Judul: Sand in Your Shorts
Fandom: Naruto
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Original Writer: Goddess33
Genre: Romance; Hurt/Comfort
Rating: M
Pairing: GaaNejiGaa
WARNING: Shounen-ai, possible OOC-ness
NOTE: Fic 'Sand in Your Shorts' ini adalah salah satu fanfic favorit saya, karya Goddess33 ^^
Dengan modal nekad & niat, saya menghubungi sang author via Livejournal, dan mencapai kesepakatan bahwa saya akan menyadur fic ini ke dalam bahasa Indonesia.
Dalam beberapa bagian, kalimat bahasa Inggris agak sulit diterjemahkan (jadi aneh atau rancu), dan/atau kehilangan daya estetikanya. Oleh karena itu, fic ini tidak akan saya plek terjemahkan begitu saja dari aslinya, melainkan di beberapa tempat saya ubah struktur kalimatnya dan/atau ditambah/dikurangi, supaya lebih sesuai di lidah orang kita.. ^^
Saya tahu fiksi saduran pasti kehilangan daya tariknya tersendiri, jadi tentu saya lebih rekomendasikan untuk membaca yang original-nya langsung. :)
Saduran ini dibuat semata-mata untuk membantu readers yang malas/kurang fasih membaca fic bahasa Inggris. ^^
Semoga cukup menghibur..
Typo-betaed by Aoi suka langit. Thanks, dear.
Sand in Your Shorts
.
"Kau bilang apa?"
Bagi semua orang, kalimat yang meluncur dari bibir Gaara itu terdengar datar dan tak acuh. Hanya bagi sebagian kecil orang saja—kakak laki-laki dan kakak perempuannya, contohnya—kalimat tersebut dapat terasa mengandung keterkejutan dan ketidakpercayaan yang tersirat samar.
"Tidak mungkin kau tidak paham," Temari membuka suaranya, "hampir semua remaja seusiamu, sekarang ini sudah dapat pasangan. Kencan, berpacaran, yah seperti itu. Menjalin asmara."
Gaara menatapnya sekilas dengan pandangan tak acuh, sebelum kembali menenggelamkan dirinya pada deretan kata yang terpampang di lembaran koran di tangannya, "Sulit dipercaya kalau kau tidak ingat bahwa aku tidak sama dengan 'kebanyakan orang'," ujarnya masih dengan nada bicaranya yang datar dan seolah enggan merespon.
"Yang Temari katakan itu ada benarnya, Gaara," Kankuro menimpali dengan sedikit lembut namun tetap terkesan membujuk. "Memangnya kau tidak mengharapkan seseorang berada di sampingmu, begitu?"
"Tidak," jawab Gaara singkat.
"Seseorang yang akan mendengarkanmu, mengerti tentang dirimu seutuhnya?" Temari menambahkan.
"Tidak."
"Seseorang yang memperhatikanmu, selalu ingin bersamamu?" Temari kembali berusaha.
"Tidak."
"Seseorang yang akan bercumbu dan bercinta denganmu tiap hari di ruang kerjamu, di tempat latihan, atau bahkan di meja makan?" Kankuro menyeletuk.
"...hm.."
Temari mengerling tajam ke arah Kankuro, "Bukan itu poin utamanya," tukasnya.
"Ya itu kan bonus tambahan," Kankuro cengengesan.
Pembicaraan singkat barusan sedikit banyak telah membuat konsentrasi Gaara pada lembaran koran di tangannya lenyap sudah. Menatap kedua saudaranya itu, ia kembali membuka suaranya, "Jadi apa poin utama dari maksud kalian sebenarnya?"
"Karena kami tahu benar hal ini akan membuatmu senang!" sahut Temari tegas, seraya menarik kursi di seberang meja kerja Gaara dan menjatuhkan dirinya di sana. "Kau ingat rasanya bahagia, tidak?"
Gaara menatap Temari dengan sorotan tajam terbaiknya, "Tidak."
"Itu dia," Temari menjentikkan jarinya. "Ayolah, Gaara. Kau pasti juga ingin merasakan yang namanya kebahagiaan walau sekejap saja, 'kan?"
"Berhubung aku tidak pernah tahu bagaimana rasanya, bagaimana bisa kukatakan kalau aku ingin atau tidak?" timpal Gaara sekenanya.
"Semua orang ingin bahagia," Kankuro menyerobot, mengibaskan tangannya di udara dan memberi penekanan pada kata 'semua'. "Ini seperti salah satu bagian dari satu set emosi makhluk hidup," tambahnya dengan semangat yang meluap.
Gaara menatap Temari dan Kankuro bergantian, berusaha mencerna kata-kata kedua saudaranya itu. Sejenak kemudian ia kembali berujar, "Dan kalian pikir seandainya aku punya… punya pacar, hal itu akan membuatku bahagia?"
"Tentu saja, lebih daripada kepuasan membunuh orang!" timpal Kankuro yang langsung diinjak kakinya oleh Temari.
"Boleh juga yang barusan itu," sahut Gaara, tak mengindahkan bisikan yang diiringi pelototan tajam Temari pada Kankuro yang kini meringis mengurut kaki kirinya, 'Jangan bicara yang tidak-tidak!' desis Temari pada sang sulung.
"Nah, mau ya, Gaara?" Kankuro mulai lagi, memaksakan tawa hambar. "Kita semua tahu kalau kau ini sungguh hebat dan luar biasa, bahkan kau bisa saja mencabik kami hingga jadi potongan daging dalam sekejap. Tapi bisakah kau menuruti kata-kata saudaramu ini sekali ini saja? Untuk kali ini saja? Ini demi kebaikanmu juga," Kankuro berusaha semanis mungkin membujuk adik bungsunya yang keras kepala itu.
Gaara menatapnya tanpa menyahut.
Temari menelan ludah, sudah hendak menjitak kepala Kankuro, ketika Gaara membuka mulutnya dan membuatnya terpaku.
"Aku punya pertanyaan," sahut Gaara tenang. "Jika menurut kalian berkencan adalah hal yang sebegitu hebatnya, kenapa kalian sendiri masih sendirian? Kenapa tidak cari pasangan?"
Temari dan Kankuro hanya menatapnya tanpa berkedip.
"Karena kalian terlalu sibuk mengurusi aku…" Gaara menjawab pertanyaannya sendiri. "Karena kalian adalah penjagaku. Mau menggunakan sebutan lain juga silahkan, yang jelas tak dapat dielakkan bahwa kalian adalah penjagaku. Tugas kalian adalah menjagaku. Atau lebih tepatnya, menjaga orang-orang di sekitarku. Supaya mereka tidak kubunuh sembarangan. Dan sekarang kalian telah sampai pada titik jenuh dengan tanggung jawab ini. Lalu? Kalian ingin lepas tangan dan menyerahkanku pada orang lain, begitu?"
"Bukan begitu!" Temari menyela cepat. "Gaara, kami tahu kau telah banyak berubah. Kau menjadi lebih stabil dalam beberapa tahun ini, kami tahu itu. Yah jujur memang mungkin kau tidak akan bisa jadi…normal, tapi yah di bidang profesi ninja begini, semua orang juga jauh dari kata normal, 'kan? Intinya, kita hanya ingin kau menemukan kebahagiaan walau cuma sekejap. Siapa tahu ada sesuatu yang berubah dalam dirimu. Siapa tahu hal ini akan membuatmu merasa betul-betul hidup sebagai manusia biasa?" Temari berusaha menjelaskan walau sedikit meracau.
Gaara tak menyahut. Terpekur diam dan menatap lurus pada Temari, dengan air muka yang tak dapat diprediksi. Entah gusar atau mungkin sedang berpikir.
Kadang sang Kazekage muda ini memang sulit sekali diprediksi. Dan tentu saja, Temari dan Kankuro sudah bersiap untuk angkat kaki dan ambil langkah seribu, jikalau skenario terburuk terjadi. Keduanya menatap gentong pasir Gaara sambil menahan napas dengan tegang.
Namun kedua bersaudara yang gugup itu sama sekali tak menyangka bahwa jawaban yang keluar dari mulut sang adik bungsu adalah: "Baiklah."
"Baiklah?" ulang Temari, tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Kau akan melakukannya?"
"Aku tidak menjanjikan apapun. Tapi…aku akan berusaha," sahut Gaara lagi, mengangkat bahunya.
"Bagus!" seru Temari girang. "Nah, ayo kita pergi sekarang."
"Pergi?" Gaara mengerjapkan matanya, "Pergi kemana?"
"Tentu saja Konoha," timpal Kankuro tak kalah girang dengan Temari. "Aku dan Temari sudah menginspeksi prospek dari gadis-gadis di Suna ini, tapi tak ada yang cukup pantas untukmu, kami rasa," tambahnya cepat dalam satu tarikan napas. Terkandung nada antusiasme dalam setiap kata yang meluncur dari bibirnya itu. "Lagipula, kau sendiri tidak berminat pada gadis-gadis di sini, 'kan?"
Pikiran Gaara berselancar menelusuri satu demi satu wajah remaja Suna yang diingatnya. Mereka yang menghormati kekuatannya, berusaha tiap detik untuk tidak berbuat kesalahan di hadapannya, merasa ketakutan setiap saat ketika ia berada di dekat mereka…
Akhirnya Gaara sampai pada kesimpulan dan keputusan, "Konoha pastilah tempat yang paling tepat untuk memulai pencarian."
"Tempat yang amat sangat buruk," komentar Gaara dengan nada satir, menatap nanar pada Kankuro yang menyodorkan segelas minuman dingin ke hadapannya. Perlahan ia menyesap minuman tidak jelas—semacam es kopi—kesukaan Temari dan Kankuro itu, dan mengedarkan pandangannya pada sekeliling penjuru taman kota itu.
Konoha adalah suatu tempat yang indah, walaupun tentu saja Gaara tidak begitu peduli pada nilai estetis macam itu. Taman kotanya terawat dan bersih, terbuka untuk umum, dikelilingi rimbunnya pepohonan rindang, dan beberapa muda-mudi yang tengah berjalan-jalan seraya bersenda gurau.
Gaara, Temari, dan Kankuro telah berada di tempat ini selama beberapa jam, dengan Gaara yang luar biasa merasa bosan. Ia ingin segera pulang ke rumahnya, dimana cahaya matahari yang berarti sinar yang menyengat kulit, dimana ia dapat mengunci dirinya sendiri dalam ruang kerjanya, dan hanya…
sendirian. Selalu sendirian. Temari dan Kankuro selalu berusaha mendampinginya dengan baik, dan mereka memang berhasil. Namun Gaara tahu benar hal yang paling membuatnya nyaman adalah kesendirian.
Kini sel-sel kelabu di otaknya mulai meracau, membuatnya heran dengan keputusannya sendiri untuk mengikuti permainan bodoh kedua kakaknya itu. Mungkin ia hanya penasaran, atau iseng.
"Bagaimana dengan dia?" Kankuro menunjuk sesosok gadis berparas cantik berambut merah muda yang melintas di kejauhan. "Gadis berambut merah muda itu. Kalau tidak salah, kita pernah lihat?"
"Sakura," timpal Temari. "Dan tidak, dia itu wakil dari Persekutuan Penggila Uchiha Sasuke."
"Oh, ok. Kalau begitu bagaimana dengan gadis pirang yang sedang bertengkar dengannya itu?" Kankuro menunjuk seorang gadis bertubuh seksi berambut pirang panjang sepinggul, dengan dagunya.
"Ino, kalau tidak salah namanya begitu," Temari kembali menimpali. "Dan tidak juga. Dia sama saja dengan Sakura, naksir sama Uchiha Sasuke."
"Yang benar saja, setiap gadis di sini terpikat sama si Uchiha," Kankuro menggerutu. "Kalau mereka memang senang pada laki-laki tampan yang kuat dan berbahaya, Gaara juga kan begitu."
"Hati wanita itu tak bisa ditebak," Temari menjawab sekenanya. "Hmm kalau begitu…bagaimana dengan yang di sana? Yang rambutnya hitam keunguan di sana, pupil matanya pucat, kalau tidak salah namanya Hyuuga apaaa, begitu," Temari menunjuk ke arah yang dimaksud.
"Tidak mungkin. Kelihatan jelas kalau gadis itu pemalu dan penggugup. Satu saja tatapan tajam kubunuh-kau khas Gaara diterimanya, bisa-bisa dia malah pipis di celana," Kankuro mendecak.
"Aku tidak punya tatapan kubunuh-kau," timpal Gaara.
"Punya, tahu! Kau selalu memberiku dan Temari tatapan macam itu lima belas kali dalam sehari. Dan hari ini sudah sembilan," tukas Kankuro sambil menyeruput minuman dinginnya. "Ah, bagaimana dengan gadis yang sedang berjalan di sampingnya? Yang rambutnya cokelat panjang itu? Manis juga 'kan?"
"Kankuro, yang itu laki-laki," Temari menatap Kankuro dengan heran dan sedikit terkejut.
Gaara mengalihkan pandangannya pada sosok yang dimaksudkan Kankuro. Manis, seperti kata Kankuro. Salah satu anak muda yang tersohor di Konoha. Hyuuga Neji, ya kalau tidak salah begitu namanya. Satu dari sedikit rookies di ujian Chuunin yang telah lama berlalu.
Gaara tidak mengingat lebih jauh mengenai sang Hyuuga muda, namun ia ingat betul bahwa sekarang mereka sedang memilih kandidat pasangan kencannya berdasarkan penampilan. Dan tentu saja, dari segi penampilan, Hyuuga Neji itu terlihat cukup menarik.
Rambut panjangnya terlihat lembut dan halus, dengan kedua bola matanya yang keperakan, seolah menarik siapapun yang melihatnya dalam pusaran sejuta pesona. Dari semua orang yang dilihatnya hari itu, cuma dia satu-satunya yang cukup menarik minat Gaara.
"Kenapa tidak dia saja?" Gaara membuka suaranya sejenak kemudian.
Kedua saudaranya mengerjapkan mata mereka, "Mungkin kau tidak dengar yang kukatakan," ucap Temari hati-hati, "tapi yang itu laki-laki."
"Aku tahu," timpal Gaara. "Kenapa juga kita fokus memilih anak perempuan? Anak perempuan itu aneh."
"Maaf saja, tapi anak perempuan itu tidak semuanya aneh," Temari mengerling sambil tertawa hambar. "Yah, tapi, kalau sang Kazekage yang terhormat maunya laki-laki, siapa juga kita untuk melarangnya?" ujarnya menyikut perut Kankuro yang kini tersedak dan terbatuk-batuk.
"Baiklah. Target sudah diputuskan. Berikutnya apa?" Gaara kembali bertanya.
"Berikutnya," Temari nyengir lebar, "bagian yang paling menarik," ujarnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Kilatan antusiasme tersirat di kedua bola matanya.
.
.
TBC
