagi-lagi wanita itu tersenyum. Sasuke mulai merasa heran, kenapa wanita itu sering sekali tersenyum.

"Oh, iya kenapa kau memilih untuk bekerja disini? Kurasa bekerja di Suna lebih menyenangkan."

"Suna?" Sasuke sedikit mengerutkan keningnya.

"Kau berasal dari Suna kan? Aku membaca resumemu. Sangat mengagumkan."

"Ah, ya. Aku memang berasal dari sana." Sasuke mengangguk singkat. Ia hampir saja membongkar penyamarannya sendiri.

"Prestasimu juga sangat banyak sekali dibidang kedokteran. Aneh sekali aku tidak mengenal wajahmu sama sekali." Sasuke hanya tersenyum singkat. Enggan untuk melanjutkan percakapan yang sangat berbahaya seperti ini. Seperti mengerti Sakura tidak melanjutkan lagi pertanyaannya seputar karir Sasuke. Mereka memilih untuk bungkam.

Untuk sesaat keheningan menyelingkupi mereka berdua. Rasanya tidak nyaman berada dalam situasi diam seperti ini sementara pikiranmu penuh dengan hal-hal tak senonoh ditambah objek piranmu ada dihadapanmu sekarang.

"Ah, aku harus pergi sekarang." Sakura meletakkan gelasnya diatas meja. Sasuke mengernyitkan alis, kemana wanita ini pergi malam-malam begini?

"Jaga malam." Seperti tahu isi kepala Sasuke, Sakura menjawab pertanyaan Sasuke yang tidak pernah terlontarkan.

"Tunggu sebentar, biar kuantar." Belum sempat Sakura menjawab, Sasuke telah lebih dulu melesat kedalam kamarnya dan mengambil kunci mobil. Mau tak mau akhirnya Sakura mengikuti kemauan Sasuke.

...

Sasuke sedikit tersentak kaget saat ia membuka pintu ruang kerjanya, Sakura sudah berdiri diluar. Bersandar pada dinding disebelah pintu.

"Ah, . aku sudah menunggumu." Sasuke mengerutkan alisnya bingung.

"Menungguku? Ada apa?"

"Aku sudah berjanji akan mengajakmu melihat-lihat tempat yang bisa dijadikan persembunyian kan?" Sasuke hanya mengangguk dan mulai mengikuti langkah Sakura.

Ia mendengarkan dengan sangat rinci semua yang Sakura katakan padanya. Sesekali ia menimang apakah tempat yang Sakura tunjukan cocok untuk dijadikan tempat penyimpanan bom atau tidak.

Saat Sakura tengah menjelaskan padanya soal lemari besar yang sering dipakai seorang anak berusia delapan tahun untuk bersembunyi saat ia harus menjalani kemo perhatian Sasuke justru tertuju pada sebuah ruangan yang sepertinya tak lagi terpakai. Terlihat dari debu yang mulai menebal pada kenop pintunya.

"Ruang apa itu?" Sakura mengalihkan pandangannya pada objek yang dituju oleh Sasuke.

"Oh, hanya ruangan bekas gudang yang sudah tidak terpakai. Hanya ada beberapa barang bekas disana."

"Apa terkunci?" Sakura terlihat tengah mengingat sesuatu sebelum akhirnya ia melangkah menuju ruangan itu dan membuka pintunya.

"Sepertinya tidak terkunci." Sakura berbalik memandang Sasuke dan tersenyum padanya.

"Tapi aku rasa tidak akan ada anak yang masuk ke sini. Tempat ini cukup menyeramkan untuk anak-anak." Sakura mengangkat bahunya acuh. Ia hendak meneruskan penjelajahannya saat suara interkom memanggil. Sepertinya ada seorang pasien lagi untuknya pagi ini.

"Aku harus pergi. Kita lanjutkan nanti saja." Sasuke hanya tersenyum tipis. Ia tidak membutuhkan tempat yang lainnya. Gudang itu adalah tempat yang sangat sempurna. Ia mengecek sekali lagi ruangan itu sebelum berlalu dari sana.

...

Malam itu Sasuke mulai menyisir setiap jengkal rumah sakit. Mengecek ulang informasi yang didapatnya dari Sakura. Kaki-kakinya terus menelusuri setiap jengkal lantai di rumah sakit memastikan tidak ada apapun yang terlewatkan matanya hingga seseorang menabrak punggunya.

"Ah, maaf. Aku tidak sengaja." Sasuke memandangi wajah dihadapannya. Wanita bersurai pirang dengan mata sebiru langit.

"Tidak apa-apa." Sasuke mengulum senyum simpul. Namun, senyumnya hilang saat dirasanya gadis dihadapannya ini memandanginya dengan cukup intens. Apakah wanita ini adalah salah seseorang yang diutus oleh Itachi? Atau bahkan mungkin oleh Ratu Konoha?

"Ah, aku ingat sekarang." Perkataan gadis itu mengejutkannya.

"Aku pernah melihatmu dibangsal anak. Apa kau salah satu dokter disana?"

"Ya." Sasuke mulai mewaspadai gerak-gerik wanita dihadapannya.

"Apa kau tahu Sakura dimana? Aku mencarinya dari tadi."

"Aku tidak tahu. Aku sendiri belum melihatnya." Sakura? Apa hubungan wanita ini dengan Sakura? Tapi setidaknya ia tahu wanita ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan dua orang yang Sasuke khawatirkan.

Wanita itu menggembungkan pipi. Kepalanya ia tolehkan kesekeliling mencari Sakura. Ekspresinya berubah cerah saat ia berhasil menemukan Sakura baru saja keluar dari dalam ruangan kepala rumah sakit. Ia melambaikan tangannya, menarik perhatian wanita bersurai merah muda yang sebenarnya juga menarik perhatian Sasuke. Entah kenapa, wanita itu akhir-akhir ini selalu menarik perhatiannya. Menyita alam bawah sadarnya. Menguasai setiap khayalannya.

"Ino. Apa yang kau lakukan disini?" Sakura mendekati wanita yang ternyata bernama Ino tersebut. Sakura menghentikan langkahnya saat disadarinya Sasuke juga berada disana. Memandanginya dengan tatapan yang tidak bisa Sakura definisikan.

"Aku mencarimu untuk mengajakmu kepameran milik seorang seniman yang selalu membuat heboh dengan karya-karyanya yang kontroversial." Ino terus berceloteh tanpa menyadari orang yang ia ajak bicara justru tengah terfokus pada objek lain dibelakang tubuhnya.

Sakura, sama halnya dengan sasuke. Ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari karya tuhan yang sangat indah dihadapannya. Matanya terpatri pada sosok pria yang juga tengah memandang balik padanya.

"Hei, Sakura. Kau mendengarkanku tidak?" teguran dari sahabat pirangnya itu sedikit mengejutkan Sakura dan memutuskan paksa kontak Sakura dengan Sasuke.

"Maaf, tadi kau bilang apa?" Ino menyipitkan matanya.

Ia menolehkan kepalanya dan mendapati Sasuke sudah tak lagi berada disana. Entah kemana perginya pria itu. Justru yang dilihatnya adalh seorang pria berambut pirang yang baru saja keluar dari dalam lift. Pakaiannya sama sekali tidak bisa disebut rapi dengan kemeja warna cerah dan jas hitam kela yang ia jinjing begitu saja ditangan kanannya. Menghampiri mereka berdua.

"Apa kalian bekerja disini?" pria itu memiliki mata yang indah sebenarnya dan cukup jenaka. Tapi pakaiannya yang berantakan membuat Ino memasang wajah tak acuh.

"Aku dokter disini. Apa yang bisa saya bantu?" wajah tampan pria itu tersenyum cerah.

"Kau tahu dimana aku bisa mendapati kamar nomer 809?"

"Anda hanya harus naik kelantai delapan sisanya anda akan dengan mudah menemukan kamar bernomor itu."

"Baiklah, terima kasih. Ini untukmu." Pria itu menyerahkan sekotak permen karet berwarna merah muda sebelum kembali memasuki lift.

"Apa yang dia berikan padamu?" Ino memandang sekotak permen karet yang dipegang Sakura. Ia sedikit mengerutkan keningnya. Mencoba mengingat sesuatu.

"Ah, pantas saja aku merasa pernah melihat wajahnya."

"Memang siapa orang itu?" Sakura memandang sahabatnya penuh tanya.

"Dia itu Namikaze Naruto. Pemilik perusahaan permen karet yang sekarang ada digenggamanmu itu. Lihat? Mereknya bahkan BUBBLEGUM." Sakura hanya mengangguk. Ia bahkan tidak tahu apa masalahnya menamai permen karet dengan nama bubblegum.

"Ya sudah, apa kau mau menemaniku menghadiri pameran itu besok siang? Ayolah, aku tidak punya teman pergi. Kau juga libur kan besok?" Ino mengibaskan tangannya seakan menghilangkan debu didepan wajahnya. Sakura hanya tersenyum pada Sahabat pirangnya. Ia sudah terbiasa dengan ajakan dadakan dari sahabatnya itu. Dan herannya ia pasti akan selalu mengiyakan setiap ajakannya.

"Yes, aku tahu kau pasti mau menemaniku. Ayo kita keruanganmu saja. Ada yang ingin ku ceritakan padamu." Ino menarik lengan Sakura. Mengapitnya dengan lenganya sendiri. Tanpa mereka sadari seseorang memperhatikan mereka dari balik tikungan lorong rumah sakit.

...

Sakura tercengang setengah mati memandangi pemandangan dihadapannya yang dikatakan oleh para seniman sebagai mahakarya paling hebat abad ini. Ia bahkan merasa perutnya bergolak menahan rasa mual yang mulai menyerangnya.

Pameran yang bertemakan 'My Love' ini yang awalnya sakura kira bertemakan lembut seperti tema yang tertera, terpaksa harus menarik lagi imajinasinya mengenai suasana romantis nan indah. Ini sama sekali berbeda dengan apa yang ada dikepalanya. Dalam galeri megah ini hanya ada tiga buah karya.

Seekor kerbau yang hanya tertinggal kepala dan organ dalamnya sengaja digantung agar terlihat semakin jelas dalam kotak kaca besar yang semakin lama rasanya semakin banyak lalat dan belatung bertebaran disana. Memberikan gradasi warna yang indah sekaligus menjijikan, Segerombolan ikan sarden yang sudah diawetkan didalam sebuah akuarium raksasa dengan keadaan tak utuh lagi. Di posisikan sedemikian rupa hingga terlihat seakan mereka tengah saling memakan satu sama lain, dan seekot burung merak. Burung yang sangat indah dengan ekor yang sangat menawan.

Ya, seharusnya memang sangat menawan. Tapi apa jadinya jika burung merak itu sudah tak lagi memiliki bulu-bulu indah sebagai ekornya dan malah digantikan oleh rangkaian tulang-tulang kecil yang masih berdarah, entah tulang makhluk malang mana yang ia tempelkan disana sehingga membentuk sebuah ekor kipas yang mengerikan.

"Ino, ini bukan pameran karya seni. Ini tempat jagal." Sakura berbisik ditelinga Ino yang juga terlihat kaget sama seperti dirinya. Sepertinya Ino bahkan tidak tahu pagelaran seni apa yang jadi tujuan wisatanya kali ini.

"Tidak sedikit orang yang mengatakannya demikian." Kaget, kedua wanita itu menolehkan kepala mereka serempak.

Sekarang dihadapan keduanya berdiri seorang pria dengan wajah tampan dan senyum yang menawan namun juga terlihat janggal. Kemeja hitamnya tak ia kancingkan dua buah dibagian atasnya. Jasnya yang juga berwarna hitam semakin menambah kesan suram orang itu. Sekilas Sakura bisa melihat kalung Skull yang menggantung dilehernya.

"Apa anda yang menyelenggarakan pagelaran ini?" Sakura bertanya pada pria itu.

"Namaku Sai. Dan ya, aku yang menyelenggarakan pameran ini." Senyuman ganjil itu tak pernah hilang dari wajahnya.

Baik Sakura maupun Ino hanya bisa mengangguk canggung. Tidak tahu harus berkomentar apa.

"Oh!" Tiba-tiba ino memecahkan keheningan diantara mereka dengan menunjuk seseorang dibelakang Sai. Sakura dan Sai menolehkan kepala mereka.

"Sasuke." Sasuke tersenyum kearahnya. Tanpa mereka sadari senyuman Sai telah berubah menjadi seringai yang pastinya hanya terlihat oleh Sasuke karena baik Sakura maupun Ino berdiri dibelakang Sai.

"Aku tidak tahu kalau kau menyukai pameran seni seperti ini." Intonasi Sakura kian mengecil ketika menyadari pameran seperti apa yang tengah mereka hadiri.

"Kebetulan aku lewat. Kupikir tidak ada salahnya jika melihat-lihat." Sakura terlihat bernafas lega.

"Ah, aku lupa memperkenalkan kalian saat dirumah sakit." Sai sedikit mengerutkan keningnya samar ketika mendengar kata rumah sakit.

"Ini temanku Ino. Ino, dia Sasuke. Dokter baru di bangsal anak rumah sakit tempatku bekerja." Sasuke dan Ino saling berjabatan tangan.

"Dokter?" Sai menarik perhatian ketiga orang lainnya saat mengucapkan kalimat tersebut.

"Ya, aku seorang dokter. Dan saya rasa dilihat dari karya yang dipajang disini. Pastilah anda seniman yang bertanggung jawab atas karya-karya menakjubkan ini." Sasuke dan Sai saling pandang dengan tatapan mata yang sulit diartikan oleh kedua orang lainnya. Menyimpan rahasia.

"Kalau begitu saya permisi dulu. Masih banyak tamu yang harus saya sambut." Sai menganggukkan kepalanya hormat yang dibalas Sakura dan Ino. Minus Sasuke.

"Dia tampan sekali." Sakura menoleh pada sahabat pirangnya saat didengarnya Ino berkata demikian.

"Tapi dia gila ino. Lihat karya-karyanya." Ino masih tidak berpaling dari Sai.

"Tetap saja tampan." Sakura mendengus mendengar jawaban sahabatnya itu.

"Ah, Sakura. Karena sekarang ada Sasuke, aku tinggal tak apa-apa kan? Aku ingin sedikit mengobrol dengan sai." Tanpa menunggu jawaban Sakura, Ino telah lebih dulu meninggalkan mereka berdua.

Suasana canggung tiba-tiba menerpa mereka. Tak ada satupun dari mereka yang berbicara.

"Kau libur juga hari ini?" Sakura mencoba membuka percakapan.

"Aku berjaga malam hari ini."

"Oh." Kembali suasana hening menyelimuti mereka. Sakura mencoba memfokuskan matanya pada berbagai objek diruangan itu yang justru membuatnya mual. Disampingnya tanpa ia sadari Sasuke terus memperhatikannya.

"Apa sebaiknya kita keluar dari sini?" Sakura memandang sasuke ketika pria itu berkata padanya.

"Sepertinya kau merasa tak nyaman berada disini." Sakura hanya mengangguk dan mengikuti langkah Sasuke. Dibelakangnya Sakura masih bisa melihat Sai yang tengah mengobrol dengan Ino. Dan saat ia berbalik justru pria pucat itulah yang balik menatap mereka.

TO BE CONTINUED

Autor Note:

Hallo Mina-san~ ini adalah karya republish milikku dengan beberapa berubahan dan penambahan disana-sini. Dan seperti yang pernah aku bilang sebelumnya FF ini akan memiliki beberapa seri dan dimulai dengan seri SASUSAKU. Aku harap kalian semua masih mau untuk berbagi kritik dan saran denganku karena itu akan sangat membantu dalam karya-karyaku selanjutnya. Flame pun tidak masalah tapi saya harap para flamer tetap menggunakan kata-kata yang baik agar tidak terjadi kesalah pahaman ^^.

Akhir kata, semoga kalian puas dengan karyaku yang sekarang dan tetap setia menantikan karya-karyaku selanjutnya. Terima kasih semuanya jaa-nee~~