Dimulai dari saia yang akhir-akhir ini seneng banget bikin en memikirkan Sasuke menderita, en jadilah fic ini. Disini aku menceritakan kegagalan Sasuke yang gak lulus skul. Hehehe, poor sasu... * dichidori Sasuke*
Para SasukeFans, jangan marah sama saiaa.... saiia coman pingin nunjukkin kecintaan saia ma Sasuke. Ngomong dengan tubuh berlumur darah*
Ok silakan nikmati ~~~
Summary: Pertemuan ditengah rimbun kuncup sakura yang belum mekar. Akankah kuncup itu meengembang? Warning: YAOI, OOC, gak tahu Roman atau kagak?. DON'T LIKE? DON'T READ
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
Sakura Blossom
By Shion
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
Warning: YAOI, OOC, ROMAN KAGAK JELASS
Pair: NARUSASU slight NEJIGAA dan SHIKAKIBA
Disclaimer: punya om Masashi
DON'T LIKE? DON'T READ!
oxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxox
Sasuke POV
Aku memandang miris pada salah satu jendela disebuah sekolah. Memperhatikan anak-anak didalam sana yang ribut entah membicarakan apa.
'Kenapa aku disini? Diluar? Kenapa aku tidak bergabung dengan mereka?' pikirku sambil memandang diriku yang ada diluar sebuah pagar sekolah, tanpa memakai seragam seperti anak-anak lainnya.
Sendiri berada diantara barisan pohon-pohon sakura yang kuncupnya belum mekar. Ditemani angin awal musim semi yang berhembus hangat, namun terasa sangat dingin dikulitku.
Teringat kembali aku pada hari itu, hari pengumuman kelulusan. Hari itu aku bisa mendengar semua anak disekelilingku menggunjingkanku.
FLASH BLACK
"Sudah dengar, katanya Uchiha yang itu mengganggur selama setahun, lho?"
"Masa? Dia kan pintar."
"Pilihan sekolahnya hanya Aoimizu sih, tidak ada yang lain."
"Kasihan dia semoga dia bisa tabah."
"Adik anda sekolah dimana?"
"Ngg, adik saya..."
END FLASH BLACK
Aku masih ingat dengan detil semua pembicaraan mereka. Omongan anak-anak yang menggunjingkan ku, teman-teman yang menghiburku, wajah kecewa para guru-guru ku dan wajah tersenyum Aniki-ku. Tapi aku tahu itu adalah senyum palsu, karena didalamnya tersimpan banyak kekecewaaan.
Seharusnya hari itu adalah hari saat aku bisa menunjukkan keberhasilanku pada Aniki. Tapi yang kuberikan justru yang sebaliknya. Tapi walau begitu dia tetap tersenyum dan berkata tidak apa-apa, seraya menjaga perasaanku. Tapi itu justru menambah beban di hatiku.
Kesal, sedih, marah. Perasaan itu bercampur menjadi satu. Setitik air mengalir dipipiku. Aku tak kuasa menahan air mataku yang sudah terbendung sejak hari itu.
Aku memandang sebuah pohon sakura yang berdiri sendiri disana, menghampirinya. Aku pun menggurat keras-keras batang pohon itu dengan pisau yang kubawa, menumpahkan semua perasaanku dengan menggambar sebuah anak ayam yang sedang menangis disana.
'Aku tak tahu lagi... apa yang harus kulakukan.'
"HOOII!"
Aku pun menghentikan kegiatanku menggurat pohon tersebut. Aku menoleh pada asal suara itu. Aku pun mendapati seorang lelaki berambut pirang ala duren disana. Kelihatannya dia yang meneriakiku, karena tak ada seorang pun selain kami disini.
"Pohon sakuranya jangan digurat begitu, kan kasihan."
Aku diam saja, tak peduli apa yang dia katakan. Ia melewatiku begitu saja dan menghampiri pohon sakura yang tadi kugurat.
"Kamu jangan menggurat pohon seperti ini dong, ini namanya tindak kejahatan." Kata anak itu sambil mengelus bekas guratanku tadi.
Apa katanya? Apa alasannya dia bilang seperti itu?
"Kamu kenapa ada disini, ini kan jam sekolah. Apa kamu membolos?"
Aku cukup terkejut dia bilang aku membolos. Seenaknya saja dia bilang begitu tanpa tahu permasalahanku.
"Dari pada menyesatkan diri seperti itu lebih baik memperbaiki diri, membolos itu tidak baik. Kau hanya akan membuat kecewa orang-orang yang mendukungmu."
"Kau jangan berkata seakan tahu permasalahanku!" aku kesal, kupingku panas begitu pula hatiku. Kenapa aku harus mendengarkan ceramah dari orang yang bahkan belum kukenal seperti dia.
"Aku belajar mati-matian agar bisa masuk Aoimizu, aku sakit karena tertekan! Dan aku tidak lulus karena hal itu! Jangan sok menceramahiku kalau kau tidak tahu apa-apa!" aku meneriakkan semua isi hatiku, aku tidak peduli walau wajahnya saat ini terperagah mendengar teriakanku.
'Sial! Sialan!' kata-kata itu terus menerus kuulang seputar pikiranku saat ini.
"Maaf."
'Sekarang dia mau mengasihaniku, bagus sekali!' pikirku sarkatis.
"Maaf, aku berkata sok padahal aku juga tidak lulus SMP."
Aku mendongakkan kepalaku, terkejut karena perkataannya.
" Jadi kamu juga...?" aku ingin menanyakannya tapi anak pirang itu memotong perkatanku.
"Kau lihat rumah sakit yang ada disana?" Ia mengatakannya sambil menunjuk sebuah rumah sakit yang jaraknya memang sangat dekat dari tempat kami berdiri.
"Aku pasien dirumah sakit itu." Lanjutnya.
Aku kembali terperangah mendengarnya. Dia pun menengok kearahku dan mulai berbicara.
"Hei, gimana kalau kita pesta?"
Aku mencerna kata-katanya itu. Dan hanya satu kata yang terucap dari mulutku, saat otakku mulai aktif kembali.
"Haaaah? Pesta?" Ok itu dua kata. Jangan permasalahkan itu. Tapi pastinya kalau ada orang yang baru pertama kali bertemu denganmu tiba-tiba langsung mengajak pesta, pastinya kata-kata itu kan yang akan keluar dari mulutmu? Ya kan?
"Yap, pesta, kita akan pesta sebagai sesama pengangguran!" anak itu menegaskan dengan penuh semangat. Aku mulai pusing dan bingung. Apa tidak lulus adalah hal yang perlu dirayakan? Aku jadi berpikir bocah pirang yang ada didepanku ini sakit jiwa.
"Jangan bercanda, kenapa aku harus pesta denganmu?"
Dari sekian banyak pertanyaan kenapa aku memilih pertanyaan itu? Pertanyaan yang seakan menjelaskan aku juga ingin berpesta? Aku mulai merasa otakku sudah hampir drop karena stress.
"Hehehehe, sebagai sesama yang tidak lulus ada baiknya kan kita melakukan perayaan. Lagipula aku senang punya teman yang senasib." Katanya dengan cengiran lebar.
"Namaku Naruto Uzumaki, kamu?" dia mengulurkan tangannya, mengajak berkenalan.
Aku tidak menjawab, diam saja. Malas menjawab pertanyaan dan memikirkan pernyataannya yang menurutku bodoh.
"Heii, aku ngomong sama kamu bukan sama pohon , Teme!" aku bisa melihat raut wajah kesal di wajahnya karena kuacuhkan. Tunggu, tadi dia memanggilku apa?
"Jangan seenaknya memanggilku Teme, Dobe! Aku punya nama, namaku Sasuke Uchiha!" sungutku.
"Jangan panggil aku Dobe, Teme. Salahmu dari tadi diam saja!" dia membalas perkataanku tak kalah kesal dariku. Tapi, sesaat kulihat raut wajahnya seperti terkejut akan sesuatu.
"Kenapa kau Dobe?" tanyaku. Dia diam saja. Sesaat keheningan meributkan diri diantara kami.
"Besok jadi kan?" di pun angkat bicara. Tapi aku tak mengerti apa yang dia maksudkan.
"Apanya?" aku bertanya kembali.
"Duhh, besok kita pesta, aku tunggu disini,ya?" katanya sambil menggaruk kepalanya.
"Aku belum bilang setuju akan hal itu." Jawabku.
"Ohh, ayolah Teme." Aku bisa menolaknya bila aku mau, dengan berbagai alasan yang masuk akal tentunya. Tapi, kenapa tatapannya padaku seperti seekor anak anjing yang dibuang? Uhh,sial. Dan diluar kesadaranku aku pun menjawab...
"Ya."
Satu kata itu sukses membuatku terkejut dengan sendirinya.
"Benar? Kalau begitu besok kutunggu kau disini, jangan lupa bawa makanan ya." Wajahnya terlihat senang seperti anak kecil.
"Tu-tunggu kenapa aku harus bawa makanan?"
"Tentu saja,kalau mau pesta gak seru kalau gak sambil makan-makan kan?"
Cih, aku tahu itu. Maksudku kenapa bukan kamu saja yang bawa. Baru saja aku akan mengatakan hal itu. Tapi kulihat dia menatap pepohonan sakura itu dengan raut wajah yang sedih.
Dia kembali menatapku dengan cengiran lebarnya. Seakan tak terjadi apa-apa.
"Besok disini, akan kutunggu. Kita akan berpesta sampai sakura fall."
kata-katanya saat itu
membuatku teringat kembali
akan sesuatu yang sudah kulupakan
tapi, aku tak kuasa mengingatnya
Cip,cip,cip
Suara burung berkicau dan sinar mentari pagi menyusup masuk mengusik tidurku. Dengan setengah tersadar, aku teringat janjiku dengan bocah pirang yang bernama Naruto itu.
"Ck, untuk apa aku datang. Kenal juga baru kemarin." Gumamku kecil.
'Besok kutunggu,ya.'
Entah kenapa selintas kata-kata yang diucapkannya kemarin membuatku jadi kepikiran.
'Apa dia benar-benar menunggu?'
Akhirnya dengan enggan aku pun turun dari tempat tidurku. Mandi dan berganti baju. Rutinitas sehari-hariku yang biasa. Hanya kali ini aku tidak berangkat kesekolah.
Aku pun turun menuju dapur, disana Aniki-ku sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kami. Aniki kelihatan terkejut melihat aku berada dibelakangnya.
"Kau sudah bangun? Padahal baru mau dibangunkan." Katanya sambil tersenyum. Seperti biasa aku hanya diam.
"Kalau tidak ada kerjaan, kamu boleh istirahat lagi."
Aku tahu aniki tidak bermaksud buruk, tapi mau tidak mau aku merasa tersinggung karena kata –kata itu.
"Aku juga punya kerjaan sendiri." Aku pun menuju kearah kulkas dan mengeluarkan bahan-bahan yang ada didalamnya.
"Aku bantu ya?" kata Aniki.
"Tidak usah!" kataku sedikit membentak. Aniki pun hanya tersenyum dan itu makin membuatku sesak saja. Padahal akan lebih baik bila Aniki memarahiku.
Akan lebih baik kalau ada yang menyalahkanku.
Aku pun menyusuri jalan dengan langkah enggan. Rasanya sangat berat menampakkan wajahku diluar saat ini. Padahal dulu aku sama sekali tidak peduli dengan pandangan orang lain padaku.
"Neji!"
DEG
Mendengar nama yang dipanggil oleh suara itu, aku pun langsung menyembunyikan diri di balik salah satu pagar rumah yang cukup tinggi didekatku. Aku pun mengintip, melihat siapa yang ada disana.
Dan disana ada teman-temanku saat aku SMP. Neji dan pacarnya, Gaara juga Shikamaru dan Kiba.
"Hei, Shika sudah mengerjakan PR kimia belum?"
Aku mendengar Kiba menanyakan tentang PR. Dia selalu menanyakan hal itu setiap pagi dan selalu saja Shikamaru yang notabene adalah pacarnya yang pertama kali ditanyakan. Aku salut pada Shikamaru yang tahan dengan Kiba yang berisik dan maniak anjing itu.
"Sudah, mendokusei."jawab Shikamaru dengan embel-embel khas miliknya.
"Ngomong-ngomong sudah bisa menghubungi Sasuke?"
Mendengar namaku disebut, aku pun memanjangkan telingaku.
"Belum akhir-akhir ini dia susah dihubungi, nomornya juga tidak aktif." Kata salah satu teman baikku, Gaara. Itu benar, aku memang membuang nomor lamaku. Aku tidak mau teman-temanku ikut khawatir dengan keadaanku.
"Seminggu lalu kami kerumahnya, tapi kata Itachi-nii bilang dia tidak mau bertemu dengan siapapun."
Ya, seminggu lalu memang ada yang kerumahku. Ternyata itu mereka ya? Aku memang menolak siapapun yang ingin menemuiku datang kerumah.
"Aku khawatir." Kata Gaara.
"Tidak biasanya kau bilang begitu Gaa-koi." Neji yang sedari tadi kuperhatikan diam saja, kini ikut bicara. Aku bisa melihat wajah merah Gaara, saat Neji memanggilnya dengan sebutan '–koi'.
"Minggu kita kerumahnya,yuk." Tiba-tiba Kiba bicara.
"Ide bagus." Kata Neji yang kini sudah merangkul pundak Gaara.
"Hhh, mendokusei..-awww!" Kiba menginjak kaki Shikamaru.
"Berhentilah bicara seperti itu, hari Minggu kamu harus ikut pokoknya! Atau kugigit kau!" Ancam Kiba
"Iya, iya... mendokusei."
"Sudah kubilang hentikan cara bicara ituu..!"
Kulihat Neji dan Gaara tersenyum tipis melihat interaksi mereka berdua. Dan tanpa kusadari aku pun ikut tersenyum. Senyum sedih. Aku senang mereka mengkhawatirkanku, tapi bagaimanapun aku iri dengan mereka.
"Wahhh."
Kulihat si pirang itu melihat isi 3 kotak bekal yang kubawa dengan mata berbinar-binar.
"Banyak sekali. Kelihatannya enakk..." Aku bisa melihat ia senang sekali. Memang makanan yang kubawa cukup banyak ada onigiri biasa, udang goreng, telur gulung,goreng-gorengan,siao long pau (semacam somai), dango sampai desert nya juga ada.
"Makan saja semuanya." Kataku malas sambil berpangku tangan.
"Makasih kakak Sasuke, beruntungnya aku masih hidup." Kelihatannya kata-kata itu tidak berlaku lagi karena ia sudah menghabiskan setengah isi dari 1 kotak bekal yang kubawa dengan lahap.
"Khamhu jugha makhan, dhong. Nigh, khubhagi." Katanya sambil menyodorkan onigiri kearahku dengan mulut penuh makanan.
"Yang buat itu aku!"
'Dasar anak ini kekanakan sekali.' Pikirku sambil memakan sedikit onigiri yang tadi disodorkannya.
"Nyam, hap Enhakkk..."
Aku memperhatikan caranya makan. Lahap sekali. Aku pun tersenyum melihat wajahnya yang menggembung karena penuh makanan.
"Makan jangan penuh-penuh begitu, nanti tersedak."
Benar saja dia pun tiba-tiba memukul-mukul dadanya, tanda ia tersedak. Aku pun menawarkan jus lemon yang tadi kubawa.
"Pwahhh, makasih Teme." Katanya dengan nada lega. Melihat semangatnya itu aku jadi ragu kalau dia benar-benar sakit.
"Kau itu tidak terlihat seperti orang sakit, Dobe." Kataku.
"Jangan panggil aku Dobe!" katanya masih sambil makan.
"Aku jadi kasihan pada pihak rumah sakit, melihat nafsu makanmu begitu. Bisa-bisa mereka kehabisan stok makanan." Kataku bercanda. Entah kenapa aku merasa tidak keberatan dipanggil Teme olehnya.
"Jangan bercanda Teme! Kau pikir enak terus-menerus terikat diranjang!" Ia mengembungkan pipinya, manis.
"Kau sih enak, kalau alasannya sakit sekalipun tidak lulus pasti 'gak malu." Kataku mencoba menggodanya. Ia pun diam sejenak.
"Sebenarnya bisa dibilang kita yang paling enak."
"Eh?"
Dia kemudian menunjuk kearah SMU Aoimizu, jarak sekolah itu dengan tempat kami piknik memang cukup dekat. Aku pun menoleh kearah yang dia tunjuk.
"Coba dengar bel itu, itu suara bel pergantian pelajaran ke 5."
Aku pun diam.
"Biasanya kalau jam segini, murid-murid harus menahan kantuk dan terjerat di kursi sampai jam pulang."
"Sedangkan kita asyik disini santai, makan dan bebas melakukan apapun." Lanjutnya. Kini ia tidur-tiduran menatap awan berbantalkan kedua tangannya.
"Ayo, kau ikut juga Teme." Ia menarik lenganku. Dan menjatuhkanku ke karpet piknik.
Aku pun memandang langit disana. Entah kenapa rasanya indah sekali. Perpaduan warna pink sakura ,putih awan dan biru langit membuat kesan yang sangat unik.
'Sekarang aku mengerti kenapa Shikamaru senang sekali memandangi awan.' Pikirku mengingat kebiasaan aneh salah satu temanku itu.
Tuk
Tanpa kusadari tanganku bersentuhan dengan tangan si pirang itu. Aku pun menengok disaat yang salah, karena sekarang ia pun sedang melihat kearahku.
Mata kami bertemu. Seakan terhisap pada keindahan mata yang berwarna biru langit itu, aku terus menatap mata nya.
'HAH!'
Aku pun segera mengambil posisi duduk secepat mungkin dan memalingkan wajahku agar tak terlihat olehnya.
'Kenapa aku berdebar-debar begini?'
Wajahku merah dan panas. Ini pertama kalinya aku begini. Apa aku sakit?
Aku terus melihat kearah lain. Aku pun tak sadar kalau si pirang itu tengah tersenyum padaku. Kudengar ia bicara.
"Besok kau datang lagi, kan?"
Aku ingin tahu
Kenapa kau mengharapkanku
Tapi, tak satu kata pun keluar dari mulut ini
oxoxoxoxoxoxo
.
TBC
.
oxoxoxoxoxoxo
A/N: Fyuuuh, akhirnya slese juga satu chap, niat nya mu bikin one shot tapi ditengah jalan ide nya mandek. Hehehehe * dilempar readers*. Sebenarnya ide fic ini kuambil dari sebuah one shot pendek di sebuah komik lama * saia lupa judulnya apa*. Bagi para readers yang tahu judul komiknya beritahu ya. Maap bila pendek.
Jyahaha, Sasuke kubuat nista disini. Kyakakakakakakk, sori ya sasu, soalnya bosen kalu kamu dijadiin paling sempurna terus, biar kamu ngerasain gimana rasanya gak lulus skul.* tawa setan*
Sasu: brengsek! lu bilang katanya lu uchiha Fans!
Ok readers saia terima kritik dan saran dengan tangan terbuka*engga peduliin sasu*silakan tulis di...
REVIEW! PLEASE?
