Title: What happened after dinner?
Cast: Kuroko Tetsuya, Kagami Taiga.
Genre: Romance, smut.
Rate: M
Disclaimer: Kuroko No Basuke © Fujimaki Tadatoshi-sensei. I only own the plot.
Author: White Noodle.
Warning! It's boy x boy, smut, OOC, miss type, etc. Don't like don't read, okay? ^-^
Summary: Apa yang dilakukan Kagami bersama Kuroko setelah makan malam pada malam itu? (it's such a bad summary, I'm so sorry)
ooo
Blurp.
Menghempaskan tubuhnya di sofa, Kagami mengerang kekenyangan. Dia baru saja menyelesaikan makan malam sambil menonton televisi bersama Kuroko –pria itu sudah lebih dulu menyelesaikan makannya, tapi porsinya yang setengah ia tinggalkan begitu saja di piring. Padahal berkali-kali Kagami selalu memperingatkan kekasihnya untuk banyak makan, akan tetapi mau dipaksakan seperti apapun tetap sama saja, justru Kuroko bisa muntah. Tapi ia cukup heran, meskipun porsi makan Kuroko sangat sedikit, pria itu termasuk dapat dibilang memiliki tubuh yang ideal. Bahkan pipinya lumayan tembam, membuatnya jadi terlihat menggemaskan.
"Ada apa, Kagami-kun?" Kuroko sepertinya sadar bahwa ia sedang diperhatikan, pria itu menoleh tanpa mengubah wajah datarnya. Kagami juga terlihat biasa saja, tak ada niat untuk mengelak atau menyangkal bahwa ia sedang mengobservasi sang kekasih.
"Aku hanya lumayan heran –bagaimana bisa tubuhmu tetap ideal meskipun makanmu sedikit?" kata Kagami, mengutarakan apa yang sedang dipikirkannya tanpa peduli bahwa ia membuat mata bulat Kuroko sedikit melebar. Mungkin Kuroko hanya tak menyangka akan mendapat komentar yang lebih mirip sebuah pujian tersebut. Ia justru malah yang mengalihkan pandangannya, wajah datar yang ia usahakan tampak adalah agar Kagami berpikir bahwa ia tidak peduli padahal sebenarnya ia merasa kesenangan. Kagami jarang memberinya pujian, kecuali pada saat-saat tertentu atau ketika pria itu tak sadar. Di balik semua itu bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan, karena Kuroko tau Kagami adalah orang yang kaku, lagipula ia juga bukan seseorang yang terlalu suka mendapat banyak pujian.
Hening. Di antara keduanya malah jadi tidak ada percakapan sama sekali. Tapi Kuroko merasa bahwa mata tajam Kagami masih memperhatikannya –pria yang duduk di sampingnya itu malah membuat sebagian lehernya geli dan tak nyaman hanya karena tatapannya. Ia mencoba mengalihkan rasa tak nyaman itu dengan meraih kaleng minuman sodanya, kemudian meneguknya dengan pelan –akan tetapi ia hampir tersedak saat merasa permukaan sofa bergetar dan pori-pori kulitnya menangkap hawa panas dari tubuh lain.
"Kuroko," panggilan itu malah semakin memperparah keadaan. Kuroko sampai hampir menumpahkan kaleng sodanya.
"Ya?" tetap mencoba kalem, Kuroko menghadap Kagami dan ia sedikit kaget karena ternyata jarak wajah mereka sudah sangat dekat. Spontan, ia sedikit memundurkan kepalanya akan tetapi ada sesuatu yang menahannya –tangan Kagami. Ketenangan yang Kuroko coba pertahankan perlahan-lahan mulai pupus, berganti dengan keluarnya keringat dingin di ujung pelipisnya.
Kuroko mencengkram baju di bagian pundak Kagami saat pria itu membenturkan bibir mereka –tak menunggu Kuroko untuk sekedar menenangkan detak jantungnya, Kagami langsung melumat bibir kecilnya yang sedikit terbuka akibat ketidak-siapannya.
"Mm… Ka…mm…" Kuroko merasa percuma untuk membuat Kagami berhenti sejenak, karena pria itu justru mendorong belakang kepalanya supaya ciuman mereka semakin dalam. Belum lagi saat mulutnya dituntut untuk mempersilakan lidah Kagami untuk masuk –ia jadinya menurut saja. Alhasil kini lidah mereka saling melilit –dan sensasinya membuat Kuroko secara perlahan mulai menikmatinya. Terbawa oleh permainan handal Kagami, Kuroko memejamkan matanya sambil sesekali mengerang.
Nafas mereka terengah setelah saling melepaskan diri akibat kebutuhan akan udara untuk bernapas. Wajah keduanya memerah –akibat sedang dalam situasi panas dan malu.
"Kuroko," sekali lagi Kagami menggumamkan namanya –salah satu kebiasaan yang membuatnya merasa senang dan dibutuhkan. Ia merambatkan tangannya sampai ke sisi wajah Kagami, membelai sedikit permukaan halus namun tegasnya dengan ibu jari selama ia menunggu Kagami mulai mengeliminasi jarak keduanya dengan lidah yang sedikit menjulur di bibirnya. Bersamaan dengan tangannya yang berpindah ke belakang leher Kagami, ia menyambut lidah tersebut –membuatnya bertemu dengan miliknya dan mereka saling menggosokkan daging tak bertulang tersebut di dalam mulut Kuroko.
Suara kecapan basah dan erangan tertahan kembali terdengar, mengudara bersama suara yang keluar dari televisi. Merasa terganggu, Kagami membuka matanya meskipun ia tidak melepaskan tautan bibir mereka –sementara ia membiarkan Kuroko sedikit mengambil alih kendali sedangkan ia dengan sebelah tangannya yang bebas berusaha meraih remote kontrol di atas meja. Lumayan kesulitan memang, sampai membuatnya sedikit bergerak hingga tak sengaja Kuroko jadi menggigit bibirnya. Pria kecil yang seperti nyaman dalam dekapannya seketika menjauhkan wajahnya dan meminta maaf dengan wajah memerah. Kagami tersenyum tipis, ia menggunakan kesempatan tersebut untuk benar-benar meraih remote dan mematikan televisinya. Ia tak ingin suara lain menenggelamkan suara Kuroko. Kekasihnya itu suka menahan diri sehingga suara yang ia keluarkanpun bukan yang seharusnya. Ia pernah menegur Kuroko untuk tidak menahan suaranya, akan tetapi pria itu berdalih bahwa terlalu mengekspresikan apa yang dirasakannya adalah sesuatu yang memalukan. Kagami maklum, karena ia sudah mengenal Kuroko selama ini –sifatnya yang begitu sudah mutlak adalah –bisa dibilang bawaan bayi jadi tak mungkin ia bisa merubahnya. Disamping itu, dengan segala reaksi yang Kuroko tunjukkan selama ini, ia sudah merasa sangat puas apalagi ia tau bahwa sebenarnya Kuroko juga suka kewalahan. Beberapa kali pria itu pernah kecolongan, suara erotisnya sungguh sesuatu yang paling menakjubkan yang pernah Kagami dengar. Lebih merdu dari suara penyanyi manapun.
"Kagami-kun," suara Kuroko terdengar parau –mungkin akibat ciuman yang mereka bagi. Sementara kini Kagami sedang melepaskan bajunya sendiri –menyisakan celana jeans berwarna hitam melekat dikaki jenjangnya. Ia tersenyum menghadap Kuroko –seolah sudah siap untuk menikmatinya kapan saja.
"Ada apa, Kuroko?" Kagami merespon tapi tangannya tak tinggal diam. Ia memegang kedua sisi karet celana Kuroko –bersiap untuk menariknya lepas akan tetapi gerakannya ditahan oleh siempunya. Heran, Kagami jadi mendongak untuk berhadapan langsung dengan mata bulat indah sang kekasih.
"Ano… kita baru saja selesai makan. Bukankah sebaiknya kita menunggu sampai makanannya benar-benar turun?"
Pffft!
Kagami menyemburkan suara tawa tertahan. Ia hanya merasa lucu bahwa sedari dulu Kuroko selalu mengkhawatirkan hal-hal kecil. Pria itupun seolah tidak mengindahkan perkataan Kuroko –karena ia sudah berhasil membuat pria kecil itu hanya memakai celana dalam ketatnya.
Ia menikmati bagaimana Kuroko merespon perbuatannya dengan wajah terkejut, tapi ia tau bahwa sebenarnya Kuroko pasti merasakan hal yang sama dengannya. Kedua kaki jenjangnya ia naikkan keatas sofa, sementara ia membimbing Kuroko untuk berbaring –ia jadi mudah untuk menindihnya saat itu juga.
Keduanya saling menempel, dan mata masing-masing menyiratkan suatu keinginan yang serupa –hanya saja Kuroko tidak terlalu menunjukkannya. Tapi saat Kagami mulai menciumnya lagi, dengan tanpa beban ia langsung meresponnya –suara kecapan basah langsung terdengar di setiap sudut ruangan.
ooo
"Mmhhh… unghh…"
Suara lenguhan yang meluncur bertubi-tubi dari tenggorokan Kuroko –membuat pria bersurai merah semakin gencar untuk menggodai salah satu nipplenya dengan lidah –sementara sebelah lagi mendapat cubitan yang membawa sensasi luar biasa untuk tubuhnya. Kuroko mengernyitkan keningnya, menahan segala rasa yang didapatnya hanya dari mulut dan jemari Kagami –ia mencengkram rambut merah tebalnya untuk mempertahankan dirinya.
"Nghhh… K-kagami… kunhhh…" dengan sedikit menjambak kekasihnya –Kuroko membuat Kagami jadi meninggalkan titik kemerahan di dadanya. Matanya menangkap benang saliva yang sempat masih terhubung antara lidah Kagami yang sedikit terjulur dan basah dengan dadanya. Seksi –pikirnya. "Bukankah… besok –berangkat pagi?" ujar Kuroko kemudian, mengutarakan sebab ia sampai memaksa Kagami berhenti dengan kesibukannya.
Kagami hampir kehilangan kendali dirinya –dan berbuat hal aneh seperti tiba-tiba terjungkal dari sofa atau menjambaki rambutnya sendiri. Ia heran, di saat ia dapat merasakan bahwa Kuroko sudah sangat siap di bawah sana, tapi pria ini masih saja memikirkan hal-hal semacam itu. Geez. Sepertinya ia harus bertindak yang lebih lagi dari ini –membuat Kuroko melupakan apapun dan hanya fokus pada dirinya bersama kenyamanan yang akan segera ia berikan.
"Hm, aku masih tetap bisa bangun pagi kok," katanya menanggapi dengan begitu sabar bahkan wajahnya mengembangkan senyuman manis –yang membuat Kuroko lengah sampai akhirnya pria itu melengkungkan punggungnya dan mengerang lumayan panjang. Kagami tersenyum senang karena rencananya berhasil –bahkan ia mendapat hadiah sebuah pemandangan paling indah di hadapannya. Kuroko dengan alis melengkung dan bibir yang digigitnya untuk menahan desahan yang lebih lagi. Di bawah sana, tangan Kagami sedang memanjakan kepunyaan Kuroko.
Tak kuat menahan kenyamanan yang Kagami berikan, Kuroko menjambak rambut Kagami dengan sebelah tangannya, dan tangan yang lain ia gunakan untuk menutup mulutnya. Ia hampir meruntuhkan pertahannya dan ia tidak mau itu terjadi –karena setiap ia menunjukkan segala apa yang dirasakannya pada Kagami ketika mereka sedang dalam situasi serupa, setelahnya ia pasti akan merasa sangat malu dan seolah tidak sanggup untuk bertatapan dengan Kagami.
"K-kagami… kunhh…tidak…" dengan susah payah, Kuroko menjalarkan tangannya kebawah, menahan pergerakan tangan Kagami disana –yang membuat seluruh tubuhnya bergetar dan membuatnya mendapatkan keringat dingin. Ia sungguh tak akan sanggup kalau harus menahannya, bahkan untuk sedetik saja.
Kagami menghentikan gerakan tangannya, pertama ia memperhatikan tangan Kuroko yang bergetar menggenggam tangannya –bermaksud menahannya, berikutnya ia melihat wajah sang kekasih yang merona dan terengah namun mata birunya masih dapat menatapnya dengan sedikit mengiba. Iapun mengembangkan senyuman, tau apa yang seharusnya ia lakukan berikutnya. Dengan senang hati, Kagami melepas celana dalam ketat Kuroko –tak menyisakan apapun di bagian bawah tubuhnya. Pemandangan yang cukup berantakan di sekitar selangkangan Kuroko, membuat sesuatu di balik celananya berdenyut kesakitan. Duh, rupanya bukan Kuroko saja yang sudah tidak tahan, tapi diapun demikian.
Dengan cekatan, Kagami membuka zipper celananya untuk menarik keluar sesuatu yang sudah sekeras batu –mencuat begitu merasakan dinginnya hembusan angin dalam ruangan tersebut. Ia kemudian mencondongkan tubuhnya, meminta Kuroko untuk menghisap dua buah jarinya yang panjang sementara di bawah sana ia sedang memijat pelan kepunyaannya –menjaganya untuk tetap sekeras yang ia dapatkan.
Merasakan bagaimana lidah Kuroko menggodai jari-jarinya, juga wajah merona sang kekasih dan mata sayunya –membuat Kagami makin terstimulasi hingga ia seperti akan keluar kapan saja. Iapun menarik jemarinya dari mulut Kuroko, membuat segaris benang saliva yang akhirnya terputus seiring Kagami membawa tangannya ke bagian tubuh Kuroko yang paling bawah. Ia mengatur posisi kedua kaki Kuroko supaya mempermudah dirinya untuk mempersiapkan sang kekasih –diselingi dengan ia yang mengecup betis ataupun tumit Kuroko dengan sensual. Kemudian dengan begitu lembut, Kagami menjejalkan salah satu jarinya ke dalam tubuh Kuroko, mudah –akibat pelicin dari saliva pemuda berambut biru muda tersebut. Tak lupa ia sembari mengamati bagaimana perubahan mimik di wajah sang kekasih selama ia semakin membuat jarinya berada di titik paling dalam, sebelum menggerakkannya dengan perlahan. Sebetulnya Kuroko masih lumayan longgar –mengingat kemarin malam mereka juga melakukannya. Tapi, membuat Kuroko merasa nyaman adalah yang terpenting. Ia tak mau bertindak egois dengan asal menemukan dirinya merasa nyaman, maka tak peduli dengan pasangannya. Bagaimana wajah Kuroko yang merona dan seperti kesulitan menahan diri karena kenyamanan yang ditawarkan padanya –adalah pemandangan paling indah, maka ia tak ingin melewatkannya barang sekali.
"Kau masih longgar, Kuroko," komentar Kagami –berikutnya ia membuat satu lagi jarinya berada di dalam tubuh Kuroko. Keduanya bergerak menggesek juga melonggarkan dengan mudah.
"Mmhh… mmhh…" erangan tertahan terdengar bersahutan dari tenggorokan Kuroko. Pemuda itu terlihat seperti memberikan hak penuh atas dirinya pada Kagami –ia benar-benar mengikuti segala alur yang dibuat sang kekasih. Matanya terpejam, dan keningnya sedikit mengernyit sementara giginya sibuk menggigiti bibir –untuk selalu mengingatkannya supaya tak sembarangan mengeluarkan suara.
Kagami merasa bahwa tubuh Kuroko semakin siap di bawah sana –tapi ia hanya semakin gencar mengerjai dinding daging yang seperti melumat jarinya. Ia bahkan membuat beberapa gerakan menusuk pada beberapa titik, hingga satu diantaranya membuatnya tersenyum puas.
"Akh!" tubuh Kuroko melonjak, merasakan sensasi familiar yang menyerang tubuhnya lebih lagi. Ia kemudian merutuki dirinya karena tak pernah berhasil melewati godaan Kagami ketika menghantam titik itu. Jadinya ia memalingkan wajahnya, tak ingin melihat bagaimana Kagami tersenyum dengan puas atas keberhasilannya.
"Kuroko," ia mendengar Kagami memanggil namanya, meskipun sebenarnya ia masih enggan tapi akhirnya ia membuka matanya dan menatap sang kekasih. Mata merah pemuda itu seperti mengisyaratkan sesuatu. Ia mengerti apa maksudnya –sehingga tanpa berpikir dua kali ia menganggukkan kepalanya. Detik berikutnya, ia merasa tubuhnya menjadi kosong –namun ia yakin bahwa sebentar lagi justru ia akan merasa penuh dan sedikit terbelah.
Mendapat izin dari si empunya, Kagamipun bersiap untuk menyatukan tubuhnya dengan Kuroko. Ia memberikan beberapa kocokan pada tubuhnya yang paling selatan sebelum membimbingnya dengan sebelah tangan itu untuk menembus sebuah titik di antara kedua kaki Kuroko. Ia menggeram, merasa kedutan menyambut bagian paling ujungnya. Sementara ia sudah yakin bahwa apa yang harus dilakukannya kemudian adalah menghentak, Kagami menggunakan kedua tangannya untuk menahan masing-masing kaki Kuroko. Ia menyelipkan tangannya di bawah lipatan lutut berwarna pucat tersebut.
"Aku… masuk, Kuroko…" kata Kagami, menahan erangannya dengan menggigit bibir tatkala ia mendorong pinggulnya maju, membuat tubuhnya semakin melesak jauh ke dalam Kuroko. Hatinya berdesir melihat bagaimana Kuroko mengernyitkan keningnya, dan salah satu tangannya meremas pinggiran sofa yang lembut.
Diam. Dalam keadaan saling terhubung –dan di dalam mereka berbagi kedutan penuh antusias, mereka terdiam demi untuk saling menyesuaikan diri. Sampai akhirnya Kuroko membuka matanya –menatap Kagami dengan isyarat mata tertentu yang akhirnya membuat ruangan tersebut jadi saksi bagaimana keduanya saling menginginkan satu-sama lain dengan hasrat yang menggebu.
Suara decitan sofapun menjadi penyelaras erangan juga desahan yang keluar bertubi-tubi dari masing-masing.
"Nghhh… haa…" Kagami masih belum lelah untuk membuat mereka mendapat ketinggian. Ia bahkan sudah beberapa kali merubah posisinya –dan yang terakhir ia seperti paling suka saat wajahnya berhadapan dengan Kuroko. Pria di bawahnya itu menggapai lehernya, seolah itu adalah pertahanannya untuk membantunya melalui sensasi yang luar biasa tersebut.
"Ahhh… Kagami… unhh…" meskipun tubuhnya terlonjak-lonjak akibat hentakan kuat Kagami, pria dengan selembar kaos yang hanya tersisa menggantung di lehernya tak mampu untuk melepaskan pelukannya pada leher sang kekasih. Seolah apabila ia melepaskannya, maka sungguh ia tak akan selamat.
Kagami menunduk, berbagi beberapa lumatan dengan kekasihnya dan tak lupa ia mengecup panjang pipi menggemaskan Kuroko. Ia kemudian menempelkan sisi wajahnya di sebelah sisi kepala Kuroko –seperti sengaja ingin membisikkan bagaimana ia mengerang akibat kenikmatan yang Kuroko berikan untuknya.
"Kuroko… haaa… uhhh…" erangnya tak kuasa. Sebenarnya ia ingin menahan sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan suara, supaya ia dapat dengan puas mendengar bagaimana Kuroko mengekspresikan kenyamannya, akan tetapi bagaimana himpitan dan pijatan di bawah sana –membuatnya jadi tak bisa melakukan apapun selain terus menghentak dan mendesah. Oh, Kuroko memang benar-benar selalu bisa mengalahkannya.
"… kun… ohhh… aku…" suara parau dan tertahan Kuroko membimbing salah satu tangan Kagami menjalar melalui pinggang dan perut Kuroko –sampai akhirnya berhenti untuk menggenggam sesuatu yang mengeras disana. Dengan tempo sama seperti hentakannya, ia membuat Kuroko mendapatkan kenyamanan yang lebih lagi.
"Kuroko…" seperti kesetanan, ia menghantamkan tubuhnya –seluruh pikiran dan perhatiannyapun hanya untuk Kuroko –sampai ia seperti tak punya kosa kata lain selain nama sang kekasih sehingga hanya itulah yang mampu diucapkan oleh mulutnya.
Tak beda jauh dengan Kagami, Kurokopun hanya semakin menyerukan nama pria di atasnya. Ia melengkungkan punggungnya, dan mendongakkan wajahnya –rasa-rasanya ia akan meledak sampai secara tak sadar kukunya menancap di kulit leher Kagami. Ia hanya merasa sangat nyaman, sampai ia sempat merasa takut bahwa dirinya benar-benar tidak akan selamat. Tapi begitu suara Kagami memenuhi telinganya, ia bahkan seperti pasrah atas apapun yang akan terjadi berikutnya sampai entah dapat tenaga darimana, ia membuat kepala Kagami terbedam di dadanya dan ia mengerang panjang dengan tubuh yang mendadak kejang. Di atasnya, ternyata Kagamipun menyusul setelah beberapa hentakan berikutnya –pria yang identik dengan merah itu menggeram seperti macan liar diatas dadanya –sembari menghujamkan dirinya sedalam mungkin.
"Ohh!" Kuroko tersentak, merasakan sensasi nyaman ganda saat sesuatu yang menembakinya di dalam. Dengan acak ia mencengkram tubuh Kagami, mengacak rambutnya bahkan menjambaknya lumayan kuat. Sementara Kagami sendiri masih bergetar –merilisasikan segala yang ada pada dirinya pada Kuroko.
Keduanya tak berkata-kata, hanya suara deru nafas mereka yang bersahutan. Posisi keduanyapun masih belum berubah, hanya Kagami yang berbuat sedikit nakal dengan memberikan beberapa kecupan sensual tapi malas di ujung nipple sang kekasih. Tapi karena masih dalam proses penenangan setelah mencapai ketinggian, hal tersebut tak begitu berpengaruh bagi Kuroko. Pria itu hanya memejamkan mata, menikmati bagaimana ia dan Kagami seperti saling berebut oksigen demi kebutuhan mereka untuk bernafas.
"Kagami-kun…" panggil Kuroko disela-sela ia mengambil nafas. Tangannya yang semula sengaja untuk membenamkan wajah Kagami di dadanya jadi berubah mendorongnya, membuat sang kekasih terpaksa mengangkat tubuhnya. Ia tau Kuroko pasti merasa berat. Dengan perlahan, iapun menarik dirinya keluar disusul oleh sejumlah cairan yang mengalir keluar sampai ke permukaan sofa. Ia terlihat tak peduli dan malah sibuk membersihkan dirinya dengan tissue kemudian mengancingkan celananya. Tubuhnya kehilangan banyak energi dan ia merencakan akan segera tidur setelah ini.
Kagami membantu Kuroko untuk duduk dan membersihkan dirinya. Kuroko sendiri terlihat sangat kelelahan, sampai seolah ia bisa pingsan kapan saja. Ia melepaskan kaos di leher Kuroko dan sebagai gantinya ia memakaikan kaosnya kepada pria teler itu.
"Ayo kita tidur," ujar Kagami sebelum mengangkat Kuroko dengan kedua lengannya yang kuat. Meskipun ia sangat kelelahan, namun hanya untuk membawa Kuroko bersamanya, bukanlah sesuatu yang sulit. Ia meninggalkan sofa yang berantakan dengan beberapa spot mencurigakan di atasnya.
"Oyasuminasai," Kagami masih sempat berbuat romantis –ia mengecup kening Kuroko yang seperti sudah lebih dulu tak sadarkan diri dengan nyamannya di balik selimut. Ia merengkuh Kuroko –menjaganya supaya tetap hangat karena ia malas untuk membuat Kuroko memakai celana. Mencari posisi yang pas, ia melesakan hidungnya di perpotongan leher Kuroko dan mulai memejamkan mata. Suara nafas teratur Kuroko seperti menjadi lullaby untuknya. Maka tak perlu menunggu waktu lama, ia sudah ditarik ke dalam alam mimpi namun samar ia sempat mendengar Kuroko membalas ucapan selamat tidurnya dan merasa bahwa pria itu jadi meringkuk kepadanya. Yea, apapun itu –mimpi atau memang nyata, yang pasti ia merasa semakin nyaman dan kesadarannya semakin terkikis hingga ia jadi terjebak di alam mimpi yang indah bersama si terkasih –mungkin semacam melanjutkan aktifitas yang tadi. Yah, setidaknya dalam mimpi ia tak perlu merasa jadi kelelahan.
ooo
Fin.
.
.
Akhirnya, kelar satu lagi ff KagaKuro dari saya. Tapi yang kali ini cuman iseng sih, soalnya banyak doujinshi beterbaran yang… yang… yang mendorong pikiran kotor saya buat bikin cerita yang begini. /sungkemin KagaKuro/
Sejujurnya saya bingung dalam menentukan pairing di ini /maklum katro/ jadi ujung2nya jadi ga ada pair dan mungkin bikin readers jadi sulit nemuinnya x_x
Oh iya, maaf kalau cerita ini begitu OOC –serius saya iseng doang loh bikinnya. Udah jadikan, jadi sayang kalo ga dipost.
And by the way, thank you so much for the readers, I love you /love/
Tanpa kalian saya tak akan punya semangat untuk menambah jumlah ff couple ini :3
Oh iya, apakah ada yg punya rekomendasi doujin kagakuro? Saya lg gencar nyari ini~ semoga bisa ketemu yg semakin menarik~
Ok, karena saya sudah sangat ngantuk sampai rasanya pusing, jadi segini dulu deh ya saya cuap-cuapnya. ^-^
Maaf kalo ada banyak kesalahan dalam penulisan ataupun jalannya cerita ini. Harap maklum karena saya hanyalah seorang amatiran ^^
If you don't mind, review please? ^-^
Salam,
White Noodle. See you in the next story.
