…
Story About Us
By
Arisa Adachi
…
Pairing :: KyuMin, YeWook, ZhouRy, dan HaeHyuk (yang ini cuma brothership doing)
Disclaimer :: Super Junior sah milik SMEnt dan membernya milik diri mereka masing-masing. Kecuali untuk Henry sama Jino sah milik saia *digampar*
Warning :: BoysxBoys, OOC, gaje,
Setting :: Tahun 20XX, tapi nanti akan berubah… pokoknya setting waktu disesuaikan dah~
Ini masih intro doang, cerita inti kemungkinan di chap depan ^^
…
(Henry PoV)
"Selamat pagi eomma, pagi ini cuacanya cerah seperti biasa. Aku harap hari ini juga eomma baik-baik saja di surga sana" aku tersenyum menatap foto seorang namja imut didepanku, "aku rindu sekali pada eomma" bisikku lirih.
Mungkin kalian heran, aku memanggil 'eomma' pada seorang namja. Tapi ya begitulah. Eomma-ku agak berbeda, eomma-ku seorang namja. Lalu appa-ku? Ya tentu saja appa-ku juga seorang namja.
Dengan kata lain kedua orang tuaku adalah namja. Tidak perlu heran, dengan teknologi saat ini bahkan seorang namja pun bisa hamil dan melahirkan dengan baik dan benar (?) seperti yeojya normal. Walau begitu, tetap saja seorang namja tidak bisa menyusui bayi yang dilahirkannya, untungnya sudah ada susu kaleng yang gizinya seimbang dengan ASI biasa.
"Henlii-hyung~ main yukkk~" aku menoleh kebelakang dan terkejut melihat si kembar HaeHyuk berlarian di kamarku.
"Ommo~ Hae! Hyuk! Jangan lari-larian di kamar dong!" sergahku agak keras.
"Hueee~ Henli-hyung malaa~hh" aduh, aku malah membuat si cengeng Hyuk nangis.
"E-eh mianhae, Hyukkie-chagi, hyung nggak marah kok" aku buru-buru mendiamkan Eunhyuk, walau kecil begini tapi kalau menangis keras banget.
Brugh!
Aku menoleh kebelakang. Dan kulihat Hae berbaring di bawah tempat tidurku. Wajahnya memerah seperti menahan sakit. Dugaanku dia jatuh dari tempat tidurku. Kalau begitu… jangan-jangan…
Hana
Dul
Set
"HUAAAAAA….!" Tuh kan nangis…
"Hiks" gawat! "HUEEEE~…" aish… kenapa Hyukkie malah ikutan nangis?
"Hae, Hyuk, ada apa? Kok ribut sekali?" huft… aku menghela napas lega ketika melihat Wookie ahjumma di pintu kamarku. Wookie ahjumma adalah satu-satunya namja yang bisa menenangkan duo HaeHyuk ini. Wookie ahjumma memang seorang namja, tapi aku tetap memanggilnya dengan sebutan 'ahjumma'
"Huuueee~ eomma~~" dengan manjanya Hyuk berlari ke Wookie ahjumma dan langsung memeluknya diikuti adik kembarnya.
"Hiks, hiks, kenapa Hyuk yang peluk eomma? Kan yang jatuh aku" keluh Hae manja, mukanya bertekuk dan mulutnya mengerucut. Lucu sekali.
"Yee~ salah Hae dong! Siapa cepat dia dapat!" balas Hyuk sambil menjulurkan lidahnya.
"Sudah, sudah" lerai Wookie ahjumma, matanya kemudian memandang ke arahku, "Henry, itu sarapannya dimakan, nanti keburu dingin"
"Nae ahjumma" dan tanpa disuruh dua kali aku langsung melesat turun ke bawah.
"Ne, ahjumma, appa mana?" tanyaku ke Wookie ahjumma yang sedang menyendokkan nasi ke piring Hyuk yang sedari tadi tidak berhenti mengoceh.
"Kyuhyun belum pulang, mungkin dia bermalam di laboratoriumnya" jawab Wookie ahjumma. Aku menghela napas pelan.
Appa-ku Cho Kyuhyun, adalah seorang ilmuwan jenius. Dan sebagai seorang ilmuwan sudah pasti appa sering berada di laboratoriumnya. Tapi tidak perlu sesering ini 'kan? Sudah tiga hari ini appa tidak pulang.
"Aku kangen appa…" bisikku lirih. Tapi kemudian aku menutup mulutku cepat. Kulirik Wookie ahjumma, matanya kelihatan sedih.
"Hae juga kangen appa, Hyuk juga kan?" si kecil Hae bersuara di tengah kegiatan mengunyah sarapan.
Hyuk mengangguk, "Nae," mata bulatnya beralih ke Wookie ahjumma, "eomma, appa mana~?" tanyanya manja.
Wookie ahjumma hanya berusaha tersenyum, tetapi matanya menunjukkan kesedihan. Aku segera bertindak, buru-buru kualihkan pembicaraan.
"Hyuk tahu tidak? Kalau makan sambil ngomong bisa bikin Pak Nasi yang ada di perut Hyuk jadi marah" ujarku dengan nada seserius mungkin. Aku berusaha menahan tawa ketika kulihat mata Hyuk melebar kaget.
"Heee? Mianhae ya Pak Naci…" ujarnya sambil menepuk perutnya.
"Makanya Hyuk jangan ngomong dong" sahut Hae.
"Hae cendili juga ngomong tuh" seru Hyuk membuat Hae cepat-cepat membekap mulutnya sendiri. Anak-anak ini memang terkadang lucu sekali.
Kualihkan pandanganku ke Wookie ahjumma, beliau terlihat sedih. Tidak perlu bertanya. Aku tahu apa yang terjadi. Kekasih Wookie ahjumma, Yesung ahjussi pergi meninggalkannya begitu tahu Wookie ahjumma sedang mengandung.
Ya, Wookie ahjumma mengandung Hae dan Hyuk ketika beliau belum menikah dengan Yesung ahjussi. Begitu tahu Wookie ahjumma hamil dan menuntut Yesung ahjussi untuk menikahinya, Yesung ahjussi justru pergi begitu saja. Sebagai teman, saat itulah eomma membantu Wookie ahjumma dengan mengajaknya tinggal bersama sampai Wookie ahjumma mendapat pekerjaan yang mampu menghidupi dirinya sendiri dan janin yang dikandungnya.
Dan ditengah keterpurukan karena dikhianati, Wookie ahjumma bangkit untuk memperbaiki kehidupannya yang kacau lantaran kehadiran janin yang tidak diinginkan. Hebatnya, tiga bulan sebelum melahirkan, Wookie ahjumma sudah punya pekerjaan tetap dan cukup untuk menghidupinya. Saat Hyuk dan Hae lahir umurku sekitar sebelas tahun dan sekarang umurku enam belas tahun.
Meski sudah tidak tinggal serumah lagi, Wookie ahjumma sering mengunjungiku seperti ini. Beliau tahu aku sering sendirian di rumah. Sejak kematian eomma, appa jadi lebih sering mengurung diri di laboratoriumnya. Seolah-olah dia melupakan kalau dia masih memiliki aku.
Saking seringnya ke rumah, Wookie ahjumma bahkan sudah memiliki kunci candangan rumah. Bagiku Wookie ahjumma sudah kuanggap seperti eomma-ku sendiri dan HaeHyuk sebagai adik kandungku.
"Henry, ayo cepat sarapannya!" aduh, karena banyak melamun aku jadi lupa sarapan. Kulihat Hae dan Hyuk sudah siap-siap mau sekolah. Buru-buru kuhabiskan sarapanku dan langsung menyambar tasku.
Dan seperti biasanya, pagi ini pun aku diantar dengan mobilnya Wookie ahjumma. Kebetulan arah sekolahku dengan TK-nya Hae dan Hyuk searah. Setelah mengantar Hae dan Hyuk ke sekolah , Wookie ahjumma langsung berangkat ke tempat kerjanya. Otomatis rumah jadi kosong sampai aku pulang sekolah nanti.
"Gomawo, ahjumma"
"Bye, bye Henli hyuu~ng" teriak Hae dan Hyuk bersamaan. Aku hanya tersenyum menanggapinya.
…
Aku membuang pandangan ke jendela. Aish… kelas benar-benar ribut. Mentang-mentang tidak ada guru jadi seenaknya.
"Henry-chagi~" aku memutar bola mataku kesal. Sudah kelas ribut, sekarang namja satu ini malah menggodaku.
"Apa, Zhou Mi?" tanyaku dingin. Tapi justru itu membuatnya makin tersenyum, "Henry imut deh" eeh! Apa-apaan ini? Dia malah memelukku! Aku memang sudah lama berteman dengan namja ini lantaran orang tua kami adalah teman dekat, tapi tidak perlu sampai memeluk begini 'kan?
"Saranghaeyo chagiya~" aissh… dia mengatakannya lagi! Tanpa pikir-pikir segera aku melepaskan diri dari pelukannya.
"Henry-chagi mau kemana!" kudengar dia berteriak dibelakang. Aish, benar-benar berisik.
…
Langit sedang biru-birunya. Awan putih bagai kapas terlihat berserak, sesekali semilir angin meniup rambutku yang lembut seperti rambut eomma.
Uuh~ I miss you mom
Aku memeluk erat lututku. Saat ini aku sangat merindukan eomma. Eomma pergi meninggalkanku sekitar empat tahun yang lalu. Waktu itu umurku masih dua belas tahun. Eomma meninggal karena sebuah kecelakaan. Aku masih ingat saat terakhir kali aku berbicara dengan eomma.
Malam itu eomma pulang lembur dan eomma meminta maaf padaku karena lemburnya itu membuatnya tidak bisa hadir di pertunjukan biola-ku.
"Jeongmal mianhae, chagiya" masih kuingat pembicaraan terakhir melalui telepon.
"Eomma jahat!" seruku kesal. Kudengar eomma menghela napas, "Ne chagi, sebagai permintaan maaf, kau mau apa?" tanya eomma, "chocolate cake atau strawberry cake?"
Aku berpikir sejenak. Waktu itu entah kenapa aku ingin sekali makan chocolate cake, tapi aku menjawab strawberry cake. Karena eomma juga suka kue itu aku berpikir untuk memakannya bersama eomma.
Dan itulah kesalahanku. Toko yang menjual strawberry cake berbeda dengan toko menjual chocolate cake. Saat itu aku sama sekali tidak menyangka bahwa toko strawberry cake itu mendadak mengalami kebakaran. Sebagian besar yang berada didalam toko itu meninggal dunia, termasuk eomma-ku.
Aku benar-benar menyesal, kalau saja aku memilih chocolate cake waktu itu mungkin eomma masih disini bersamaku. Berkali-kali Wookie ahjumma berkata kalau ini bukan kesalahanku. Tapi tetap saja…
Aku menengadahkan kepalaku. Rasanya mood-ku benar-benar tidak bagus untuk belajar hari ini. Apa boleh buat, hari ini aku pulang cepat saja ah.
"Lho? Mau kemana Henry-chagi?" tanya koala yang menyebalkan itu ketika aku kembali ke kelas untuk mengambil tas.
"Pulang" jawabku singkat. Tapi reaksi namja itu justru berlebihan, tangannya mencengkeram bahuku kuat, matanya menunjukkan rasa khawatir yang sangat, "Gwaenchanayo chagiya?"
"Gwaenchana!" sahutku cepat, "dan berhentilah memanggilku chagiya!"
"Waeyo? Kau tidak suka?"
Aku tidak menjawab, hanya memandang Zhou Mi kesal.
"Kenapa tidak jawab Henry-chagi? Kau marah padaku? Apa aku melakukan kesalahan?"
"SEMUA YANG ADA PADA DIRIMU ADALAH KESALAHAN!" aku berteriak di depan wajah Zhou Mi. Wajah Zhou Mi mendadak pucat dan menegang. Wajar, walau aku membencinya tapi aku tidak pernah membentaknya.
Kelas yang semula ribut seperti medan perang mendadak hening. Bisa kurasakan semua di kelas menatap ke arahku dan Zhou Mi. Well, tepatnya ke arahku. Aku tidak biasa berteriak dan teman-temanku lebih mengenalku sebagai sosok yang pendiam.
"Cih" aku mendorong bahu Zhou Mi kasar dan meninggalkan kelas begitu saja. Aku kesal. Kesal pada kelas yang ribut. Kesal pada Zhou Mi yang menyebalkan. Kesal pada appa yang tidak pernah pulang.
Dan…
Kesal pada diriku sendiri yang sudah membunuh eomma.
…
"Henli-hyuuung!" Hyuk berlari ke arahku dan memelukku erat. Ya, tadinya aku ingin pulang ke rumah tapi mengingat rumah dalam keadaan kosong seperti itu hanya membuatku semakin kesal. Maka kuputuskan untuk ke TK-nya Hyuk dan Hae.
Aku sering ke TK ini dan aku juga kenal dekat dengan pengajar disini, selain itu kalau sedang ada waktu senggang aku sering menjadi pengajar disini. Tidak dibayar, hanya keinginanku saja. Jadi jangan heran kalau aku boleh masuk ke kelas.
"Henli-hyung nggak cekolah?" tanya Hyuk padaku. Mukanya kelihatan polos sekali waktu menanyakan itu.
Kutundukkan badanku agar sejajar dengan bocah berumur lima tahun itu, "Ani, hyung kangen sama Hyuk makanya hyung kemari" jawabku, "Hae mana?"
"Tuh" Hyuk menunjuk ke saudara kembarnya yang sedang asyik main mobil-mobilan.
Aku hanya manggut-manggut. Kuhampiri Hae yang sedang main dan tanpa peringatan langsung kupeluk dia dari belakang.
"Ouwwwaaaa~" seru Hae kaget, "Henli hyung~!" serunya dengan nada manja begitu tahu akulah yang sudah mengagetkannya.
Brugh! Aku agak terkejut ketika aku merasakan seseorang memelukku dari belakang. Eunhyuk rupanya. Si Mungil itu kelihatan merengut, "Kenapa Hae aja yang dipeluk? Hyuk juga mau~" aku tertawa, kuusap rambut Eunhyuk dan kupeluk dia erat.
"Henry-sshi?" aku menoleh dan mendapati seorang ahjumma menatapku heran, "kau tidak bilang mau kemari"
Ahjumma itu adalah kepala sekolah di TK-nya HaeHyuk, "Mianhae, tadi mendadak ingin ketemu mereka ini" ujarku sambil menunjuk Hyuk yang memeluk kakiku dan Hae yang kembali sibuk dengan mobil-mobilannya.
Ahjumma itu hanya manggut-manggut, "Ne ahjumma, saya mau mengajak Hae dan Hyuk makan es krim, boleh Hae dan Hyuk pulang lebih cepat?" mata Hae dan Hyuk langsung berbinar begitu mendengarnya.
Ahjumma baik hati itu tersenyum "Karena hari ini Hyuk dan Hae sudah jadi anak baik, jadi saya ijinkan"
"Horeeee~!" teriak Hae dan Hyuk bersamaan.
…
"Hyuung lama~" pekik Hae dari kejauhan.
Saat ini kami sedang berjalan menuju sebuah mobil van penjual es krim di taman. Tempat favorit si kembar ini.
"Bukan hyung yang lama, tapi kalian yang terlalu semangat" balasku.
"Kalian mau es krim apa?"
"Hyung aku mau ec kyim ctlobelli~" seru Hyuk bersemangat. Aku mengangguk, "Hae mau es krim apa?"
"Umm~ Hae mau kayak Hyuk juga!"
Aku tersenyum dan memesan ke penjual es krim itu, "Ne, es krim strawberry dua lalu es krim coklat satu"
Ahjussi itu tersenyum ramah dan langsung membuat es krim pesananku. Tidak perlu menunggu lama, karena kini aku dan si kembar ini sedang menikmati es krim di bangku yang memang di sediakan oleh penjualnya.
"Es krim-nya enak tidak?"
Hyuk mengangguk, "Ne, enak hyung! Hae bagaimana?"
"…"
"Hae…?"
Aku menoleh ke bocah yang satunya. Es krim-nya masih utuh di tangan sementara matanya terlihat sedang melihat sesuatu. Aku arahkan pandanganku ke objek yang dilihat oleh Hae.
Hmm… seorang namja dewasa dan seorang bocah kecil.
"Waeyo Hae?" tanyaku pada Hae. Hae tidak langsung menjawab, dia mengalihkan pandangannya dari kedua namja tadi dan menundukkan kepalanya.
"Hae kenapa?" kali ini Hyuk yang bertanya.
"Hyunng…" suara Hae bergetar, kalau begini sih biasanya tanda-tanda mau menangis.
"Ne, waeyo Hae?" tanyaku selembut mungkin. Bisa gawat kalau Hae menangis disini. Dan lagi kalau Hae menangis Hyuk pasti juga ikut nangis. Sementara yang bisa mendiamkan mereka cuma Wookie ahjumma.
"Hyung… cebenalnya… appa Hae ada dimana?"
Deg!
"K-kenapa Hae bertanya begitu?"
Mata Hae mulai berkaca-kaca. Sekarang aku tidak terlalu khawatir tentang apakah mereka akan menangis atau tidak. Karena sekarang aku sedang bingung bagaimana menjelaskan ke mereka tentang appa mereka.
"Hae mau ketemu appa…" Hae tidak menangis, hanya suaranya yang makin bergetar dan matanya sudah berkaca-kaca. Kulirik ke arah Hyuk yang sedari tadi diam. Hemm… ternyata bocah itu sudah duluan menangis. Tumben menangisnya tidak meraung-raung.
"Hae, Hyuk…" panggilku, "appa kalian sedang berada di satu tempat yang jauh" bohong. Sebenarnya aku sama sekali tidak tahu bagaimana kondisi Yesung ahjussi saat ini.
"Dimana hyung?" tanya Hae lagi.
"Pokoknya ditempat yang jauh"
"Apa appa akan pulang?"
Aku mengangguk, "Ne, appa Hyuk dan Hae pasti akan pulang, asal Hyuk dan Hae jadi anak baik. Tidak menangis dan tidak merepotkan eomma" mendengar perkataanku cepat-cepat Hae menggosok matanya.
"Hyuk juga jangan menangis dong! Nanti appa tidak pulang-pulang" serunya pada bocah disampingnya. Aku tersenyum. Dalam hati aku mengerti apa yang mereka rasakan. Aku merindukan eomma, sementara mereka merindukan appa mereka. Merindukan seseorang yang mau bagaimana pun ingin bertemu tidak akan bisa bertemu.
Hyuk mengangguk sambil mengusap air matanya.
"Ne, ayo kita lanjutkan makan es krim-nya!" seruku bersemangat. Tapi mereka hanya diam sambil menatap es krim masing-masing yang sudah… meleleh?
"Hyung… beli lagi~"
Aishh…
Harusnya kukatakan juga kalau mau appa mereka cepat pulang mereka juga tidak boleh merepotkan hyung mereka.
…
Jam 21:00. Aku sedang belajar ketika aku mendengar ponselku bergetar, kulirik layar ponselku…
'pabbo-Zhou Mi calling…'
Cih, ini entah sudah keberapa kalinya dia menelepon. Mau diangkat, aku sedang malas berbicara dengannya. Well, bukan sedang malas sih, aku memang selalu malas kalau berbicara dengannya.
Tapi kalau tidak diangkat, mungkin sampai 100 tahun ke depan pun dia masih akan menelponku. Sigh…
"Yeobosseyo" dengan segala keengganan TERPAKSA aku angkat teleponnya.
"Henry-chagi!" shit, dia masih memanggilku dengan nama itu, "Ne, jeongmal mianhae" suranya terdengar lemah dan iba.
"It's okey Mi, aku sudah melupakannya" kudengar dia menghela napas lega, "lalu… aku juga minta maaf karena sudah membentakmu"
"Tidak apa. Lalu… apa kau baik-baik saja?"
Aku mengernyit heran, "maksudmu?"
"Kau tidak biasa pulang cepat dan lagi kau juga membentakku, kau baik-baik saja?"
Aku terdiam, entah kenapa saat ini suara Zhou Mi terdengar lebih berwibawa, dia terkesan… lebih dewasa…
"Aku baik-baik saja" jawabku pelan. Yah baik-baik saja… kurasa…
"Aku tahu kau bohong, Henry. Tapi terserah padamu mau cerita atau tidak, hanya saja ketika kau membutuhkan tempat untuk mengadu, kau tahu aku selalu ada untukmu"
"I-iya… gomawo"
"Ok, well… selamat malam, chagiya"
"Selamat malam" pik. Omooo~ mukaku entah kenapa terasa panas. Zhou Mi ditelepon tadi entah kenapa tidak seperti biasanya. Dan lagi sepertinya aku lupa memarahinya karena dia memanggilku 'chagiya'
Kulirik ke arah kasurku. Si kembar Hae dan Hyuk terlihat tertidur pulas. Wajar saja, tadi kami jalan-jalan sampai jam enam.
Ceklek
Kudengar suara pintu terbuka. Siapa ya? Ini masih jam 9 jadi tidak mungkin yang membuka pintu adalah Wookie ahjumma, soalnya Wookie ahjumma pulang sekitar jam sepuluh.
Ah jangan-jangan…
Cepat-cepat aku keluar dari kamar dan turun ke lantai satu. Semoga tebakanku benar.
"Appa!" pekikku ketika aku melihat siapa yang datang. Tebakanku benar, itu memang appa.
Sementara appa tidak berkata apa-apa. Beliau hanya berjalan menuju ruang kerjanya dan aku mengikuti appa dari belakang.
"Waeyo Henry?" tanya appa sambil membelakangiku sementara tangannya sibuk mencari berkas-berkas.
"Ne, appa, semester kemarin nilai raportku tinggi lho appa" ya, nilai raport dua bulan yang lalu.
"Lalu kau minta hadiah begitu?" tanya appa sambil masih membelakangiku.
Aku mengangguk, "Begitulah"
"Kalau begitu apa yang kau inginkan?" kali ini appa menatapku.
"Emm, aku mau memancing di danau bersama appa" ya, memancing. Hobiku dan appa. Dulu sewaktu eomma masih hidup kami sering memancing setiap minggu.
"Ani, appa tidak bisa, appa banyak kerjaan" jawab appa dingin.
"A-aku hanya meminta waktu appa sedikit saja, apa memang tidak bisa?"
"Appa sibuk"
"Appa selalu saja sibuk! Sejak kematian eomma, appa seolah melupakanku!" seruku kuat. Kesabaranku sudah sampai batasnya. Appa menatapku dingin dari balik kacamatanya.
"Berhentilah bersikap seperti anak kecil"
"Aku memang anak kecil!" bentakku, "Aku anak kecil yang ditinggal mati oleh eomma-nya dan dilupakan oleh appa-nya!"
"Cho Henry! Jaga bicaramu! Aku ini appa-mu! Apa pantas kau berbicara dengan nada seperti itu dengan orang tuamu, hah!"
"Orang tua?" suaraku melemah, "bagaimana mungkin appa masih bisa menyebut diri appa sebagai orang tuaku! Appa tidak pernah ada untukku! Appa melupakanku! Appa…"
Plakk!
"Kubilang jaga bicaramu Cho Henry"
Aku terdiam. Pipiku terasa panas. Ini pertama kalinya appa menamparku, "Aku kini mengerti appa. Kau bukan siapa-siapaku. Orang tuaku hanya Cho Sungmin. Kau bukan siapa-siapaku" air mataku mulai mengalir. Aku hanya meminta waktu untuk bersama appa. Bukankah dia mengatakan bahwa dia adalah orang tuaku? Lalu kenapa dia tidak pernah ada untukku? Kenapa dia meninggalkanku? Melupakan bahwa dia masih memiliki seorang anak yang sangat membutuhkan perhatiannya.
"Aku benar-benar tidak bisa mengerti dirimu, kau egois!"
"BUKAN AKU YANG EGOIS! TETAPI APPA!" pekikku. Tidak peduli kalau Hae dan Hyuk akan terbangun karena suaraku.
Appa menatapku marah. Tangannya terangkat dan menamparku keras, "Kau benar-benar keterlaluan! Dimana sopan santunmu!"
"Aku tidak perlu bersopan-santun didepan orang yang bukan siapa-siapaku"
"Kau…" Plakk. Satu tamparan di pipi kiri. "Tidak tahu diri" Plakk. Dan satu lagi di pipi kanan.
"Cho Kyuhyun!" aku tersentak begitu mendengar sebuah suara yang sangat kukenal, "Apa-apaan kau! Kau memukul anakmu sendiri!"
"Dia bukan anakku, Wookie" appa masih menatapku dengan pandangan dingin, "anakku sudah lama mati bersama Sungmin" bersamaan dengan itu appa pergi meninggalkanku.
Wookie ahjumma hanya memandangku dan appa secara bergantian dengan pandangan heran, "sebenarnya ada apa Henry-ah? Kenapa kau bisa bertengkar dengan appa-mu?"
"Ahjumma tidak dengar dia bilang apa tadi? Dia mengatakan anaknya sudah lama mati, itu artinya aku bukan anaknya"
"Henry! Jangan bicara begitu! Walau apapun yang terjadi Kyuhyun tetaplah appamu!"
Aku tidak menjawab. Aku melangkahkan kakiku keluar rumah. Bisa kudengar Wookie ahjumma memanggilku tetapi aku tidak peduli. Yang kubutuhkan saat ini hanyalah eomma.
(Henry PoV end)
Wookie hanya menatap punggung Henry yang perlahan menghilang dari balik pintu. Dia sadar dengan kondisi Henry yang sedang emosi begini, apapun yang dia katakan sama sekali tidak akan didengar oleh Henry.
"Haaaahhh" Wookie menghela napasnya, matanya menatap sebuah pigura foto tidak jauh dari situ. Ditatapnya sosok namja yang sedang tersenyum lebar seraya memeluk seorang bocah yang sedang memeluk biolanya, "kau pergi terlalu cepat, Minnie"
"Eomma~"
Wookie membalikkan badannya. Dilihatnya kedua buah hatinya mengintip dari balik dinding. Wajah keduanya terlihat ketakutan, terutama Eunhyuk.
Wookie tersenyum, "Gwaenchanayo, kemarilah" dan tanpa perlu disuruh dua kali saudara kembar itu langsung berlari ke arah eommanya.
"Eomma, Henli-hyung mau kemana?" tanya Hae. Bocah itu tidak menangis. Dia memang selalu berusaha untuk tidak menangis kalau Hyuk sudah menangis, alasannya karena Hae tidak ingin Hyuk semakin bertambah sedih kalau dia menangis.
"Ne, Henry hyung…"
"Hiks eomma~ ayo cari Henli hyung~ hiks hiks, habisnya dilual gelap cekali, bagaimana kalau Henli hyung telcecat dan tidak pulang-pulang cepelti appa?" Wookie terdiam menatap putra sulungnya. Dia benar-benar peduli pada orang sekitarnya.
Wookie memandang jam dinding. Sudah jam setengah sebelas, walaupun Henry seorang namja tetapi membiarkannya diluar jam segini tetap saja berbahaya.
"Ne, Hyuk dan Hae disini saja" Wookie melepaskan Hyuk dari pelukannya, "eomma mau mencari Henry dulu"
"Eomma jangan lama-lama~" seru Hyuk.
Pintu tertutup rapat. Tapi sedetik kemudian Hae menarik tangan Hyuk dan kembali membuka pintu. Setelah yakin bahwa eomma-nya sudah tidak kelihatan lagi. Hae langsung bergegas pergi sambil menarik tangan Hyuk tentunya.
"H-hae! Kita mau kemana!" tanya Hyuk.
"Kita cali Henli hyung!"
"Eh!" Hyuk menarik tangannya, "Hae tidak dengal kata eomma? Eomma bilang kita tidak boleh kemana-mana!"
"Kau tidak ingat Henli hyung bilang apa tadi ciang?"
"Eh?" Hyuk memiringkan kepalanya.
"Henli hyung bilang kalau mau appa cepat pulang, kita tidak melepotkan eomma! Jadi ayo kita cali Henli hyung juga"
Mata Hyuk membulat, "Benal juga! Hae pintal!"
"Tentu caja! Kan Hae anak appa!" seru Hae bangga.
"Telus, kita mau cali kemana Hae?"
"Hmmm" Hae kelihatan berpikir. Sedetik kemudian wajahnya terlihat cerah, "Hyuk macih ingat temannya Henli hyung yang tinggi itu yang celing kemali?"
"Euum~ Mimi hyung?"
"Nae! Kita cali ke lumahnya aja! Ciapa tau Henli hyung ada dicana!"
"kalau tidak ada?"
"Cetidaknya kita cudah belucaha mencali Henli hyung"
Hyuk manggut-manggut, "Telus, Hae tahu lumahnya Mimi hyung?"
Hae mengangkat bahunya, "tanya olang caja"
"Memangnya ada olang dilual jam cegini?"
Hae menatap Hyuk. Matanya memicing menatap kembarannya itu, "Hyuk mau bantuin nggak cih?"
"E-eh iya!"
"Kalau begitu jangan tanya-tanya lagi"
Dan Eunhyuk hanya bisa menurut. Dia tidak berani kalau harus berhadapan dengan Donghae yang sudah kesal begitu.
…
Kota Seoul dimalam hari memang bukanlah tempat dan waktu yang tepat untuk berjalan-jalan. Ditambah dengan titik-titik air yang turun dari kelam malam, semakin menjadikan hawa dingin sebagai satu-satunya selimut kota itu.
Namun kelihatannya hal itu tidak diperdulikan oleh namja berusia 16 tahun ini. Namja itu tetap berjalan tanpa arah yang pasti hanya dengan mengenakan kaos tipis berlengan pendek dan celana hitam panjang yang jelas tidak bisa melindunginya dari hawa dingin. Tubuhnya gemetar karena dingin.
Henry –namja itu- duduk di pinggir trotoar. Menatap jalanan yang sunyi dari kendaraan. Tentu saja sunyi, memang siapa yang mau keluar dimalam dingin begini? Hanya orang bodoh atau orang-yang-baru-saja-beertengkar-dengan-appanya, seperti Henry.
"Hei, lihat… apa yang bocah itu lakukan di tengah malam seperti ini?" Henry memalingkan wajahnya ke arah suara dan mendapati dua namja dewasa menatapnya dengan pandangan… nafsu?
"Bocah, kalau mau jual diri jangan disini… hahahaha" seru namja yang satunya.
Henry memicingkan matanya kesal, "Heh! Pergi kalian dari sini! Dasar menjijikkan!"
"Apa katamu! Dasar tidak tahu sopan santun!" balas salah satu namja itu.
"Untuk apa aku bersopan santun dengan orang macam kalian, hah!" kelihatannya Henry benar-benar sudah kehilangan emosi atas dirinya.
Bugh!
Namja dewasa itu meninju pipi tembem Henry kuat.
"Apa yang-"
Bugh!
Satu lagi serangan. Kali ini berupa pukulan dan mengena telak di perut Henry. Namja bermarga Cho itu tersungkur. Tangannya menekan kuat pada perutnya yang serasa mau pecah.
Tapi tampaknya namja tidak merasa kasihan sama sekali. Diangkatnya kakinya dan dengan kuat menginjak pinggang Henry.
"Uagh!"
Henry merasa pandangannya mulai berkunang-kunang. Samar-samar dilihatnya kedua namja itu menatapnya dengan pandangan yang agak berbeda. Sekali lagi namja itu menendang perut Henry kuat. Membuat posisinya berubah menjadi telentang.
"Hehehe… Kau manis juga…"
"Mungkin tidak apa-apa kalau kita bermain-main sebentar"
Henry membulatkan matanya ketika salah satu dari namja itu menindih tubuhnya dan menahan kedua tangannya, "A-apa-apaan kau! Menyingkir dariku!"
Namja itu menyeringai, "Khehehe… Kalau melawan justru jadi lebih asyik…"
Namja itu kian merendahkan tubuhnya. Matanya menatap penuh nafsu pada leher Henry yang putih dan jenjang, "Putih sekali, seperti yeojya saja" . Bersamaan dengan itu namja itupun mulai merendahkan tubuhnya ke arah leher Henry. Henry ingin melawan, tapi bagaimana bisa melawan kalau sekujur tubuhnya terasa sakit dan lagi kedua tangannya di tahan oleh namja itu.
Namun tiba-tiba saja satu tarikan dari arah belakang membuat namja itu terjengkang jatuh. Henry cepat-cepat bangun dari posisi telentangnya. Matanya berkilat terkejut ketika melihat seorang namja tinggi berdiri membelakanginya. Berdiri untuk melindunginya.
"Zhou…"
"Hyuuuuung…...!" blugh! Henry menoleh kebelakang ketika merasakan sesuatu memeluknya erat dari belakang.
"Hae! Hyuk!"seru Henry terkejut ketika melihat kembaran itu sedang memeluknya dari belakang.
"Hyuuu~ng… gwaenchanayooo~~?" seru Eunhyuk. Wajahnya sudah basah dengan air mata.
Henry hanya mengerjapkan matanya bingung, bagaimana mungkin kedua bocah ini bisa berada disini?
"Hyung… kami khawatil cekali dengan hyuung" kali ini Hae. Henry hanya menatap kedua bocah itu dengan raut terkejut. Jujur, dia masih sangat syok dengan kejadian tadi.
"Henry, gwaenchanayo?" seseorang menepuk bahu Henry pelan.
"Zhou Mi…? Kenapa…?"
"Ne, tiba-tiba saja kedua bocah ini ke rumahku dan mengatakan kalau kau pergi dari rumah. Karena itu aku dan HaeHyuk mencarimu" jelas Zhou Mi, "kau tidak apa-apa 'kan Henry? Mereka tidak melukaimu 'kan?"
Henry masih menatap Zhou Mi dengan pandangan bingung. Mendadak matanya terasa panas dan berkaca-kaca. Semua perasaan takut, panic dan sakitnya tadi bercampur menjadi satu dan meluap dalam bentuk air mata.
"H-henry?" Zhou Mi agak panic ketika melihat setetes air mata mengalir dari mata Henry.
"H-hyung…" panggil Hae.
"H-hyung… hiks… hyung~" Hyuk yang tadinya diam kembali terisak begitu melihat hyung-nya menangis.
"Hiks.. g-gomawo Zhou Mi~ hiks..hiks… hueeee~" Henry mulai menangis menumpahkan seluruh emosinya. Kedua tangannya menutup wajahnya yang mulai basah.
"Hyuu~ng… HUAAAAAA….!"
Zhou Mi mengerjap bingung begitu melihat dua orang didepannya menangis.
"Hiks…"
Zhou Mi memalingkan wajahnya dan menatap horror pada bocah satunya.
"H-hae… kumohon jangan mena-"
"HUEEEEEE….!"
Poor Mimi…
…
"Ini teh-nya, minumlah dulu Henry-ah" seorang namja cantik meletakkan secangkir teh hangat di depan Henry. Saat ini dia dan HaeHyuk sedang berada di rumah Zhou Mi. Henry tidak mau pulang dan si kembar yang saat ini sudah tertidur juga tidak akan mau pulang kalau tidak bersama hyung mereka.
"Gomawo Heechul ahjumma, mian jadi merepotkan"
"Gwaencahana Henry-ah," jawab namja itu sambil tersenyum manis, kepalanya mengarah ke Zhou Mi yang baru saja masuk ke raung tamu, "kau sudah menelepon Wookie-ah?" tanya Heechul.
Zhou Mi mengangguk, "Nae eomma," jawab Zhou Mi, "aku juga sudah bilang kalau kedua anaknya berada disini dan sekarang Wookie ahjumma sedang berbicara dengan Kyuhyun ahjussi"
"Untuk apa Wookie ahjumma berbicara dengan namja brengsek itu?" sinis Henry.
"Henry-ah! Bicaramu chagi!" tegur Heechul, "biar bagaimana juga Kyuhyun tetaplah appa-mu"
Henry tidak menjawab, melihat itu Heechul hanya menghela napas. Diliriknya Hae dan Hyuk yang tertidur pulas di sofa, "Ne, Mimi, angkat Hae dan Hyuk ke kamarmu, kasihan mereka kalau tidur di sofa begitu"
"Nae eomma" tanpa perlu disuruh dua kali Zhou Mi langsung mengangkat tubuh mungil Hae sementara Hyuk mengangkat tubuh mungil Hyuk ke kamar Zhou Mi di lantai dua.
Dengan perlahan Zhou Mi membaringkan tubuh mungil Hae, disusul Henry yang membaringkan Hyuk disamping Hae. Selagi Zhou Mi mencari selimut untuk kedua kembar itu, Henry sibuk meneliti kamar Zhou Mi. Dan matanya tertuju pada satu pigura photo . Henry memandang lirih pada photo itu. Photo keluarga Zhou Mi.
"Kau orang yang sangat beruntung Zhou Mi"
Zhou Mi yang sedang menyelimuti Hae dan Hyuk menoleh ke arah Henry, "maksudmu?"
"Appa dan eomma-mu selalu berada di dekatmu" gumam Henry lagi.
Zhou Mi terdiam, sedetik kemudian dia tertawa pelan, "Tidak juga kok, kadang appa juga tidak pulang"
"Tapi setidaknya setiap akhir pekan Hangeng ahjussi selalu berada di rumahkan?"
Kembali Zhou Mi terdiam. Kali ini dia tidak tahu harus berkata apa.
"Aku rindu keluargaku yang dulu" Henry duduk di pinggir kasur Zhou Mi dan Zhou Mi memposisikan dirinya di samping namja yang dicintainya, "aku ingin appa dan eomma kembali berada di dekatku…" lirih Henry, "terutama eomma… aku sangat merindukannya… aku ingin bertemu eomma…"
Zhou Mi hanya diam. Matanya memandang ke wajah Henry yang sekali lagi mulai basah karena air mata.
"Tapi itu tidak mungkin 'kan?" Henry mengusap air matanya dan tertawa getir, "mau bagaimana juga, eomma tidak akan kembali"
Zhou Mi masih diam. Kali ini dia diam karena memikirkan sesuatu.
"Ani. Ada satu cara agar kau bisa bertemu dengan eomma-mu Henry"
Satu kalimat dari Zhou Mi sukses membuat Henry memalingkan wajahnya dan menatap Zhou Mi heran, "maksudmu?"
"Ne, Henry, kau tahu 'kan kalau appa-ku adalah seorang ilmuwan sama seperti appa-mu?" Henry mengangguk. Ya, appa-nya dan Hangeng ahjussi sama-sama ilmuwan terpandang di Seoul, "Di ruang bawah tanah, ada sebuah mesin ciptaan appa-ku"
"Mesin?"
Zhou Mi mengangguk, "Nae, mesin waktu"
Mata Henry seketika membulat, "t-tunggu! Maksudmu kita akan kembali ke masa lalu dan bertemu dengan eomma-ku saat beliau masih hidup?"
Zhou Mi mengangguk, "Nae, Henry. Aku pernah mencoba alat itu beberapa kali dan hasilnya memang kita bisa pergi ke masa lalu, bagaimana? Kau mau?"
Tentu saja dengan cepat Henry langsung mengiyakan.
"Bagus! Tapi kau diam-diam saja ya? Selama ini aku menggunakan alat itu tanpa ketahuan oleh eomma dan appa. Kalau appa sampai tahu, apalagi eomma, bisa tamat riwayatku!"
"Nae! Aku mengerti Zhou Mi! Sekarang tunjukkan padaku dimana alat itu!" seru Henry bersemangat.
"Tunggu sebentar, ada yang harus dipersiapkan dulu" sahut Zhou Mi dan lalu keluar kamarnya meninggalkan Henry yang melongo bingung. Tapi tidak lama kemudian Zhou Mi sudah kembali dengan membawa… dua stel seragam sekolah?
"Zhou Mi, itu 'kan seragam jaman dulu? Untuk apa kau membawa itu?"
"Begini Henry, kita akan ke masa dimana eomma-mu masih bersekolah dan seragam ini adalah seragam appa dan eomma-ku waktu mereka masih bersekolah. Kau tahu 'kan kalau dulu orang tuaku dan orang tuamu satu sekolah?"
"Nae Zhou Mi, tapi kenapa harus ketika mereka masih bersekolah?"
"Karena nantinya kita akan pura-pura jadi murid disana dengan begitu akan lebih mudah untuk bertemu dengan eomma-mu!"
"Nae, aku mengerti"
"Nih" Zhou Mi menyerahkan satu stel seragam sekolah, "Ini punya eomma-ku dulu, cepat pakai"
Henry mengangguk. Dengan depat dia melepas kancing-kancingnya. Tapi kegiatannya berhenti ketika merasakan seseorang menatapnya.
"Kenapa menatapku?" Henry memicingkan matanya menatap namja disampingnya.
"He? Aku hanya menunggumu berpakaian kok" jawab Zhou Mi sambil menyeringai.
Henry tidak menjawab. Dia meraih seragam yang dulunya milik Heechul lalu berjalan ke kamar mandi yang masih satu ruangan dengan kamar Zhou Mi.
"Henry-chagi mau kemana?"
"Ke kamar mandi. Ganti baju" jawab Henry cuek yang hanya dibalas oleh gumaman kecewa Zhou Mi.
Tidak lama Henry sudah keluar dari kamar mandi dengan seragam sekolah milik Heechul melekat pada tubuh kecilnya.
"Pas sekali, chagiya" komentar Zhou Mi. Henry hanya memutar bola matanya ketika mendengar Zhou Mi kembali memanggilnya dengan sebutan chagiya.
"Ne, Zhou Mi, bagaimana saat kita berada di masa lalu, terus eomma-mu ke kamar dan tidak mendapati kita?" tanya Henry.
"Tenang saja, chagi. Sekarang jam dua belas kurang, kita hanya akan berada di masa lalu selama enam jam. Begitu sudah enam jam kita akan langsung kembali dan voila! Saat itu disini akan menunjukkan pukul enam pagi dan eomma biasa membangunkanku jam setengah tujuh, jadi kita tidak akan ketahuan kalau kita pergi ke masa lalu, oke?"
Henry mengangguk, "Lalu bagaimana kalau Wookie ahjumma datang untuk menjemput Hae dan Hyuk?" tanyanya sambil melirik si kembar yang masih tidur itu.
"Gwaenchana, tadi aku sudah bilang kalau HaeHyuk akan menginap disini. Pokoknya semua sudah beres, kau tenang saja"
Henry mengangguk. Kemudian dengan berjingkat keduanya berjalan keluar meninggalkan kamar itu. Tanpa mereka sadari sepasang telinga kecil mendengarkan percakapan mereka sedari tadi.
"Hehehe… mau jalan-jalan tanpa Hae yaa?" seringai Hae. Hae kemudian bangun dan menggoyang bahu kembarannya keras.
"Heee… Hae? Celamat pagi…" gumam Hyuk sambil menggosok matanya.
"Pabbo Hyuk! Ini belum pagi! Ayo ikut Henli hyung dan Mimi hyung" seru Hae sambil menarik tangan Hyuk.
"Memangnya meleka mau kemana?"
"Ke maca lalu!"
"Maca lalu? Apa itu?"
Hae mengendikkan bahunya, "mana Hae tahu, cudah, Hyuk cepat bangun"
Menguap sekali lagi, lalu berjalan mengikuti Hae yang sudah keluar kamar.
Dan tidak perlu menunggu lama ketika keduanya sudah berada di belakang Henry dan Zhou Mi yang berjalan mengendap-endap.
"Kenapa jalannya musti diam-diam gini Hae?" bisik Hyuk yang mengikuti Hae dari belakang.
"Kalau ketahuan Henli hyung kita pasti diculuh bobok lagi"
Hyuk mengangguk. Sebenarnya dia tidak terlalu mengerti, tapi kalau banyak tanya Donghae pasti marah. Jadinya dia diam saja.
Sementara Henry dan Zhou Mi terus berjalan tanpa menyadari dua pasang langkah kecil mengikuti mereka dari belakang.
Setelah melewati kamar Heechul dan memastikan namja cantik itu sudah tidur, keduanya –atau keempatnya?- berjalan menuju dapur. Di dapur, tepatnya di samping kulkas terdapat sebuah pintu. Pintu itu tersambung ke ruang bawah tanah tempat Hangeng menyimpan mesin waktunya.
Zhou Mi lalu membuka pintu itu dengan kunci duplikat yang dibuatnya. Setelah membiarkan Henry masuk, Zhou Mi pun hendak menutup pintu. Tapi matanya membulat begitu melihat HaeHyuk mengikuti mereka.
"Hae! Hyuk!" seru Zhou Mi tertahan. Henry yang melihat itu ikutan panic.
"Kami mau ikut" seru Hae sambil menunjuk Henry dan Zhou Mi.
"E-eh t-tapi ini sudah malam, lebih baik Hae dan Hyuk tidur saja yaa?" bujuk Henry.
"Ani. Kalau Hae dan Hyuk tidak boleh ikut, nanti Hae akan bangunkan Heechul ahjumma!"
"Mwo!" seru Zhou Mi dan Henry lagi.
"Ah, begini saja" Henry mencoba mencari jalan tengah, "Hae dan Hyuk tidur saja, nanti hyung dan Mimi hyung akan belikan es krim strawberry yang banyak, oke?"
"Yang benal hyung?" mata Hyuk membulat senang membayangkan es krim favoritnya.
"Jangan mau teltipu Hyuk! Kalau mau es klim kita bica minta cama eomma atau Heechul ahjumma"
Zhou Mi dan Henry sweatdrop. Sepertinya Donghae ini lumayan cerdas.
"Bagaimana ini Henry?" bisik Zhou Mi.
Henry terlihat berpikir, tapi kemudian dia angkat bicara, "Arraseo, Hae dan Hyuk boleh ikut, tapi kalian jangan jauh-jauh dari hyung, mengerti!"
Mata Hae langsung berkilat senang, sementara Hyuk diam saja. Dia 'kan memang tidak mengerti apa yang terjadi. Hyuk pabbo yaa "digeplak hyukkie* -,-
"Mwo! Gwaenchanayo Henry!"
"Gwaenchana Zhou Mi, mereka anak baik kok, jadi tidak akan merepotkan" jawab Henry, "mungkin…" tambahnya.
Singkat cerita, kini mereka berempat sudah berada di depan mesin yang bentuknya seperti kotak raksasa dengan tombol aneh disana-sini.
"Ini mesinnya?" tanya Henry yang dijawab dengan anggukan Zhou Mi, "apa… memang akan bertemu eomma?"
"Nae, chagi. Nah sekarang semuanya masuk kedalam" perintah Zhou Mi yang segera dituruti oleh Henry dan HaeHyuk. Zhou Mi kemudian menekan satu tombol untuk menutup pintu mesin itu. yah, singkatnya mereka seperti berada di dalam lift.
"Hae, kita mau kemana cih?" bisik Eunhyuk, namja kecil ini mulai merasa khawatir. Apalagi ketika melihat raut wajah Henry yang serius. Ditambah dengan suasana ruang bawah tanah rumah Zhou Mi yang gelap dan dingin.
"Kita mau jalan-jalan" jawab Hae tenang.
"Hae… Hyuk takut~" gumam Eunhyuk sambil mengeratkan pegangannya pada tangan Donghae.
"Gwaenchanayo Hyuk, 'kan ada Hae, lagipula ada Henli hyung dan Mimi hyung"
Hyuk mengangguk, tapi wajahnya masih menunjukkan ketakutan.
"Nah, tujuan kita adalah Seoul dua puluh tahun yang lalu, Neul Param High School. Semuanya tolong berpegangan" selesai berkata begitu Zhou Mi menekan satu tombol besar. Dan sekejap saja kotak itu seperti bergetar kuat dan mengeluarkan suara dengungan yang cukup keras.
"HUAAAAA HAEEE~" teriak Eunhyuk ketakutan. Tangannya memeluk tubuh Hae erat.
"Gwaenchanayo Hyuk" bisik Zhou Mi sambil menepuk kepala bocah itu.
Eunhyuk hanya sesenggukan, "Hiks, hiks… Hyuk mau eomma~"
"Tenang Hyuk," kali ini Henry yang berkata, "nanti kita akan bertemu dengan eomma kalian kok" Henry ingat betul kalau Wookie ahjumma dan eomma-nya satu sekolah dulunya. Tapi kemudian tiba-tiba saja dia terpikirkan akan sesuatu.
"Zhou Mi…"
"Hm?" sahut Zhou Mi.
"Bukankah… Yesung ahjussi juga satu sekolah dengan orang tua kita?"
"!"
Siiiing…
Seketika alat itu diam. Tidak ada dengungan ataupun getaran.
"Kita sudah sampai" bisik Zhou Mi.
tbc
a/n :: yahh begitulah… seperti yang saia bilang inti ceritanya baru kelihatan di chap depan, tapi entah kenapa intro-nya sepanjang ini =_='…
sebenarnya saia nggak begitu yakin mau publish fict ini apa nggak, karena itu ripiu dari readers sekalian sangat berfungsi (?) untuk menentukan apakah fict ini mau dilanjutkan atau tidak … kalaupun mau dilanjutin akan saia usahakan cepet apdet… dan saia berharap semoga fict ini nggak kayak 'I am The Liar' yang entah bagaimana nasibnya kini *memandang sendu pada 'I am The Liar'*
akhir kata… saia mohon ripiu sebanyak-banyaknya~
haehyuk :: dilipiu ya leadels pictnya alicha~
R..E..V..I..E..W~~~~\( ^0^)/
