Ichimoku de Shiawase

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Warning : OOC, gaje, abal, fail angst, uh death chara

Uh, yeah, hello. Ini ff straight lagi yang bakal ku publish. Dan lagi-lagi genrenya angst. Tolong aku gabisa buat fluff /menangis/ Tapi nanti bakal ku selipin beberapa fluff kok di ff ini. Castnya kali ini yang imut-imut. Awas diabetes /ha

Bisa dijamin betapa failnya ff ini. Dan, yeah, pasti angstnya gadapet kayak ff Can you hear me? kemarin. Iya, aku emang gabisa nulis ff angst tapi maksa. Jadi begitulah nasib chara yang masuk ke dalam ff ku jadi OOC begitu /terjun/

Pairnya imut lho, KuroMomo. Imut, 'kan? Aku lumayan suka mereka sih, tapi tetep sukanya sama AkaKuro ehehe /dasarfujo

P.S. Kuroko bakal OOC saat dia cuma berduaan sama Momoi. Tapi aku berusaha bikin biar gaterlalu OOC kayak Kise gitu sifatnya. Paling dia bakal sering senyum sama terkekeh(?)

Oke, don't like don't read.

Special dedicate to Heicchin, my beloved daughter www

Happy birthday my daughtie~ I know this ff isn't enough and doesn't nice. So, hope you really like it, mwah~

P.S.S. Aku bukan ibu-ibu yang udah punya anak. Dia temenku yang mengakui dirinya jadi anakku. Jadi ya gitu deh. Aku masih muda kok /apa


So guise,

Happy reading~!


Chapter 1 : Hidden Truth

Pemuda bersurai biru yang senada dengan langit cerah di hari itu makin enggan untuk sedikit saja membuka kedua kelopak mata yang menutupi kedua iris yang juga serasi dengan surainya. Angin yang berhembus dengan sangat tenang membuat siapapun yang sedang senang, sedih atau marah sekalipun akan memilih untuk menghentikan kegiatannya sebentar hanya sekedar untuk menikmatinya. Sama seperti yang dilakukan pemuda baby blue tersebut.

Pikirannya sedang melayang entah kemana. Yang jelas, apa yang sedang dipikirkannya saat ini membuatnya kadang tersenyum─walaupun sekedar tersenyum kecil─ dan kadang kembali ke ekspresinya yang sangat minim. Begitulah ia, jika sesuatu yang sedih atau bahkau yang membahagiakan sekalipun, jarang sekali ia akan mengekspresikan perasaannya saat itu. Jika melihat ekspresinya yang benar-benar minim, sulit untuk seseorang dapat membaca perasaannya.

Dan pikirannya sedaritadi melayang ke dua tahun lalu. Masa-masa indah, tentunya. Bagi mereka yang dekat dengannya juga akan beranggapan yang sama.

Dua tahun lalu adalah masa yang sangat indah sekaligus menyakitkan untuk seorang Kuroko Tetsuya.

─oOoOo─

Decitan sepatu menggema di ruangan itu. Beberapa siswa sedang sibuk dengan kegiatan mereka kini. Ya, bermain basket. Dan kini merupakan jadwal mereka untuk latihan rutin mengingat mereka baru saja menghadapi Winter Cup yang memang diselenggarakan setiap tahun.

Mereka tengah menikmati latihan basket─atau lebih tepatnya siksaan─ yang telah dijadwalkan oleh sang kapten, Akashi Seijuuro. Kapten yang disebut juga dengan jelmaan iblis itu terlihat tengah memantau kelima anggotanya di tim inti. Tim inti yang beranggotakan enam orang─termasuk Akashi─ itu disebut juga dengan Kiseki no Sedai. Dikarenakan kemampuan mereka yang di luar akal dan juga karena mereka terus memenangkan semua pertandingan lah yang membuat mereka menyandang sebutan itu.

Terlihat di lapangan terdapat lima pemuda yang sedang menjalani siksaannya. Mereka seperti pelangi karena warna surainya yang memang mencolok. Tak perlu kusebutkan lagi karena kalian pasti sudah tahu siapa saja mereka.

─oOoOo─

Dan akhirnya siksaan itu selesai yang menghasilkan kelima anggota tim inti─kecuali Akashi tentunya─ terkapar lemas di atas lapangan indoor yang mereka lakukan untuk latihan tadi.

Mereka masih sibuk menghilangkan dahaga dan membersihkan peluh yang membanjiri mereka. Sehingga yang tercipta kini hanyalah keheningan. Tidak terlalu hening sih, sebenarnya. Karena suara menenggak minuman masih terdengar. Walaupun tak seberapa keras.

Akhirnya setelah mereka selesai menghilangkan dahaga, Akashi pun angkat bicara. "Senin nanti kita adakan training camp sekaligus menyambut natal. Kita akan pulang pada malam natal. Aku sudah menyewa sebuah penginapan di Hokkaido, tentu saja tanpa sepengetahuan kalian. Akan kutambah menu latihan kalian mengingat kita akan segera memasuki tahun baru. Kita akan menginap selama seminggu." Ucapnya. Atau lebih tepatnya perintah. Perintah dari Akashi itu absolut, 'kan?

Lantas, keempat─kecuali Kuroko yang masih memasang ekspresi datar─anggota lainnya menelan saliva mereka keras-keras. Sungguh, yang ada di benak mereka pasti training camp tersebut tak ada bedanya dengan neraka. Meskipun nanti cuacanya tak akan sepanas neraka─karena memang kini di Jepang sedang musim dingin. Tak ada yang mampu berkata, pikiran mereka membayangkan hell camp─tentu ini sebutan kelima anggota yang termasuk Kuroko di dalamnya─yang akan mereka laksanakan dua hari lagi.

Di bayangan mereka, mereka merasakan bagaimana latihan di tengah dinginnya cuaca. Berlari di atas bukit salju. Memakai mantel tebal yang pasti akan menambah keringat─mengingat mereka akan latihan fisik nanti─. Membayangkan saja mereka sudah tak sanggup, bagaimana menjalaninya? Terlebih lagi mereka tahu kalau kapten mereka yang merupakan jelmaan iblis itu tak akan segan-segan menghukum anggotanya walau hanya melakukan kesalahan sepele. Mereka ingin mati rasanya. Apa perlu mereka terjun dari atap sekolah mereka sekarang?

Akashi berdeham kecil yang membuat kelima yang lainnya tersadar dari mimpi buruknya. Menatap horor ke arah Akashi, seolah sedang melihat monster yang datang dari dimensi lain. Atau mungkin alien? Bisa sebut keduanya. (author terbunuh ditusuk gunting.) "Untuk biaya makan dan transportasi, kalian tak perlu khawatir. Aku akan menanggung semuanya. Kalian hanya perlu mempersiapkan fisik kalian agar tidak drop saat camp nanti, mengerti?" Ucap Akashi, perintah maksudku. Ekspresinya tetap dingin memandangi satu persatu anggotanya tanpa mempedulikan tatapan horor yang masih bertengger di wajah mengangguk pasrah mengingat perintah Akashi itu absolut. Kalau mereka mencoba melawan, tubuh mereka akan habis tercabik gunting, mungkin. Akashi pun menunjukkan senyum penuh kemenangannya. Memang kapten yang satu ini, tak pernah puas menyiksa anggotanya.

Kise yang sedari tadi terdiam─karena dia tak akan berani memotong ucapan sang kapten─, akhirnya angkat bicara. "Oh iya, tadi siang aku baru menerima gaji. Kalian ku traktir es krim -ssu!" Seru Kise sambil menunjukkan senyumnya. Oh baik sekali hatimu, Kise.

Aomine menaikkan sebelah alisnya menghadap ke arah Kise. Memandang seperti meremehkan, mungkin. "Hanya es krim? Masa seorang model yang lumayan terkenal hanya mampu mentraktir es krim? Payah." Kemudian ia mengendikan bahunya dan menguap dengan tidak elitnya, karena sebelum ia sempat menutup mulut setelah menguap, Kise melempari sepatunya dan kebetulan masuk ke mulut Aomine. Jadilah Aomine menatap Kise dengan death-glare nya. "OI KISE! KURANG AJAR KAU!" Dilemparkannya lagi sepatu tersebut kepada Kise─setelah mengeluarkan sepatu itu dari mulutnya, tentu.

"AOMINECCHI HIDOI -SSU !" Teriak Kise, lebih tepatnya merengek. "YASUDAH KALAU AOMINECCHI TIDAK MAU, BAGIAN AOMINECCHI KUBERIKAN KE MURASAKICCHI!" Kise melipat kedua tangannya di depan dada.

"HA?! BUKAN MAKSUDKU BEGITU, KISE! AKU JUGA MAU WALAUPUN HANYA SEBATANG ES KRIM!" Aomine tak mau kalah, ia masih tetap berteriak tanpa mempedulikan Akashi yang sedang menatapnya dan juga Kise dengan tatapan siap membunuh─dengan gunting tentunya.

"BAGIAN AOMINECCHI UN─"

Ckris.

Bagus. Gunting Akashi menancap di lantai kayu. Lebih tepatnya di sebelah kaki kiri Kise. Semua yang ada disana─kecuali Kuroko─ langsung bergidik ngeri. Aomine sudah hendak membuka mulut sebelum Akashi siap melempar gunting keduanya dimana Aominelah yang menjadi sasarannya.

"KAU TIDAK BISA SEENAKNYA MENGAMBIL BAGI─"

Ckris.

Gunting kedua berbicara. Kini gunting tersebut menancap di dinding belakang tempat Aomine duduk. Sebelumnya gunting itu sempat memotong beberapa helai rambut Aomine. Kini Aomine seperti mayat hidup yang membeku dengan wajah pucat.

"Kalian terlalu berisik. Hanya karena es krim saja. Seperti anak kecil," Akashi mengarahkan pandangannya ke arah ketiga anggota yang sedari tadi diam─entah karena takut atau memang mereka tidak berniat ikut campur─. "Ryouta, Daiki, lihat Tetsuya, Atsushi dan Shintarou. Mereka semua bisa menjaga mulutnya agar tak menimbulkan polusi suara yang berlebihan." Nasihat Akashi kepada Aomine dan Kise yang hanya disambut anggukan kecil dari keduanya yang masih membeku. Rasanya nyawa mereka diambang batas tadi. Untung saja Tuhan masih menyayangi mereka.

Murasakibara yang sedari tadi anteng dengan camilannya, kini memecah keheningan yang sempat melanda mereka karena kapten emperor jelmaan iblis itu marah. "Kise-chin ~ Jadi beli es krimnya, 'kan? Ayo cepat~ Aku juga ingin membeli snack lagi. Snackku sudah hampir habis~" Pinta Murasakibara yang seperti anak kecil. Dia memang seperti itu, 'kan?

Kise mengangguk lemah sebagai jawaban. Masih lemas karena gunting melayang tadi rupanya.

"Kalian ganti baju lalu kita ke minimarket untuk ditraktir Ryouta." Perintah Akashi seraya melenggang menuju ruang ganti yang diikuti kelima yang lain.

Jangan lupakan kalau Momoi masih disana karena ia memang harus pulang bersama dengan yang lainnya. Selain ia manager tim itu, Momoi 'kan seorang perempuan. Tak baik ia pulang sendiri di malam hari begini. Ditambah dengan fisiknya yang uh yeah lumayan untuk mengundang pria hidung belang untuk memperkosanya. Jadilah ia disini sekarang, duduk di bench seraya melihat kembali papan berjalan yang ada di genggamannya kini. Ia sedang membuat jadwal untuk training camp Kiseki no Sedai─sebelum Akashi memberitahu pada yang lain, Momoi sudah lebih dulu diberitahu Akashi agar ia bisa membuat jadwal untuk latihan mereka─ yang sesuai dengan apa yang seharusnya. Yah walaupun jadwal ini termasuk berat karena memang itu maunya Akashi. Momoi mengalihkan pandangannya dari papan yang dipegangnya tadi menuju ke lapangan yang sudah kosong. "Apa Tetsu-kun tak apa dengan jadwal seberat ini?" Kemudian ia melanjutkan kegiatan menulisnya sampai keenam teman pelanginya datang dengan tas di pundak masing-masing.

"Ayo, Satsuki." Ucap Akashi seraya berjalan keluar gym. Lantas, Momoi langsung merapihkan barang bawaannya dan ikut berjalan meninggalkan ruang gym.

Kini mereka berjalan berbaris. Tentu dengan Akashi paling depan─sebagai pemipin atau pemandu atau apalah─, di belakangnya Midorima berjalan sambil membawa boneka rakun yang ia bilang itu lucky itemnya hari ini. Di belakang Midorima, Murasakibara berjalan dengan sisa snacknya di pelukan. Bisakah itu disebut sisa jika jumlahnya masih sekantung penuh? Tepat di belakang tubuh titan (lagi-lagi author terkapar, dibanting Murasakibara.) Murasakibara, Aomine dan Kise berjalan beriringan. Entah apa yang mereka bahas, tampaknya mereka sedang membicarakan sesuatu dimana Kise sewaktu-waktu akan merengek kepada Aomine. Di barisan akhir, Momoi dan Kuroko berjalan beriringan. Keduanya diam. Kuroko sibuk menyesap vanilla milkshake yang entah ia dapat kapan dan dimana. Sedangkan Momoi hanya berjalan dengan menunduk. Pandangannya fokus ke jalan. Menyadari sikap Momoi, Kuroko menepuk pundak Momoi pelan. Momoi langsung mengangkat kepalanya menoleh ke arah Kuroko yang sedang menatapnya dengan tatapan datar miliknya. "Momoi-san baik-baik saja? Kulihat kau berjalan sambil menunduk dari tadi."

Momoi yang menyadari sikapnya barusan langsung menggelengkan kepalanya cepat. Senyum merekah di wajahnya. Sikapnya kembali normal. Berbanding terbalik dengan sikapnya beberapa menit lalu. Hebat. "A-ah, aku baik-baik saja, Tetsu-kun!" Tatapannya berusaha menyakinkan Kuroko. Takut Kuroko menanyakan lebih jauh lagi kenapa ia bersikap sedemikian rupa.

Kuroko menyesap vanilla milkshakenya lagi sebelum bertanya. "Tapi wajahmu terlihat pucat, Momoi-san. Aku tak yakin kalau kau baik-baik saja. Terlebih lagi sikapmu yang ceria akan pudar kalau kita sedang berjalan bersama seperti ini atau saat kami sedang berlatih di lapangan." Kuroko kembali mengarahkan pandangannya ke arah Momoi yang menatapnya dengan gugup.

Bingo! Kuroko bisa menebak kalau memang Momoi sedang tidak baik dalam beberapa hari belakangan. Bukan hanya beberapa hari belakangan, sih. Tapi sudah setahun lalu saat mereka memasuki kelas satu di Teiko. Lagi-lagi Momoi menggelengkan kepalanya saat Kuroko masih tetap menatapnya penuh selidik. "A-ah itu.. mungkin aku kurang istirahat? Kurasa aku hanya masuk angin. Tak usah dikhawatirkan, Tetsu-kun~" Jawab Momoi seraya mengibaskan tangan kanannya di depan wajahnya. Tetap berusaha meyakinkan Kuroko kalau tidak ada yang buruk terjadi padanya. Walaupun jauh dalam hatinya ia menyembunyikan ini rapat-rapat.

Kuroko mengangguk paham kemudian kembali menatap Momoi. "Kalau begitu, Momoi-san kuantar pulang saja bagaimana? Angin malam kali ini terlalu kuat. Nanti kau tambah masuk angin." Masih dengan tatapan datarnya tentu. Walaupun Momoi dapat melihat di mata Kuroko ada rasa khawatir.

Bersamaan dengan berakhirnya pertanyaan Kuroko, entah kenapa Momoi merasakan pipinya memanas serta hatinya menjadi hangat. Apakah ini yang dinamakan dikhawatirkan oleh orang yang kau cintai? Momoi mengarahkan pandangannya ke teman-teman yang berjalan di depannya sebentar kemudian kembali menatap Kuroko. "Bagaimana dengan acara traktir Ki-chan? Kau ikut saja, tak perlu menemaniku pulang. Lagipula, kalau aku ikut kalian barang sebentar, aku masih kuat, kok!" Lagi, senyum merekah di wajahnya. Entah kenapa Kuroko merasa tambah khawatir dengan kondisi Momoi tapi setelah melihat senyum itu hatinya merasa sedikit hangat. Kekhawatirannya juga berkurang. Apa yang salah?

Kuroko menggelengkan kepalanya. "Lebih baik kau kuantar pulang, Momoi-san. Mencegah lebih baik." Sebuah senyum─walaupun senyum kecil─ bertengger di wajah datar Kuroko. Oh Tuhan, kini wajah Momoi memanas, bukan hanya pipinya.

Akhirnya Momoi mengangguk pelan sebagai persetujuan. Menyerah berdebat dengan Kuroko karena memang sulit menang kalau berdebat dengannya. "Baiklah kalau Tetsu-kun memaksa~"

Kuroko menghentikan langkahnya. Melihat itu, Momoi ikut menghentikan langkahnya. Ia menatap Kuroko dengan tatapan ada-apa-Tetsu-kun. Tanpa menjawab pertanyaan Momoi, Kuroko bersuara. "Minna, sepertinya aku tak bisa ikut acara kali ini." Ucap Kuroko yang membuat kelima temannya yang tadi masih berjalan menoleh ke arahnya dan juga menghentikan langkahnya.

Kise─yang notabenenya pemilik acara kali ini─ langsung berjalan mendekati Kuroko dan Momoi. "Eh? Memangnya kenapa, Kurokocchi?" Menatap Kuroko dengan tatapan khawatir, takut-takut Kuroko tidak ikut acaranya karena sakit.

"Momoi-san sedang sakit. Aku akan mengantarnya pulang. Kalian bisa lanjutkan acara tanpa aku dan Momoi-san." Jelas Kuroko mengenai kenapa ia tak jadi ikut acara tersebut.

"Eh? Momocchi sakit -ssu?!" Kise langsung menghampiri Momoi dan meletakan punggung tangannya di dahi Momoi untuk mengetahui suhu tubuh Momoi saat ini. Siapa tau ia terkena demam.

Momoi perlahan menyingkirkan punggung tangan Kise dari dahinya kemudian ia tersenyum─untuk meyakinkan yang lain kalau ia baik-baik saja. "Hanya masuk angin saja, kok. Mungkin besok aku sudah sembuh. Dan esok lusa, pasti aku sudah bisa berkumpul bersama kalian untuk training camp~"

Pemuda surai kuning masih saja khawatir, ternyata. "Sungguh hanya masuk angin? Tak perlu ke dokter?" Tampak kekhawatiran di wajah Kise yang amat jelas. Baik sekali orang yang satu ini.

Kemudian yang ditanyai menggeleng pelan. "Tak usah, Ki-chan ~" Lalu kekehan meluncur manis dari mulutnya. Masih tetap tersenyum tentunya.

"Ano," Kuroko tiba-tiba memotong kekhawatiran─aku tau ini pengungkapan katanya kurang tepat─ Kise terhadap Momoi. "Bisa aku antar Momoi-san pulang sekarang? Angin semakin kencang dan─" Ia mengeratkan jaket tebalnya. "─semakin dingin." Catat kalau Kuroko tak kuat udara dingin.

Kini sang kapten berjalan mendekati ketiga temannya yang sedang meributkan masalah sakitnya Momoi. "Kalian pulanglah duluan, udara sudah terlalu dingin." Kemudian dibalas anggukkan dari Midorima dan Aomine.

"Baiklah. Ayo, Momoi-san." Ujar Kuroko seraya menggenggam tangan Momoi lalu mulai melangkahkan kakinya untuk segera mengantar Momoi ke rumahnya.

Bersamaan dengan Momoi dan Kuroko yang kembali berbalik ke arah jalan yang mereka lewati sebelumnya, kelima anggota Kiseki no Sedai masih melanjutkan perjalannya menuju ke minimarket seperti agenda mereka sebelumnya.

"Hei, hei. Apa kalian tidak merasakan sesuatu yang aneh pada Kurokocchi -ssu?" Tanya Kise sambil masih berjalan tepat di samping Aomine.

Lantas, Aomine langsung menoleh ke arah Kise lalu mengangkat sebelah alisnya. Bingung. "Ha? Aneh? Apanya? Tetsu memang seperti itu, 'kan?"

Lalu Kise mengendikan bahunya sambil menatap Aomine balik. "Aku juga tidak tahu tepatnya bagaimana. Tapi, akhir-akhir ini Kurokocchi jadi sering dekat dengan Momocchi atau hanya perasaanku -ssu?"

Akashi yang berjalan paling depan─ yang pasti mendengarkan percakapan Aomine dan Kise─ langsung menyambar─atau lebih tepatnya memotong─ percakapan Aomine dan Kise. "Kurasa juga begitu. Dan juga, Satsuki jadi lebih sering mendekati Tetsuya. Mungkin mereka saling suka." Ucap Akashi acuh tak acuh walaupun sisi hatinya yang lain tak suka.

"He? Saling suka? Maksudnya, mereka sama-sama jatuh cinta, begitu -ssu?" Tanya Kise yang masih penasaran.

Akashi mengangguk pelan sebagai jawaban. "Menurutku sih begitu. Ingat, aku selalu benar. Lihat saja nanti. Pada saat sebelum training camp, mereka pasti sudah jadi sepasang kekasih." Yang perkataan itu langsung disambut keterkejutan ketiga anggota Kiseki no Sedai lainnya. Tentu minus Murasakibara, ia sibuk pacaran dengan camilannya jadi tak mempedulikan topik bahasan mereka, pastinya.

"H-ha? Sebelum training camp mereka akan menjadi sepasang kekasih? Tapi 'kan Satsuki─" Buru-buru Aomine menutup mulutnya rapat-rapat yang menyebabkan tatapan menyelidik ketiga anggota Kiseki no Sedai lainnya, dan lagi minus Murasakibara.

"Satsuki apa, Daiki?" Kini aura menyeramkan sudah mengelilingi sang kapten reinkarnasi iblis ini. "Beritahu atau gunting ini melayang." Ternyata, Akashi sudah menggenggam gunting di tangannya sedaritadi.

Aomine langsung menggeleng kuat. "Satsuki tak boleh aku memberitahukannya. Atau aku akan dihadiahi m-m-masakannya yang seperti racun itu.." Aomine langsung menelan salivanya kuat-kuat mengingat bagaimana rasa masakan Momoi yang memang sangat payah.

Kise akhirnya berusaha memecah ketegangan diantara tatapan Akashi dan guntingnya yang sedang memburu Aomine serta Midorima yang ketakutan dengan gunting melayang si kapten iblis. "Sudahlah, Akashicchi. Mungkin ini privasinya Momocchi. Lebih baik tak usah memaksa Aominecchi untuk menceritakannya -ssu~" Ujar Kise seraya menunjukkan senyum khasnya yang seperti matahari terbit itu.

Sang kapten hanya bisa menghela nafas pelan sebelum membalikkan tubuhnya dan kembali berjalan. Aomine menghela nafas lega berkali-kali. Untung saja ada Kise, kalau tidak? Habislah dia.

Kembali ke sisi milik Kuroko dan Momoi. Mereka kini sedang berjalan beriringan menuju rumah Momoi. Momoi terlihat sedang mengusapkan kedua telapak tangannya untuk mengusir dingin yang sedaritadi setia menemaninya selama perjalanannya pulang bersama Kuroko. Keheningan juga menyelimuti mereka berdua. Tak ada yang berbicara sejak mereka memisahkan diri dari Kiseki no Sedai. Keduanya sedang sibuk dengan alam masing-masing.

Merasa sedikit terganggu dengan keheningan yang melandanya, Kuroko lantas menoleh ke arah Momoi dan menemukan Momoi yang sedang mengusap kedua telapak tangannya dengan bibir yang sedikit membiru karena kedinginan serta kulitnya yang memucat. Dengan itu, Kuroko langsung menggenggam sebelah telapak tangan Momoi─yang sebelumnya sempat digenggamnya dan setelah mereka jauh dari Kiseki no Sedai, Kuroko melepasnya─ dan mencoba menghangatkannya dengan menggenggam tangan mungil Momoi kuat-kuat, berusaha menyalurkan kehangatan di tengah kedinginan yang tengah menyelimuti keduanya. Dan karena itu, entah kenapa keduanya merasakan hangat yang berlebih hingga rasanya darah mengalir cepat ke kedua pipi mereka lalu meninggalkan semburat merah di kedua insan yang sedang dilanda cinta ini. Serta kupu-kupu yang berterbangan tidak tentu arah di dalam perut masing-masing. Rasanya mereka tak ingin melewatkan kesempatan ini dan ingin menghentikan waktu agar mereka bisa bertahan dengan posisi seperti itu. Saling menggengam tangan satu sama lain untuk menyalurkan kehangatan serta menyampaikan perasaan mereka masing-masing dengan melalui tindakan. Indah, bukan?

Momoi mengarahkan pandangannya pada telapak tangannya yang sedang digenggam oleh lelaki yang mampu merebut hatinya setahun yang lalu, saat ini dan mungkin seterusnya. Kemudian mencoba menghilangkan kecanggungan di antara mereka. "Ano, Tetsu-kun.."

Yang dipanggil langsung menoleh dan segera mengarahkan pandangannya ke arah objek yang dipandang Momoi. "Ah, maaf." Lalu ia melepaskan genggaman tangannya dari tangan Momoi. Keduanya cukup merasa brokoro, sih.

Momoi menggelengkan kepalanya cepat lalu tersenyum, walau terlihat dipaksakan. "Bukan itu maksudku. Tapi, walaupun dingin begini, tangan Tetsu-kun tetap hangat atau hanya perasaanku-?" Gumam Momoi sambil mengarahkan telunjuknya di dagunya dengan pose orang berpikir. Melihat pose itu, Kuroko sedikit terkekeh. Imut, menurutnya.

"Itu mungkin perasaan Momoi-san saja. Jelas-jelas tanganku dingin begini." Ujarnya seraya menunjukkan telapak tangannya yang memang sedaritadi pucat. Tetapi, tidak ada yang bisa membohongi dirinya sendiri. Yang tadi itu memang hangat dan menenangkan. Rasanya tidak ingin mengakhirinya.

"Sebelum aku lupa─" Momoi menghentikan langkahnya─yang diikuti Kuroko─ lalu menarik nafas dalam-dalam, mengumpulkan segenap keberaniannya untuk mengatakan sesuatu kepada Kuroko. "─aku ingin mengatakan ini sejak lama. Tapi, yah, seperti yang Tetsu-kun tahu, aku ini payah dan tidak mungkin berani jika mengucapkan ini dengan waktu yang cepat, 'kan? Jadi aku ingin bilang," Kemudian ia mendekatkan mulutnya menuju telinga Kuroko lalu berbisik pelan. "Suki da yo ne, Tetsu-kun." Setelahnya Momoi menunduk. Malu, tentu saja.

Kuroko sempat terbelalak beberapa detik setelah mendengar utaian kata yang keluar dari mulut Momoi. Tak percaya, tentunya. Lelaki yang hawa keberadaannya sangat tipis serta paling lemah di antara pemain Teikou lainnya seperti dirinya disukai oleh seorang perempuan yang populer di klub basket karena memang ia manager tim basket dan Momoi memang cantik. Kemudian ekspresinya kembali seperti semula. "Hontou desu, ka?" Ucapnya seraya menatap lurus ke arah Momoi. Walaupun tak ada ekspresi, seperti biasa.

Momoi mengangguk pelan sambil tetap menunduk. Ayolah, jika kau wanita dan menyatakan perasaanmu langsung ke lelaki yang kau cintai atau kau sukai, pasti malu, 'kan? Begitu pula dengan Momoi. Ia menunduk dalam-dalam, berusaha menutupi wajahnya yang sekarang sudah persis udang rebus, merah.

Lalu Kuroko mengusap kepala Momoi. Penuh kasih sayang. (Maafkan keOOC-an Kuroko orz). Karena perlakuan tersebut, Momoi mendongakan kepalanya. Kedua iris sakuranya langsung bertemu dengan kedua iris bluenette milik Kuroko. Wajahnya langsung memerah. Cukup, wajah Momoi perlu dipadamkan. "Aku juga sama, Momoi-san." Ucap Kuroko dengan senyum yang memang kecil tergores di wajahnya.

Kini, Momoi yang kaget dengan apa yang dikatakan Kuroko. Rasanya seperti merasa wajahnya semakin memanas. Cukup. Perlu berapa kali harus kubuat kalimat 'wajah Momoi memanas'? Anggap saja di sini kalau wajah Momoi sudah memerah tingkat akut. Bayangkanlah. Aku juga tak tahu bagaimana rupanya. Irisnya sakura miliknya melebar. Uwooo, mimpi di tengah salju. Oh, bukan, anugerah di tengah salju. Bukan, anugerah yang tak pernah terpikirkan sedikitpun oleh Momoi di malam hari di musim dingin. Mungkin ini adalah salah satu hadiah dari Tuhan untuk Momoi. Hadiah menjelang Natal. Karena, ya, sekitar 9 hari ke depan mereka akan merayakan hari Natal. Mungkin Tuhan memang menyayanginya karena perasaan yang ia pendam selama ini─sekitar 1 tahun─ ternyata terbalaskan. Sungguh aku iri padamu, Momoi-san (/jangancurhat).

Lalu Kuroko kembali menggandeng tangan Momoi. Senyum yang sangaaat tipis terpatri manis di wajah pucatnya. "Lebih baik kita cepat, Momoi-san. Kalau tidak, kau bisa lebih parah dari ini." Ujarnya sedatar biasanya walaupun kedua sudut bibirnya sedikit tertarik ke ujung-ujungnya.

Momoi menggangguk pelan. "Tapi, ano-bisakah Tetsu-kun jangan panggil aku Momoi-san lagi?" Tanya Momoi ragu-ragu.

Yang ditanya menenglengkan kepalanya sedikit ke arah kanan─arah kiri bagi Momoi─, lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. "Maksud Momoi-san?"

"Uhm, begini lho... Hubungan kita sekarang sebagai apa? Ah, b-bukan itu maksudku! U-uh misalnya dengan hanya memanggil nama kecilku atau sejenisnya.." Ucap Momoi dengan terbata-bata. Malu mungkin.

Kuroko mengangguk. Sepertinya mengerti. "Jadi misalnya, Satsuki, begitu?" Tanyanya.

"I-iya, seperti itu misalnya.." Momoi menangguk setuju. Tapi terlihat malu-malu karena ia mengangguk dengan pelan.

"Nah, Satsuki, lebih baik kita pulang sekarang, ne? Udara sudah semakin dingin dan," Lagi-lagi Kuroko mengeratkan jaket tebalnya. "Salju yang turun sudah semakin banyak. Nanti kau bisa lebih sakit dari ini." Katanya seraya menatap lurus ke kedua iris sakura milik Momoi. Ditatapnya lama Momoi yang juga menatapnya.

"H-ha'i, Tetsu-kun! Arigatou ne~" Momoi tersenyum lebar lalu dengan cepat mencium pipi Kuroko yang membuat wajahnya merona, lagi.

Kuroko hanya bisa terdiam beberapa detik sebelum mengangguk. Setelahnya mereka melanjutkan perjalanannya menuju ke rumah Momoi. Kembali ke tujuan awal, mengantarkan Momoi pulang dengan segera karena yang Kuroko ketahui bahwa Momoi sedang tidak enak badan. Setelah beberapa saat mereka berjalan beriringan, tiba-tiba saja Momoi oleng dan jatuh ke belakang. Tubuhnya ambruk begitu saja. Disertai dengan darah yang mengalir deras dari hidungnya. Tentu yang menyadari Momoi jatuh, Kuroko, langsung menoleh ke arah Momoi yang sudah ambruk dengan darah yang juga mengalir dari hidung mungilnya. Dengan segera, Kuroko berjongkok seraya menggoyangkan bahu mungil Momoi di dalam dekapannya. "Satsuki! Satsuki bangun! Hei! Apa yang sebenarnya terjadi?" Ucapnya seraya membawa Momoi ke dalam dekapannya. Tanpa pikir panjang, Kuroko segera mengangkat tubuh mungil Momoi. "Tubuhmu ringan sekali."

Dan, tanpa banyak omong Kuroko menggendong tubuh mungil nan ringan milik Momoi ke rumahnya.

TBC


Hellooooo~~

Chapter 1 akhirnya selesai. Ganyangka dapet 3k+ begini... Semoga suka ya sama ffic yang abal abis ini u v u. Kalo review banyak, dilanjut deh~ /iniffickadonak. Thanks buat yang udah review fficku sebelumnya~ Padahal itu ffic pertama yang abal banget /yanginijuganey. Oh iya, ada yang mau kenal lebih deket sama aku? PM ya~ /gaadaney.

Oke, daripada banyak bacot, thanks for reading~

Mind to review/follow/fav? Arigatou~

Akihana Tsukina