DESTINY
Cast: Ryeowook, Yesung, Siwon, Kibum
Pairing: Yewook slight Sibum, Siwook.
Genre: Romance
Rate: General
Disclaimer: I own nothing except the story.
Warn: GS, OOC, typos dll
::
12 years ago
"Apa kau percaya pada takdir?"
"Nde, aku percaya."
"Bagaimana dengan kebetulan?"
"Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, semua itu adalah takdir. Seperih apapun itu, semua adalah takdir. Jangan pernah sesali takdir yang sudah terjadi, ubahlah takdir yang kau anggap sakit itu. Itu yang eommaku bilang."
"Mau kah kau berjanji padaku? Jika kau kembali nanti, carilah aku dan penuhilah takdirku ne?"
"Takdir seperti apa itu?"
"Molla… aku hanya ingin kau yang menjadi takdir ku. Otte?
"Baiklah, aku janji."
::
::
::
Destiny
By Kim Seo Jin
::
::
::
Now
Jalanan kota Seoul terlihat basah. Wajar karena hujan baru saja berhenti. Matahari pun mulai kembali tampak setelah sebelumnya tertutupi awan gelap. Bias- bias cahaya yang memantul dari genangan air menambah indah suasana hari itu. Kau berjalan dengan riang. Membiarkan cipratan kecil air- air itu membasahi sepatumu. Sesekali kau berhenti, menghirup dalam- dalam aroma tanah yang basah, mengembangkan senyum yang bisa menghangatkan hati orang- orang yang melihat.
Kau langkahkan terus kakimu sambil bibirmu yang mungil menyenandungkan nada- nada kecil yang tak tertangkap indra pendengaran orang lain. Kau pun tampak cantik hari ini, meskipun hanya bergaya casual dengan headphone merah pemberian seseorang yang menempel indah ditelingamu dan senyum indah yang sedari tadi terkembang membuatmu tampak sangat sempurna.
::
::
Langkahmu tiba- tiba terhenti. Kau angkat sedikit kepalamu, membaca sebuah papan nama 'Paradise Café'. Senyum pun semakin terkembang di bibir merahmu. Kau dorong pintu café perlahan dan masuk ke dalam hingga menimbulkan bunyi denting dan juga sambutan hangat dari seorang waitress. Mata indahmu mengitari seisi café yang cukup ramai dan berhenti ketika menangkap seorang namja yang tengah duduk di bangku pojok café dengan wajah yang menghadap ke arahmu berdiri. Senyum pun lagi- lagi terkembang dibibirmu. Dengan pasti, kau langkahkan kakimu menuju namja yang tengah duduk sendiri. Tapi tiba- tiba kau menghentikan langkahmu. Manikmu kini menampakkan kekhawatiran. Namja itu tak sendiri. Didepannya, tepat dihadapan namja itu ada seseorang yang lain. Seseorang yang kau yakini adalah seorang yeoja.
::
::
Kau tetap terpaku disitu sampai sebuah suara yang sangat kau hafal mampir di telingamu.
"Wookie-ah."
Suara itu, suara yang menyentak lamunanmu. Dengan ragu, kau langkahkan kakimu dan sesaat itu juga, seseorang yang kau kira yeoja itu menoleh. Menyambutmu dengan sopan dan ramah.
"Wookie-ah, perkenalkan ini yeojachinguku, Kim Kibum," ucap namja yang memanggilmu tadi.
Kau rasa tubuhmu kaku seketika. Walaupun otak cerdasmu bisa menebak semuanya dengan cepat tapi rasanya ada semacam benda tajam yang tak kasap mata menghujam jantungmu dan seketika itu pula hatimu porak- poranda. Dan rasanya langit pun mulai muram kembali seiring hilangnya senyum manismu tadi. Berlebihan rasanya, tapi itu lah perasaanmu sekarang. Rasa sakit yang berkali- kali mampir ketika melihat orang yang bertahun- tahun kau cintai dalam diam tampak bahagia lagi dengan orang lain. Bukan denganmu.
"annyeong hasseo, Kim Kibum imnida," sapa yeoja tersebut dengan nada yang ceria dan senyum yang manis.
"A-anyeong, Kim Ryeowook imnida. Mianhae, aku telat." balasmu dengan nada dan senyum yang kau buat setenang mungkin.
"Gwenchana Ryeowook-ssi. Ah, mianhamnida. Boleh aku memanggilmu eonnie? Siwon oppa bilang kalian bersahabat dari bayi. Kalian lahir di tanggal, bulan dan tahun yang sama. Bahkan di rumah sakit yang sama dan hanya berbeda beberapa menit saja. Benar- benar kebetulan yang hebat," ucap gadis itu masih tetap dengan nada ceria. Tapi tidak denganmu, otakmu berputar keras memikirkan satu kata yang benar- benar lebih menggangu dari apapun.
'Kebetulan'
'Seperti itukah? Semuanya hanya sebuah kebetulan? Benarkah kebetulan itu menyakitkan? berarti takdir itu memang tidak ada? Jadi, semua ini hanya sebuah kebetulan?'
Hatimu kini benar- benar terasa sakit. Sakit yang lebih dalam. Pikiranmu kini tak dapat mencerna dengan baik semua tanda tanya itu. Dan kini lagi- lagi suara namja itu menyadarkanmu dari kekakuan.
"Wookie-ah, gwenchana?"
"Ah, nde gwenchana."
"J-jadi… b-bolehkah aku memanggilmu eonnie?" kini giliran suara yeoja itu –yang terdengar sangat berhati- hati ketika melihat perubahan sikapmu– membawamu ke alam sadar.
"Terserah padamu saja Kibum-ssi. Dan lagi sepertinya persahabatan kami hanya sebuah kebetulan mengingat kesamaan kami hanya sebuah kebetulan juga," ucapmu datar namun tersirat banyak luka di tiap hurufnya. Bahkan terlalu datar hingga dua orang yang kini tengah duduk berhadapan di depan mu yang masih terus berdiri tersentak terlebih namja itu. Dia tahu bagaimana dirimu dan kata- katamu tadi benar- benar menyakitinya. Tapi namja itu seperti tak pernah sadar bahwa kau tengah berusaha menahan derasnya sakit hatimu. Ya, kau benar- benar menahan semua rasa sakitmu.
"Selamat untuk kalian berdua. Mian aku harus pergi sekarang. Aku masih ada urusan. Annyeong," lagi, nada datar dan dingin itu keluar dari mulutmu. Senyum kaku pun dengan susah payah kau keluarkan. Kini kau pun siap melangkahkan kakimu. Kau sadar, kau tak bisa terus disana. Kau tak bisa melihat orang yang kau cintai bersama orang lain selain dirimu. Tapi suara itu kembali menginterupsimu, memaksamu berhenti.
"Kim Ryeowook."
Bahkan kini suara itu terdengar dingin di telingamu dan kau tahu dengan jelas apa penyebabnya. Tapi sakit hatimu rasanya telah mengaburkan seluruh indramu. Tak lagi kau hiraukan suara yang selalu membuatmu tenang itu karena sekarang hatimu sakit mendengar suara itu.
"Kau.. berubah."
Tes
Sesuatu yang sedari tadi kau tahan, melesak jatuh membasahi pipi mulusmu. Dingin, begitu dingin. Kau teruskan langkahmu keluar dari café tersebut, menembus hujan yang entah sejak kapan sudah turun lagi. Kau biarkan air- air itu membasahi tubuhmu, menutup tiap tetes air yang mengalir dari matamu.
Kini kau berlari, berlari sekencang mungkin. Menghabiskan seluruh tenaga yang kau punya sampai akhirnya kakimu melemah dan terjatuh. Tak kau hiraukan lagi semua pandangan yang mencibirmu. Yang kau butuhkan sekarang mungkin sebuah keajaiban akan datang. Ya, keajaiban ternyata memang datang karena kini kau merasa hujan tak menetes lagi ditubuhmu.
"Wookie-ah. Gwenchana?"
Kau berbalik dan mendongak ketika mendengar suara seorang namja lain yang begitu dekat.
"Kau menangis?"
Kini suara itu terdengar penuh kekhawatiran. Diraihnya tubuh basahmu ke dalam pelukan yang hangat. Kau semakin terisak kuat tak bersuara.
"Apakah semua hanya kebetulan? Hiks… a-aku mencintainya. Apa perasaan ini juga sebuah kebetulan? Hiks... Kenapa sakit sekali..?"
"Uljima…"
Namja itu membelai lembut surai hitammu yang telah basah. Menyalurkan perasaan hangat yang mungkin bisa menenangkanmu walaupun ia juga merasakan sakit yang sama atau bahkan lebih. Ya benar. Namja yang tengah memelukmu kini bahkan lebih merasakan sakit yang begitu dalam ketika melihatmu menangis karena orang lain, ketika bibir mungilmu berkata kau mencintai orang lain di dalam dekapannya. Kau tak pernah tahu semua itu.
"Uljima,, tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, semua itu adalah takdir. Seperih apapun itu, semua adalah takdir. Jangan pernah sesali takdir yang sudah terjadi, ubahlah takdir yang kau anggap sakit itu."
Tangismu seketika terhenti. Jantungmu kini berdetak lebih cepat dari biasanya. Namja ini dan kata- katanya membuat tubuhmu beku sesaat hingga akhirnya kau mendongakkan kepalamu dan menatap namja yang tengah menatapmu lembut.
"Sungie..? kau kah itu..? K-kau kembali..?"
Namja itu tersenyum hangat dengan tatapan lembutnya seraya mengangguk kecil. Langsung kau peluk tubuh namja itu erat. Setidaknya kini rasa sakitmu teralihkan.
Dan apakah kau tau? Namja itu sangat bahagia sekarang. Dia bahagia karena kau mengingatnya pada akhirnya. Dia bahagia setidaknya takdir mulai berpihak padanya. Dia bahagia setidaknya dia bisa mulai memenuhi takdirmu.
::
::
::
"Sungie, kenapa kau bisa menemukanku waktu itu? Kau membuntutiku?"
"Ani.. Aku mencarimu."
"Mencariku? Untuk apa?"
"Kau lupa Wookie? Bukankah kau yang memintaku berjanji untuk mencarimu jika aku kembali."
"Mwo? Kau masih mengingatnya?"
"Tentu saja. Apa kau sudah lupa?"
"A-ani.. hanya saja, itukan lama sekali. Ku kira kau tak akan kembali kesini… Apa ini keajaiban?"
"Tentu saja. Keajaiban itu bagian dari takdir… Jadi… bolehkah aku menjadi bagian dari takdirmu?"
"Hmmm… t-tentu saja."
End
a/n: wah, apa ini?
Gaje bgt..
Review ne..^^
