Last Date?
Naruto Belong To Masashi Kishimoto
(Part I)
.
.
Aku melangkah ragu menuju gedung serba putih dengan bau khasnya itu, dibalik jaketku terdapat sebuah gulungan. Beberapa ninja yang baru saja melaksanakan misi terkena racun yang sangat serius, dan Sunagakure yang sudah biasa menangani racun sejenis itu membantu mengirimkan gulungan rahasia berisi formula penawar racun yang baru saja tiba beberapa menit lalu.
Saat Kakashi-sensei memanggilku kekantornya, kufikir ia akan memberikanku misi. Tapi ternyata ia hanya memintaku untuk mengantarkan gulungan ini kerumah sakit. Padahal Rokudaime Hokage itu bisa menyuruh siapapun untuk melakukannya, entah kenapa ia malah menyuruhku.
Rasanya aku ingin menolak. Bukan, bukan karena mengantarkan sebuah gulungan adalah hal yang sulit, atau aku meremehkan karena terlalu mudah. Hanya saja, tujuan pemberian gulungan ini yang membuatku enggan. Kakashi-sensei memintaku menyerahkan gulungan ini kepada dia.
Dia yang kumaksud disini siapa lagi kalau bukan ninja medis bersurai merah muda yang sudah terakui kemampuannya itu. Apa aku terlihat seperti tidak senang bertemu gadis itu? Sebenarnya tidak juga. Aku bukan tidak senang bertemu dia. Aku hanya.. Entahlah.
Sudah cukup lama aku tak bertatapan dengan emerald miliknya. Kesibukan misi, latihan, dan kencan bersama sang Hyuuga membuatku tak sempat atau lebih tepatnya sengaja tidak menyempatkan diri untuk bertemu dengannya. Kuingat-ingat kapan terakhir kali aku bertemu dengannya? Mungkin sekitar 6 bulan yang lalu? Ya. itu adalah waktu terlama kedua aku tak bertemu dengannya setelah dulu 3 tahun aku berlatih dengan Petapa genit. Dan untunglah, Sakura ditempatkan sebagai kepala rumah sakit untuk saat ini. Membuatnya jarang mendapatkan misi, hingga aku hampir tak pernah lagi mendapatkan kesempatan satu misi dengannya. Walau dalam waktu itu dia tak sepenuhnya hilang dari fikiranku. Setidaknya, aku tak melihatnya.
Aku memasuki rumah sakit Konoha, bau menyengat obat mulai menyambut indra penciumanku. Aku membalas sapa beberapa orang yang melihatku. Sampai akhirnya aku berpas-pasan dengan gadis berambut pirang panjang.
"Naruto? Sedang apa kau?" Ino menghampiriku.
"Aku perlu bertemu dengannya" Aku menjawab seadanya, masih ragu untuk kembali menyebut namanya.
Beruntung Ino cepat tanggap dan peka.
"Sakura sedang diruang operasi, sebentar lagi operasinya selesai. Kau bisa menunggu diruangan sebelah sana" Ino menunjuk ruangan dengan sebuah pintu kaca besar.
"Baiklah, terima kasih Ino"
"Dia pasti senang bertemu denganmu" Ino tersenyum tipis menatapku dan berlalu. Apa maksudnya? Apa kini semua orang tahu, kalau aku dan dia sudah lama tak berjumpa?
Aku tak memikirkan lebih lanjut dan segera menuju ruangan yang dimaksud. Dan ternyata ruangan tersebut hanya berisi bangku panjang tempat menunggu sedangkan pintu besar satu lagi yang juga berada diruangan itu masih tertutup. Tampak lampu diatas pintu masih berwarna merah, menandakan operasi belum selesai. Aku memilih berdiri menyandarkan diri ketembok.
Aku menunggu, sedikit gelisah. Kenapa aku harus merasa gugup bertemu dengannya? Dia hanyalah salah satu sahabatku, well, cinta pertamaku mungkin lebih tepatnya. Tapi kini aku sudah menjalin hubungan serius dengan Hinata, menandakan kalau dia sudah tak lagi menjadi seseorang yang kucinta. Jadi semestinya aku tak perlu merasa gelisah begini. Bukankah begitu seharusnya?
Aku hanya perlu menyerahkan gulungan ini, berbasa-basi sedikit lalu pergi. Hanya itu.
Tiba-tiba saja terdengar suara bel diikuti lampu diatas pintu operasi yang berubah hijau. Dan beberapa detik kemudian, pintu tersebut terbuka.
Menampilkan sesosok gadis memakai jubah putih khas dokter dengan rambut yang dikucir satu, dengan belum menyadari kehadiranku ia mulai menarik ikatan dirambutnya, membuat surai merah muda yang kini mulai memanjang itu terjatuh dengan indahnya.
DEG. Apa barusan itu benar-benar slow motion? Bisa kurasakan pipiku memanas, jantungku berdebar kuat saat menyaksikan hal tersebut. Shit, jangan bilang aku baru saja kembali merona karena gadis ini.
"Naruto?" Suara itu lagi..
Aku seperti tersadar, dan buru-buru menguasai diriku.
"Sakura-chan?" Aku merasa tenggorokanku tercekat saat menyebut nama itu lagi. Rasanya seeperti sudah lama sekali tak melafalkan nama itu.
"Sudah lama sekali!" Ia menghamburkan diri ketubuhku, memelukku. Sudah kupastikan wajahku memerah karena ulahnya ini.
Tak bisa kupungkiri, ada rasa hangat yang seperti mengalir dalam tubuhku, dan segala rasa rindu yang selama ini kutahan mulai menguar membuat dadaku terasa sesak, sel-sel tubuhku seperti memekik senang karena bersentuhan dengan gadis itu. Ya Tuhan, jangan lagi..
Baru saja aku mengangkat tangan untuk menyentuh pinggang rampingnya, ia dengan cepat melepaskan diri. Ah! Kenapa singkat sekali.
"Kenapa kau tak pernah terlihat lagi, baka! Kau tak tahu aku mengkhawatirkanmu?" Ia langsung merubah ekspresinya menjadi terlihat kesal.
"Hehe, ada beberapa misi panjang yang membuatku cukup sibuk akhir-akhir ini, Sakura-chan" Aku menggaruk tengkuk ku yang tak gatal guna menutupi canggungku.
"Kufikir kau marah, atau sengaja menghindariku" Ia sedikit cemberut.
Iya, aku memang sengaja.
"Mana mungkin aku begitu padamu, Sakura-chan" Perasaan bersalah mulai menyelimutiku, bagaimana mungkin aku bisa bersikap begitu selama ini kepadanya.
"Apa kau baik-baik saja? Ada apa kerumah sakit?" Ia mulai mencemaskanku, matanya sibuk menelusuriku dari atas ke bawah.
Hatiku melunak. Gadis ini selalu memperhatikanku, selalu memastikan bahwa aku tidak terluka atau kurang apapun.
"Aku baik-baik saja, Sakura-chan" Aku tersenyum lebar, menenangkannya. "Kakashi menitipkan sebuah gulungan untukmu. Katanya dari Suna" Aku mengeluarkan gulungan dari dalam jaketku dan menyerahkannya. Ia langsung membuka gulungan itu.
"Ya Tuhan, inikah penawar yang dimaksud? Aku baru saja berhasil menemukan sendiri penawarnya, bahkan baru saja selesai ku operasi. Tapi aku lupa memberitahu Hokage-Sama. Hah aku menyusahkan sekali" Ia tampak tak enak.
"Benarkah? Kau hebat sekali Sakura-chan" Aku memujinya tulus, kembali berdecak kagum akan kemampuannya. "Kau tak merepotkan siapapun, malah kau sangat membantu" Aku menambahkan.
"Aku akan segera mengabari Kakashi-sensei setelah ini"
Aku mengangguk setuju.
"Hm, bagaimanapun, terimakasih sudah repot-repot mengantarkan ini" Ia tersenyum padaku. Dan lagi, jantungku mulai berdebar tak karuan. Kenapa masih saja..
Kata-katanya membuatku semakin merasa bersalah, tak tahukah dia kalau aku tadi begitu enggan untuk mengantarkan gulungan ini padanya.
"Tak masalah, Sakura-chan" Aku berusaha bicara dengan nada sebiasa mungkin.
"Kalau kau memerlukan apapun, atau merasa tidak enak badan jangan sungkan menemuiku" Ia berpesan.
Kenapa tadi aku sempat berfikir untuk tak ingin bertemu dengannya? Sedangkan aku tahu ia selalu baik, selalu mencemaskan dan mengkhawatirkanku melebihi apapun. Hampir disemua momen sekarat dan terlukaku, dialah yang menyembuhkanku. Bahkan dialah yang sudah berbagi nafas demi menyelamatkanku saat perang dulu.
Aku benar-benar bodoh! Hanya karena aku tahu ia dan Sasuke sudah menjalin hubungan, dan pula kini aku memiliki Hinata, aku malah seenaknya menghindari gadis ini demi menyelamatkan egoku, karena tahu perasaanku tak pernah dibalas olehnya.
"Terima kasih, Sakura-chan" Aku berkata pelan.
Dan maaf.
"Iya. Senang melihatmu lagi, Naruto" Ia tersenyum, dengan mata membentuk lengkung indah.
Aku seperti kehilangan suaraku. Dengan batin yang terus merutuk akan kebodohanku. Rasa sesal memenuhi hatiku, karena dengan sengaja selama ini aku sudah menjauhinya.
"Apa ada lagi yang ingin kau katakan Naruto?" Ia memiringkan kepalanya, mengamatiku. "Kau tampak pendiam" Sakura meneruskan.
"Aa- tidak. Itu saja Sakura-chan" Aku berusaha menutupi nada bimbangku.
Ia mengedikkan bahunya. "Baiklah, kalau begitu. Aku pergi ya" Dia melangkah melewatiku dengan menyisakan wangi manis khas tubuhnya. Membuatku seketika kepayang, wangi yang sangat kurindukan.
Baru kusadari ternyata dari tadi hanya dia yang aktif menanyaiku, sedangkan aku hanya merespon seadanya. Apa percakapan kami akan sudah selesai? Aku benar-benar tak ingin menyudahi kebersamaan ini. Aku masih ingin melihatnya, mendengar suaranya, berada didekatnya..
Tidak. Aku tak ingin membiarkan semuanya berlalu singkat.
"Sakura-chan?" Aku berbalik dan memanggilnya.
Ia berhenti dan memutar tubuhnya.
"Ya, Naru-"
"Berkencanlah denganku, malam ini" Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku, bahkan sebelum dia selesai menyahut panggilanku. Seolah tak berkompromi terlebih dahulu dengan otakku, atau mungkin kata-kata itu memang tak bisa lagi tertahan lebih lama. Kata-kata yang dari dulu sering kuluncurkan untuknya namun tidak untuk beberapa tahun belakang ini. Hah.. Tak kusangka, pertanyaan seperti itu muncul lagi di hari ini untuknya. Setelah selama dan sejauh ini, kenapa aku masih bisa kehilangan kontrol karena dia.
Aku hanya mencoba peruntunganku kali ini. Hanya mencoba.. Aku tahu, kekasihnya, Sasuke masih dalam perjalanan menebus dosanya. Tapi kenapa rasanya.. aku benar-benar ingin ia tak menolak, lagi.
Ia tampak terperangah mendengar pertanyaanku, atau mungkin lebih tepatnya pernyataanku. Ia terlihat memikirkan sesuatu.
Ah, sudah pasti aku ditolak lagi. Mana mungkin dia mau menerima ajakanku. Dari dulu saja aku selalu ditolak, apalagi dengan sekarang aku memiliki Hinata. Dan dia sudah bersama Sasuke.
Ya sudahlah, mungkin ini akan menjadi ajakan terakhirku sebelum...
"Jam 7 malam, jangan terlambat" Ucapnya kemudian tersenyum manis hingga pipinya bersemu. Dengan segera ia membalikkan kembali tubuhnya dan berjalan cepat keluar pintu.
Tubuhku membeku. Mencoba mencerna apa yang baru saja kudengar. Benarkah? Benarkah yang baru saja kudengar? Atau, benarkah yang Sakura ucapkan? Dia tidak salah bicara kan? Dan apa aku salah lihat, rona tipis diwajahnya tadi? Perlahan rasa bahagia meggelitik dihatiku. Rasanya aku ingin berteriak, namun mati-matian ku tahan mengingat ini dirumah sakit.
Lalu sesuatu yang membuatku bingung mulai muncul difikiranku. Kenapa rasa bahagia saat Sakura mengiyakan ajakan kencanku bisa sebegininya? Padahal Hinata selalu mengiyakan ajakan kencanku, bahkan sesekali ia yang mengajakku. Namun rasanya tak seperti ini.
Sekilas terlintas, benarkah ini? Salah tidak yang kulakukan? Namun biarlah, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama sahabatku. Sakura Haruno.
TBC
Review Please
Thank You
Tadinya author ingin bikin ini jadi oneshoot. Tapi karena author masih pengen acak-acakin perasaanya Naru karena sudah berani move on, sepertinya akan menjadi twoshoot x) Silahkan tinggalkan review ya – Saski Chan
