-(Coffee with Cream)-
[CREAM]
.
Park Sunyoung, March 2014.
[OF VARIOUS MUSE]
Disclaimer
All the characters are not mine, but the story and original character is completely mine. Therefore please do not copy all or part of the story.
Childlike!Sehun, not girly, ok?
Dedicate to
sunny; sehunnoona; chitao; nin nina; nhaonk; bbuingbbuingaegyo; SehunBubbleTea1294; alcici349; daddykaimommysehun; oniks; ; Mr. Jongin albino; asdindas; xxx; miyuk; ayanesakura chan; rainrhainyrianarhianie; indaaaaaahhh; askasufa; Cho Ai Lyn; Digichan-chan; gembel; eureurong; LM90; SlytherSoul d'Malfoy; YoungChanBiased; winterteaboy; ; Sehun baby; Xia Heaven; kjhwang; Joana Cecil [uri saengdeul, segeralah bertaubat jadi sider wkwkwk]; cho HunHan; also everyone who read previous story before ^^ love ya!
Previous story . .
Konflik dengan sang kakak, Luhan, membuat Sehun kabur dari rumah dan untuk sementara waktu bekerja dan tinggal di café milik seorang bernama Kim Jongin. Di tempat itu, Sehun menemukan kembali kasih sayang yang ia damba dari Luhan dan kedua orang tuanya melalui keramahan karyawan lain dan perhatian khusus dari bosnya. Jongin yang memiliki ketertarikan pada Sehun sejak awal perjumpaan mereka mengutarakan perasaan sukanya pada Sehun yang tak menjawab apa-apa. Sehun merasakan nyaman saat bersama Jongin, namun ia masih ragu akan perasaannya karena kebersamaan mereka yang terhitung singkat. Jongin tidak menuntut Sehun untuk menjawab pengutaraan cintanya sekarang dan hanya memberikan nomor ponselnya saat Luhan yang telah berbaikan dengan Sehun menjemput adiknya pulang ke rumah. Sampai keesokan harinya, saat Sehun mengetahui Jongin telah berangkat ke Jepang untuk mengurus bisnis keluarganya, barulah Sehun menyadari perasaannya pada Jongin.
"Aku juga mencintaimu, Jongin Jelek!"
Sehun akan belajar dengan keras sampai ia setidaknya bisa sejajar dengan posisi Jongin saat ini. Sampai saat itu, barulah Sehun akan menghubungi Jongin dan mengatakan-
-Maukah kau menjadi pacarku, Kim Jongin?
Awan berarak tebal, menggelayut mendung menyelimuti seluruh kota, masih di kota yang sama dimana suatu permulaan membawa pada masa penantian yang tidak diketahui garis finalnya. Namun kali ini tak setetes pun air menggenang. Sebagai gantinya, kepingan partikel ringan dikirimkan untuk menyelimuti atap-atap bangunan mereka. Menyulapnya menjadi negeri hayalan dimana semua bangunannya nampak seperti dalam gambar pada cover buku dongeng Hansel and Gretel. Tembok dengan bata merah itu terlihat seperti coklat dengan cream manis yang tidak lain merupakan salju di atap. Melenyapkan kesan Seoul yang glamour dengan popularitas budayanya yang mendunia.
Lupakan sejenak kehidupan metropolitan karena sepanjang mata memandang tumpukan salju menggunduk di beberapa sudut trotoar yang tak ayal menarik minat beberapa anak kecil yang lewat. Sejenak melepaskan diri dari pengawasan pengasuh mereka, saling melempar bola salju. Bermain sepuasnya dengan derai tawa mengejek bagi yang terkena telak di muka. Tidak akan ada ibu yang marah-marah karena musim dingin memang diciptakan sebagai waktu untuk liburan dan bersenang-senang. Yang ada hanyalah calon 'ibu' yang marah-marah, pada calon suami yang dengan segala kemurahan dan rasa perhatian telah meluangkan waktunya untuk menghampirinya di tempat kerja.
"Pulang saja Chanyeol! Aku muak melihat tampangmu."
Baekhyun membanting pintu tepat di depan hidung sang kekasih, menutup jalan masuk untuk Chanyeol yang selanjutnya dibukakan kembali oleh Chen yang telah mendedikasikan diri sebagai pendukung pasangan ChanBaek nomor satu. Chanyeol mengangkat ibu jari yang dibalas senyuman sumringah oleh Chen. Mereka berdua memang selalu mengedepankan budaya gotong royong terutama dalam urusan merayu kekasih yang sedang dalam mode 'pacar yang galak'. Mulia sekali, yeah.
"Ayolah Baekkie sayang, hanya satu semester lagi tidak masalah, kan?" Chanyeol merengek di belakang Baekhyun yang bersikeras mengusir Chanyeol keluar dari dalam café. Tangannya menyilang di depan dada, galak sekali.
"Semester kemarin kau juga mengatakan hal yang sama dan sekarang lihat apa yang terjadi? Judul skripsimu ditolak lagi dan kau harus mengulangnya lagi di semester depan. Kamu tidak malu pada adik kelasmu? Dasar otak dungu!"
Baekhyun mengomeli Chanyeol seperti ia sedang membawakan lagu bergenre rap. Cepat, tanpa koma dan tentu saja khas Baekhyun yang tingginya bisa mencapai kunci nada D#. Membuat gadis-gadis muda yang sedang makan siang dan kebetulan memiliki kadar keingintahuan tinggi melirik pada pasangan itu. Mereka saling berbisik pada teman di sampingnya kemudian tertawa kecil.
"Apa senyum-senyum!" Chen mewakili Chanyeol untuk membentak gadis-gadis penggunjing itu. Baik sekali, yeah.
Chanyeol manyun, harga dirinya terluka sekali dibentak Baekhyun di muka umum seperti ini. Diayun-ayunkan pergelangan tangan Baekhyun yang ada dalam genggamannya. "Jangan begituuuu~ aku kan sudah berusaha semampuku tapi mau dikata apa ternyata sudah ada mahasiswa yang memakainya tahun lalu. Kamu kan sudah janji akan menungguku sampai lulus."
Chen mengangguk setuju.
Baekhyun menggeleng prihatin.
Chen mengambil posisi di belakang Chanyeol, tingkahnya sudah seperti lawyer yang Chanyeol sewa saja. "Tuh kan! Chanyeol sudah berusaha semampunya."
"Aku bisa menjadi perjaka tua jika harus menunggumu lulus dari tempat terkutuk itu!"
"Hey! Tenang saja, kau bukan perjaka tua. Bahkan kau sendiri yang memberikannya padaku secara suka rela, hehe."
"Apa?! Kalian sudah melakukannya? Omo!" Chen menutup mulutnya yang terbuka lebar dengan kedua telapak tangannya, bertingkah sok polos padahal dirinya sendiri sudah pernah melakukannya dengan Xiumin. Tanyakan saja pada yang bersangkutan jika tidak percaya.
Iya, kan? Xiumin?
Chanyeol tiba-tiba saja tertawa konyol, tidak tahu tempat dan suasana. Satu lagi, tidak tahu diri. Lebih tidak tahu diri lagi dibanding Baekhyun yang memarahi Chanyeol di depan publik. Itu kan masalah dapur pribadi, tidak perlu para tetangga macam Chen atau teman-teman yang lainnya sampai diberitahu masalah rumah tangga seperti ini.
"Otak dungu! Apa yang kau bicarakan, huh?" Mata Baekhyun yang diperkuat efek dari garis eye liner memicing, persis seperti pemeran antagonis yang Chanyeol lihat di televisi. Duuuh, pantas saja Chanyeol tidak lulus-lulus kalau kerjaannya suka nonton sinetron kejar tayang setiap hari.
Bibir bawah Chanyeol sedikit maju, sedih dikatai otak dungu untuk yang keduakalinya. "Maaf Baekkie, maaf, maaf maaf maaf maaf plisssssssss maafin Chanyeol . . ."
"Hehe."
Ini Sehun yang tertawa makanya Chen tidak memarahi. Sehun prihatin sih, tapi sayang tampang Chanyeol lucu sekali. Wajahnya memelas, matanya melebar dan berkaca-kaca. Imut jika itu anak kecil tapi akan menjadi aneh jika disandingkan pada Chanyeol yang bertubuh raksasa.
"Maafin Chanyeol huu huuu."
Yixing dan Xiumin baru saja bergabung dengan Sehun setelah melihat Chanyeol yang seperti akan menangis sungguhan. Raut wajah mereka sama-sama prihatin dan Xiumin yang baik hati, yang tidak memihak seperti Chen, mengatakan pada Baekhyun untuk memaafkan Chanyeol saja.
Baekhyun menghela nafas panjang. "Ya sudah aku maafin." Diangkatnya sedikit topi Chanyeol, menjinjit kemudian bibirnya telah mendarat di kening Chanyeol.
"Hey! Apa-apaan? Sinetron sekali!" Yixing melambaikan tangannya malas, kecewa dengan ending yang terlalu mudah ditebak seperti ini. Padahal Yixing sudah membayangkan skenario yang berakhir dramatis dengan salah satu dari mereka menangis tragis.
"Hey! Apa-apaan? Hanya begitu saja?" Ini Chen yang protes walau pada awalnya ia membela Chanyeol habis-habisan. Habisnya Chen sebal, ia yang sedari tadi berkoar-koar menengahi mereka tak sedikit pun digubris Baekhyun, dilirik saja tidak. Ini, Xiumin yang cuma berkata satu kalimat saja sudah membuat Baekhyun rela memaafkan kekasihnya. Huh.
Lain lagi dengan Sehun yang mendapati dirinya merasa abnormal karena berkeinginan kuat untuk menggigit telinga gajah Chanyeol. Daun telinga Chanyeol yang sering dikatai Baekhyun sebagai penjelmaan tokoh Yoda itu mencuat di sela topi yang Chanyeol kenakan, membuatnya berlipat-lipat lebih lebar dari biasanya.
"Sungguh?" Mata Chanyeol berbinar-binar. Seperti bintang kejora. Aduh! Kok Chanyeol ganteng sih?
Yang tadi itu pemikiran Sehun.
Kamu gak naksir Chanyeol, kan?
"Iyaaa~ tapi janji hanya satu semester lagi! Setelah itu cari pekerjaan yang baik karena aku tidak mau menjadi pelayan café selamanya."
"Apa pun untuk kekasihku yang paling manis di dunia."
Chanyeol merentangkan tangannya lebar. Mengundang Baekhyun untuk berbagi pelukan.
Baekhyun memeluk Chanyeol.
Chanyeol menangkapnya.
Sehun tiba-tiba saja sedih.
Bukan karena cemburu, serius. Tapi melihat Chanyeol yang tersenyum riang karena Baekhyun yang menggigiti telinganya main-main membuat Sehun merasa menjadi tuna cinta. Baekhyun hanya perlu menunggu enam bulan lagi, jika Chanyeol menghentikan kebiasaannya menonton sinetron dan mulai serius menggarap skripsinya, untuk bisa hidup bersama-sama di bawah atap yang sama. Sedangkan Sehun, jangankan untuk hidup di atap yang sama, berada di bawah langit yang sama dengan orang yang ia suka saja tidak bisa. Entah kapan Sehun akan bertemu lagi dengan orang yang ia suka, bukan enam bulan lagi seperti Baekhyun, setahun lagi, dua tahun lagi, atau kapan tahunnya Sehun tidak tahu pasti. Hubungan mereka saja belum pasti.
Duuuh, belum bisa move on rupanya.
"Sudah! Bubar-bubar!" Yixing memisahkan Baekhyun yang menempel erat-erat pada Chanyeol. Stop! Ini masih siang dan mereka sudah mau melakukan adegan layak sensor yang harusnya ditayangkan pada jam sepuluh malam ke atas.
Chanyeol memeletkan lidahnya, mentang-mentang sudah rujuk. Padahal tadi sudah mau menangis seperti balita. "Sirik!"
.
Suasana café menjadi normal kembali setelah masa tayang sinetron yang diperankan Chanyeol dan Baekhyun habis. Aktor utamanya kini duduk di pojokan, memakan jatah makan siang bersama-sama sambil sesekali mencuri ciuman dari pasangannya.
Sehun sendiri membawa cangkir kopinya ke salah satu meja kemudian menyeruputnya perlahan. Entah sejak kapan ia menjadi kecanduan cafein seperti ini padahal dulu Sehun sangat memuja susu sebagai minuman primernya setiap hari, di samping bubble tea tentu saja. Mungkin karena pria itu, yang dulu memuji kopi buatannya, kemudian menanamkan pengharapan pada benaknya bahwa suatu hari nanti bisa saja Sehun menjadi barista yang bahkan lebih hebat dari Xiumin.
Baru saja beberapa teguk sampai russet eyes miliknya menilik pada layar ponselnya yang berkedip dengan nama Luhan tertera di sana. Suara di seberang saluran sana mendahului sebelum Sehun mengucapkan kalimat sapaan.
"SEHUUUUUN! HELP MIIIIH!"
Sehun mengambil jarak dengan ponselnya sebelum menempelkan kembali benda itu di telinganya. Suara Luhan yang terdengar tidak dalam kondisi yang baik membuatnya gelisah. "Kenapa?"
"Baby, aku dikejar sasaeng fans, wanita itu mengerikan sekali. Tolong aku huuu huuu . . "
"Kau di mana sekarang? Aku akan menjemputmu ke sana."
"Sekarang aku sedang di garasoo-gil, satu blok lagi sampai di depan café, ARGHH! ANDWAE!"
Tut . . . tut . . .
"Kak Luhan? Ya!"
Tanpa pikir panjang lagi, Sehun segera berlali ke luar café meski Xiumin meneriakinya untuk memakai mantel karena di luar udara sangat dingin. Hanya di negaranya ini seorang fanatik yang biasa disebut sasaeng fans bisa melakukan hal-hal yang buruk pada idolanya hingga wajar saja Sehun yang kata Chen merupakan saudara yang hilang dari Kera Sakti karena sama-sama terlahir dari batu saking cueknya, merasa cemas mengenai kondisi Luhan sekarang.
"Luhan! Kak Luhan!" Sehun beteriak kalap, menolehkan kepalanya ke berbagai arah demi mencari sosok Luhan sampai pandangannya bersinggungan dengan biner mata lain yang memandanginya dengan senyum jahil terukir di bibirnya.
Sialan! Luhan mengerjainya.
Luhan membuka kacamata hitamnya dengan gerakan slow motion kemudian melemparnya asal ke dalam mobil sport mengilap yang terparkir anggun di sampingnya. Gila! Mengemudikan mobil yang tak beratap di tengah musim dingin. Sehun tahu kakaknya ini sedang tebar pesona.
"Hei baby, long time no see!" Luhan memasang cengiran lebar yang dibalas dengus masam dari adiknya.
Sehun tak menanggapi Luhan dan hanya berjalan malas ke dalam café karena penampilannya saat ini membuatnya menggigil jika harus berdiri di luar lama-lama. Dibantingnya pintu keras-keras, mengundang kemampuan rap Baekhyun yang kaget keluar lagi saat bekal yang tengah dimakannya tumpah ke pakaiannya.
"Yah! Sehun sialan! Kau mau membuatku jantungan, hah? Bla bla bla askfjdg bla bla bla . . ."
Luhan yang mengekori Sehun dari belakang menunduk berkali-kali untuk mewakilinya meminta maaf sementara sang pelaku melanjutkan kembali kegiatan minum kopinya yang sempat terganggu tadi. Sehun tak bereaksi saat Luhan menarik kursi di sampingnya, kepalanya menoleh ke jendela, menghindari Luhan yang tengah menatapnya.
"Kamu nangis?"
Tangan luhan menyentuh dagu Sehun, mengarahkan wajah Sehun agar anak itu memandang padanya. Tepat saat itu sebulir air mata jatuh ke pipi Sehun meskipun ekspresi pria itu masih keras, ngambek rupanya.
"Aishh, katanya tidak mau dipanggil baby lagi tapi masih saja cengeng seperti ini."
Sehun mengusap pipinya kasar. "Aku khawatir tau!"
"Tenang saja, sasaeng fans tidak akan berpengaruh apa-apa pada lelaki jantan sepertiku. Kau mau lihat otot perutku?"
Luhan melepas jaket kulit mengilapnya, mengangkat kausnya sampai ke bawah dada hingga membuat Sehun perlu untuk mencubit perut kakaknya yang sedang bertingkah tak senonoh ini. Luhan tertawa walau sebenarnya cubitan Sehun membuatnya sakit juga, itu artinya Sehun sudah tidak marah lagi padanya.
"Kenapa tidak pernah datang ke latihanku? Kau sudah tidak menyayangiku lagi?" Luhan menyambar cangkir kopi yang tidak sempat dihabiskan isinya oleh Sehun.
"Aku sibuk kuliah."
"Hey! Kau mau membalas dendam? Kau tahu, noona fans yang sering memintaimu tanda tanganku sekarang mengikutiku sampai ke hotel, menakutkan."
Akhir-akhir ini popularitasnya memang semakin meninggi setelah Luhan membintangi berbagai iklan di televisi. Sehun sendiri bingung melihat penampilan kakaknya saat ini, warna rambutnya berganti setiap minggu bahkan telinga kirinya sudah dipasangi sebuah tindik. Luhan lebih cocok menggoyangkan pinggulnya di panggung Music Bank daripada harus menggiring bola di lapangan.
"Minggu depan akan ada pertandingan persahabatan, kau akan melihatnya, kan?"
"Boleh saja, asalkan tiketnya gratis."
"Apapun asal kau datang! aku juga telah membelikan tiket pesawatnya."
Sehun melirik Luhan yang tengah mengeluarkan sesuatu dari balik saku celananya, sebuah tiket pesawat. "Memangnya kau akan bertanding di mana?"
"Jepang."
Ada sesak yang menekan saat Luhan menyebutkan destinasi mereka.
"Aku akan berangkat besok karena team kami akan mengadakan latihan bersama dengan F.C Tokyo. Kamu tidak apa-apa kan berangkat sendiri?"
Inginnya Sehun menolak. Bukan! Sehun bukannya takut jikalau harus berangkat sendirian walaupun ini akan menjadi pengalaman pertamanya pergi ke luar negeri. Sehun hanya takut jika di sana ia bertemu seseorang. Jangankan untuk bertemu, menghubunginya pun tidak mau.
Memperhatikan perkembangan Jongin selama ini membuat nyalinya ciut. Ia begitu jauh, Sehun merasa beda kasta dengan Jongin.
"Sehun?"
"Maaf, aku tidak bisa." Lagi-lagi Sehun berpaling menatap jendela, tidak kuasa jika harus lama-lama memandang wajah Luhan yang kentara kecewa.
"Kenapa? kau banyak tugas di kampus?"
"Tidak, minggu ini sudah masuk libur semester."
"Lalu kenapa?"
Sehun kali ini memalingkan wajahnya pada Luhan hanya untuk memperlihatkan air mukanya yang begitu dingin. "Hanya tidak bisa saja."
Kak Luhannya yang selalu manis pada Sehun kini sedang berusaha mati-matian untuk menekan emosinya yang menggelegak, sebisa mungkin mencegah kata-kata buruk yang bisa saja keluar dengan mendesiskan bibirnya. Tampang Sehun menyebalkan sekali, mungkin Luhan akan maklum jika Sehun memberikan alasan yang jelas kenapa ia tidak bisa ikut.
"Ini pertandingan internasional pertamaku, anggota tim yang lain membawa pacar atau keluarganya. Jika kau tidak bisa ikut apa aku harus menghubungi ayah dan ibu? Cih!"
Pembicaraan mengenai ayah dan ibu merupakan topik yang sensitif bagi sepasang saudara ini. Buket bunga cantik dengan kartu nama bertuliskan nama kedua orang tuanya memang masih dikirimkan saat Luhan memenangkan pertandingan atau saat pergantian semester bagi Sehun. Namun mereka berdua tidak sekedar butuh ucapan selamat atau nominal saldo di tabungan yang tiap bulan semakin bertambah, yang mereka butuhkan adalah hangatnya kebersamaan. Komoditas yang sayangnya tidak bisa dipersembahkan dalam keuarganya.
"Maaf, tapi aku benar-benar tidak bisa."
"Setidaknya katakan mengapa kau tidak bisa!"
Sehun diam saja seakan sedang menguji batas kesabaran Luhan akan sampai mana. Wajah Luhan memerah, digebraknya meja sedikit keras.
"Tidak peduli apa alasanmu aku akan tetap menunggu kedatanganmu, Sehun."
Luhan memakai kembali jaketnya kemudian berlalu tanpa memberikan ciuman perpisahan seperti yang biasanya ia lakukan. Kali ini Baekhyun tidak marah-marah saat Luhan keluar dari café dengan cara menendang pintu sampai benda itu tergantung miring pada engsel yang hampir lepas. Salah omong sedikit saja ia yang bisa kena tendang Luhan yang kekuatan kakinya sudah tidak diragukan lagi, namanya juga pemain bola.
Sehun melirik sekilas pada tiket pesawat yang ditinggalkan Luhan di atas meja. Ia tahu dirinya pengecut, Jepang itu luas jadi kecil kemungkinan ia bisa bertemu Jongin di tengah populasi manusia yang padat. Sehun tidak bisa mengatakan alasan yang sebenarnya pada Luhan karena selama ini Sehun merahasiakan perasaanya pada Jongin.
"Maaf . ."
Sehun membuang tiket pesawat pemberian Luhan ke tempat sampah.
.
Coffee With Cream
.
Di malam pertandingan antara timnas Korea Selatan melawan F.C Tokyo.
Xiumin bergegas menutup seluruh jendela dan memasangkan tanda closed di pintu masuk yang telah diperbaiki oleh tukang yang dikirim Luhan sebagai tanda permintaan maaf. Menguncinya dari dalam karena malam ini semua karyawan berniat untuk menginap di café supaya bisa menonton bersama-sama pertandingan yang disiarkan secara langsung di televisi. Chanyeol beberapa jam sebelum café tutup sudah datang dengan kedua tangan penuh tentengan berisi berondong jagung dan beberapa botol soda.
Yixing yang sudah mengganti seragamnya menjadi jearsey timnas Korea dengan nomor punggung milik Luhan seperti yang lainnya mengambil duduk di samping Sehun. "Kamu sudah menghubungi Luhan?"
Sehun yang mengambil cemilan secara random dari atas meja hanya mengangguk asal. "Sudah, tapi tidak dibalas."
"Luhan pasti kecewa sekali."
Sehun menulikan pendengarannya dari Yixing yang terus saja mengoceh tentang Luhan yang membuat perasaan Sehun semakin tidak enak. Untung saja komentar sok tahu dari pembawa acara segera berakhir hingga Yixing bisa konsentrasi pada pertandingan. Ada perasaan bangga saat Sehun melihat Luhan memasuki lapangan walaupun ia hanya melihat dari layar LED televisi yang dipasang di tengah ruangan café. Yang lain malah sudah berteriak heboh saat kamera menyorot wajah Luhan yang sedang mengikuti lirik lagu kebangsaan negaranya secara close up. Namun sebagai adik yang selama 21 tahun hidupnya dihabiskan bersama Luhan, ia bisa menangkap sesuatu yang janggal pada diri Luhan. Semangat yang selalu Luhan tunjukan saat memulai pertandingan kini menghilang, dan Sehun tahu ialah penyebabnya.
Selama pertandingan berlangsung Baekhyun dan Chen berkali-kali mengomentari hal-hal yang tidak penting (seperti "aku tidak menyukai potongan rambut pemain itu" atau "pantas saja tendangannya bagus, itu pasti karena bajunya dimasukan ke dalam celana") saat salah satu pemain hampir membobol gawang lawan, berbeda sekali dengan Xiumin yang sesekali berkomentar logis tanpa memihak. Lain lagi dengan Sehun, ia menggigiti bibirnya cemas, ini sudah lebih dari setengah pertandingan tapi sepertinya Luhan belum menemukan ritmenya di lapangan. Karismanya seakan hilang, ia seperti pemain bola yang baru bertemu dengan lapangan hingga beberapa kali pelatih meneriakan instruksi pada Luhan dari pinggir lapangan.
"Awas!"
Chen dan Baekhyun refleks berdiri saat melihat pemain lawan menyikut Luhan yang sedang menggiring bola dari belakang. Jelas sekali itu pelanggaran namun sepertinya wasit tidak memperhatikan karena pertandingan terus berlanjut meski Luhan berlutut di tengah lapangan dengan tangan yang memegangi perutnya yang terkena sikutan. Namun Sehun kembali bernafas lega saat Luhan kembali bangkit dan mengejar bola kembali.
Selang beberapa menit kemudian Luhan berhasil merebut kembali bola dari kaki lawan dan menggiringnya ke kotak penalti. Luhan seharusnya sadar, sebagai penyerang ia akan selalu menjadi incaran pemain belakang lawan. Namun ia yang berambisi untuk memecahkan kebuntuan dengan menyetak gol ke gawang lawan menjadi lengah dan tahu-tahu saja pemain F.C Tokyo melayangkan tendangan ke arah kakinya hingga membuatnya tersungkur dengan dada yang terlebih dahulu membentur tanah.
"Apa wasit itu buta?" Xiumin tidak bisa lagi menahan gaya kalemnya karena wasit tidak kunjung mengangkat kartu padahal jelas-jelas yang tadi itu pelanggaran berat. Namun setelah berdiskusi dengan wasit yang lainnya akhirnya diputuskan untuk memberikan tendangan penalti pada tim Korea dan ganjaran kartu kuning bagi pemain lawan.
"Kubelikan Baekhyun eye liner baru jika Luhan mencetak gol." Chanyeol berseru asal-asalan yang nantinya akan ia sesali jika Luhan benar-benar berhasil mencetak gol.
Di layar televisi itu, Sehun melihat Luhan yang tengah mencium bola sebelum meletakannya di tengah lapangan. Berkonsentrasi meski suara pendukung dari tim lawan yang memadati seluruh stadion membuat hatinya gentar. Ia menarik nafas berkali-kali kemudian mundur beberapa langkah, mengambil kuda-kuda dan ketika kaki kanannya ia angkat sebelum menyentuh bola tiba-tiba saja Luhan menjengit hingga tendangan yang ia layangkan melenceng dan membuat bola melambung jauh di atas gawang lawan.
"Aaaah! Tidaaaaak!"
Semuanya berteriak kecewa meski Baekhyun berteriak yang paling kencang. Pupus sudah. Bye bye eye liner.
Luhan berbalik, mencoba mengabaikan makian dari sang pelatih namun beberapa saat melangkah ia telah kembali tersungkur di tanah.
"Luhan!"
Sehun sudah tidak bisa lagi duduk tenang saat tubuh Luhan di angkat dengan tandu ke pinggir lapangan. Sepertinya insiden tadi membuat Luhan cedera hingga ia tidak bisa melanjutkan pertandingan.
Xiumin melirik pada Sehun yang sepertinya sedang menahan tangisan. Dipegangnya pundak Sehun. "Pergilah ke Jepang!"
"Tapi-"
"Apa yang kautakutkan? Kau takut bertemu Jongin? Dia itu manusia sama sepertimu tidak peduli bahkan jika sekarang ini ia telah menjadi pemimpin dari perusahan terbesar di dunia. Lagipula apa yang kau takutkan jika dulu saja Jongin yang mengejarmu duluan."
Sehun jadi terdiam karena nada bicara Xiumin yang biasanya tenang kini meledak-ledak seakan menghakiminya. Xiumin yang tahu ia telah membuat Sehun takut kini mengusap kepala anak itu lembut.
"Akan kupesankan tiket pesawat tercepat ke Jepang."
Perlu waktu sampai pertandingan berakhir dengan kemenangan 1-0 bagi F.C Tokyo melalui gol pada saat injury time sampai Sehun memantapkan diri untuk pergi menemui Luhan di Jepang.
.
Coffee With Cream
.
Keesokan harinya Sehun menemukan dirinya sendiri tengah berada dalam mobil jemputan yang dipersiapkan teman-teman satu tim Luhan yang akan membawanya ke rumah sakit tempat Luhan dirawat. Dihiraukannya pemandangan eksotis Tokyo di luar yang baru pertama kali ia lihat secara langsung karena ia lebih menghawatirkan kondisi kakaknya. Berita di luaran sana pasti membuat kondisi Luhan semakin buruk, kegagalan Luhan dalam tendangan penalti bahkan sempat bertahan menjadi trending topic di beberapa sosial media.
Sesampainya di rumah sakit Sehun sudah disambut beberapa orang yang ia kenali sebagai pemain satu tim dengan Luhan. mereka membimbing Sehun ke dalam sebuah kamar dengan satu ranjang yang berlabelkan "Xi Luhan". Kakaknya itu terbaring dengan mata terpejam, betis kananya yang tak berbalut selimut ditopang perban tebal. Syukurlah tidur Luhan terlihat damai, melihatnya dalam kondisi seperti ini membuat Luhan terlihat kurus. Sehun merasa keterlaluan karena selama ini begitu mengandalkan Luhan ketika sesuatu terjadi padanya tapi saat Luhan membutuhkannya ia malah tidak ada.
"Kak Luhan . ."
Sehun membelai kening Luhan, menyelipkan anak rambut berwarna caramel ke balik telinganya. Luhan yang terusik tidurnya membuka kedua matanya, senyum cerah terpatri di wajahnya ketika objek pertama yang dilihatnya adalah Sehun yang sedang menggigit bibir menahan tangis.
"Hey! Kenapa menangis?" Luhan mengusap pipi Sehun namun perbuatannya malah membuatnya menangis sungguhan.
Sehun tidak menjawab dan malah menubruk Luhan hingga jarum yang terpasang di lengan Luhan hampir saja tercabut. Luhan sama sekali tidak mengaduh, ia hanya menepuk-nepuk pundak Sehun yang menangis dalam pelukannya.
"Shhhh~ cup cup, sini, tidur bersamaku. Kamu pasti lelah."
Sehun menurut masuk ke dalam selimut, dipeluknya Luhan erat-erat dan ketika tangisnya reda dengan segera ia menanyakan kondisi Luhan.
"Pergelangan kaki kananku sedikit bergeser tapi dengan terapi semuanya akan baik-baik saja, selebihnya oke kecuali mungkin aku akan sedikit trauma dengan tendangan penalti."
"Maaf, ini semua gara-gara aku."
Luhan menarik dagu lancip Sehun dan menatapnya dalam. "Tidak apa-apa, yang penting sekarang kau ada di sini."
Luhan tersenyum lembut sekali yang dalam hitungan detik menular pada Sehun. Sehun mendekatkan bibirnya pada wajah Luhan, mengecup pipi Luhan yang sedikit berisi, lama. Setelah lepas, gantian Luhan yang mencium Sehun, tepat di bibir.
Sehun meremas bagian depan piyama rumah sakit yang Luhan kenakan. Perlakuan lembut Luhan selama ini yang membuatnya tak bisa lepas dari Luhan. Ketergantungannya pada Luhan menjadikan motif terbesar kenapa dulu ia meragukan perasaannya pada Jongin. Tidak pernah ada yang menyelami kedalaman hatinya selain Luhan.
"Ciuman persaudaraan."
Lagi-lagi Luhan tersenyum, senyuman yang sesungguhnya mematahkan hati Sehun. Ciuman persaudaraan yang selalu Luhan katakan setelah ia menciumnya merupakan sebuah keyword, yang membawa kesadaran Sehun akan ikatan persaudaraan yang harusnya melandasi kasih sayangnya pada Luhan.
Luhan itu kakaknya meski Luhan akan tetap menjadi "Xi" dan Sehun selamanya "Oh". Meski saat kecil Luhan mengatakan bersedia saat Sehun memintanya untuk menikahinya kelak tetapi ia tetap kakak laki-lakinya walaupun ia hanya seorang anak yang diangkat untuk memancing kelahiran anak pertama keluarga Oh. Itulah mengapa Sehun dan Luhan sangat berbeda, Sehun lebih tertarik dengan kegiatan mental dalam ruangan yang berpendingin sedangkan Luhan begitu mencintai kegiatan fisik di bawah terik matahari.
Sebaiknya perasaan absurd ini ia buang jauh-jauh saja.
.
Saat Luhan sedang tertidur, diam-diam Sehun melepaskan diri dari pelukan Luhan dan beranjak keluar kamar. Perutnya lapar dan faktanya ia tidak bisa makan sedari malam. Disusurinya koridor rumah sakit yang sepi dan untuk ketiga kalinya Sehun mengumpat kesal karena terus saja berputar-putar dan kembali di tempat yang sama. Ia merutuki kebodohannya karena baru menyadari keberadaan papan penunjuk arah yang untungnya memakai dua bahasa [Jepang dan Inggris], saat lapar orang-orang memang bisa menjadi bodoh seketika.
Sehun berjalan sampai ke depan lift. Ditekannya tombol yang menunjukan arah ke bawah, perlu beberapa saat sampai pintu lift terbuka dan Sehun yang sedang tidak dalam kondisi mental dan perut yang baik kini terombang-ambing ke segala arah saat tiba-tiba saja segerombolan orang keluar dari sana.
"Aw!"
Duuuh, sekurus apa sih Sehun ini? Guncangan sedikit saja sudah membuatnya tersungkur dengan pantatnya yang terlebih dahulu menapak di lantai. Sehun mengumpat dalam bahasa Korea hingga ia tak perlu khawatir orang-orang yang meninggalkannya tanpa sedikitpun membantu akan memarahi mulutnya yang perlu disekolahkan.
"Kau tidak apa-apa?"
Sebuah tangan dengan kulit berwarna kecoklatan terulur di depan wajahnya, Sehun merasa familiar dengan tangan itu, terlebih lagi suaranya yang begitu fasih dalam melafalkan bahasa Korea. Sehun jujur saja merasa takut untuk mengangkat kepalanya meski akhirnya dilakukan juga, daripada penasaran.
"Kau!" Mereka berdua berseru berbarengan sambil menyerukan nama yang lainnya.
Dunia sempit, ya?
Sehun buru-buru bangkit sambil mengibaskan celananya yang takutnya dipenuhi debu karena jatuh tadi. "Hai, Jongin."
Tiba-tiba saja Sehun merasa penampilan Jongin yang terlihat mahal from head to toe membuatnya canggung.
Tubuh Jongin memakai setelan jas, Tubuh Sehun memakai kaus oblong dan skiny jeans.
Kaki Jongin beralaskan pantofel, Kaki Sehun beralaskan snikers.
Rambut Jongin ditata rapi dengan gel, rambut Sehun lepek dengan topi kumal menutupi.
Intinya ia merasa menjadi rakyat jelata di hadapan Jongin. Namun ditepisnya pesimisme yang menjadi benalu dalam diri Sehun saat kedua tangan Jongin meraih bahunya dengan wajah yang kentara khawatir.
"Sehun? kau tidak apa-apa? Dengan siapa kau kesini? Apa kamu kabur lagi dari rumah?"
Sehun sampai bingung harus menjawab yang mana duluan. Ketika Sehun telah memutuskan untuk terlebih dahulu menjawab pertanyaan yang mana, seorang wanita yang sedari tadi tersembunyi keberadaannya di balik punggung lebar Jongin angkat suara. Tangan dengan jemari yang lentik dan kuku-kuku yang terawat memegang lengan Jongin posesif.
"Oppa mengenalnya?"
Jongin yang menyadari kehadiran orang ketiga segera mengambil jarak dengan Sehun. dirangkulnya bahu gadis itu. "Dia salah satu pegawaiku di café, namanya Sehun."
Pegawai katanya? Sekedar itu saja kah eksistensi Sehun untuk Jongin?
"Dia seumuran denganku, beri hormat padanya."
Sehun sekilas bisa melihat kulit punggung mulus yang terekspos dari celah gaun berpotongan belakang yang rendah saat gadis itu membungkuk.
"Annyeonghaseyo. Namaku Kim Sein, tunangan Jongin oppa."
Gadis itu tersenyum lembut, senyuman yang sesungguhnya mematahkan hati Sehun untuk keduakalinya di hari yang sama. Namun kali ini rasanya berlipat kali lebih sakit. Sakiiiiiiiiiiit sekali. Sia-siakah penantiannya selama ini?
Kak Luhan, Sehun patah hati, hikseu.
.
To Be Continued
.
Yuhuuuuu! Adakah yang nunggu kelanjutan kisah Sehun sama Jongin? Atau malah udah lupa sama cerita ini ._. wkwkwkwk maklum sequelnya lama sekali.
Sun udah bikin kerangkanya dan jika semuanya lancar kemungkinan cerita ini akan menjadi 3 chapter, di bagian pertama ini lebih ke bromance!HanHun dan malah jadi mirip Replay 1994, haruskah Sun mencantumkan kredit?
Mulai dari sini muncul Kim Sein sebagai tunangan Jongin, ceritanya sekarang balikan Sehun yang ngejar Jongin, sukurin hehe. Jika keberatan anggap saja Sein itu semacam Sehun versi cewek, kayak di Sukira wkwkwk.
Doakan ya semoga Sun bisa update cepat. Take care darling :) . . .
