Call Me by Your Name

"If there is any truth in this world,

it lies when I'm with you."

.

Part I

.

.

Min Yoongi x Park Jimin

Other Cast is from the film "Call Me by Your Name",

dengan beberapa perubahan nama, alur, cerita, dan aspek lain.

.

Yoongi!TOP

Jimin!BOTTOM

.

.

.

Somewhere on Northern Italy.


"Maria, mahasiswa Ayahku akan datang hari ini. Aku harus membersihkan kamar ini."

Aku Park Jimin, 17 tahun. Sedang libur musim panas dan sedang tidak sibuk melakukan apapun kecuali menuruti perintah ayahku untuk membersihkan kamar untuk tamunya; mahasiswa, orang Seoul yang kuliah dan tinggal di Amerika; mahasiswa kesayangannya.

"Minnie, tenanglaaah. Kau terlihat seperti Mafalda saja..." –dia Maria teman kecilku, tertawa senang melihatku mondar-mandir mengeluarkan bajuku dari lemari dikamar tamu yang sering ku gunakan saat dia menginap dirumah. Oh, dan Mafalda adalah pembantu kepercayaan dirumah kami.

Keluargaku adalah campuran dari Korea Selatan, itu sisi ayahku dan Rusia dari ibuku. Kami pindah ke Italia dari awal ayah dan ibu menikah. Tepatnya di bagian utara negara yang terkenal dengan sejarah Romania yang rumit namun mengesankan. Italia.

.

"Shit, he's here Minnie..." aku dan Maria mengintip dari jendela kamar dan mendapati kedua orang tuaku sibuk menyambut tamu mereka. Si mahasiswa Amerika kesayangan.

Aku menilik penampilannya, kemeja biru langit berlengan panjang yang digulung hingga sikut, memperlihatkan kulit porselennya yang entahlah terlihat begitu berkilau dan macho, celana puntung berwarna khaki yang hampir bertabrakan dengan warna kulitnya yang pucat itu –namun terlihat kemerahan dengan sinar matahari musim panas, dengan rambut hitam yang disisir rapi ke samping dan undercut saudara-saudara. Oh, dan tato yang hampir membungkus setengah lengan kirinya. Dia terlihat hampir sempurna. Lihat seberapa baiknya dia membentuk tubuhnya. Ugh. Mierda!

"Look at those damn shoulder, Minnie." Maria menyikut pinggangku, tampak jelas menggodaku.

Aku hanya tersenyum, "No wonder he seems confident." menanggapi godaan Maria.

Kami berdua tertawa, tepat sebelum ayah memanggil namaku, "Jiminnie, turunlah..."

Aku memberi kode pada Maria, "It's my time." dan bergegas turun ke lantai bawah tanpa menunggu Maria, untuk menyambut tamu spesial orang tuaku tentunya.

.

"Darling, itu tamu yang kami bicarakan denganmu semalam. Dia baru pertama kali ke sini, ibu sudah bilang kalau Italia dan Amerika berbeda kan?" aku hanya mengangguk, mengiyakan sambil masuk ke ruang tamu.

"Yoongi, Jimin. Jimin, Yoongi." Ayah mengenalkan kami dengan singkat, perkenalan yang tidak berarti dengan salaman dan adu tatap selama sepersekian detik.

"Let me help you," aku membawakan barang bawaannya yang tidak banyak, hanya satu tas valet biasa dan satu tas gandeng yang berisi keperluan kecilnya, mungkin. Dia mengucapkan terimakasih dalam bahasa Itali yang hanya ku tanggapi dengan senyuman singkat lalu memberi kode pada ibuku yang langsung dimengerti untuk diarahkan ke kamar tamu.

"You're very welcomed here." Kata ibuku pada Yoongi dengan bahasa inggrisnya yang lumayan, sambil mengepulkan asap rokoknya yang dibarengi kekehan kecil oleh ayahku. Yoongi tersenyum senang dan berterimakasih lalu mengikutiku ke kamar tamu –yang akan jadi kamarnya selama dua bulan kedepan.

Saat menaiki tangga, aku dan Yoongi berpapasan dengan Maria. Aku bertanya apa dia akan segera pulang, dia hanya mengangguk dan memberi salam pada Yoongi dengan mencium kedua pipinya, "Piacere".

.

"Yeah, ini kamar mu. Maaf jika berantakan. Kau bisa menggunakan lemari ini dan kamar mandi. Kamarku tepat di sebelah. Oh, dan sepertinya kita harus berbagi kamar mandi karena itu satu-satunya kamar mandi yang ada disini, dan pintu keluar dari kamarku." Saat sibuk menjelaskan beberapa hal yang menurutku penting, Yoongi malah tertidur dan aku hanya bisa tersenyum maklum karena dia tampak sangat kelelahan dari perjalanan jauh.

.

Tring... Tring... Tring...

Itu suara bel yang dibunyikan oleh Mafalda, berbunyi tiga kali untuk menandakan waktu untuk makan malam. Aku terbangun dari rebahan, tak lupa melipat ujung halaman buku yang tadi ku baca sebelum sedikit berteriak, "Yoongi, we're being called for dinner." Tapi tak ada jawaban apapun, jadi aku memutuskan untuk masuk ke kamarnya.

Dia masih tertidur. Sangat pulas. Aku memutar otak agar bisa membangunkannya tanpa perlu mengguncang badannya yang hot itu. Uhm.

Aku mengambil buku sejarah Perancis tebal yang berada di rak buku samping tempat tidur, dan sengaja melemparkannya dilantai agar berbunyi debuman yang lumayan keras untuk membangunkannya.

"Ah, maaf. Kita sudah dipanggil untuk makan malam." Kataku saat dia menggeram dari tidurnya tanda bahwa ia lumayan terganggu. Tapi hey, geraman beratnya itu membuatku hampir kehilangan akal sehat.

Oh, satu lagi infromasi. His voice is such an eargasm. Trust me.

"Ah, i probably gonna pass. Tolong katakan pada ibumu, aku sangat kelelahan yeah beberapa jam lagi untuk tidur sepertinya akan sangat membantu."

Aku hanya mengangguk, masih tidak mengerti harus fokus ke suaranya, ucapannya, atau wajah kelelahannya yang demi apapun sangat menggoda. Damn.

"Baiklah." Jawabku singkat sambil mengembalikan buku sejarah Perancis yang menjadi objek untuk membangunkannya tadi.

Merasa tak diperlukan lagi, aku memutar arah menuju ke pintu sebelum ia kembali angkat suara, "Jadi ini kamar tamu atau kamar lamamu?"

"Ah, ini sebenarnya kamar tamu. Tapi Maria sering menginap disini, dan aku menemaninya untuk tidur disini." Jelasku.

Dia mengangguk, mengusap wajahnya dibantal sebelum tersenyum ke arahku, "Yang tadi itu, Maria? Grazie, Jimin. Later."

Aku mengangguk sekali untuk membalas pertanyaan dan ucapan terimakasihnya, sebelum turun ke dapur untuk makan malam bersama keluarga lalu mengizinkan Yoongi bahwa ia takkan ikut makan malam pada ibuku.

.

.

.

.

TBC

P.s; harus baca novelnya + nonton filmnya dengan judul yang sama. "Call Me by Your Name".