Silently
A Johnny x Taeyong―Johnyong―fanfiction
by chrysantscent
Namanya Youngho. Sebagian besar orang yang mengenalnya memanggilnya dengan sebutan Johnny. Meskipun momnya selalu memanggil nama lengkapnya―Seo Youngho―tiap kali marah. Saat ini, berusia delapan belas tahun dan berada di senior high school.
Hidupnya berjalan cukup baik. Dia memiliki keluarga yang sangat mendukungnya, sekelompok teman yang keren dengan tingkah gila mereka. Tubuhnya sehat, tinggi besar tidak seperti orang korea kebanyakan dan terbentuk bagus. Itu karena dia mempunyai darah campuran dari dadnya. Johnny bahkan lahir di Chicago dan menghabiskan masa kecil di sana sebelum pindah saat berusia dua belas. Selain itu, dia juga selalu menjaga tubuhnya dengan olahraga dan pergi ke gym secara teratur. Tinggi tubuhnya terakhir kali dicek mencapai 187 cm lebih.
Dia tak banyak bergaul dengan lawan jenis, hanya beberapa gadis yang pernah dia kencani. Dulu ia berkencan dengan salah satu sunbaenya yang sangat cantik dan selalu ia kagumi, Im Yoona, yang bisa disebut sebagai cinta pertamanya. Hubungan mereka juga tak bertahan terlalu lama. Yoona berkata jika Johnny sangat tampan, keren, senyuman miringnya bisa membuat tiap gadis meleleh, dan selalu bersikap gentleman, namun tetap merasa jika hubungan mereka takkan berhasil. Itu adalah seminggu sebelum Johnny mendapati mantan kekasihnya itu berkencan dengan Lee Seunggi, sunbaenya di universitas.
Johnny sudah melupakannya.
Seperti yang tadi dibilang, hidupnya memang berjalan cukup baik.
Tapi tentu saja, sebaik apapun dia menggambarkan kehidupan seorang Seo Youngho, dia masih menemukan jika hidupnya belumlah sempurna. Ada yang kurang. Ada yang hilang.
Johnny menikmati hidupnya sungguh, setidaknya hingga akhir-akhir ini. Karena dia mulai merasa kesepian. Kencannya hanya bertahan paling lama sebulan, meski dia selalu memperlakukan setiap teman kencannya layaknya seorang putri.
Lalu kenapa?
Sederhana.
Karena dia tidak bisa bicara.
Johnny terlahir bisu dan tidak bisa menghasilkan suara apapun, sama sekali.
Satu-satunya hal baik tentang itu adalah bahwa dirinya bisa menjadi seorang pendengar yang sangat baik, tetapi mari kembali pada realita. Johnny sendiri ragu ada yang bisa bertahan bicara setengah hari pada seseorang yang hanya akan menatap tanpa bisa memberi jawaban apapun.
Dia memang bisa bicara dengan keluarganya, beberapa guru, dan dua teman terbaiknya―tentu saja dengan bahasa isyarat. Johnny merasa sangat beruntung memiliki mereka. Tapi baru-baru ini, ia menyadari jika dia mulai menginginkan seseorang lain. Johnny tak tahu kenapa, tapi rasanya seperti ada sesuatu yang hilang.
Harusnya itu tidak sulit jika ia normal, tapi Johnny berbeda. Berbicara dan bersosialisasi dengan orang lain hampir mustahil baginya kecuali lewat tulisan-tulisan di note yang selalu ia bawa, cara yang bisa ia gunakan untuk mengungkapkan apa yang ia pikirkan. Johnny tak yakin bagaimana orang baru yang ia temui akan memandangnya.
Kasihan.
Johnny tak suka dikasihani. Meski dengan kekurangan yang dimilikinya, Johnny sama sekali tak merasa cukup menyedihkan untuk menerima tatapan sejenis itu.
Mungkin dirinya hanya harus bersabar dan menunggulebih lama.
Dengan pemikiran itu, Johnny segera naik ke tempat tidur lalu memejamkan mata. Tak sabar apa yang akan menantinya besok saat kembali ke sekolah. Dia menghabiskan liburan mengunjungi grandmanya di Chicago dan baru kembali hari ini.
Yuta dan Jaehyun, ia tak sabar untuk melihat kedua teman baiknya itu lagi.
"Taeyongie sayang turunlah kita makan malam bersama."
"Ne, eomma."
Namanya Lee Taeyong. Tak banyak yang dapat dikatakan untuk menggambarkan sosoknya. Anak laki-laki normal berusia delapan belas tahun yang menyukai hal-hal biasa lain. Salah satu keunikannya mungkin kebiasaannya meniru bagian rap dari tiap lagu yang ia dengarkan.
Tubuhnya kecil, terlalu ramping untuk ukuran anak laki-laki. Tingginya tidak sampai 180 cm, hanya 170 cm lebih sedikit. Ia takkan bisa membual mengenai tubuh muscular dengan otot dimana-mana dengan tubuh seperti itu. Orang tuanya selalu menyebutnya mungil, mudah diculik karena disangka anak kecil dan bisa terbang hanya dengan tiupan angin, benar-benar melukai harga dirinya sebagai remaja laki-laki. Salahnya tak suka olahraga, salahnya yang benci olahraga.
Taeyong mengidap myshopobia ringan dan selalu menjaga kebersihan dirinya ataupun sekitarnya. Mungkin itu alasan dari kulitnya yang putih bersih dan terlihat halus hingga membuat noonanya sendiri iri.
Selain hobi uniknya yang telah disebutkan, dia juga punya hobi lain seperti mendengarkan musik, menari, memasak, dan menghabiskan waktu luang di rumah dengan bermain game atau menonton film ditemani camilan manis sepanjang hari―itu sudah seperti surga baginya. Hampir tak pernah keluar rumah untuk bersenang-senang seperti anak seusianya.
"Habiskan makananmu, sayang."
"Um. Aku mau telur gulung lagi, eomma."
Taeyong memang sedikit pemalu, introvert dan mempunyai sedikit masalah lebih pada tempat baru dan orang baru. Kesehatannya juga kurang baik karena dia mudah sekali sakit. Dia bahkan bisa terkena flu dan demam hanya karena tidak memakai jaket di sore yang tak terlalu dingin.
Penampilannya yang hampir terkesan feminim―dengan mata bulat, bibir merah tipis, poni rambut hitam menutupi dahi, dan sifat pemalunya seakan memberikan papan pengumuman di atas kepalanya di hadapan orang-orang; 'Lemah'. Karena itulah seringkali dia menjadi target pembullyan. Setidaknya sampai dia akan mulai masuk high school.
Taeyong menangis, mengadu pada orang tua dan noonanya mengenai apa saja yang dia lalui di sekolah. Apa yang orang-orang itu lakukan padanya dan berkata terlalu takut untuk menjalani hal seperti itu lagi di high school.
Malam itu dia mengatakan semuanya. Betapa buruknya perlakuan teman-temannya.
Taeyong tak mau membuat mereka khawatir, hingga mencoba menutupinya―beralasan jatuh tiap kali ibunya mendapati luka di tubuhnya, mencoba mencari alasan tiap kali matanya merah dan bengkak di pagi hari setelah menangis sepanjang malam karena takut datang ke sekolah besok.
Taeyong tidak mau membuat mereka khawatir, tapi dia lelah dan tak kuat menyimpannya sendirian lagi.
Ayahnya marah besar, tak terima anaknya diperlakukan seperti itu, dan ibu dan noonanya menangis memeluk dan mencoba menenangkannya yang mulai kesusahan bernafas. Jantungnya berdebar begitu cepat hingga pingsan dan dibawa ke rumah sakit dengan ambulans. Mereka semua panik saat itu, ia tahu.
Setelahnya orangtua Taeyong membawanya ke psikiater. Dia divonis mengidap anxiety disorder. Sejak itu Taeyong berhenti datang ke sekolah, itu pilihan terbaiknya. Belajar secara homeschooling dan menjalani terapi untuk pengobatan psikologisnya.
Dua tahun berlalu sekarang dan Taeyong sudah jauh lebih baik. Panic attack-nya sudah bisa dia kendalikan dan ketakutannya akan rasa sakit dari pembullyan itu sudah berkurang. Itu semua karena keluarganya yang selalu membanjirinya dengan cinta, kasih sayang, perhatian dan kata-kata penyemangat untuk sembuh.
Dengan itu, psikiaternya menyarankan jika ini adalah waktu yang tepat baginya untuk kembli ke sekolah, menjalani tahun terakhirnya di high school seperti anak lain seusianya. Kembali menjalani kehidupan normal.
Teyong merasa agak takut dengan keputusan itu, namun memilih menurut. Ia sudah cukup membuat orang-orang yang menyayanginya khawatir selama dua tahun terakhir. Meski rasa takut karena pengalaman buruk di masa lalu belum hilang sepenuhnya, Taeyong memutuskan bahwa dia harus memperbaiki hal yang sudah ia kacaukan.
Taeyeon, noinanya,membawanya pergi sepanjang hari untuk merubah sedikit penampilannya. Membeli contac lens, beberapa potong pakaian dan jaket dengan kartu kredit ayahnya. Lalu menyeretnya ke salon untuk memotong poninya yang terlalu panjang dan mengubah sedikit model rambutnya. Menyuruh mereka mengubah warna yang akan cocok untuk adiknya itu. Kemudian pulang.
Saat mereka sampai di rumah, Taeyong dipaksa mengenakan pakaian barunya. Ia mencoba menyisir rambutnya sambil melihat bayangannya di cermin seukuran tubuhnya. Tersenyum karena menyukai perubahan dirinya.
Rambut yang membingkai wajahnya diwarnai chestnut, membuat bola mata hitamnya terlihat bersinar lembut. Poninya masih sama, karena menurut noonanya Taeyong terlihat menggemaskan dengan poni menutupi dahi, namun dipotong lebih pendek. Dan saat menyentuh rambutnya, itu terasa sangat halus. Taeyong menyukainya.
Tadi, saat dia keluar kamar untuk memenuhi panggilan makan malam dari ibunya, ibunya langsung menjerit gembira, memeluknya erat sekali hingga mungkin membuar tulang-tulangnya remuk sambil mengatakan pujian tanpa henti. Ayahnya juga tersenyum memujinya.
Taeyong malu, tapi senang.
"Tidurlah dengan nyenyak sayang. Jalja."
"Jalja, eomma."
Taeyong berbaring di tempat tidur; mencemaskan hari pertamanya di sekolah besok. Tapi kini merasa sedikit lebih percaya diri dengan dorongan semangat dari keluarganya.
Apa akan menyenangkan?
Taeyong memejamkan matanya. Tidur memeluk boneka beruang di bawah selimutnya sambil tersenyum kecil. Diam-diam tidak sabar.
Lanjut / Delete?
Biasanya jadi reader―siders sih sebenernya, lol―tapi mau nyoba buat bikin fanfic. Baru suka nct akhir-akhir ini juga. Paling suka 95liners btw. Johnny-Taeyong-Yuta. Nggak bisa milih. Jaeyong juga dikit-dikit sih karena mereka so real.
Aku girang banget nemu ffnya 95 liner terutama Johnyong kemarin! Karena ff mereka tuh langka. Taeyu banyak sih tapi aku lebih suka semenya Yuta lol lagi. Sampe ngira cuma aku doang yang nyiperin mereka masa. Heboh sendiri liat moment mereka yang akhirnya satu unit. Terus mikir, kenapa nggak buat juga? So jadilah~
Salam kenal dan ditunggu masukannya, bye!
