my little monster © robico; tidak menerima keuntungan finansial apapun dari fanfiksi ini.
warning: sudut pandang subjektif, no plot, dan apalah itu diksi! Huek.
catatan: Tadinya mau lanjutin project AM, tapi saya lagi buntu, karenanya, kita tunda dulu sampai fanfiksi berikutnya deh yaa. Also, pertama kalinya merajah di fandom my little monster (mungkin lebih enak pake tonari no kaibutsu kun ya,) salam kenal semua!
.
.
Dia adalah halilintar.
Tidak hanya halilintar, mungkin tornado, mungkin badai, mungkin tsunami, mungkin gempa bumi, atau segala hal tidak menyenangkan yang menghempaskan hidup Yamaken.
Dengan kartu as di tangannya, Yamaken bahkan tidak bisa memainkan permainannya sendiri, gadis ini terlalu cerdas, terlalu cerdas hingga Yamaken harus bertekuk lutut padanya, dengan tangan mengudara memohon ampunan.
Gadis itu sederhana dan kuno, jutek dan membosankan, tidak bisa bergaya dan banyak bicara, jadi apa yang membuat Yamaken tak berhenti melampirkan nama gadis itu dalam bisik-bisik di kepalanya?
"Yamaken," gadis itu bersuara, "berapa nilai sejarahmu?"
Apa, sih, yang dia harapkan!
.
.
Yamaken hanya ingin mengejarnya.
Sebelum gadis itu meninggalkan rasa dalam kosong, sebelum langit menarik malam, sebelum semarak kota bergegas di antara dunia. Yamaken hanya ingin menatap senyuman itu sekali lagi.
Karena itu kini ia dan gadis itu duduk berseberangan, tumit nyaris bersentuhan, gadis itu tak bersuara, namun senyum di wajahnya lantang berbicara, meski senyum itu tidak ditujukan untuk Yamaken.
Cantik. Cantik, cantik, cantik, cantik, cantik, cantik. Aku suka.
"Frappucino enak banget, Yamaken," ia menyeruput kembali kopinya, "aku suka."
Aku juga suka kamu, Idiot. "Pelan-pelan, hei, minumnya," Yamaken menegur malas, "nanti brainfreeze."
Gadis itu tidak bersuara, kepalanya mungkin sudah beku oleh frappucino. Jika diperhatikan, gadis itu seolah membelah langit, ada sesuatu yang mencabik darinya, menculik sesuatu dari hatimu dan tidak mengembalikannya. Egois. Sayangnya Yamaken tidak dapat berbuat banyak.
Yamaken jatuh cinta pada Shizuku.
Kamu cantik, aku suka.
Yamaken menjatuhkan tangannya pada punggung tangan gadis itu.
Hai kamu dengan wajah cantik, tidak bisakah kamu kabur bersamaku?
"Maaf, gak sengaja."
Aku hanya akan menikmati wajahmu sebelum mereka jatuh berderai-derai jadi hampa.
"Oh, iya, gak apa-apa," gadis itu kembali menikmati frappucino-nya.
Karena kamu terlalu kompleks, aku bukan tandinganmu.
Yamaken mengaku kalah.
