#1 : Question
Disclaimer : Aku adalah milikku, dan dia adalah miliknya.
Siapakah dia? Pertanyaan mudah, dan bagi yang bisa menjawab akan saya berikan sekotak coklat.
Apa yang kulakukan di sini?
Aku mendongak, menatap langit yang terbentang di atasku. Bukan biru.
Sinar matahari senja sudah menodai warna langit.
Kanvas udara itu sudah berubah warna. Gaia telah mengoleskan kuasnya dengan warna lain.
Merah.
Warna itu mengingatkanku padanya. Apakah langit pun sudah terpengaruh olehnya?
Apa yang kulakukan di sini?
Kuturunkan kepalaku, dan menatap lurus pemandangan di hadapanku.
Sesosok manusia ada di ujung sana. Duduk, sambil membaca buku.
Sebuah karya seni indah pencabut nyawa tergeletak tak jauh darinya.
Merah.
Warna itu membuatku gelisah.
Apa yang kulakukan di sini?
Aku melangkah maju. Setiap langkah yang kuambil membuat sosok itu semakin jelas.
Ia menurunkan buku yang dipegangnya, menatapku. Garis bibirnya membentuk sebuah senyuman angkuh.
Helaian rambutnya bergerak, tertiup oleh hembusan angin pelan.
Merah.
Sejak kapan warna itu mendominasi dunia ini?
Apa yang kulakukan di sini?
"Sekalipun aku bukan tipemu, kau tetap datang kemari." Kata-katanya mengiringi langkahku yang berjalan mendekatinya.
"Aku tersanjung." Ucapnya lagi. Sebuah pujian untuk dirinya sendiri.
Kukunci mulutku rapat-rapat. Aku tak ingin menanggapinya.
Ia menggeser posisi duduknya. Suatu pertanda kalau ia ingin aku duduk disebelahnya.
Haruskah kupenuhi permintaannya?
Apa yang kulakukan di sini?
Aku duduk disampingnya. Ia masih menatapku. Kubalas tatapannya. Suatu kesalahan.
Matanya berwarna biru kelabu, bersinar, memancarkan aura kesombongan, dibingkai dengan rapi oleh alis berwarna senada dengan rambutnya.
Hidungnya mancung. Bibirnya berwarna merah menggoda, sekarang membentuk seringai yang memamerkan deretan gigi putihnya.
Wajah itu sempurna. Tanpa cela.
Seolah-olah Gaia sudah memperhitungkan semua aspek dan sudut ketika menciptakannya.
Apa yang kulakukan di sini?
Semakin lama aku menatapnya, semakin dalam pula aku tenggelam dalam pesonanya.
Aku tidak boleh melihatnya lagi.
Kualihkan pandanganku dari wajahnya.
Kututup mataku, dan kunikmati angin yang berhembus membelai kulitku dengan lembut.
Hening.
Apa yang kulakukan di sini?
Sebuah suara memecah keheningan. Ah, dia sedang membaca buku itu lagi.
Sejujurnya, aku hampir tidak pernah menaruh perhatian penuh pada apapun yang dibacanya.
Yang selalu kulakukan adalah.. menikmati suaranya yang terdengar bagai alunan nada.
Apa yang kulakukan di sini?
"I'll come back to you. Even if you don't promise to wait. I'll return knowing you'll be here.." itu kalimat terakhir yang terucap dari mulutnya.
Hening.
Kubuka mataku. Langit masih merah.
Ia meraih tanganku. Menggenggamnya dengan erat.
Tangan itu terasa hangat.
Apa yang kulakukan di sini?
Kualihkan padanganku kearahnya, dan kutatap wajahnya.
Andai mataku tak bisa melihat, akankah aku jatuh cinta padanya?
Kututup mataku untuk mencari jawaban itu.
Kemudian kudengar sebuah suara. Suaranya. Menyebut namaku.
Andai telingaku tak bisa mendengar, akankah aku jatuh cinta padanya?
Sebuah ciuman mendarat dengan lembut di bibirku.
Apa yang kulakukan di sini?
Butakan mataku, maka aku akan jatuh cinta dengan suaranya.
Tulikan telingaku, maka aku akan jatuh cinta dengan sentuhannya.
Kecuali Gaia melumpuhkan semua inderaku, tidak ada cara lain untuk lepas dari jeratnya.
Bodoh.
Itu sama saja dengan mati.
Aku masih ingin hidup.
Aku tak punya pilihan lain.
Apa yang kulakukan di sini?
Aku sedang mencari jawaban.
Dan aku sudah mendapatkannya.
Menekan tombol publish untuk tulisan ini adalah sebuah kesalahan besar. Saya tau itu, tapi tetap saja... *sigh*
Bingung sama fic ini? Jangan minta penjelasan sama saya, setidaknya untuk saat ini. Hm.. di chapter selanjutnya, mungkin?
Yah, pokonya kalo udah baca, jangan malu-malu buat review. Pujian ataupun cacian akan saya terima dengan lapang hati (eh dada).
Thanks :P
glover511.
